• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i LAPORAN AKHIR

“Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015“

Disusun Oleh: Kelompok 2 Kelas D 2013

Indira Krisma Rusady 25010113140251 Falentine Lidya Telussa 25010113140252

Rini Oktaviani Handayani 25010113140253 Astrid Ayu Utami 25010113130254

Dhia Ghoniyyah 25010113130255

Dina Happy Yusinta 25010113130256 Merry Putri Sirait 25010113140257 Rifha Asti Hardinawanti 25010113140259 Syifa Awalia Rahma 25010113140260 Kristian Yudhianto 25010113140312

Armen Zufri 25010115183023

Tugas PBL dilakukan untuk memenuhi salah satu Tugas MK Isu Terkini Penyakit Tidak Menular Semester V 3 sks

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

ii HALAMAN PENGESAHAN

(Laporan Project Based Learning Isu Terkini Penyakit Tidak Menular)

1. Judul : Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015. 2. Penyusun : Kelompok 2 Kelas D-2013

Nama / NIM :

Kelompok/Semester/Tahun : Kelompok 2/ Semester V/ 2015

3. Nama Mata Kuliah/sks : Isu Terkini Penyakit Tidak Menular / 3 sks 4. Lokasi Kegiatan

5. Waktu Kegiatan : September-Oktober 2015

Sudah diperiksa isi materi keilmuan dan disetujui.

Semarang, 06 Oktober 2015

Dosen Pembimbing/Penguji PJBL

Lintang Dian Saraswati, SKM, M.Kes NIP. 198111042003122001

Menyetujui,

Penanggung Jawab Mata Kuliah Isu Terkini Penyakit Tidak Menular

Dr. Baju Widjasena, M. Erg NIP. 197006281997021001

Indira Krisma Rusady 25010113140251 Falentine Lidya Telussa 25010113140252 Rini Oktaviani Handayani 25010113140253 Astrid Ayu Utami 25010113130254 Dhia Ghoniyyah 25010113130255 Dina Happy Yusinta 25010113130256 Merry Putri Siratit 25010113140257 Rifha Asti Hardinawanti 25010113140259 Syifa Awalia Rahma 25010113140260 Kristian Yudhianto 25010113140312

Armen Zufri 25010115183023

(3)

iii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Dan Pengesahan ... ii

Daftar Isi ... iii

1.2Tujuan Penelitian... 2

1.2.1 Tujuan Umum... 2

1.2.2 Tujuan Khusus... 3

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori... 4

2.1.1 Pengertian Asma... 4

2.1.2 Riwayat Alamiah Penyakit Asma... 7

2.1.3 Level of Prevention Asma... 13

2.1.4 Patogenesis Asma... 17

2.1.5 Faktor Risiko Asma... 20

2.1.6 Dampak Asma... 26

2.1.7 Epidemiologi Asma... 27

2.1.8 Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Asma... 29

2.2Kerangka Teori... 30

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Kerangka Konsep... 32

3.2Hipotesis Penelitian... 32

3.3Jenis dan Desain Studi... 33

(4)

iv

3.5Variabel yang Diukur... 34

3.6Sumber Data... 36

3.7Instrumen... 37

3.8Pengolahan Data... 37

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah ... 40

4.2 Metode Perhitungan ... 42

4.3 Hasil Skoring Angket ... 43

4.4 Pembahasan ... 52

4.4.1 Variabel Individu... 53

4.4.2 Variabel Lingkungan... 55

4.4.3 Variabel Perilaku... 56

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60

LAMPIRAN Lampiran 1... 63

Lampiran 2... 66

Lampiran 3... 67

(5)

v DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis

secara umum pada orang dewasa ... 7

Tabel 2. Tabel Level of Prevention Asma ... 13

Tabel 3. Keadaan Demografi Kelurahan Bulu Lor ... 41

Tabel 4. Prosedur penilaian Guttman ... 42

Tabel 5. Hasil Skoring Variabel Individu ... 44

Tabel 6. Hasil Skoring Variabel Lingkungan ... 47

Tabel 7. Hasil Skoring Variabel Perilaku ... 50

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Orang dengan sakit asma... 4 Gambar 2. Tahap Prepatogenesis Asma... 8 Gambar 3. Hipotesis terjadinya bronkokonstriksi ... 20 Gambar 4. Distribusi Kasus PTM (Asma tahun 2010 s/d 2014

Kota Semarang ... 28 Gambar 5. Peta Kecamatan Semarang Utara ... 40 Gambar 6. Wilayah kerja Puskesmas Bulu Lor Semarang ... 41 Gambar 7. Persentase Faktor Risiko Asma di Kelurahan Bulu Lor,

Semarang Utara 2015 ... 52 Gambar 8. Grafik Faktor Individu yang Mempengaruhi Asma di

Kelurahan Bulu Lor ... 53

Gambar 9. Grafik Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Asma di

Kelurahan Bulu Lor ... 55

Gambar 10. Grafik Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Asma di

(7)

vii DAFTAR ISTILAH

ETAC : Early Treatment of Atopic Children FEV : Forced Expired Volume

(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Angket Penelitian ... 63

Lampiran 2. Lembar Observasi Penelitian ... 66

Lampiran 3. Formulir Informed Consent ... 67

(9)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang

Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan peningkatan prevalensi pada anak-anak. Asma merupakan gangguan saluran nafas yang sangat kompleks, tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus proses perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi. Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini paling banyak menyerang

anak dan berpotensi untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik atau kronik, cenderung pada malam hari atau dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma pada pasien atau keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

(10)

2 5711 kasus. Kasus tertinggi berada di Kelurahan Bulu Lor yaitu sebesar 1,31%.

Asma ringan sampai sedang dikarakteristikkan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema mukosa, infiltrasi selular, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini dihasilkan dari hiperrespons otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan mekanik, kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau rangsangan yang tidak diketahui.

Faktor risiko asma terdiri dari beberapa faktor, diantaranya Faktor Pejamu, Faktor Lingkungan, dan Faktor Pencetus. Faktor pejamu yang menyebabkan terjadinya penyakit asma yaitu genetik , obesitas, jenis kelamin dan ras (Nuranida Librianty, 2015). Faktor Lingkungan terdiri dari:

(1) Alergen di dalam ruangan seperti mite domestic, alergen binatang, alergen kecoa, dan jamur (fungi, molds, yeasts); (2) Alergen di luar ruangan

seperti tepung sari bunga, jamur (fungi, molds, yeasts); (3) Bahan di lingkungan kerja seperti asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan, infeksi parasite, status sosio ekonomi, besar keluarga, diet dan obat, obesity ( PDPI, 2004). Selain faktor pejamu dan lingkungan, terdapat faktor yang mempengaruhi timbulnya asma yaitu faktor pencetus. Faktor pencetus dapat berupa : Alergen (debu, bulu binatang, kecoa, jamur, tepung sari, dan sebagainya); Infeksi virus pernapasan, polutan, dan obat-obatan. (Nuranida Librianty, 2015)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

(11)

3 1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan apa saja yang berperan sebagai penyebab asma pada masyarakat kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang

2. Untuk mengidentifikasi faktor perilaku apa saja yang berperan sebagai penyebab penyakit asma pada masyarakat kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang.

(12)

4 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.3 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang mengenai sekitar 3 hingga 4 persen populasi umum. Tanda utama asma adalah obstruksi saluran napas reversible akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mucus, dan edema mukosa. (Kenneth J. Leveno et al. 2004)

Gambar1. Orang dengan sakit asma

Asma adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh alergi. Gejalanya seperti sesak napas, sulit menarik dan mengeluarkan napas, kadang disertai bunyi mengik dan batuk yang disebabkan gangguan kontraksi (penyempitan saluran pernapasan). (Widjaja. 2008)

(13)

5 Asma juga merupakan suatu keadaan di mana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paruparu normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Bagi penderita asma melakukan aktivitas fisik atau kegiatan yang berat dapat menjadi pencetus terjadinya serangan. (Sigit Nugroho. 2009)

Asma paling banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan populasi lainnya. Meskipun teknologi pengobatan telah berkembang pesat, bahkan telah ditemukan pengobatan yang efektif (Mannino dkk,

dalam McMullen 2007), namun angka kejadian asma terus meningkat tajam. World Health Organization (WHO) memperkirakan 1 anak dari

setiap 10 anak Indonesia yang menderita asma, suatu angka yang meningkat dalam 5 tahun terakhir (Indarto, 2005). Hal ini sangat berpotensi menjadi beban kesehatan pada tahun tahun mendatang. (Setia dan Lusi, 2005)

(14)

6 akan menyempit, saluran nafas yang terlalu sensitive itu disebut hiperreaktivitas lalu terjadi obstruksi, kemudian menjadi bronchospasme, sehingga menimbulkan keluhan (Yunus ,2006) dalam (Yulliasri, 2010)

Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak, asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk

dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman,

adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. (Nelson, 1996)

(15)

7 Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara

umum pada orang dewasa

2.1.2 Riwayat Alamiah Penyakit Asma

Riwayat alamiah penyakit dapat di golongkan dalam lima tahap yaitu sebagai berikut:

a. Tahap prepatogenesis

Pada tahap ini, telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh. Selain itu, pada tahap ini terjadi interaksi awal antara faktor-faktor host, agent dan environment. Dengan kata lain, Pada tahap ini individu berada dalam keadaan

normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agent penyakit (stage of

(16)

8 pada individu yang rentan, saluran pernapasan penderita asma sangat sensitif dan memberi respons yang berlebihan jika mengalami rangsangan atau gangguan. (PA Khoman, 2011)

Gambar2. Tahap Prepatogenesis Asma

Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Interaksi yang terjadi antara penjamu atau host dengan bibit penyakit seperti anak-anak sekolah dasar yang suka bermain pasir atau tanah. Anak-anak SD tersebut sebenarnya mereka sudah terpapar debu akibat mereka main tanah, main dipinggir jalan, dan lain sebagainya sebagai pemicu munculnya penyakit asma, namun mereka belum menyadari bahwa debu merupakan faktor pencetus munculnya asma.

b. Tahap inkubasi / tahap patogenesis

(17)

9 penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekadar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.

Pada orang-orang tertentu, sistem imunitasnya bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:

1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonsriksi).

Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak

kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernapasan akut, yang

belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti:

a. Perubahan cuaca dan suhu udara b. Polusi udara

c. Asap rokok d. Gangguan emosi

e. Olahraga yang berlebihan

2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan dan sekaligus hiperresponsivitas (respon berlebih) dari saluran pernapasan.

(18)

10 Gejala-gejalanya biasanya berlangsung lebih lama (kronis) dan lebih sulit diatasi.

Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tempil dalam bentuk:

a. Ingestan : alergen yang masuk tubuh melalui mulut (makanan, obat-obatan)

b. Inhalan : alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut (serbuk bunga, tungau, jamur) c. Kontak dengan kulit (bedak, lotion, perhiasan)

(Vitahealth, 2007)

Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, maka sistem imunitasnya akan memproduksi antibodi khusus yang disebut Ig E secara abnormal. Antibodi ini mencari dan

menempelkan dirinya pada sel batang yang terdapat pada paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru dan saluran pernapasan lalu membangkitkan suatu reaksi dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin.

c. Tahap penyakit dini

Tahap ini mulai di hitung dari munculnya gejala-gejala penyakit asma. Pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes), meskipun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of subclinical disease).

(19)

11 yang sama pun, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan. Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah:

1. Perubahan pola pernapasan

8. Lingkaran hitam di bawah mata 9. Susah tidur

1. Napas berat yang berbunyi “ngik-ngik” 2. Batuk-batuk

3. Napas pendek tersengal-sengal 4. Sesak dada

5. Susah berbicara dan berkonsentrasi

6. Jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal

7. Napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya

(20)

12 Penjamu tidak sanggup lagi melakukan aktifitas sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan intensif. Pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit dan penyakit asmanya sudah parah akibat tidak melakukan pengobatan segera pada tahap dini. Selain itu, akibat penyakit nya sudah parah maka host tidak dapat lagi melakukan aktifitas kesehariannya sehingga sudah memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.

e. Tahap penyakit akhir

 Sembuh sempurna artinya bentuk dan fungsi tubuh

penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya. Apabila host atau anak-anak rajin mengonsumsi obat penakit asma dan rajin memeriksa ke dokter tiap bulan

maka bentuk dan fungsi tubuhnya kembali seperti semula.  Sembuh tapi cacat artinya penyakit penjamu berakhir

tetapi kesembuhannya tak sempurna karena terjadi cacat.  Karier yaitu pada perjalanan penyakit seolah terhenti

karena gejala penyakit tak tampak lagi ternyata dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit. Artinya anak-anak atau host yang terkena penyakit sudah dinyatakan sembuh dengan tanda dan gejalanya sudah hilang. Akibatnya obat asma tidak lagi di konsumsi dan penyakit asma dikontrol maka suatu saat penyakit asma tersebut dapat kambuh atu muncul kembali.

 Kronis yaitu pada tahap ini perjalanan penyakit tampak

terhenti tapi gejala penyakitnya tidak berubah seperti sesak napas.

 Meninggal dunia yaitu apabila keadaan penyakit

(21)

13 sehingga dengan hal ini dapat menyebabkan terhentinya penyakit dengan meninggal dunia.

2.1.3 Level of Prevention Asma

Level of prevention secara umum adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Tabel Level of Prevention Asma

Level of prevention menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi

dengan risiko asma (orang tua asma) dengan cara:

- Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak

- Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin

(22)

14 2. Pencegahan sekunder

Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau , debu rumah

3. Pencegahan tersier

Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang elah menunjukan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study ( early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serpuk rumbut (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan

bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma

Sedangkan level of prevention menurut Leavell & Clarks adalah sebagai berikut:

1. Promotion of health

Dalam tingkat ini dilakukan pendidikan kesehatan, misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene perorangan, rekreasi, sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan menopause. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Contoh pada penyakit asma:

 Penyediaan makanan & minuman yang sehat serta bergizi

baik dalam kualitas maupun kuantitas.

 Perbaikan kebersihan sanitasi lingkungan, terutama

(23)

15  Pendidikan kesehatan secara dini kepada masyarakat

mengenai penyakit asma.

 Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan

kepribadian yang baik.

2. Specific protection

Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus, pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di Negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun anak-anaknya masih rendah. Selain itu pendidikan kesehatan diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditempat-tempat umum

maupun tempat kerja. Contoh pada penyakit asma:

 Melakukan pengecekan / kontrol secara rutin mengenai

perkembangan penyakit asma yang diderita.

 Melakukan check up untuk mengetahui apakah terkena

penyakit asma atau tidak.

 Hindari memelihara hewan yang berbulu lebat agar tidak

alergi.

 Hindari rokok dan alkohol.  Gunakan pendingin udara (AC).

3. Early diagnosys and prompt treatment

Diagnosis dini dan pengobatan yang cepat serta terapi yang signifikan terhadap asma dapat mengurangi beban sosial ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

(24)

16 spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Seringkali penderita tudaj merasakan keluhan namun pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Cara lain dapat dilakukan dengan menghindari asap rokok, membeli obat pereda asma dan melakukan check up setiap bulannya.

4. Limitation of disability

Dilakukan waktu pejamu sakit untuk mencegah cacat lebih lanjut, fisik, sosial maupun mental. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja

yang di sebakan suatu penyakit bila sudah terjadi kecacatan maka di cegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat

(dibatasi), dan fungsi dari alat tubuh ini dipertahanjan semaksimal mungkin. Contohnya tahap ini menyiapkan obat-obatan yang diperlukan agar penyakit tidak semakin parah. Dalam hal penyakit asma pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan melakukan olahraga secara teratur dan mengkonsumsi makanan bergizi dan sehat, terapi asma, dan latihan pernapasan. Cara lain dapat digunakan dengan menggunakan masker agar terhidar dari paparan debu.

5. Rehabilitation

Merupakan usaha untuk mengembalikan bekas penderitan ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya sendiri dan masyarakat semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan. Tujuan rehabilitasi adalah :

(25)

17 - Agar penderita dapat melakukan kegiatannya seperti

sebelum penyakit menyerang.

- Menyadarkan masyarakat agar menerima kembali sipenderita.

Rehabilitasi dapat dilakukan dengan rehabilitasi medik, dengan prosedur sebagai berikut :

- Pengenceran lendir dalam pengobatan asma - Pengaliran lendir dengan gaya gravitasi

- Penghangatan dengan alat diathermi atau short wave diathermy, yaitu untuk memberikan efek penghangatan jaringan didalam dan relaksasi otot-otot pernapasan sehingga dapat melancarkan aliran darah dan saluran pernapasan.

- Latihan pernapasan, latihan ini agar membuat penderita asma dapat melatih pernapasannya, sehingga saat terjadi

serangan dampaknya bisa diminimalisasikan dengan latihan pernapasan.

Rehabilitasi lain dapat dilakukan dengan cara menerapkan pola hidup bersih dan sehat sera istirahat yang cukup, mengontrol pola makan, mengatur emosional.

2.1.4 Patogenesis Asma

Asma ringan sampai sedang dikarakteristikkan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema mukosa, infiltrasi selular, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini dihasilkan dari hiperrespons otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan mekanik, kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau rangsangan yang tidak diketahui.

(26)

18 sel-sel sasaran, yaitu sel mastosit dan basofil yang membebaskan mediator aktif reaksi alergi yang menyebabkan terjadinya reaksi lambat dan reaksi cepat pada saluran napas.

1. Reaksi cepat, timbul beberapa menit sampai 2 jam (maksimum) berupa pembebasan mediator reaksi alergi dari sel mast. Reaksi cepat terutama menyebabkan bronkospasme.

2. Reaksi lambat, timbul setelah 3-5 jam kemudian. Pada reaksi lambat ini juga terjadi spasme bronkus yang disertai dengan edema mukosa dan inflamasi saluran napas, mencapai maksimum setelah 4-8 jam dan menghilang setelah 8-12 jam atau lebih lama. Reaksi lambat ini berupa reaksi inflamasi (peradangan saluran napas karena infiltrasi sel radang terutama sel eosinofil), hiperreaktivitas saluran napas dan bronkospasme.

Peningkatan hiperreaktivitas saluran napas timbul 8 jam setelah perangsangan dengan alergen atau stimulus lain dan menetap

atau bertambah berat sampai beberapa hari, bahkan dapat sampai beberapa minggu. Bila terjadi peningkatan hiperreaktivitas bronkus, akan terjadi peningkatan sensitivitas terhadap stimulasi non alergik, seperti asap, debu, udara dingin, kerja fisik, emosi, histamine, metakolin, dan toluene diisosianat. Inilah yang menyebabkan penyakit asma makin memberat.

Asma Sebagai Suatu Penyakit Inflamasi

(27)

19 bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi mukus, dan respons asma akhir berupa infiltrasi selular, kerusakan epitel, dan hiperaktivitas saluran napas.

Pada asma berat terjadi hipertrofi otot polos saluran napas dan kelenjar sekretori, pengelupasan epitelium, dan terlihat pula adanya penebalan lamina propria. Mekanisme yang mendasari patogenesis asma bersifat multifactorial, tetapi sebagian besar dipicu oleh degranulasi sel mastosit dan diikuti dengan pembebasan mediator-mediator inflamasi.

Pada asma ekstrinsik, mekanisme yang mendasari bronkokonstriksi berawal ketika pemicu pertama menyebabkan pasien mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen, seperti inhalasi polen yang kemudian dicerna oleh lisozim mukosa membebaskan protein

yang larut dalam air. Absorpsi protein-protein ini menghasilkan pembebasan imunoglobin spesifik (IgE) oleh sel-sel plasma jaringan

(28)

20 Gambar 3. Hipotesis terjadinya bronkokonstriksi. Dimodifikasi dari

Me Fadden ER Jr. Pathophysiology of Asthma and the Importantce of Inflamation. Managing Asthma ini 80’s . Exerpta Medica, 1986.

2.1.5 Faktor Risiko Asma

Faktor risiko asma terdiri dari beberapa faktor, diantaranya : a. Faktor individu

1. Riwayat Asma

(29)

21 2. Riwayat Atopi

Atopi adalah suatu keadaan respon seseorang yang tinggi terhadap protein asing yang sering bermanifestasi berupa rinitis alergika, urtikaria atau dermatitis (Djojodibroto, 2009). Sebagian besar pasien asma berasal dari keluarga atopi, dan kandungan IgE spesifik pada seorang bayi dapat menjadi prediktor untuk terjadinya asma kelak di kemudian hari (Akib, 2002).

3. Jenis kelamin

Pada anak-anak yang berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko untuk terjadinya asma dibandingkan pada anak- anak yang berjenis kelamin perempuan. Mendekati usia 14 tahun

prevalensi asma hampir dua kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Namun, Pada masa dewasa

jumlah asma lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Pada dasarnya alasan keterkaitan antara jenis kelamin dengan penyakit asma belum jelas. Namun, ukuran paru-paru laki-laki lebih kecil daripada paru-paru perempuan ketika dilahirkan, dan berkembang menjadi besar pada saat dewasa (GINA, 2012).

b. Faktor lingkungan 1. Infeksi

(30)

22 2. Perabotan rumah tangga

Tungau Debu Rumah (TDR) merupakan alergen inhalan penting yang berhubungan dengan timbulnya asma. Populasi TDR paling banyak ditemukan pada kasur dan bantal. Konsentrasi TDR dermatophagoides farinae lebih tinggi secara bermakna pada kasur yang terbuat dari kapuk daripada yang terbuat dari busa. Seperti kasur dan bantal, karpet juga sering menampung bahan alergenik seperti TDR, serpihan kulit atau bulu binatang. konsentrasi TDR lebih tinggi 10 kali pada ruang tamu yang di dalamnya terdapat karpet (Laisina, 2007).

3. Asap rokok

Aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada

asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Pajanan asap tembakau pasif berakibat lebih

berbahaya pada gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpajan sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41-5,74) (Purnomo, 2008).

4. Pemakaian obat nyamuk

(31)

23 5. Sulfur dioksida dan Nitrogen dioksida

Menurut Lee (2012) gas Sulfur dioksida (SO2) umumnya berasal dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur yang sebagian besar berasal dari batubara dan minyak, Selting logam, dan proses industri lainnya. Bukti ilmiah saat ini menyatakan bahwa terdapat hubungan pajanan jangka pendek terhadap SO2, mulai dari 5 menit sampai 24 jam dengan berbagai efek pernapasan yang merugikan termasuk bronkokonstriksi dan peningkatan gejala asma (EPA, 2013). Penelitian Speizer and Frank dalam Lee (2012) menyatakan bahwa setelah menghirup rata-rata 16 ppm SO2 saat istirahat, kurang dari 1% gas SO2 dapat dideteksi pada orofaring. Penelitian tentang hubungan SO2 dengan kejadian asma juga

telah dilakukan di Asia tepatnya di Cina. Hasil dari Northeast Chinese Children Health study menyatakan terbukti bahwa

konsensentrasi SO2 pada udara ambien secara positf berhubungan dengan asma pada anak-anak (Dong et al, 2011). Pada penderita asma, pajanan tingkat rendah NO2 dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas bronkial dan membuat anak-anak lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Eksposur jangka panjang untuk tingkat tinggi NO2 dapat menyebabkan bronkitis kronis (EPA, 2012).

6. Binatang peliharaan

(32)

24 7. Cuaca

Indonesia merupakan negara dengan dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Keduanya memiliki tiga komponen yang berperan antara lain suhu udara, kelembaban dan curah hujan. Kelembapan yang tinggi, suhu udara rendah dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor pencetus serangan asma.Udara dingin dapat mencetuskan serangan asma dengan cara meningkatkan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan bronkokontriksi dan menimbulkan gejala sesak dan mengi (Kusbiantoro, 2005).

c. Faktor Perilaku

1. Pola makan

Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi,

ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma (Purnomo, 2008). Dalam beberapa penelitian juga menyatakan bahwa meningkatnya konsumsi makanan olahan dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan seperti buah dan sayur berkontribusi dalam meningkatkan kejadian asma (GINA, 2012). Hasil penelitian Sihombing (2010) menyatakan bahwa pada kebiasaan dalam mengonsumsi makanan yang diawetkan memperlihatkan bahwa responden yang sering mengonsumsi makanan yang diawetkan berisiko 0,9 kali mendapat asma (OR=0,9; 95% CI 0,8-0,9).

3. Latihan Fisik

(33)

25 badan (exercise) sering memprovokasi saluran pernapasan yang hiperaktif sehingga timbul bronkokontriksi. Orang myang melakukan kegiatan olahraga ventilasi-menitnya akan meningkat. Sebelum masuk kedalam paru, udara yang dingin (temperatur kamar) dan kering harus dipanasi dan dijenuhkan dengan uap air oleh epitel trakeobronkial. Epitel trakeobronkial menjadi dingin dan kering sehingga menyebabkan bronkokontriksi saluran pernapasan (Djojodibroto, 2009). Serangan asma terjadi 5 sampai 15 menit setelah latihan fisik dimulai dan puncaknya dalam 6 sampai 8 menit. Gejala asma perlahan-lahan menghilang dalam waktu 30 sampai 60 menit setelah latihan fisik. Interval ini dikenal sebagai periode refrakter (refractory period) (Herdi, 2011).

4. Perubahan emosi

Peran faktor psikologis dalam perkembangan serangan asma akut sudah lama diketahui, perasaan cemas dan depresi seringkali bertepatan dengan terjadinya gejala asma. Mekanisme yang menyebabkan eksaserbasi asma ini belum dipahami secara pasti. Diduga bahwa fluktuasi penyempitan jalan napas dikarenakan emosi yang negatif (Herdi, 2011).

5. Pemberian ASI eksklusif

(34)

26 2012). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif berhubungan dengan penurunan risiko asma, diduga karena adanya efek imunomodulasi dan pencegah infeksi (Afdal, 2012).

2.1.6 Dampak Asma

Penderita penyakit asma akan mengalami kesulitan bernapas dan rasa sesak dalam dada. Biasanya disertai dengan batuk dan ketika bernapas mengeluarkan bunyi yang tinggi tetapi terdengar menyempit. Selain kesulitan bernapas orang yang menderita penyakit asma juga akan merasa lemah dan terkadang mukanya berubah menjadi kebiruan, kelenjar ludah hanya menghasilkan sedikit air ludah yang sangat kental, penderita asma yang akut juga bisa mengalami pingsan.

(Redaksi agromedia, 2008)

Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat,

sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.

(35)

27 PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.

Serangan asma memiliki dampak negatif pada kehamilan. Adanya asma akan meningkatkan persalinan prematur, bayi lahir dengan berat bayi rendah, kematian perinatal dan pre-eklampsia (kenaikan tekanan darah saat kehamilan). Wanita hamil dengan asma tidak harus menghentikan pengobatan kecuali atas saran dokter. Asma menyerang selama kehamilan biasanya paling buruk pada minggu ke 24-36. Jarang terjadi serangan selama proses persalinan dan akan kembali “normal” dalam 3 bulan setelah persalinan.

2.1.7 Epidemiologi Asma

Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4 persen. Sementara di Indonesia, penyakit ini

masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.

Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan peningkatan frekuensi perawatan penderita asma di RS atau kunjungan ke unit emergensi. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan kontak dan interaksi dengan allergen di rumah (asap, merokok pasif) dan allergen di atmosfer (debu kendaraan bermotor).

(36)

28 tahun 1960, yaitu dari 1,2% menjadi 3,14%, lebih banyak terjadi pada usia muda.

Penelitian prevalensi asma di Australia pada tahun 1982-1992 didasarkan pada data atopi, mengi dan HRH menunjukkan kenaikan prevalensi asma akut di daerah lembab (Belmont) dari 4,4% (1982) menjadi 11,9% (1992). Prevalensi asma di Singapura meningkat dari 3,9% (1976) menjadi 13,7% (1987). Di Manila dari 14,2% menjadi 22,7% (1987). Data dari daerah perifer yang kering prevalensi asma adalah sebesar 0,5% dari 215 anak dengan bakat atpi 20,5% , mengi 2% dan HRH 4%.

Serangan asma juga semakin berat, terlihat dari meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian oleh karena asma. Asma juga merubah kualitas hidup penderita dan menjadi sebab

peningkatan absent anak sekolah dan kehilangan jam kerja. Di Perancis, biaya untuk asma meningkat terus dan mencapai 1% dari

biaya pemeliharaan kesehatan langsung dan tidak langsung.

Di Indonesia, penelitian tentang asma pada umumnya dilakukan dengan kuesioner dan jarang dengan HRB, hampir semua penelitian dilakukan di lingkungan khusus misalnya di sekolah atau rumah sakit, jarang dilakukan di masyarakat.

Gambar 4. Distribusi Kasus PTM (Asma) tahun 2010 s/d 2014 Kota

(37)

29 Beradasarkan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2009-2014 angka kejadian asma fluktuatif yaitu pada tahun 2010 tercatat 14569 kasus. Tahun 2011 ada 17670 kasus, tahun 2012 ada 5674 kasus, tahun 2013 ada 5040 kasus dan tahun 2014 ada 5711 kasus.

2.1.8 Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Asma

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 - Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Didalam keputusan ini mengatur tentang pengendalian penyakit asma akibat terjadinya transisi epidemiologi yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan produktifitas masyarakat, sehingga terdapat kebijakan teknis, standarisasi,

bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang asma.

Selain itu ada pula Program Langit Biru. Program Langit Biru

(38)
(39)
(40)

32 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini tidak semua faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap gejala asma diteliti untuk membatasi luasnya topik yang akan dibahas.

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor cuaca dingin dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

2. Ada hubungan antara faktor kepemilikan binatang peliharaan dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

3. Ada hubungan antara perabot rumah tangga yang menjadi alergen dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

4. Ada hubungan antara faktor keterpaparan asap rokok dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

5. Ada hubungan antara faktor pemakaian obat nyamuk bakar maupun semprot dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang. 6. Ada hubungan antara faktor riwayat asma dengan gejala asma di

(41)

33 7. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan asma di

Kelurahan Bulu Lor Semarang.

8. Ada hubungan antara faktor latihan fisik dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

3.3 Jenis dan Desain Studi

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode survey, metode wawancara, dan pemanfaatan dokumen serta pendekatan waktu penelitian adalah cross sectional, dimana variabel yang diteliti, diobservasi dan diukur dalam waktu bersamaan.

3.4 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah sekelompok orang atau objek dengan satu karakteristik umum yang dapat diobservasi (Sulistyaningsih, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah warga di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

2. Sampel

Sampel adalah subyek yang diambil dari populasi, yang akan diamati dan diukur oleh peneliti (Sulistyaningsih, 2011). Subyek atau sampel yang diamati dalam penelitian ini adalah warga di Kelurahan Bulu Lor Semarang. Dalam menentukan sampel, kami memilih menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang menderita asma. 3. Kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria inklusi

- Warga Kelurahan Bulu Lor Semarang - Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

(42)

34 3.5 Variabel yang diukur

(43)
(44)

36

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang dilakukan. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara (Notoatmodjo, 2005).

Metode wawancara adalah metode yang paling mudah digunakan dimana proses interaksi atau komunikasi terjadi secara langsung antara pewawancara dengan responden. Data yang dikumpulkan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks, sensitif atau kontroversial, sehingga kemungkinan jika

(45)

37 3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah struktur data historis mengenai variabel-variabel yang telah dikumpulkan dan dihimpun sebelumnya oleh pihak lain. Data sekunder ini diperoleh dari jurnal dan kepustakaan lain (A. Nasir, 2011).

Alat ukur yang digunakan dalam peneltian ini adalah wawancara. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan kepada responden untuk dijawabnya.

3.7 Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket

penelitian yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik responden serta skala kejadian asma.

3.8 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari lembar wawancara dan hasil observasi kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap- tahap sebagai berikut:

a. Editing

Editing adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan maupun jawaban responden. Pada kegiatan pemeriksaan data dilakukan 2 hal yaitu menjumlahkan dan melakukan koreksi. Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan keseragaman data.

b. Koding

(46)

38 sebelum atau sesudah pengumpulan data dilaksanakan. Dalam pengolahan selanjutnya, kode-kode tersebut dikembalikan lagi pada variabel aslinya.

c. Tabulasi data

Penyusunan data/tabulasi merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis. Proses tabulasi dilakukan dengan cara metode Tally, menggunakan kartu, dan menggunakan komputer.

d. Prosesing

Setelah seluruh data terkumpul dan terisi dengan benar dan sudah melewati edit pengkodean, langkah selanjutnya adalah memproses data

agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam program komputer. Ada banyak program

yang dapat digunakan untuk pemrosesan data dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya.

e. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry data ke komputer.

f. Interpretasi hasil pengolahan data

(47)
(48)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah

Kecamatan Semarang Utara mempunyai luas 1.135.275 ha yang mencakup 9 kelurahan. Salah satunya Kelurahan Bulu Lor dengan luas wilayah 68.676 ha. Kantor Kelurahan Bulu Lor terletak di Jalan Surtikanti Raya No. 27 B , Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. Puskesmas Bulu Lor berada di Kelurahan Bulu Lor Kecamatan Semarang Utara. Wilayah kerja Puskesmas sesuai dengan SK Walikota, membawahi 5 kelurahan. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Bulu Lor adalah:

Utara : Laut Jawa

Selatan : Kelurahan Pindrikan Kecamatan Semarang Tengah Timur : Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara

Barat : Sungai Banjir Kanal Barat

Gambar 5. Peta Kecamatan Semarang Utara

(49)

41 28.891 KK, 89 RW dan 706 RT. Adapun Kelurahan Bulu Lor memiliki rincian demografi:

Kelurahan Bulu Lor

RW 11

RT 79

Penduduk 14.696

KK 3.609

Rumah 2.800

Tabel 3. Keadaan Demografi Kelurahan Bulu Lor

Puskesmas Bulu Lor terletak di Jalan Banowati Selatan II, Kelurahan Bulu Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Wilayah kerja puskesmas Bulu Lor meliputi lima kelurahan yaitu: Kelurahan Bulu Lor, Plombokan, Purwosari, Panggung Kidul, dan Panggung Lor.

(50)

42 Wilayah kerja Puskesmas Bulu Lor merupakan daerah dataran rendah di tepi Laut Jawa, sering terjadi rob pada musim tertentu dan banjir pada musim hujan.

4.2 Metode Perhitungan

Mulanya kami meminta izin kepada Kepala Kelurahan untuk melakukan penelitian mengenai asma di Kelurahan Bulu Lor, setelah mendapat persetujuan lalu kami meminta izin ke Kepala Puskesmas Bulu Lor sekaligus meminta data pasien yang menderita asma di wilayah kerja tersebut. Penyebaran angket dilakukan secara acak kepada masyarakat Kelurahan Bulu Lor yang mengidap asma. Mulanya dilakukan pendekatan dengan berbincang-bincang ringan lalu setelah suasana cair baru kertas angket diberikan untuk diisi. Begitu cara yang kelompok kami lakukan untuk menarik responden agar mau mengisi angket secara benar dan baik tanpa ada

paksaan sedikitpun.

Setelah 30 angket terisi selanjutnya dilakukan perhitungan hasil angket

penelitian. Perhitungan hasil angket penelitian ini menggunakan skala perhitungan Guttman. Menurut Sugiyono (2012:96) skala Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban yang jelas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.

Dalam prosedur Guttman, suatu atribut universal mempunyai dimensi satu jika menghasilkan suatu skala kumulatif yang sempurna,yaitu semua responsi diatur sebagai berikut:

Jawaban Nilai

Tidak 0

Ya 1

Tabel 4. Prosedur penilaian Guttman

(51)

43 tidak;benar-salah; positif – negative; pernah-belum pernah ; setuju – tidak setuju; dan sebagainya. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman apabila ingin mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.

4.3 Hasil Skoring Angket

Di bawah ini merupakan perhitungan dari hasil angket yang telah dilakukan oleh 30 responden mengenai faktor risiko asma dengan menggunakan perhitungan Guttman. Seperti yang telah dijelaskan di atas, perhitungan Guttman hanya digunakan pada jenis angket yang menyediakan dua pilihan jawaban.

Untuk variabel individu ada 13 pertanyaan, variabel lingkungan 12 pertanyaan dan variabel perilaku ada 6 pertanyaan, semua pertanyaan dengan

(52)

44 Tabel 5. Hasil Skoring Variabel Individu

A. VARIABEL INDIVIDU

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 Total

R1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 10

R2 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 8

R3 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 4

R4 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 5

R5 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4

R6 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 7

R7 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 7

R8 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5

R9 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 9

R10 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6

R11 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 6

R12 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 9

R13 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 9

R14 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 5

(53)

45

R16 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 5

R17 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4

R18 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 7

R19 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 6

R20 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 6

R21 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3

R22 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 6

R23 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 7

R24 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3

R25 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8

R26 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 6

R27 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 4

R28 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 6

R29 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3

R30 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6

Total 30 8 11 11 4 3 4 5 30 30 20 9 12 177 atau

(54)

46 Keterangan:

P1 = Apakah anda memiliki riwayat penyakit asma? P2 = Apakah ayah anda memiliki riwayat penyakit asma? P3 = Apakah ibu anda memiliki riwayat penyakit asma?

P4 = Apakah saudara kandung anda memiliki riwayat penyakit asma? P5 = Apakah ayah dari ayah (kakek anda) memiliki riwayat penyakit asma? P6 = Apakah ibu dari ayah (nenek anda) memiliki riwayat penyakit asma? P7 = Apakah ayah dari ibu (kakek anda) memiliki riwayat penyakit asma? P8 = Apakah ibu dari ibu (nenek anda) memiliki riwayat penyakit asma? P9 = Apakah ketika anda bernafas terdengar bunyi ngik-ngik

P10 = Apakah anda mempunyai pengalaman sesak nafas? P11 = Apakah ketika anda sesak nafas diawali batuk-batuk? P12 = Apakah ketika anda sesak nafas diawali pilke?

(55)

47 Tabel 6. Hasil Skoring Variabel Lingkungan

B. VARIABEL LINGKUNGAN

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Total

R1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 8

R2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

R3 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 8

R4 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 5

R5 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 3

R6 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5

R7 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 6

R8 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 3

R9 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 5

R10 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 4

R11 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2

R12 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 8

R13 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 5

(56)

48

R15 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6

R16 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 4

R17 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 2

R18 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 6

R19 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 7

R20 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 3

R21 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6

R22 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 5

R23 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 7

R24 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 3

R25 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 6

R26 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 7

R27 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 6

R28 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 7

R29 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 6

R30 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 3

Total 9 17 9 8 5 16 26 9 16 12 8 17 152 atau

(57)

49 Keterangan:

P1 = Apakah ketika anda sesak nafas diawali bersin-bersin? P2 = Apakah anda sesak nafas saat menghirup asap rokok? P3 = Apakah anda memakai obat nyamuk jenis semprot? P4 = Apakah anda memakai obat nyamuk jenis bakar? P5 = Apakah anda memakai obat nyamuk jenis elektrik?

P6 = Apakah anda sesak nafas saat menghirup asap obat nyamuk? P7 = Apakah pada cuaca dingin asma anda kambuh?

P8 = Apakah pada cuaca panas asma anda kambuh?

(58)

50 Tabel 7. Hasil Skoring Variabel Perilaku

(59)

51

R27 1 1 0 0 1 1 4

R28 0 1 0 0 1 1 3

R29 1 1 0 0 1 1 4

R30 1 0 0 0 0 0 1

Total 18 17 5 2 17 16 75 atau 41%

Keterangan:

P1 = Apakah anda sering membersihkan rumah?

P2 = Apakah ketika anda membersihkan perabotan rumah yang berdebu, anda merasa sesak napas?

P3 = Apakah anda melakukan olah raga secara rutin?

P4 = Apakah frekuensi olah raga anda lebih dari 3x dalam seminggu?

P5 = Apakah anda sesak napas setelah berolahraga

(60)

52 4.4 Pembahasan

Gambar 7. Persentase Faktor Risiko Asma di Kelurahan Bulu Lor, Semarang

Utara 2015

(61)

53 4.4.1 Variabel Individu

Gambar 8. Grafik Faktor Individu yang Mempengaruhi Asma di Kelurahan Bulu Lor

Pada grafik diatas terlihat bahwa masyarakat di Kelurahan Bulu Lor memiliki faktor individu yang mempengaruhi asma sebagai berikut, memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 30 responden, memiliki ayah yang memiliki riwayat asma sebanyak 8 responden, memiliki ibu yang memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 11 responden, memiliki saudara kandung yang memiliki riwayat asma sebanyak 11 responden, memiliki ayah dari ayah yang memiliki riwayat asma sebanyak 4 responden, memiliki ibu dari ayah yang memiliki riwayat asma sebanyak 3 responden, memiliki ayah dari ibu yang memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 4 responden, memiliki ibu dari ibu yang memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 5 responden, terdengar bunyi ngik-ngik ketika bernafas sebanyak 30 responden, mempunyai

pengalaman sesak nafas sebanyak 30 responden, sesak nafas yang diawali oleh batuk-batuk sebanyak 20 responden, sesak nafas yang

(62)

54 Dari data diatas menunjukkan 100% responden memiliki riwayat penyakit asma dan pengalaman sesak nafas dan selalu terdengar bunyi ngik-ngik ketika bernafas.

Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Reka Yuligawati (2014) yang menunjukkan bahwa hasil analisa hubungan antara riwayat asma dengan gejala asma pada α 5% didapatkan ρ value adalah 0,023, artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat asma dengan gejala asma. Nilai prevalence ratio riwayat asma adalah 3,214, artinya anak yang mempunyai riwayat asma pada orang tuanya berpeluang 3,214 kali untuk mempunyai gejala asma dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat asma pada orang tua.

Telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa orang tua asma merupakan prediktor yang kuat terhadap kejadian asma pada anaknya.

Antara lain adalah hasil penelitian penelitian Iskandar (2011) dengah judul Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian

(63)

55 4.4.2 Variabel Lingkungan

Gambar 9. Grafik Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Asma di

Kelurahan Bulu Lor

Pada grafik diatas terlihat bahwa masyarakat di Kelurahan Bulu Lor memiliki faktor lingkungan yang mempengaruhi asma sebagai berikut, merokok sebanyak 9 responden, sesak nafas saat menghirup rokok sebanyak 17 responden, memakai obat nyamuk jenis semprot sebanyak 9 responden, memakai obat nyamuk jenis bakar sebanyak 8 responden, memakai obat nyamuk jenis elektrik sebanyak 5 responden, sesak nafas saat menghirup asap obat nyamuk sebanyak 16 responden, asma kambuh saat cuaca dingin sebanyak 26 responden, asma kambuh saat cuaca panas sebanyak 9 responden, sesak nafas didahului hujan atau mendung sebanyak 16 responden, memiliki binatang peliharaan berbulu sebanyak 12 responden, sesak nafas saat dekat dengan binatang berbulu sebanyak 8 responden, dan perabotan berdebu sebanyak 17 responden. Dari data menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap asma adalah cuaca dingin.

Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Ni Luh Putu (2012)

(64)

56 0-4. Hasil analisis bivariat tersebut menunjukkan tidak ada hubungan

antara pasien yang mengalami paparan perubahan cuaca dengan terjadinya

serangan asma.

4.4.3 Variabel Perilaku

Gambar 10. Grafik Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Asma di

Kelurahan Bulu Lor

Pada grafik diatas terlihat bahwa masyarakat di Kelurahan Bulu Lor memiliki faktor perilaku yang mempengaruhi asma sebagai berikut, sebanyak 18 responden membersihkan perabot rumah yang berdebu,

sebanyak 17 responden merasa sesak nafas ssat membersihkan perabot rumah yang berdebu, sebanyak 5 responden melakukan olahraga secara

(65)
(66)

58 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Bulu Lor Semarang untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang menyebabkan penyakit asma bagi masyarakat Kelurahan Bulu Lor, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Masyarakat di Kelurahan Bulu Lor memiliki persentase faktor risiko asma sebagai berikut; faktor individu sebesar 45%, faktor lingkungan sebesar 42% dan faktor perilaku sebesar 41%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara presentase faktor risiko asma baik faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor perilaku di Kelurahan bulu Lor.

2. Dari faktor individu, keturunan merupakan salah satu yang berpengaruh. Keturunan yang dimaksud berasal dari ibu, ayah, dan saudara kandung.

3. Dari faktor lingkungan cuaca dingin merupakan yang terbesar mempengaruhi timbulnya asma

4. Dari faktor perilaku responden yang membersihkan perabot rumah yang

berdebu akan memicu tibulnya asma.

5.2 Saran

1. Bagi Pemerintah

Bagi instansi terkait diharapkan dapat memberikan penyuluhan bagi mengenai berbagai macam hal yang dapat berperan sebagai faktor risiko untuk terjadinya gejala asma.

2. Bagi Masyarakat

(67)
(68)

60 DAFTAR PUSTAKA

[Online] http://www.iwh.on.ca/wrmb/primary-secondary-and-tertiary-prevention diakses tanggal 10 September 2015.

[Online] http://www.slideshare.net/meysimalango/presentasi-epidemiologi-penyakit-tidak-menular-gabungan diakses pada tanggal 11 september 2015

Anne McMurray, Jill Clendon. 2015. Community Health and Wellness: Primary Health Care in Practice 5th Ed. Elsevier Australia, ACN: Australia.

Anonim, 2008. Penyakit Asma. [serial online]

http://bayisehat.com/immunization-mainmenu-36/173-penyakit-asma.html

Anonim, 2009. Asma dan Penyakit Jantung. [serial online] http://quantumhealthcare.co.id/asma.php

Anonim, 2009. Penyakit Asma (Asthma). [serial online]

http://www.infopenyakit.com/2208/02/penyakit-asma-asthma.html

Asyanti, Setia dan Lusi Nuryanti. 2005. Keterkaitan Komunikasi Anak-Orangtua

Dengan Manajemen Asma.Eksplanasi Volume 5 Nomor 2 Edisi Oktober

2010. Surakarta: Sinar Harapan

Chandra, Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta ; EGC, 1996.

Dr. Wiwien Heru Wiyono, dkk. Jurnal Respirologi Indonesia Majalah Resmi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Mahkota Dirfan: 2007.

Fitria, Laila. 2009. Program Langit Biru: Kontribusi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Kota terhadap Penurunan Penyakit Pernapasan pada

Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 4, No 3, Desember 2009.

(69)

61 Indarto,W. 2005. Asma pada anak dalam Simposium Penyakit Asma.

Yogyakarta: RS Bethesda Yogyakarta.

Iskandar, S .2011. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Pada Anak Di Kota Semarang. Skripsi: Universitas Diponogoro.

Kenneth J. Leveno et al. 2004. Obstetri willams : Panduan Ringkas Ed. 21. Jakarta: EGC

Kepmenkes 1022 thn 2008 Pedoman Pengendalian PPOK. Jurnal di unduh pada 11 September 2015. www.btklsby.go.id

Khoman, PA. 2011. Asma Bronkiale. Medan: Universitas Sumatera Utara. Dinduhdari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/Chapter%20II.pdf

diakses pada 10 Septembar 2015.

Laisina., Abraham H.S dkk. 2007. Faktor Risiko Kejadian Asma Pada Anak

Sekolah Dasar Di Kecamatan Wenang Kota Manado. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007: 299 – 304

Lenfant C. Khaltaev N. 2002.Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work Shop Report Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nelson WE. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit EGC

(70)

62 Nugroho, Sigit. 2009.Terapi Pernapasan pada Penderita Asma. Yogyakarta:

UNY

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi kedua, Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta : PDPI.

Redaksi agromedia. 2008. 273 Ramuan Tradisional Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif. Edisi I. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.

Tanjung dudut, Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Fakultas kedokteranmUniversitas Sumatera utara Diakses dari

Vitahealth. 2007. Asma, Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya. Jakarta: Gramedia.

www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ua

ct=8&ved=0CCAQFjAAahUKEwi3hZvMrezHAhWCJZQKHa_9CTs&url

=http%3A%2F%2Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php%2Fidnme

d%2Farticle%2FviewFile%2F608%2F597&usg=AFQjCNEG0nPjjMIS_2

G0xpzDSb5X6PXraA&sig2=YvIiuXEk8995dARfG1WGkA&bvm=bv.10

2022582,d.dGo pada tanggal 10 september 2015

Yulliasri, Nurahma. 2010. Perbedaan Kontrol Asma Menurut Krtiteria The National Asthma Education and Prvention Program dengan Asthma

(71)

63 LAMPIRAN

Lampiran I. Lembar Angket Penelitian

Angket Penelitian

” Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015”

a) Identitas Reponden

Nama responden :

Umur :

Pendidikan terakhir :

Pekejaan :

Alamat tinggal :

Nomor telepon :

b)Konten Angket

Jawablah poin pertanyaan dibawah ini sesuai dengan kondisi anda yang

sebenarnya. Jawablah dengan menggunakan centang (v) pada kolom yang tersedia.

No. Pertanyaan

1 Apakah anda memiliki riwayat penyakit asma?

2 Apakah ayah anda memiliki riwayat penyakit asma?

3 Apakah ibu anda memiliki riwayat penyakit asma?

4 Apakah saudara kandung anda memiliki riwayat penyakit asma?

(72)

64

10 Apakah anda mempunyai pengalaman sesak nafas?

11 Apakah ketika anda sesak nafas diawali batuk-batuk? 12 Apakah ketika anda sesak nafas diawali pilek?

13 Apakah ketika anda sesak nafas diawali bersin-bersin?

F

14 Apakah anda seorang perokok?

15 Apakah anda sesak nafas saat menghirup asap rokok?

16 Apakah anda memakai obat nyamuk jenis semprot? 17 Apakah anda memakai obat nyamuk jenis bakar?

18 Apakah anda memakai obat nyamuk jenis elektrik?

19 Apakah anda sesak nafas saat menghirup asap obat nyamuk?

20 Apakah pada cuaca dingin asma anda kambuh?

21 Apakah pada cuaca panas asma anda kambuh?

22 Apakah anda sesak nafas didahului hujan atau mendung?

23 Apakah anda memiliki binatang peliharaan yang berbulu?

24 Apakah anda sesak nafas saat dekat binatang berbulu?

25 Apakah perbotan rumah tangga anda berdebu?

R

P

ER

ILA

KU

26 Apakah anda sering membersihkan rumah?

(73)

65 28 Apakah anda melakukan olah raga secara rutin?

29 Apakah frekuensi olah raga anda lebih dari 3x dalam seminggu?

30 Apakah anda sesak napas setelah berolahraga

(74)

66 Lampiran 2. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI Dalam penelitian:

” Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015”

Kategori Ada Tidak

Hewan peliharaan yang berbulu 1 Kucing

2 Anjing

3 Marmut

4 Hamster

5 Kelinci

6 Ayam 7 Burung

8 Lainnya…..

Perabotan Rumah Tangga yang berdebu 1 Meja

2 Kursi 3 Karpet

4 Buffet

5 Vas Bunga

6 TV

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara
Tabel 2. Tabel Level of Prevention Asma
Gambar 3. Hipotesis terjadinya bronkokonstriksi. Dimodifikasi dari
Gambar 4. Distribusi Kasus PTM (Asma) tahun 2010 s/d 2014 Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari total responden yang memiliki riwayat GERD didapati yang memiliki riwayat selama 10-20 tahun sebanyak 87.5% kasus, selama lebih dari 20 tahun sebanyak 12.5% kasus dan

Hasil : Pada penelitian ini didapatkan distribusi dari faktor risiko penyakit jantung koroner di RSUP NTB antara lain laki-laki 65% dan perempuan 35%, 28,8% memiliki riwayat

Tabel 6 Nilai distribusi frekuensi dan persentase dari riwayat penyakit keluarga pada usia remaja di kawasan

Berdasarkan riwayat diabetes melitus, pada penelitian ini didapatkan bahwa pada pasien penyakit jantung koroner sebanyak 13 kasus (10,48%) diketahui memiliki

Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki riwayat keturunan penyakit asma yaitu sebanyak 20

Risiko kejadian hipertensi dengan riwayat hipertensi dalam keluarga OR= 2,30 (95% CI 1,05–5,04), maka responden yang memiliki riwayat keluarga mempunyai 2,30 kali lebih besar

Riwayat penyakit selama hamil, dengan nilai B=0,351 (p=0,515) dengan besar risiko yang dinilai melalui Exp(B)=1,420 nilai tersebut memberi arti bahwa adanya riwayat

Pada penelitian ini digunakan model regresi logistik biner untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang sehingga menderita penyakit Diabetes Melitus dengan mengambil