• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Profesi Information Specialist dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Profesi Information Specialist dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK (REVISI) MAKALAH

“Etika Profesi Information Specialist dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik” Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi dan Aspek

Hukum Informasi

Dosen:

Dr.Dra.Hj.Ninis Agustini Damayani, M.Lib

Di susun oleh:

Tiara Desyanti Raharja 210210120056

Nilawati Dewi Asmawi Putri 210210120061

Risa Aprilia Wahyudi 210210120071

DEPARTEMEN ILMU INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...ii

A. Pengertian Etika...1

B. Kode Etik Profesi...1

C. Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE)...2

ITE sebagai payung hukum...4

Dunia maya VS UU ITE...4

3 Pasal yang membahayakan Blogger...6

UU ITE di nilai mengandung Pasal Karet...7

D. Profesi Information Specialist...7

E. Kasus Pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik...9

1. Kasus Prita Mulyasari Vs R.S Omni Internasional...9

2. Kasus Penghinaan Yogyakarta...10

3. Kasus Penghinaan Bandung...12

F. Hubungan Ahli Informasi dengan Kasus Pelanggaran UU ITE...13

(3)

“Etika Profesi Information Specialist dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik” A. Pengertian Etika

Etika adalah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. 1

B. Kode Etik Profesi

Kode etik sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu.

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu dapat mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat mengimbangi segi negatif profesi ini. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral profesi itu di mata masyarakat.

Supaya dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif, kalau di drop begitu saja dari atas- dari instansi pemerintah atau instansi lain-, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus menjadi hasil self-regulation (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih yang niatnya

(4)

untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal itu tidak bisa dipaksakan dari luar.

Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaanya diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu “dewan kehormatan” atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan juga ketentuan bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.

C. Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE)

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);

(5)

interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);

Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR. 2

Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :

* Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).

* Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP. * UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia. * Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.

* Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37): o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)

o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan) o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)

o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking) o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)

o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))

o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))

(6)

ITE sebagai payung hukum

Hampir semua aktivitas cyber crime membutuhkan aktivitas lainnya untuk melancarkan aktivitas yang dituju. Karena itu UU ITE harus mampu mencakupi semua peraturan terhadap aktivitas-aktivitas cybercrime …. cybercrime,dan seharusnya masyarakat dapat diperkenalkan lebih lanjut lagi mengenai UUD ITE supaya masyarakat tidak rancu lagi mengenai tata tertib mengenai cyberlaw ini dan membantu mengurangi kegiatan cybercrime di indonesia.

Isi UU ITE yang Membahayakan Kebebasan Pendapat Pengguna Online. Pasal dalam Undang-undang ITE Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan disana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content

Yang jelas, dengan adanya UU ITE ini, sudah ada payung hukum di dunia maya. Maka kalau Anda bergerak di bisnis ini, pelajari baik-baik isinya. Secara umum dijelaskan dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),3

Dunia maya VS UU ITE

Dunia Maya memang tempat yg paling tepat untuk menyampaikan segala macam gagasan maupun Expresi kita,namun ingatlah kita tidak bisa seenaknya melakukan hal-hal yg di luar norma dan aturan yg berlaku, apalagi dengan adanya UU ITE yg telah secara sah di Berlakukan sejak 25 maret 2008, para penghuni dunia maya seperti kita ini harus lebih mawas diri dan berlaku sewajarnya saja.

Masalah-masalah yg muncul akibat dunia maya tidaklah sedikit,bahkan sebelum di sahkan nya UU ITE sudah bermunculan hal-hal tersebut,

contoh kasus yang semula dianggap iseng bisa menjadi masalah UU ITE Contoh:

Tidak lama ini ada teman saya sebut saja( X) tidak puas akan fasilitas dan pelayanan di salah satu cafe yang ada di Surabaya. kemudian X menulis atau membuat status disalah satu jejaring sossial. akibat tulisannya yang menjelekan cafe dan pemilik cafe merasa keberatan maka pemilik cafe melaporkannya pada pihak berwajib.

3

(7)

Akibat tulisannya itu X dikenakan UU ITE yaitu pencemaran nama baik. untungnya pemilik cafe mau diajak berdamai dengan syarat X terkena denda dan X harus menulis pernyataan di jejaring sosial yang isinya meminta maaf dan harus memulihkan nama baik cafe selama 10 hari. Itu adalah contoh pelanggaaran UU ITE yang sudah terjadi baru baru ini.

1. UU ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia.

2. Belum ada pembahasan detail tentang spamming. Dalam pasal 16 UU ITE mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman dengan sempurna, namun standar spesifikasi yang bagaimana yang digunakan ? Apakah mengoperasikan web server yang memiliki celah keamanan nantinya akan melanggar undang-undang?

3. Masih terbuka munculnya moral hazard memanfaatkan kelemahan pengawasan akibat euforia demokrasi dan otonomi daerah, seperti yang kadang terjadi pada pelaksanaan K3 dan AMDAL.

4. Masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya standar kesusilaan, definisi perjudian, interpretasi suatu penghinaan. Siapa yang berhak menilai standarnya ? Ini sejalan dengan kontroversi besar pada pembahasan undang-undang anti pornografi. 5. Ada masalah yurisdiksi hukum yang belum sempurna. Ada suatu pengaandaian dimana seorang WNI membuat suatu software kusus pornografi di luar negeri akan dapat bebas dari tuntutan hukum.4

(8)

3 Pasal yang membahayakan Blogger

Berikut ini, ada beberapa pasal yang mungkin harus Anda cermati dan perhatikan supaya terhindar dari jerat UU ITE. Juga supaya Anda aman saat berselancar, menulis, posting atau melakukan hal-hal tertentu di dunia maya.

Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger atau peselancar internet tanpa disadari. Pasal 27 ayat (1)

”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

Pasal 27 ayat (3)

”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. ”

Pasal 28 ayat (2)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).

Pasal 45 ayat (1)

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 45 ayat (2)

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”5

5

(9)

UU ITE di nilai mengandung Pasal Karet

Pasal-pasal yang dinilai mengandung pasal karet oleh pemohon uji materiil, Iwan Piliang, adalah Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. "Pasal-pasal itu malah menciptakan ketidakpastian hukum," kata Wasis Susetio selaku kuasa hukum Iwan, dalam sidang panel pengujian undang-undang itu di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa 6 Januari 2009.

Pasal tersebut mengatur sanksi hingga enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar untuk dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Hukuman itu jauh lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana yang sama namun diatur dalam Pasal 30 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Selain itu, Wasis juga berpendapat bahwa dunia maya merupakan wilayah publik sehingga setiap orang berhak menyebarkan informasi.6

Dari kutipan diatas itu membuktikan tidak seragamnya atau tidak sesuai UU ITE dengan UU tindak pidana. seharusnya UU ITE dan UU pidana saling terkait satu dengan yang lain karena jika itu berbeda maka akan menimbulkan ketidak setimpangan hukum dan semakin merumitkan para penegak hukum.

D. Profesi Information Specialist Information specialist

The term "information specialist" is often specified, for example as or "business information specialist", "chemical information specialist" or "health information specialist".

Hjørland (2002) defined the special competency of information specialists is related to the concept domain analysis. Information science grew out of special librarianship and documentation and implicit in its tradition has been a focus on subject knowledge. Eleven specific approaches to domain analysis define together the specific competencies of information specialists:

(1) Producing and evaluating literature guides and subject gateways, (2) Producing and evaluating special classifications and thesauri,

(3) Research on and competencies in indexing and retrieving information in specialties,

6

(10)

(4) Knowledge about empirical user studies in subject areas, (5) Producing and interpreting bibliometric studies,

(6) Historical studies of information structures and services in domains, (7) Studies of documents and genres in knowledge domains,

(8) Epistemological and critical studies of different paradigms, assumptions and interests in domains.

(9) Knowledge about terminological studies, LSP (languages for special purposes) and discourse analysis in knowledge fields,

(10) Knowledge about and studies of structures and institutions in scientific and professional communication in a domain.

(11) Knowledge about methods and results from domain analytic studies about

professional cognition, knowledge representation in computer science and artificial intelligence. 7

Dari pernyataan diatas diperoleh bahwa ahli informasi berdasarkan ilmu informasi dan perpustakaan , melaksanakan kegiatan:

(1) Memproduksi dan mengevaluasi panduan literatur dan gateway subjek, (2) Memproduksi dan mengevaluasi klasifikasi khusus dan tesaurus,

(3) Penelitian dan kompetensi dalam indeks dan mengambil informasi di spesialisasi, (4) Pengetahuan tentang studi pengguna empiris dalam bidang studi,

(5) Memproduksi dan menafsirkan studi bibliometrik, (6) Studi Sejarah struktur informasi dan layanan di domain, (7) Studi dokumen dan genre dalam domain pengetahuan,

(8) epistemologis dan studi kritis paradigma yang berbeda, asumsi dan kepentingan dalam domain.

(9) Pengetahuan tentang studi terminologis, LSP (bahasa untuk tujuan khusus) dan analisis wacana dalam bidang pengetahuan,

(10) Pengetahuan tentang dan studi struktur dan lembaga-lembaga di ilmiah dan komunikasi profesional dalam domain.

(11) Pengetahuan tentang metode dan hasil dari studi domain analisis tentang kognisi profesional, representasi pengetahuan dalam ilmu komputer dan kecerdasan buatan.

7http://www.iva.dk/bh/Core%20Concepts%20in%20LIS/articles%20az/

(11)

E. Kasus Pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

1. Kasus Prita Mulyasari Vs R.S Omni Internasional

Seperti yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari merupakan kasus pelanggaran terhadap UU ITE yang mengemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial seperti facebook dan twitter. Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan. Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas

dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 1”1 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. “

(12)

itu dengan adanya hukum tertulis yang telah mengatur kita hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berkomunikasi menggunakan media. Menurut saya dengan adanya kasus yang telah menimpa Prita menjadi tersangka atas pencemaran nama baik/ dan mendapat sanksi ancaman penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp. 1 M, kita harus lebih berhati-hati dalam menghadapi perkembangan Teknologi di era globaliosasi ini. Hendaknya kita dapat mengontrol diri kita sendiri jika akan menulis di sebuah akun. Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya pihak membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku. Hukum yang telah ada memang kadang kurang bisa terima dengan baik dan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Bayangkan saja ketika kasus tersebut menimpa rakyat miskin. Sedangkan jika dibandingkan dengan kasus korupsi yang terjadi di Negara kita, hal itu kurang sepadan dan seolah hukum menjadi kurang adil untuk kita.8

2. Kasus Penghinaan Yogyakarta

VIVAnews - Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang mengungkapkan kekesalan di situs pertemanan Path, ditahan Kepolisian Daerah DI Yogyakarta, Sabtu, 30 Agustus 2014. Perempuan 26 tahun itu ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa Reserse Kriminal Khusus.

8 Rusdiana, Akhla,

(13)

Apa sesungguhnya yang telah dilakukan perempuan yang disapa Flo itu sampai berurusan dengan polisi?

Kamis, 28 Agustus 2014

Flo mengantre membeli bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Lempuyangan. Saat itu, ia yang mengunakan sepeda motor Honda Scoopy, hendak membeli Pertamax, menyelonong memotong antrean sampai ditegur anggota TNI yang berjaga. Ia marah namun tetap tidak boleh memotong antrean.

Kecewa dengan kejadian itu, sekeluar dari SPBU, Flo menumpahkan kekesalannya di akun situs pertemanan Path. Salah satu ungkapan kekesalannya: "Jogja miskin, tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”, dinilai menjelekkan dan menghina warga Yogyakarta.

Status itu kemudian disebar di media jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif. Flo dicerca. Jumat, 29 Agustus 2014

Flo meminta maaf kepada masyarakat dan Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ia mengaku tidak memiliki maksud menghina atau mencemarkan nama baik Yogyakarta. Tapi, Flo tidak meminta maaf secara langsung dan terbuka, melainkan melalui pernyataan tertulis yang dibacakan pengacaranya, Wibowo Malik.

Menurut Wibowo, Flo saat itu sedang depresi karena merasa diteror setelah membuat status yang dianggap menghina Yogyakarta. Statusnya menyebar cepat sehingga mengundang cercaan publik.

Di hari yang sama, elemen masyarakat Yogyakarta melaporkan Flo ke Polda DI Yogyakarta. Mereka, di antaranya, Granat DIY, Komunitas RO Yogyakarta, Foklar DIY-Jateng, Gerakan Cinta Indonesia, Pramuka DIY, dan berbagai kelompok masyarakat lain.

Mahendra, Advokat Muda Yogyakarta, mengatakan status Flo di Path berbuntut panjang karena, selain melukai masyarakat, tindakan itu juga melanggar hukum pidana. “Kami menempuh jalur hukum dan melaporkan penghinaan ini pada pihak berwajib,” katanya.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda DI Yogyakarta memeriksa Flo. Segera setelah disidik, status Flo yang semula terlapor ditingkatkan menjadi Tersangka, dan saat itu juga ditahan.

(14)

kooperatif dan tidak ada itikad baik. Bahkan, Tersangka tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Kami tahan untuk 20 hari ke depan.”

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DI Yogyakarta, AKBP Any Pudjiastuti, mengatakan bahwa penahanan dapat dilakukan oleh Penyidik setelah melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam.

Pengacara Flo, Wibowo Malik, mengatakan bahwa dia mendampingi Terlapor untuk memenuhi panggilan Penyidik siang tadi. Setelah dilakukan pemeriksaan, Penyidik mengeluarkan surat penahanan. “Ditahan, tapi ini tidak resmi, dan kami menolaknya," katanya. (ita)9

3. Kasus Penghinaan Bandung

BANDUNG, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, tidak keberatan dikritik melalui media sosial. Menurut pria yang akrab disapa Emil ini, hinaan dan makian tentang Kota Bandung sudah biasa.

"Hina-menghina dan memaki Bandung sebenarnya biasa saja dan sudah sering," kata Emil di Bandung, Sabtu (6/9/2014).

Selain itu, Emil pun mengaku tidak akan sakit hati jika mendapat kritik pedas terkait program-programnya dalam menjalankan roda pemerintahan Kota Bandung asalkan sopan. Namun, jika hinaan secara terbuka melalui media sosial sudah menyinggung masalah pribadi,

9

(15)

dia mengaku tidak akan tinggal diam seperti yang dilakukan pemilik aku twitter @kemalsept belakangan ini.

Emil mengakui dia kesal. "Tentunya kesal ada. Saya orangnya fair kalau dikritik program kerja hayu-hayu aja, sehingga kerjanya bisa diperbaiki. Kalau menyerang pribadi pun saya tidak akan pikirin. Tapi, kalau sudah terbuka dan kasar masa saya tidak bisa diam saja," akunya.

Diberitakan sebelumnya, Setelah kasus penghinaan terhadap warga Yogyakarta yang dilakukan mahasiswi S-2 Universitas Gadjah Mada, Florence Sihombing, mencuat melalui akun jejaring sosial Path, kali ini giliran akun Twitter milik Kemal Septiandi yang menjadi sorotan warga Kota Bandung.

Melalui akun Twitter-nya, @kemalsept, dia menghina Kota Bandung dengan sebutan kota yang penuh dengan pelacur. Tak hanya satu kali, Kemal tercatat melakukan empat kali kicauan berisi penghinaan terhadap Kota Bandung di akun Twitter-nya.

Selain penghinaan terhadap Kota Bandung, @kemalsept juga menyebut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dengan kata "kunyuk".

Tulisan tersebut mendapatkan kecaman dari sejumlah warga Kota Bandung yang memiliki akun Twitter. Seperti yang diungkapkan oleh pemilik akun @hizbulmalik. "Florence ada di jogja. Bandung ada Kemal Septiandi. Malu maluin almamater kalo bener dari UPI," tulisnya.”.10

.

F. Hubungan Ahli Informasi dengan Kasus Pelanggaran UU ITE

Dari beberapa kasus tersebut merupakan contoh mengenai beberapa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No.11 Tahun 2008 terhadap pasal 27 ayat (3) yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. “

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa banyaknya pelanggaran terhadap undang-undang informasi dan transaksi elektronik mengenai pencemaran nama baik. Kasus-kasus pelanggaran terhadap UU ITE dikarenakan kurangnya pengetahuan dan etika berkomunikasi di jejaring sosial. melihat beberapa kasus tersebut, sebagai Ahli informasi atau information

10 Putra Prima Perdana,

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA Anonim. . .Diakses pada tanggal 2 Maret 2015

http://makhdor.blogspot.com/2009/01/uu-ite-antara-peluang-dan-kontroversi_26.html

Anonim. . . Diakses pada tanggal 2 Maret 2015

http://www.forumkami.com/forum/blogger/14856-inilah-daftar-pasal-uu-ite-anda-harus-ketahui-supaya-tidak-dipenjara.html

Darmawan,Indra, Eko Huda S. 2009. UU ITE Dinilai Mengandung Pasal Karet. Diakses pada tanggal 2 Maret 2015.

http://teknologi.vivanews.com/news/read/19818-uu_ite_dinilai_mengandung_pasal_karet_1

Hidayat, Arief, Daru Waskita.2014. Kronologi Kasus Hinaan Florence Hingga Berujung Bui.diakses pada tanggal 2 Maret 2015

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/533619-kronologi-kasus-hinaan-florence-hingga-berujung-bui

Hjørland, Birger .2006.Information Specialist.diaskes pada tanggal 2 Maret 2015.

http://www.iva.dk/bh/Core%20Concepts%20in%20LIS/articles%20a-z/information_spec ialist.htm

Perdana, Putra Prima.2014. Kasus Kemal, Ridwan Kamil Persilakan Kritik Asal Sopan. diakses pada tanggal 2 Maret 2015

http://regional.kompas.com/read/2014/09/06/21315101/Kasus.Kemal.Ridwan.Kamil.Per silakan.Kritik.Asal.Sopan.

Rusdiana, Akhla.2015.Contoh Kasus Pelanggaran UU ITE.diakses pada tanggal 2 Maret 2015.https://www.academia.edu/9406065/CONTOH_KASUS_PELANGGARAN_UU_IT E

Utuh.2009. Polemik Dan Kontroversi UU-ITE.diakses pada tanggal 2 Maret 2015

http://www.binushacker.net/-dan-kontroversi-uu-ite.html

Wikipedia.2014.Etika. diakses pada tanggal 2 Maret 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

Wikipedia.2014.Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. diakses pada tanggal 2

Maret 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya di sebut UU ITE) dan dengan penerapan Pasal 5 UU ITE

Pasal 1 UU ITE menyebutkan bahwa “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengamanatkan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan

Mengenai perlindungan pada transfer dana elektronik terdapat beberapa contoh kasus yang ada di Indonesia, beberapa contoh kasus ini ada sebelum diundangkannya

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE, korban dari pelaku tindak pidana

Penelitian ini menganilisis Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (disebut

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), menyatakan “ Penyelenggaraan sistem elektronik adalah adalah

Indonesia diatur dalam Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menentukan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para