• Tidak ada hasil yang ditemukan

54948566 2 Materi Desain Teknis Kegiatan Infrastruktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "54948566 2 Materi Desain Teknis Kegiatan Infrastruktur"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KRITERIA & DESAIN TEKNIS KEGIATAN LINGKUNGAN

KEGIATAN LINGKUNGAN

1. JALAN DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA

1. JALAN DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA

Jalan disini adalah jalan yang dapat berfungsi sebagai penghubung antar desa/kelurahan atau ke lokasi produksi/pemasaran, atau berfungsi sebagai penghubung hunian/perumahan, serta juga berfungsi sebagai penghubung desa/kelurahan ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatannya (kecamatan/kab/kota).

Jalan disini adalah jalan yang dapat berfungsi sebagai penghubung antar desa/kelurahan atau ke lokasi produksi/pemasaran, atau berfungsi sebagai penghubung hunian/perumahan, serta juga berfungsi sebagai penghubung desa/kelurahan ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatannya (kecamatan/kab/kota).

Jalan dibangun atau ditingkatkan untuk membangkitkan manfaat-manfaat bagi masyarakat, seperti :

Jalan dibangun atau ditingkatkan untuk membangkitkan manfaat-manfaat bagi masyarakat, seperti :

Membuka isolasi, Mempermudah pengiriman sarana produksi;

Mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun yang diluar, dan

Meningkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan dan penyuluhan.

Pembangunan jalan disarankan pada peningkatan jalan lama yang sudah ada. Hal ini untuk menghindari kesulitan pembebasan lahan, dampak lingkungan yang tidak dianalisis lebih mendalam serta banyaknya volume pekerjaan pada pembukaan jalan baru. Namun demikian, kadang-kadang tidak dapat dihindari untuk membuat jalan baru atau peningkatan jalan lingkungan.

A. KRITERIA PEMILIHAN TEKNOLOGI KONSTRUKSI JALAN

(2)

Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan baru, antara lain : o Trase Jalan mudah untuk dibuat;

o Pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah;

o Tidak banyak bangunan tambahan (jembatan, gorong-gorong, penahan longsor, dll); o Penyediaan/pembebasan lahan tidak sulit;

o Tidak merusak Lingkungan atau memerlukan studi lingkungan yang lebih mendalam; Yang perlu diperhatikan dalam peningkatan Jalan lama, antara lain :

o Memungkinkan untuk pelebaran jalan; o Standar Geometrik untuk pelebaran jalan;

o Tanjakan yang melewati batas standar teknik harus diubah sesuai dengan standar teknis;

o Sistem drainase dan pekerjaan tanah tidak akan merusak lingkungan;

B. BAGIAN-BAGIAN JALAN

Suatu Jalan umumnya terdiri dari bagian-bagian, yaitu : Dawasja, Damaja, Damija, Badan Jalan, Lapis Perkerasan, Bahu Jalan dan saluran tepi.

Gambar 1. Bagian-Bagian Jalan

1. Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan), Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dimaksudkan agar pengemudi mempunyai pandangan bebas dan badan jalan aman dari pengaruh lingkungan, misalnya oleh air dan bangunan liar (tanpa izin)

2. Damaja (Daerah Manfaat Jalan), Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina Jalan. Daerah Manfaat Jalan hanya diperuntukkan bagi perkerasan jalan, bahu jalan, saluran samping, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.

3. Damija (Daerah Milik Jalan), Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Daerah Milik Jalan diperuntukkan bagi Daerah Manfaat Jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu-lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

(3)

5. Saluran Samping Jalan, Saluran Samping Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan dengan bahu yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air secepatnya.

6. Badan Jalan, Badan jalan merupakan bagian jalan dimana jalur lalu-lintas, bahu, dan saluran samping dibangun.

7. Perkerasan Jalan, Perkerasan jalan merupakan konstruksi jalan yang diperuntukkan bagi jalur lalu-lintas yang umumnya terdiri dari tanah dasar, lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi atas, dan lapisan permukaan. Untuk jalan dengan lalu lintas ringan, lebar perkerasan diambil 2,5 – 3 meter.

C. DESAIN

Standar teknis jalan mengacu pada Pedoman Teknis Pembangunan Jalan yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang sudah ada, seperti Pedoman Sederhana Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang Dep. PU, 1996.

1). Perlindungan Lingkungan dan Sosial

Pembangunan jalan, selain perlu memperhatikan aspek teknis konstruksi jalan, juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan (konservasi tanah), terutama pada kondisi wilayah dengan topografi yang sering berbukit dan dengan tanah yang peka erosi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit erosi tanah yang berasal dari jalan, khususnya berupa longsoran dari tampingan dan tebing jalan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian erosi pada jalan untuk mengamankan jalan dan membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat dilakukan secara sipil teknis (pembangunan konstruksi penahan, drainase atau secara vegetatif (penanaman bahan-bahan vegetatif), dan masing-masing mempunyai kelebihan. Perencana harus memilih tindakan-tindakan pengendalian erosi dengan pertimbangan lingkungan dan biaya, yang tidak terbatas pada waktu penyelesaian konstruksi jalan saja, tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.

Selain itu, tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama bila dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak membahayakan lingkungan. Dalam konteks seperti ini, kita harus menyadari bahwa masalah erosi akan terus muncul walaupun dapat dikurangi dan diatasi ketika terjadi. Alternatif lainnya adalah Trase jalan harus dipilih untuk mengurangi masalah lingkungan, misalnya dengan mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Karena tidak mungkin di kawasan perbukitan untuk menghilangkan masalah dengan pemilihan trase (dengan pemindahan trase atau mengurangi tanjakan), maka perlu diusahakan teknik-teknik pengendalian erosi termasuk pembangunan tembok penahan tanah dan bronjong atau penanaman bahan-bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi percik atau alur kecil.

Kegiatan pengendalian erosi juga tidak dibatasi pada pengamanan dampak lingkungan, tetapi juga harus mempertimbangkan akibatnya terhadap sosial masyarakat sekitarnya/diluar daerah milik jalan (misalnya, pembuangan dari saluran merusak lahan produktif warga).

(4)

2). Geometrik Jalan

Geometrik adalah bentuk dari potongan melintang dan memanjang suatu alur jalan yang mempunyai lebar jalan dan bahu jalan tertentu dan dapat dilalui oleh kendaraan rencana. Alur jalan adalah bagian jalan yang terdiri dari permukaan jalan yang diperkeras, bahu jalan, dan saluran samping.

1. Pandangan Bebas dan Tempat Persimpangan

a) Pandangan Bebas

Pandangan bebas harus diperhatikan demi keselamatan pemakai jalan, baik kendaraan maupun pejalan kaki, yaitu :

¾ Tanjakan/Lengkung vertikal dengan pandangan bebas 30 meter.

¾ Tikungan/Lengkung horisontal dibuat dengan pandangan bebas 30 meter.

b) Tempat Persimpangan

(5)

2. Tikungan/Lengkung Horisontal dan Tikungan Pada Tanjakan Curam.

a. Lengkung Horisontal

Jari-jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.

Tikungan adalah alur jalan yang melengkung. Ada beberapa ketentuan dalam membuat tikungan, yaitu :

1. Jarak antar tikungan diusahakan minimal 100 meter.

2. Lengkungan merupakan bagian dari lingkaran yang memiliki jari-jari yang sama. Panjang jari-jari sebaiknya cukup besar dan tidak kurang dari 15 meter.

3. Jarak antara titik perpotongan (T) dua alur jalan yang lurus sampai dengan titik awal perubahan lengkung (A) disebut jarak L dan panjangnya tidak kurang dari 15 meter.

4. Jarak antara titik perpotongan (T) dua alur jalan yang lurus sampai dengan titik tengah lengkungan lingkaran (A) disebut jarak E dan

panjangnya tidak kurang dari 5 meter.

5. Pada tikungan, kemiringan melintang hanya ke satu arah (ke dalam) dengan kemiringan berkisar antara 3 – 5%.

Untuk membuat tikungan, lakukanlah langkah-langkah berikut : 1. Tentukan titik pertemuan dua alur yang lurus (T).

2. Tentukan titik lengkungan sebelah kiri (A) dan kanan (B) sepanjang L dari titik T. 3. Bagi sudut yang

terbentuk antara dua garis lurus tadi dengan sama besar.

4. Tentukan titik B pada garis pembagi tersebut sejauh E dari titik T. 5. Buat lengkungan yang

menghubungkan titik awal lengkungan (A

awal), titik B, dan titik lengkungan (A akhir). b. Tikungan pada Tanjakan Curam

Di daerah perbukitan sering dijumpai jalan yang menanjak dengan kemiringan yang cukup berat, di atas 10%. Apabila terdapat tikungan tajam di daerah tersebut, jalan harus dibuat

seperti yang tercantum

(6)

3. Tanjakan/Lengkung Vertikal

Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta membuat jalan lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit dipadatkan dengan mesin gilas, dan permukaan jalan dan saluran air lebih sering harus dipelihara dan diperbaiki,

Pengukuran tanjakan adalah dengan rumus "jumlah meter naik per set tap seratus

meter horizontal" (10 meter naik per 100 meter horisontal sama dengan tanjakan

10%).

Untuk meningkatkan kenyamanan serta keselamatan pengguna jalan, pilih trase jalan supaya tanjakan tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan maksimum dibatasi 7%.

Tanjakan maksimum dibatasi 20% dengan panjang 150 m. Setelah itu, harus disediakan bagian datar atau bagian menurun. Apabila trase jalan belum memenuhi persyaratan ini, seharusnya dipindahkan supaya trasenya lebih ringan.

Tikungan dibuat pada bagian datar untuk mempermudah perjalanan bagi yang naik atau turun.

Pembuangan air dari saluran pinggir jalan diatur supaya air tidak melintangi jalan dan mengganggu kendaraan :

saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan. saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian datar (sesudah tikungan).

4. Bentuk Badan Jalan

a. Bentuk Badan Jalan di Daerah Datar

Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa, bentuk jalan dibuat miring (4%-6%) kesaluran tepi jalan. Pada daerah yang relatif datar dan lurus, badan jalan dibuat dengan bentuk "punggung sapi" (bagian tengah lebih tinggi + 6-8cm).

(7)

Pada badan jalan di daerah bukit, saluran samping dibuat di arah bukit.

Disarankan kemiringan tebing 1:1, karena lereng yang semakin landai akan semakin stabil dan tanaman tidak bertumbuh dengan baik pada tebing yang hanipir vertikal. Tebing gundul perlu dilindungi dengan salali satu cara yang efektif dan efisien, antara lain: pembuatan teras, saluran diversi, penamanan rumput atau perdu, lapisan batu kosong, pasangan batu, bronjong kawat atau turap kayu.

Kemiringan tebing maksinial 2:1 dan dilindungi dengan cara yang efektif. Tinggi pemotongan tebing maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah hasil pemotongan harus dibuang secara aman untuk mencegah erosi dan longsor.

Karena timbunan sulit dipadatkan secara padat karya, disarankan perkerasan tidak dibuat di atas timbunan baru. Bila perkerasan terpaksa harus dibuat di atas timbunan, maka timbunan maksimal dibatasi 1,50 meter. Timbunan tinggi sering mengalami longsor dan erosi berat.

b. Bentuk Badan Jalan di Daerah Curam

Konstruksi jalan daerah perbukitan perlu perhatian khusus untuk menjamin stabilitas, untuk mengurangi longsor dan erosi, dan demi keselamatan.

5. Perkerasan Jalan

Jenis-jenis konsrtuksi jalan dibedakan atas 3, yaitu Jalan Tanah, Jalan Diperkeras dan Jalan Beraspal.

A. Jalan Tanah, merupakan badan jalan tanah yang tidak diberikan lapis perkerasan sebagai penutup. Jalan ini merupakan jalan yang paling sederhana, dapat dibuat dari

tanah asli, galian dan

timbunan atau campuran tanah dengan bahan bangunan yang lebih

baik (pasir, kapur/gamping dll).

Jalan tanah sangat peka terhadap air, maka permukaan jalan harus dibuat dengan :

‰ Kemiringan 2% - 4% , agar dapat mengalirkan air dengan cepat ke saluran tepi jalan.

‰ Harus dipadatkan, agar air tidak merembes dan dapat menahan beban kendaraan.

Umumnya untuk lalulintas kurang dari 50 kendaraan roda 4 perhari.

(8)

Jalan Beraspal). Jalan Diperkeras biasanya untuk lalu lintas 50-100 kendaraan roda 4 perhari dan Jalan Beraspal untuk lalulintas lebih dari 100 kendaraan roda 4 perhari. Adapun jenis lapis perkerasan yang umum dipergunakan dalam pembangunan jalan adalah :

B. Jalan Diperkeras :

1. Perkerasan Sirtu/ Kerikil

(pasir campur batu), dimana bahan perkerasan Sirtu terdiri dari campuran pasir batu yang langsung diambil dari alam (sungai)

atau campuran antara kerikil ukuran 2–5cm dengan pasir urug, dihamparkan pada permukaan jalan tanah yang telah padat. Agregat (Kerikil) perkerasan sirtu ini harus bebas dari gumpalan lempung, material organik atau lainnya yang tidak dikehendaki dan harus dipadatkan sehingga dapat menghasilkan lapis permukaan yang kuat dan stabil. Ketebalan minimum perkerasan Sirtu ini adalah 12-20 cm dan dipadatkan dengan mesin gilas.

2. Perkerasan batu belah (telford), terdiri atas pasir urug, batu belah, batu pengisi dan batu tepi. Batu

belah disusun diatas alas pasir urug dengan ketebalan 10-15cm. harus bebas dari akar, rumput atau sampah

lebih besar dan lebih tinggi dari batu belah.

Batu belah yang dipergunakan diperoleh dan batu besar yang dibelah-belah, sehingga mempunyai permukaan banyak dan kasar dengan tinggi 15-20 cm. Batu belah dipasang tegak, bagian tumpul di bawah dan yang runcing di atas, dengan tangan, kemudian dipukul dengan palu. Di atas batu belah kemudian diberi batu pengisi/batu pengunci berupa batu pecah dengan ukuran 5—7 cm. Sebagai langkah terakhir dilakukan pemadatan dengan alat pemadat mesin gilas, stamper atau timbris.

3. Perkerasan Makadam Ikat Basah (Waterbound Macadam), bahan perkerasan Makadam terdiri atas agregat kasar/pokok ukuran 2-5cm, agregat pengunci dengan ukuran 1 – 2 cm dan pasir penutup.

(9)

4. Perkerasan Beton, dibuat dari bahan semen pasir dan kerikil dengan perbandingan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerilil/batu pecah atau beton tumbuk campuran 1 semen : 3 pasir : 5 kerikil/batu pecah ditambah Air secukupnya. Perkerasan ini dipergunakan untuk jalan lingkungan/ permukiman atau di daerah yang tanah dasarnya labil, mudah pecah, lembek, pada turunan/tanjakan dan diatas singkapan batu.

Material pasir dan batu pecah yang dipergunakan untuk perkerasan beton ini harus bersih dari tanah lempung, sampah dan bahan kotoran, kerikil atau

batu pecah harus dipilih yang keras. Tebal konstruksi perkerasan beton ini kurang

lebih 10 cm. Pemberian air untuk campuran beton tumbuk ini secukupnya saja. Untuk membuat lapisan beton, sebelumnya dipasang cetakan untuk membatasi lebar dan ketebalan yang diinginkan. Adukan beton kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dipadatkan dengan alat penggetar atau ditusuk-tusuk dengan kayu, kemudian diratakan. Permukaan dibuat kasar dengan menggunakan sapu lidi ke arah menyamping. Setiap 1 meter memanjang dibuat alur lebar 1cm dan dalam 2cm. Setiap 2 meter memanjang diberi pemisah selebar 1cm untuk membatasi retak memanjang beton. Pemakaian jalan pada perkerasan beton ini baru dapat dilakukan paling cepat setelah 7 hari terhitung dari selesainya pengecoran beton;

5. Jalan Paving Blok/Beton Terkunci, lapis perkerasan dari blok beton/paving blok dengan bahan pengisi celah/pengunci antar blok beton dari pasir. Paving blok diletakan diatas lapis pondasi jalan yang terlebih dahulu dihamparkan pasir urug setebal 6-10cm, pada bagian sisi/pinggir perkerasannya diberikan beton pembatas. Jalan dengan paving blok dapat digunakan didaerah lingkungan/permukiman.

(10)

Penggunaan paving blok ini sudah dijumpai secara luas, terutama karena bermanfaat :

¾ Mudah dalam pemasangan dan pemeliharaannya;

¾ Mudah ketersediaannya, dapat diproduksi baik secara mekanis maupun manual;

¾ Ukuran paving blok lebih terjamin;

¾ Memperindah lapis permukaan tanah/lingkungan; ¾ Tidak mudah rusak oleh perubahan cuaca; ¾ Antislip bagi kendaraan;

¾ Celah-celah antara paving blok dapat mengalirkan air hujan/air permukaan kedalam tanah sehingga menjaga keseimbangan air tanah;

¾ Mengurangi kecepatan erosi tanah, khususnya pada tanah yang miring; ¾ Mengurangi kecepatan pengaliran air permukaan;

C. Jalan Beraspal :

6. Lapis Permukaan Buras (Pelaburan Aspal), merupakan hasil penyiraman/penyomprotan aspal diatas permukaan jalan, kemudian ditabur dengan pasir dan dipadatkan sebagai lapis penutup.

7. Lapis Penetrasi (Lapen), dimana bahan perkerasan terdiri dari susunan batu pokok (3-5cm), batu pengunci (1-2cm) dan batu penutup (pasir) dan campuran aspal panas sebagai pengikat diantara tiap lapisan dan dipadatkan sebagai lapis penutup.

8. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag), dimana bahan perkerasan terdiri dari campuran agregat kasar (batu 3-5cm), agregat halus (batu 2-3cm), bahan pelunak/peremaja dan aspal buton yang dicampur secara dingin sebagai pengikat dan dipadatkan sebagai lapis penutup.

Lingkup pekerjaan Pembangunan Jalan Beraspal dibatasi dengan prioritas (1). Perbaikan jalan beraspal yang telah ada (2). Peningkatan jalan Diperkeras yang telah ada.

6. Bahu Jalan

Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung perkerasan jalan dan sebagai perantara aliran air hujan yang ada di permukaan jalan menuju saluran tepi jalan. Bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagi kendaraan. Bahu jalan tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan.

Adapun persyaratan teknis untuk bahu jalan, sebagai berikut :

¾ Bahu jalan dibuat disebelah kiri dan sebelah kanan sepanjang jalan, dengan lebar minimal 50 cm, Lebar standar 1,0 m.

(11)

¾ Bahan untuk bahu seharusnya terdiri dari tanah yang dapat meresap air sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses perembesan.

¾ Tanah pada bahu jalan harus dipadatkan.

¾ Ada baiknya kalau rumput ditanam di sebelah luar bahu jalan, dimulai sekitar 20 cm dari pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilitas pinggir jalan, tetapi harus dipangkas secara rutin supaya tidak terlalu tinggi.

¾ Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu jalan (luar saluran, bila ada). Tanaman tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak boleh terlalu dekat dengan jalan.

7. Pemadatan Tanah

Tanah pada bagian galian tidak perlu di padatkan lagi kecuali pernah mengalami gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat.

Sebelum kegiatan pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan mesin gilas, stemper, atau timbris. Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabillitas dan daya tahan badan jalan. Jalan yang tidak dipadatkan juga mudah terkikis oleh pengaliran air, dan mudah terkena erosi dan longsor.

Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir keluar. Tanah biasa yang terlalu basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh lebih banyak untuk dipadatkan.

Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan setiap lapis maksimum 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan lebih tebal, bagian dalam kurang padat.

Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin gilas yang berukuran 4-6 ton. Mesin gilas dua ton yang bergetaran dianggap sama dengan mesin gilas 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat masuk kelokasi. Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.

Untuk daerah dimana tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus diadakan perkuatan, misalnya dengan cerucuk kayu atau stabilisasi misalnya dengan semen/kapur.

8. Drainase

Air adalah musuh yang paling besar. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan melintasi permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan. Jalan menjadi bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.

(12)

Jalan yang dapat mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami masalah drainase, karena air tidak perlu melintangi jalan.

Jalan yang dibuat pada lereng bukit, terpaksa harus ada galian dan timbunan tanah, selokan pinggir jalan, talud, gorong gorong dan sebagainya, dengan biaya konstruksi yang lebih besar. Kemungkinan terkena erosi dan longsor lebih besar

Jalan yang dibuat pada daerah cekungan harus dihindari. Keadaan seperti ini harus dihindari karena masalah drainase

(pembuangan) air. Kemungkinannya jalan tidak bisa dikeringkan.

Ukuran saluran dan perlindungan saluran minimum adalah 50 (dalam) x 30 cm (lebar dasar) dengan bentuk trapesium. Saluran tidak diperlukan apabila terdapat kemiringan tanah asli lebih dari 1 % yang membawa air ke arah luar dari jalan.

a). Saluran Samping

Saluran samping diperlukan di sebelah kiri dan kanan badan jalan, kecuali: • Jalan dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.

• Jalan dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah bawah.

Pada keadaan biasa, setiap saluran harus berukuran minimum 50 cm (h/dalam) x 30 cm (b/lebar dasar) x (B/lebar atas 50 cm), dengan bentuk trapesium. Saluran dibuat lebih besar apabila diperkiraan debit air yang harus dibuang sangat besar.

Saluran dibuat sejajar dengan jalan, dan dasar saluran harus dibuat dengan kemiringan sangat rendah untuk mengendalikan kecepatan aliran. Kecepatan tinggi menyebabkan erosi tanah, maka perlu terjunan atau pasangan apabila terlalu cepat. Tidak

benar jika dasar saluran datar, karena air tidak akan mengalir sama sekali.

Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang ada di bawah batu perkerasan, demi kelancaran proses perembesan dan pengeringan. Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan untuk perlindungan saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap berfungsi dan jalan tidak terkikis.

Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan), turap, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang sangat peka terhadap erosi. Jenis perlindungan dipilih setelah dipertimbangkan:

1) kemiringan saluran dan kecepatan air,

(13)

b). Gorong-gorong

Gorong-gorong adalah jenis bangunan pelengkap jalan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang harus lewat di bawah jalan, dan dapat dibuat dari bahan beton, pas. Batu, kayu dan sebagainya. Gorong-gorong diperlukan:

¾ Di mana sungai kecil atau saluran irigasi melewati jalan. ¾ Di mana kapasitas saluran samping

kurang mampu mengalirkan volume air yang diperkirakan, dan air harus melewati jalan untuk dibuang.

¾ Di mana saluran samping memotong jalan lain pada persimpangan

¾ Di daerah perbukitan, setiap tempat terendah pada profil jalan. Kebutuhan ini dapat dilihat pada gambar ini:

Dasar gorong-gorong dibuat dengan kemiringan 2 % untuk memperlancar aliran air. Untuk mengurangi aliran alamiah

diganggu, baik didenah maupun di profil kedua ujung gorong - gorong mengikuti garis aliran yang alamiah. Jika garis alamiah tidak diikuti, saluran dan bak harus dilindungi.

Ukuran gorong-gorong tergantung debit air yang akan mengalir. Luas lahan yang dapat dikeringkan

gorong-gorong pipa beton dan gorong-gorong-gorong-gorong persegi beton diperkirakan sebagai berikut :

(14)

2) Plat beton, yang dibuat dengan fondasi dari pasangan batu dan lantai dari beton bertulang, berukuran sisi antara 60 cm sampai 1,00 meter. Gorong-gorong plat beton lebih layak di mana buis beton tidak dapat ditanam cukup dalam.

3) Gorong-gorong persegi kayu, dengan dimensi lebar minimal 0,60 m, lebar maksimal 1,00 m, dan tinggi minimal 0,60 m (untuk kemudahan pemeliharaan). Gorong-gorong pipa beton, atau

kayu harus ditanam supaya ada lapisan tanah di atasnya minimal 30 cm atau setengah ukuran garis tengahnya, seperti yang digambar di bawah ini:

Tiap gorong-gorong dilengkapi

bak penampungan air dan bak pembuangan di ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi.

Pembuangan air dari semua saluran dan gorong-gorong harus aman dan dipikirkan untuk mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang tidak terkendali. Pembuangan air dengan aman tetap menjadi tanggung jawab perencana jalan.

Pembuangan yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke sungai atau ke saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungannya, terutama lahan petani atau rumah penduduk. Pembuangan tersebut dapat melalui sebuah saluran baru khusus untuk pembuangan.

Saluran pembuangan dimulai dari gorong-gorong, saluran pinggir jalan yang sudah melebihi kapasitasnya, atau saluran pinggir jalan yang tidak dapat diteruskan. Saluran tersebut berhenti pada sungai atau saluran besar yang sudah ada. Tidak dibatasi panjang saluran pembuangan; panjangnya menurut kebutuhan setempat. Saluran pembuangan disesuaikan dengan debit air yang terbesar, dengan ukuran minimal sama dengan ukuran saluran pinggir jalan yang standar (50 x 30 cm). Saluran pembuangan harus dilindungi seperti saluran-saluran yang lain, dengan diberi pasangan batu, rumput, terjunan, dan sebagainya untuk mencegah erosi dasar dan talud saluran.

c). Perlindungan Tebing

Tebing merupakan bagian yang sering menjadi masalah karena longsoran atau erosi tanah. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas tebing. Cara tersebut dapat digunakan secara tunggal atau gabungan, misalnya dibuat saluran diversi, diteras, dan ditanami rumput. Di bawah ini dibahas jenis-jenis perlindungan yang dapat diterapkan pada tebing.

1) Saluran diversi digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di atas menuju tebing, supaya air tidak terbuang melalui tebing. Air saluran diversi harus dibuang ke tempat yang lebih aman.

2) Teras bangku sangat layak untuk tebing, asal lahan dapat dikorbankan untuk membentuk teras dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat sejajar dengan kontur (hampir datar,

(15)

yang lain. Teras dibuat dengan lebar minimal 50 cm dan tinggi maksimal 1,00 meter.

3) Talud batu kosong dapat disusun pada tebing, tetapi sebelumnya tebing harus dikepras supaya tidak tegak lurus.

Aliran air permukaan harus dialihkan dari talud batu kosong melalui saluran diversi.

4) Talud pasangan batu relatif kuat, tetapi relatif mahal. Pasangan batu harus dibuatkan sulingan untuk membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung suling harus diberi saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan pondasi

yang kuat, karena pasangan batu tidak fleksibel sama sekali. Ukuran bawah pasangan batu harus disesuaikan dengan kondisi tanah setempat.

5) Bronjong adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relatif mahal. Supaya posisi bronjong stabil dan tidak lari, dasar bronjong yang paling bawah didukung dengan tiang pancang, dengan jarak setiap tiang pancang 1-114 m, serta dan ukuran 12-15 cm, serta dipancang sampai lapisan tanah keras. Bronjong dibuat lapis demi lapis dan disambung. Setiap lapis (baris) harus dibuat datar (sama tingginya).

6) Turap kayu/bambu, relatif murah, sebab umumnya merupakan bahan lokal. Bahan kayu bisa berupa balok atau persegi. Bahan bambu harus yang sudah tua, beruas pendek dan hanya diambil bagian pangkalnya saja. Turap ini bisa dibuat pada posisi tegak, dengan tinggi 1,0 hingga 1,5m dengan jarak tiang 0,75 - 1,00m.

7) Perlakuan Vegetatif, Penanaman bahan-bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi (murah dan mudah sekaligus memiliki fungsi estetika).

2. JEMBATAN

Jembatan adalah suatu bangunan konstruksi di atas sungai atau jurang yang digunakan sebagai prasarana lalu lintas darat.

Tujuan dari pembangunan jembatan di sini adalah untuk sarana penghubung pejalan kaki atau lalu-lintas kendaraan ringan. Konstruksinya sederhana, dengan mempertimbangkan sumberdaya setempat (tenaga kerja, material, peralatan, teknologi) sehingga mampu dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Jembatan yang dibangun dalam program ini adalah jembatan yang melengkapi system lalulintas ekonomi dan transportasi masyarakat :

9 Jembatan pada jalan desa/kelurahan yang menghubungkan desa/kelurahan dengan wilayah desa/kelurahan lain sebagai prasarana perhubungan ekonomi dan sosial masyarakat;

(16)

9 Jembatan pada jalan desa/jalan lingkungan yang menghubungkan RW/dusun/perkampungan dengan pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, produksi, outlet;

9 Jembatan pada jalan desa/jalan lingkungan yang menghubungkan desa/kelurahan dengan pusat kegiatan produksi (seperti pertanian, perkebunan, dll).

Standar teknis jembatan mengacu pada Pedoman Sederhana Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang Jalan- Dep. PU Tahun 1996 .

Pembangunan jembatan baik berupa pembangunan baru, peningkatan atau rehabilitasi Jembatan Kayu, Jembatan Gelagar Besi, Jembatan Beton dan Jembatan Gantung hendaknya mempertimbangkan kriteria-kriteria, pemilihan Jenis Konstruksi Jembatan berikut.

Tabel Alternatif Pemilihan Jenis Konstruksi Jembatan

Jenis Konstruksi Fungsi Ukuran Konstruksi

Jembatan Kayu

Kendaraan roda 4 beban

ringan (as tunggal 5 ton)

-

Lebar maks. 3,5m

-

Panjang Bentang maks. 6m (dapat

12m dgn pilar ditengah)

Jembatan Gelagar Besi

(lantai kayu)

Kendaraan roda 4 beban

ringan (as tunggal 5 ton)

-

Lebar maks. 3,5m

-

Panjang Bentang maks. 12 m

Jembatan Beton

Kendaraan roda 4 beban

ringan (as tunggal 5 ton)

-

Lebar maks. 3,5m

-

Panjang Bentang maks. 6 m

Jembatan Gantung

-

Pejalan Kaki

-

Kendaraan roda 2

-

Lebar maks. 1,5m

-

Panjang Bentang maks. 60 m

¾ Untuk bentang yang lebih besar maka desain konstruksi harus mendapat persetujuan

Tenaga Ahli/Konsultan dan Dinas Teknis/PU setempat;

1). Pemilihan Lokasi & Layout Jembatan

Panjang pendek bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi setempat. Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa lokasi yang telah diusulkan. Pemilihan lokasi mempertimbangkan kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural.

Pertimbangan aspek transportasi berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas harus dihindari. Selain karena hal itu akan mempengaruhi lebar jembatan juga pemilihan type/jenis konstruksi jembatannya. Sebagai misal, karena jembatan dibangun pada jalan yang menghubungkan pusat kegiatan perekonomian masyarakat maka mungkin lebih diperlukan adalah jembatan beton bukan jembatan kayu karena pertimbangan perkembangan lalu lintas kedepan.

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan, antara lain :

¾ Penentuan geometri struktur, alinemen horisontal dan vertikal, sesuai dengan lingkungan sekitarnya;

¾ Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi lantai/dek;

¾ Penentuan panjang bentang optimum sesuai syarat teknik, arsitektur dan biaya; ¾ Pemilihan elemen-elemen struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar

dan pondasi/abutmen;

¾ Pendetailan struktur atas, seperti sandaran, penerangan, lantai, balok jembatan, perletakan;

(17)

Aspek estetika (pandangan yang sesuai dan harmonis dengan lokasi) jembatan merupakan salah satu faktor penting pula dipertimbangkan dalam perencanaan, terutama jembatan yang berada ditengah-tengah kelurahan/desa. Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai lebih kepada jembatan yang dibangun.

Pertimbangan layout jembatan terhadap topografi setempat :

tempat yang ideal untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek; pondasi dapat dibuat sehemat mungkin;

Posisi jembatan tidak berada di tanjakan/turunan jalan dan tikungan sungai; pada tebing sungai yang tidak terlalu tinggi

Pada sungai yang lurus Pada tanah keras

Setelah dilakukan layout, selanjutnya dilakukan penyelidikan/survey lokasi :

Untuk mengetahui kondisi fisik lokasi, misalnya keadaan lereng, singkapan batu, situasi geografis & geologi ketersediaan bahan, alat dan transportasi kelokasi.

Untuk mengetahui kondisi pondasi setempat, termasuk titik-titik pilar pada potongan melintang sungai, kondisi lapangan yang kurang menguntungkan seperti daerah patahan geologi, tanah lunak, dll.

2). Pembebanan

Jembatan sederhana untuk lalu lintas ringan volume rendah direncanakan dengan pembebanan : beban merata 300 kg/m2 dan beban kendaraan ringan roda 4 : as depan 1,5 ton & as belakang 3,5 ton.

3). Syarat minimum ruang bebas

1). Tinggi Jagaan minimum, tinggi bebas minimum terhadap banjir 50 tahunan direncanakan sebagai berikut :

Kondisi Sifat Aliran Air/Sungai Tinggi Jagaan dari Muka Air Banjir (MAB)

Tenang 0,6 m

Daerah Datar

Deras 1,0 m

Tenang 1,0 m

Daerah Perbukitan

Deras 1,5 m

Irigasi Tenang 0,5 m

2). Ruang bebas untuk lalu lintas air dibawah jembatan harus disediakan sesuai kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan (misalnya untuk lalu lintas perahu, dsb).

4). Bangunan Bawah Jembatan

(18)

dan sayap jembatan. Jembatan untuk kendaraan beban ringan umumnya menggunakan pondasi langsung, kecuali jika tanahnya lembek/gambut menggunakan tiang pancang kayu.

a. Pondasi Langsung Pasangan Batu Kali

b. Pondasi Langsung Kayu

c. Pondasi Tiang Pancang Kayu untuk tanah lembek/gambut.

Jika tanahnya lembek/gambut, pondasi jembatan kayu dapat menggunakan tiang pancang kayu.

9 Kayu yang digunakan harus kayu mutu klas kuat I. Ukuran kayu : o Ukuran balok kayu persegi 15 x 15 cm s/d 30 x 30 cm o Ukuran kayu gelondongan/bulat, diameter 24cm s/d 34cm 9 Kedalaman pancang yang disyaratkan minimal 3 m dan maks. 6m 9 Rumus Engineering News, Pemukulan tiang pancang dengan gravitasi :

9 Ujung tiang pancang kayu diruncingkan dan diberi sepatu (kepala tiang pancang), dipancangkan dengan cara dipukul dengan palu beton berat 80-100kg (ukuran 30x30x50cm), dengan tinggi jatuh 50-100cm;

9 Penghentian pemancangan apabila pada 10 kali pemukulan terakhir dengan tinggi jatuh 100cm, jumlah penurunan kumulatif 5cm;

(19)

9 Diatas tiang dipasang balok kayu 30x30cm yang menghubungkan 2 tiang pancang dengan cara diklem dengan plat atau menggunakan paku pengapit dari besi

beton 6mm.

5). Bangunan Atas Jembatan

a berada diatas permukaan tanah, seperti : lantai, balok jembatan, sandaran, perletakan.

a).

an bawah bisa pondasi langsung kayu, pasangan batu atau tiang pancang inkan

nti merah, kruing, rasamala atau kayu lokal yang kualitasnya Bangunan jembatan yang langsung memikul beban lalulintas, pada umumny

Jembatan Kayu

Konstruksi bangunan atas terdiri dari gelagar kayu dengan lantai kayu, sedangkan bangun

kayu.

Panjang bentang maksimum 6 meter (untuk satu bentang) dan lokasi memungk dapat dibuat lebih dari satu bentang dengan menambah pondasi pilar ditengah. Kayu yang digunakan untuk konstruksi harus dari kayu kualitas baik, minimal kayu klas 2, seperti mera

sesuai persyaratan.

Kayu mempunyai beberapa keuntungan :

¾ Kayu relatif ringan, biaya transportasi dan konstruksi lebih murah, dan dapat

enaga ahli tinggi, misalnya pada sambungan cukup dengan menggunakan tanpa menggunakan besi beton dan begesting ¾

dikerjakan dengan peralatan yang sederhana;

¾ Pekerjaan-pekerjaan detail dapat dikerjakan tanpa memerlukan peralatan khusus dan t

bor;

(20)

¾ Kayu merupakan bahan yang sangat estetik, bila didesain dengan benar dan dipadukan dengan lingkungan sekitar.

Kerugiannya antara lain :

¾ Relatif mudah rusak oleh perubahan cuaca, pelapukan dan mudah ditumbuhi lumut/jamur sehingga kebutuhan pemeliharaan lebih sering dilakukan, biaya pemeliharaan cukup tinggi disbanding beton/baja;

¾ Kayu menjadi terbatas terutama karena panjangnya terbatas sehingga lebih cocok hanya untuk jembatan dengan bentang pendek, bila lebih panjang harus menambah pilar jembatan (biaya mahal);

¾ Ukuran kayu gelagar yang digunakan tidak umum tersedia dipasaran (pesanan khusus) sehingga menjadi sulit tersedia dan biaya lebih tinggi terutama pada daerah perkotaan/daerah tidak memiliki kayu;

¾ Lemahnya pengetahuan mutu kayu yang baik, akan cenderung mendorong masyarakat untuk menggunakan kayu yang tersedia disekitar (local) meskipun kualitas rendah (pengawasan kualitas bahan harus lebih tinggi);

Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Kayu Lalulintas Ringan

¾ Kayu papan lantai ukuran 8/25 cm;

¾ Sandaran kayu Kaso 5/7 cm dipaku pada balok tepi;

¾ Lintasan Roda Kendaraan, papan 4/30 cm sepanjang jembatan;

(21)

b). Jembatan Gelagar Besi

Konstruksi bangunan atas adalah gelagar besi, lantai kayu sedangkan bangunan bawah adalah pondasi langsung pasangan batu.

¾ Panjang bentang adalah 6m s/d 15m

¾ Konstruksi jembatan gelagar besi dengan dua perletakan sistem simple beam. ¾ Besi gelagar yang digunakan adalah besi profil I;

Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Kayu Lalulintas Ringan

¾ Penyambungan/ikatan antara gelagar besi dengan balok lantai menggunakan baut dengan plat siku pengaku dan tidak melubangi sayap besi gelagar karena akan mengurangi kekuatan strukturnya;

¾ Kayu papan lantai ukuran 8/25 cm, pengikatan dengan 2 baut sekrup diameter 10mm dan plat pengapit kegelagar jembatan.

¾ Lintasan Roda Kendaraan, papan 4/30 cm sepanjang jembatan; ¾ Sandaran Besi L.40.60.5, L.70.70.7, L.90.150.10mm

¾ Oprit pada pangkal jembatan menggunakan tanah pilihan/sirtu dipadatkan; Penggunaan jembatan gelagar besi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian dibandingkan jembatan kayu, diantaranya :

Beberapa keuntungan :

¾ Gelagar besi memberikan kekuatan yang lebih besar dan masa pakai yang lebih lama dibandingkan kayu;

¾ Gelagar besi memberikan masa pakai yang relative lebih lama dibandingkan kayu (pemeliharaan lebih ringan dari gelagar kayu);

¾ Lantai kayu dapat dipasang tanpa menggunakan besi beton dan begesting sehingga menghemat biaya;

¾ Gelagar Besi tersedia dengan ukuran yang lebih panjang dari kayu sehingga dapat dibangun untuk bentang yang lebih panjang tanpa pilar (tiang tengah), penghematan biaya pondasi;

Beberapa Kerugian :

¾ Gelagar besi cukup berat dan panjang sehingga memerlukan alat angkut khusus dan ketersediaan jalan kelokasi yang cukup (biaya transport mahal bahkan mungkin sulit didatangkan kelokasi yang terpencil);

¾ Pekerjaan konstruksi cukup berat sehingga memerlukan peralatan/tenaga khusus untuk pemasangan dilapangan, biaya dan pengawasan tinggi;

¾ Pekerjaan-pekerjaan detail dikerjakan memerlukan peralatan khusus dan tenaga ahli misalnya pada sambungan dengan pengelasan;

¾ Biaya gelagar besi lebih mahal dibandingkan beton dan kayu;

¾ Besi dipengaruhi oleh korosi sehingga pada daerah tertentu perlu antisipasi/pemeliharaan khusus untuk hal ini;

(22)

c). Jembatan Beton

Untuk desain dan konstruksi jembatan beton dapat mengacu pada standar Bina Marga untuk jalan/jembatan kabupaten, terutama untuk bentang yang lebih besar/panjang, seperti paket 10m,15m,20m,25m.

Bangunan atas jembatan beton adalah : Balok, lantai, sandaran, kerb dan perletakan yang semuanya terbuat dari beton bertulang dengan mutu beton struktur, minimum mutu beton K-225. Sedangkan pondasinya adalah pondasi pasangan batu (meskipun juga dapat digunakan beton bertulang).

Bentuk umum yang masih cukup sederhana dan ekonomis dari jembatan beton bertulang ini adalah type slab dan type balok-T cor ditempat dengan bentang 6-8m. Penggunaan jembatan beton mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian dibandingkan jembatan kayu dan jembatan gelagar baja, diantaranya :

Beberapa keuntungan :

¾ Lantai dan gelagar beton bertulang yang menyatu memberikan kekuatan yang lebih besar dan masa pakai yang lebih lama dibandingkan gelagar/lantai kayu; ¾ Kebutuhan pemeliharaan seharusnya lebih ringan;

¾ Harga tidak terlalu jauh berbeda dengan kayu dan lebih murah dari gelagar besi; ¾ Dapat dibangun dilokasi yang tidak tersedia kayu dan pengangkutan gelagar besi

sulit, material dan tenaga kerja relative mudah diperoleh didaerah setempat; ¾ Masyarakat mendapat keterampilan baru, yaitu cara menggunakan bahan beton; Beberapa Kerugian :

¾ Perencana desain dan pelaksanaan (pengawasan) memerlukan tenaga ahli/berpengalaman dimana terbatas didaerah setempat;

¾ Perlu pengawasan intensif selama pelaksanaan dilapangan sehingga terjamin kualitasnya;

¾ Perlu keterampilan dan ketelitian tenaga kerja, khususnya pekerjaan beton dan pembesian agar menjamin kualitas;

¾ Memerlukan perancah untuk bisa mengerjakan beton sehingga ada biaya tambahan untuk pekerjaan beton;

¾ Sangat peka terhadap penurunan pondasi, maka perlu pondasi yang terjamin kuat (struktur dan tanahnya);

¾ Lebih sulit dipelihara bila ada kerusakan. Kerusakan sulit diketahui sampai dengan jembatan ambruk, maka lebih berbahaya;

¾ Tanpa pengawasan yang tinggi, sangat beresiko kegagalan;

¾ Besi/Beton dipengaruhi oleh korosi sehingga pada daerah tertentu perlu antisipasi/pemeliharaan khusus untuk hal ini;

d). Jembatan Gantung

Konstruksi bangunan atas jembatan gantung berupa : tiang pilon/menara, kabel utama, kabel pengaku, kabel penggantung dengan lantai dan pagar pengaman/sandaran. Sedangkan bangunan bawah berupa pondasi dari pasangan batu/beton.

Konstruksi jembatan gantung lebih cocok untuk bentang yang panjang dengan dasar sungai yang dalam.

Pada lokasi tebing yang tingginya tidak sama, penentuan bentang jembatan diusahakan agar kemiringan bentang utama jembatan maksimum 1:20.

(23)
(24)
(25)

3. TAMBATAN PERAHU

Yang dimaksud dengan tambatan perahu adalah tempat untuk mengikat/ menambat perahu-perahu saat berlabuh.

Terdapat 2 tipe tambatan perahu :

1. Tambatan tepi, digunakan apabila dasar tepi sungai atau pantai cukup dalam, dibangun searah tepi sungai atau pantai.

2. Tambatan dermaga, digunakan apabila dasar sungai atau pantai cukup landai, dibangun menjalar ketengah.

(26)

Æ type 1 lantai, Tipe ini cocok untuk daerah hulu sungai, dimana perbedaan muka air pasang dan surut tidak terlalu besar;

Æ type 2 lantai, Tipe ini cocok untuk daerah hilir sungai, dimana perbedaan muka air pasang dan surut cukup besar, karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Perencanaan tambatan perahu haruslah merupakan bagian kelengkapan sistem pelayanan masyarakat, baik sudah ada maupun yang akan direncanakan akan dibangun, seperti : TPI, dermaga bongkar muat, tempat parkir, gudang dan jalan penghubung ke permukiman.

Kriteria yang perlu diperhatikan dalam penempatan/pemilihan lokasi tambatan perahu : ƒ Sedapat mungkin ditempat yang strategis sehingga sehingga warga pengguna

mempunya jarak pencapaian yang relatif sama;

ƒ Pada sungai/pantai yang lurus / tidak pada bagian berbelok dan tidak terletak didaerah dengan kondisi erosi yang aktif/besar;

ƒ Lalulintas perahu dan kegiatan berada disekitar tamabatan perahu;

ƒ Tidak pada pantai yang ombaknya cukup besar (pantai dengan tinggi gelombang maksimum 40 cm);

ƒ Sekitar lokasi harus bersih;

ƒ Lokasi untuk penempatan bahan bangunan, tempat kerja dan tambatan perahu harus tersedia.

ƒ Pada lalu linta sungai yang padat dan sempit tidak menggunakan tipe tambatan dermaga;

ƒ Kedalaman tepi sungai/pantai tidak lebih dari 6m.

Persyaratan teknis tambatan perahu :

‰

Tambatan yang digunakan untuk perahu berukuran maksimum panjang 16m, lebar 3m, bobot mati perahu 2 ton.

‰

Kriteria pemilihan jenis konstruksi tambatan perahu

No Bentuk Tepi Pantai/Sungai

Perbedaan Muka Air

Pasang Surut (MAP) Jenis Konstruksi

1. Landai Kurang dari 2 meter Tambatan Dermaga berlantai Satu 2. Landai Lebih dari 2 meter Tambatan Dermaga berlantai Dua 3. Curam Kurang dari 2 meter Tambatan Tepi berlantai Satu 4. Curam Lebih dari 2 meter Tambatan Tepi berlantai Dua

‰

Kekuatan standar untuk tambatan perahu pada beban lantai maksimum 300kg/m2.

‰

Jenis kayu yang yang digunakan untuk tambatan perahu adalah kayu kuat kelas I

dan kayu awet kelas I. Ukuran-ukuran bagian konstruksi tambatan perahu :

No Jenis Konstruksi Ukuran (cm) Jarak antara maksimal

6 x 12 1, 00 meter

2. Sekur (menyilang

antar tiang pancang) 6 x 12 2, 00 meter

8 x 12 1, 50 meter

3. Gelagar Melintang

8 x 15 2, 00 meter

8 x 12 1, 50 meter

4. Gelagar Memanjang

8 x 15 2, 00 meter

3 x 20 Rapat

5. Lantai

(27)

‰

Pada tiang pancang bagian luar di pasang balok fender sebagai pengaman terhadap tumbukan perahu;

(28)
(29)
(30)

1. PEMBUATAN DESAIN/GAMBAR/SPESIFIKASI TEKNIS

Perencanaan teknis prasarana lingkungan yang akan dilaksanakan melalui

bantuan PNPM MP adalah merupakan perencanaan sederhana, namun harus

dapat dipakai untuk menghitung rencana biaya pelaksanaan yang akan

dilaksanakan/dikelola oleh Masyarakat melalui wadah Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) setempat.

Berdasarkan hasil survey teknis prasarana yang telah dilakukan sebelumnya

maka KSM melakukan pembuatan desain dan gambar rencana bangunan

yang akan dibuat, termasuk spesifikasinya.

Sasaran utama dalam tahap desain ini adalah :

ƒ

Menentukan tingkat pelayanan prasarana sesuai dengan kebutuhan,

seperti : kekuatan, ukuran, dll;

ƒ

Menghitung dimensi konstruksi sesuai dengan tingkat pelayanannya;

ƒ

Menyiapkan sketsa hasil perhitungan.

Beberapa hal yang dianjurkan dalam pemilihan jenis konstruksi prasarana :

ƒ

Mendorong peningkatan keswadayaan masyarakat;

ƒ

Sedapat mungkin menggunakan konstruksi dan atau teknologi sederhana,

sehingga pembangunan dan pemeliharaannya dapat dilakukan sendiri

oleh masyarakat;

ƒ

Sebanyak mungkin menggunakan material dan tenaga kerja setempat;

ƒ

Mudah dalam pengadaan material/alat/tenaga kerja;

ƒ

Kuat dan tahan lama;

ƒ

Memberikan manfaat yang paling besar bagi masyarakat;

ƒ

Dapat dibangun oleh masyarakat dengan harga yang seimbang.

ƒ

Tidak mempunyai masalah teknis yang sangat berat.

ƒ

Tidak merusak lingkungan;

(31)

4. DRAINASE PERMUKIMAN

Drainase permukiman merupakan sarana atau prasarana dipermukiman untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ketempat lain agar lingkungan perumahan bebas dari genangan air.

Pengembangan permukiman diperkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan dan mengakibatkan waktu berkumpulnya air jauh lebih pendek, berkurangnya kesempatan air hujan untuk berinfiltrasi kedalam tanah, sehingga akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada. Hal ini sering ditunjukan dengan terjadinya air yang meluap dari saluran drainase bahkan banjirpun dapat terjadi yang mengganggu aktivitas masyarakat.

Kebutuhan pembangunan drainase permukiman, antara lain:

¾ Berkurangnya kapasitas drainase yang ada atau tidak tersedia drainase yang akan mengalirkan air permukaan;

¾ Timbulnya genangan air didaerah permukiman;

Ketentuan umum pembangunan drainase permukiman adalah :

¾ Drainase permukiman yang dibangun pada proyek ini harus terintegrasi dengan sistem/jaringan drainase yang sudah ada atau harus sampai pada tempat pembuangan air (saluran drainase/sungai/laut).

¾ Pembangunan drainase diusahakan mengindari perlintasan dengan bangunan yang telah ada, namun bila terpaksa maka desain dan pelaksanaannya wajib mendapat persetujuan dari instansi pengelola bangunan tersebut. Misalnya melintasi jalan kab/provinsi/nasional, irigasi teknis, jaringan/bangunan listrik, telepon, dll.

¾ Prioritas pembangunan drainase dengan urutan : perbaikan/peningkatan drainase lama karena kapasitas/fungsinya sudah berkurang dan pembangunan baru.

¾ Air hujan yang masuk kesaluran air hujan adalah air hujan yang tidak tercemar dan bukan air limbah

Jenis drainase disini dapat meliputi saluran air hujan dan sumur resapan di permukiman.

1). Saluran Resapan Air Hujan

Fungsi saluran untuk mengalirkan air hujan ke saluran yang lebih besar/badan air dan meresapkan sebagian air.

Ukuran saluran ditentukan berdasarkan kapasitas volume air yang akan ditampung (luas daerah tangkapan) dan intensitas curah hujan 5 tahunan, debit air dan daya resap tanah (permeabilitas >/= 2cm/jam);

Saluran resapan air hujan ditempatkan dengan luas daerah maksimum 5Ha dengan sistem pengaliran tersier dan maksimum 25Ha dengan sistem pengaliran tersier dan sekunder.

Luas area (catchment area) maksimum 5 Hektar No Type Rumah/Luas

Tanah

Jumlah rumah (unit)

Panjang

Saluran (m) Sistem Pengaliran

1. T.21/60 150 750 Tersier

2. T.36/75 120 720 Tersier

3. T.45/90 100 750 Tersier

4. T.70/110 28 224 Tersier

Luas area (catchment area) maksimum 25 Hektar No Type Rumah/Luas

Tanah

Jumlah rumah (unit)

Panjang

Saluran (m) Sistem Pengaliran

1. T.21/60 750 3.730 Tersier

(32)

No Type Rumah/Luas Tanah

Jumlah rumah (unit)

Panjang

Saluran (m) Sistem Pengaliran

3. T.45/90 750 3.730 Tersier & Sekunder

4. T.70/110 140 1.120 Tersier & Sekunder

Sitem saluran dapat terbuka atau tertutup : Persyaratan saluran terbuka :

o Saluran berbentuk persegi, trapesium, ½ lingkaran dia. minimum 20cm; o Kemiringan saluran minimum 2%;

o Kedalaman saluran minimum 40cm;

o Bahan bangunan : tanah liat, beton, batu bata, batu kali; Persyaratan Saluran tertutup :

o Saluran dilengkapi dengan lubang kontrol pada setiap jarak minimal 10meter dan pada setiap belokan;

o Kemiringan saluran minimum 2%; o Kedalaman saluran minimum 30cm;

o Bahan bangunan : PVC, tanah liat, beton, batu bata, batu kali;

Saluran air hujan didesain untuk digunakan atau dipakai hanya untuk dilingkungan permukiman. Beban hidup pada umumnya adalah orang, bila dilalui kendaraan roda dua (motor) atau roda 4 (mobil) maka saluran tersebut harus ditutup dengan plat beton bertulang tebal 10-12cm. Saluran air hujan tidak direkomendasikan untuk pemakaian dipinggir jalan raya yang dapat dilewati oleh kendaraan berat seperti truk, dll.

a. Saluran tersier tipe I dan II dari beton pracetak berlubang : ¾ Luas penampang (A), type I = 0,16 m2 ; Type II = 0,12 m2 ¾ Keliling Basah (O), type I = 1,02 m; Type II = 0,86 m ¾ Kemiringan saluran type I dan II = 2%

¾ Mutu Beton (K225) atau campuran 1 semen : 2pasir : 3 kerikil

¾ Besi tulangan yang digunakan, Type I : besi diameter 6mm berulir; Type II besi diameter 6 mm tanpa ulir/polos;

¾ Tebal selimut beton = 25 mm (2,5 cm)

¾ Bahan-bahan yang digunakan adalah semen, kerikil/batu pecah dan pasir beton;

¾ Untuk kepentingan pemasangan/penanganan maka pada kedua dinding samping (kiri/kanan) diberi lubang secukupnya. Setelah pemasangan dilapangan, lubang ini ditutup/ditambal dengan adukan semen dan pasir. ¾ Sebelum pemasangan model saluran dilapangan, maka dasar galian tanah

dasar saluran harus dipasang pasir urug atau kerikil diameter 1cm setebal 10 cm, diratakan dan dipadatkan;

b. Saluran Tersier dan Sekunder dari Pasangan Bata dan Batu Kali

(33)

2). Sumur Resapan Air Hujan

(34)

Persyaratan pembangunan SRAH harus mempertimbangkan keamanan bangunan disekitar (jarak kesumber air 3m, jarak ke pondasi bangunan min. 1m dan tangki septik min. 5m).

Bentuk SRAH dapat berupa sumur persegi/bulat dan dapat diterapkan pada lahan datar/pekarangan dengan permukaan air tanah min. 1,5m dari muka tanah dan nilai permeabilitas tanah min. 2cm/jam.

SRAH pada luas area maksimum 5 Hektar

No Type Rumah/Luas Tanah

5. PRASARANA AIR BERSIH

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Kualitas Air minum harus memenuhi standar kualitas air minum yang berlaku, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan 907/Menkes/SK/VII/2002.

Pembangunan prasarana Air Bersih ini bersifat mendekatkan akses air bersih dan atau memberikan pelayanan penuh kepada masyarakat, khususnya warga miskin. Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam penyusunan perencanaan Sistem penyediaan air bersih adalah sebagai berikut :

1. Tersedianya data sumber air baku mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. 2. Perencanaan sistem air bersih harus memenuhi persyaratan teknis air bersih

yang berlaku.

3. Perencanaan sistem harus merupakan karya yang terbaik dan termurah dalam pembangunan dan operasi & pemeliharaan.

4. Dilakukan oleh masyarakat setempat dengan pendampingan oleh Konsultan pendamping, terutama pada tahap survai lapangan (data lapangan) dan penentuan ketersediaan air baku.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam penyusunan perencanaan sistem penyediaan air bersih, mencakup :

1). Persyaratan Lokasi

Lokasi yang dapat diusulkan untuk perencanaan sistem air bersih adalah lokasi yang mempunyai sumber air yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang dapat diolah secara sederhana.

Evaluasi Lokasi Mata Air :

1. Hitung Jarak Mata air, jika jarak mata air kedaerah pelayanan memenuhi ketentuan (kurang dari 6 km), maka mata air dapat dipergunakan;

(35)

3. Bandingkan beda tinggi antara mata air dan daerah pelayanan, dapat dikategorikan sebagai berikut :

4. Tanah Lokasi harus sudah mendapat ijin atau dihibahkan oleh pemiliknya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum;

5. Lokasinya bukan didaerah yang terkena banjir;

6. Untuk SGL/SPT, jarak dengan sumber pencemaran air (resapan, tangki septik/cubluk), galian sampah minimum 15 meter;

2). Pemilihan Sumber Air Baku

(36)

Untuk menetapkan jenis sumber yang akan digunakan, maka dapat digunakan alat bantu berupa diagram pemilihan teknologi penyediaan air bersih perdesaan. Diagram ini terdiri atas dua jenis diagram, yaitu diagram untuk jenis sistem yang dilayani secara perpipaan (Gambar 1A) dan diagram untuk jenis sistem yang dilayani secara non perpipaan (Gambar 1B).

(37)

Gambar 1 A

Diagram Pemilihan Sumber Air Baku Sistem Penyediaan Air Bersih Perdesaan Sistem Perpipaan

Masyarakat mampu & mau membiayai konstruksi

K Pilih yang paling ekonomis antara

sistem Mata Air dan Sumur Bor

Pilih yang paling ekonomis antara Saringan Pasir cepat dan saringan pasir lambat

Catatan :

Kotak No. 5 Debit Mata Air Kualitas Baik setelah dikurangi pemakaian (Lokal) dan

(38)

Gambar 1B

Diagram Pemilihan Sumber Air Baku Sistem Penyediaan Air Bersih Perdesaan Sistem Non Perpipaan

Apakah Masyarakat cukup mampu & mau untuk membantu kons Kuantitas tersedia sepanjang tahun (2) Kotak 3, bila dlm pemakaian yg layak Konsentrasikan pada

(39)

3). Pengukuran Debit

a. Sumber Mata Air

Secara sederhana cara pengukuran debit air yang berasal dari Mata Air dapat dilakukan sebagai berikut :

• Siapkan ember kosong dan ukur terlebih dahulu volume/isinya (dalam liter).

• Sumber air dibendung sementara, lalu buat pancuran air;

• Letakan ember kosong dibawah

pancuran air, Catat waktu (dalam detik) mulai air masuk sampai ember penuh;

• Hitung Debit Air (dalam liter per detik) dengan cara volume air/isi ember (dalam liter) dibagi jumlah waktu yang dipergunakan mengisi ember sampai penuh (dalam detik). Sebagai misal, Isi ember 20 liter, penuh terisi air selama 5 detik maka debit airnya adalah 20 dibagi 5 sama dengan 4 liter/detik.

• Untuk mendapatkan nilai rata-rata debit air, maka lakukan pengukuran tersebut 3-5. Selanjutnya hitung Debit Air rata-rata hasil pengukuran tersebut.

b. Sumber Air Permukaan (Sungai)

Cara pengukuran debit air sungai secara sederhana, seperti dijelaskan pada bagian berikut ini :

• Siapkan alat pelampung (batang pisang atau botol diisi air) untuk kecepatan permukaan

air sungai.

• Siapkan pita ukur

• Siapkan pengukur waktu (jam/stopwatch).

• Tentukan lokasi pengukuran pada bagian sungai yang lurus dan permukaannya relatif datar.

• Tentukan jarak pengukuran (50-100m).

• Tentukan luas penampang aliran dengan mengukur kedalaman

(tinggi muka air) dikalikan dengan lebar penampang (m2) di daerah lokasi pengukuran yang telah ditetapkan.

• Perhitungan kecepatan aliran air sungai :

• Hanyutkan pelampung (batang pisang atau botol diisi air) ke dalam aliran sungai sampai sebagiannya tenggelam untuk mengetahui waktu tempuh sesuai dengan jarak yang sudah ditentukan (50-100m). Jarak ini tidak boleh terlalu besar untuk mencegah agar pengapung tidak menyimpang dari arahnya karena pengaruh angin. Agar supaya pengapung itu, meempunyai kecepatan sama dengan kecepatan air maka ia harus dilepas pada jarak 25-40m sebelum titik awal perhitungan waktu. Waktu yang dibutuhkan oleh pengapung tersebut untuk melalui jarak tersebut dicatat (dalam detik). Hitung kecepatan aliran (m/detik) dengan cara membagi jarak pengukuran (m) dengan waktu pengukuran (detik).

(40)

• Hitung Debit Air (Q) sungai dengan rumus : Kecepatan Aliran Rata-rata (V) dikali Luas Penampang Air (A) :

4). Pengukuran Kualitas Air Baku

Pengukuran kualitas air baku dilakukan dilaboratorium, kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar kualitas yang berlaku, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan 907/Menkes/SK/VII/2002. Secara umum ada beberapa indikator yang secara visual dapat diukur di lapangan di antaranya:

1. Kekeruhan

(41)

2. Rasa

Tes rasa air, jika rasa air payau atau asin, maka cek hasil laboratorium terhadap kandungan Klorida, jika hasil laboratorium tidak ada, lihat nilai EC. Jika nilai EC menunjukkan lebih dari 1.500 micro S/cm, maka ada salinitas, air tidak dapat dipergunakan sebagai sumber air. (EC Meter adalah salah satu alat pengukur suhu yang digunakan untuk mengukur daya hantar listrik dan dapat memberi informasi tentang kadar garam).

3. Warna dan Bau

Periksa warna dan bau air, jika ditemukan warna dan bau, maka penyebab timbulnya harus diperiksa. Untuk menjamin kualitas air tersebut dapat digunakan sebagai sumber air.

(42)

waduk, embung, saluran irigasi) berwarna keruh sehingga perlu diolah terlebih dahulu.

a. Saringan (Saringan Pasir Lambat, Saringan Karbon Aktif)

Pengolahan jenis ini dapat dilakukan bila kualitas air mempunyai kondisi : kondisi air bau tanah dan bau besi;

kondisi air rasa tanah dan rasa besi; kondisi air terlalu banyak kapur. b. Bahan Kimia atau Koagulan

Pengolahan air dengan bahan kimia tergolong lebih sulit dan penentuan pengolahannya harus dilakukan percobaan dan menguji tingkat keasaman air terlebih dahulu untuk menentukan bahan koagulan. Contoh pengeolahan air dengan koagulan, yaitu bila air mengandung zat mangaan (Mn) atau zat besi (Fe) yang biasanya ditandai dengan : Air berwarna kuning setelah ditampung; kotoran mengumpal dan tidak mudah larut dalam air.

5). Perhitungan Kebutuhan Air

b).

Penentuan Jumlah Penduduk (Pemanfaat)

Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dipakai untuk menentukan daerah pelayanan dengan rumus perhitungan adalah sebagai berikut :

1. Cari data jumlah penduduk awal perencanaan.

2. Tentukan nilai prosentase pertambahan penduduk pertahunnya (r).

3. Hitung pertambahan nilai penduduk sampai akhir tahun perencanaan (misal 5 tahun) dengan menggunakan salah satu metode, misalnya metode geometrik.

P

= Po (1 + r )

n Dimana :

P = jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan Po = jumlah penduduk awal perencanaan

r = prosentase pertambahan penduduk pertahun n = umur perencanaan

c).

Penentuan Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air total dihitung berdasarkan jumlah pemakai air yang telah diproyeksikan untuk 5 – 10 tahun mendatang dan kebutuhan rata-rata setiap pemakai setelah ditambahkan 20 % sebagai faktor kehilangan air (kebocoran). Kebutuhan total ini dipakai untuk mengecek apakah sumber air yang dipilih dapat digunakan. Kebutuhan air bersih ini didasarkan atas pelayanan dengan menggunakan Hidran Umum (HU) dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Hitung kebutuhan air bersih dengan mengkalikan jumlah jiwa yang akan dilayani sesuai dengan tahun perencanaan (P) dikali kebutuhan air perorang perhari (q) dikali faktor hari maksimum (fmd = 1,05 – 1,15).

Q = P x q

Q

md

= Q x f

md

Dimana :

Q

md = kebutuhan air minimum (liter/hari)

P = jumlah jiwa yang akan dilayani sesuai tahun perencanaan (jiwa) q = kebutuhan air per orang per hari (liter/orang/hari)

(43)

2. Hitung kebutuhan total air bersih (Qt), dengan faktor kehilangan air 20 % dengan persamaan :

Qt = Q

md

x 100/80

3. Bandingkan dengan hasil pengukuran debit sumber air baku apakah dapat mencukupi atau tidak, jika tidak mencukupi cari alternatif sumber air baku lain.

6). Penentuan Sistem Penyediaan Air

Sistem penyediaan air minum didasarkan pada :

a) Ketersediaan sumber air baku dengan prioritas air baku dari mata air, air tanah, air permukaan dan air hujan dengan membandingkan kehandalan (kualitas, kuantias dan kontnuitas) air baku.

b) Pengolahan air, yaitu pengolahan lengkap atau tidak lengkap, yang berdasarkan dari hasil pemeriksaan kualitas air baku;

c) Sistem pendistribusian, yaitu gravitasi atau pemompaan;

d) Sistem pelayanan yang berupa sambungan rumah/langsung dan hidran umum/kran umum.

a). Alternatif Jenis Sarana & Prasarana

(44)

b). Kriteria Desain

(45)

v

Q

π

=

φ

4

d).

Sistem Pengolahan Air

Dalam menentukan Sistem Pengolahan Air Bersih akan tergantung oleh kualitas sumber air baku, namun demikian pada umumnya diusahakan harus sederhana, murah dalam biaya pembangunan dan pemeliharaan serta mudah dalam pembangunan dan operasional & pemeliharaanya. Berdasarkan pengalaman, instalasi pengolahan air sederhana yang umum ada dan digunakan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bangunan Intake (Penyadap)

Berupa pipa sadap (PVC/GI) yang dihitung dengan formula sebagai berikut : Dimana :

ф = Diameter pipa (m) Q = Debit aliran (m/detik) v = Kecepatan aliran (m/detik)

2. Bangunan Bak Pengumpul :

Volume bak pengumpul = Waktu detensi (td) x Qt

Volume bak pengumpul = Panjang (P) x Lebar (L) x Tinggi (T) Dimensi bak pengumpul :

• Panjang (P)= (3 - 4) x Lebar (L)

• Kedalaman (T) = 1 – 1,5 m 3. Bangunan Saringan Pasir Lambat (SPL)

Qt (m3/dtk) Luas Permukaan (A) =

v filtrasi

= P (m) x L(m)

(46)

Dimensi SPL :

• Panjang (P) = (2 - 3) x Lebar (L)

• Tinggi media pasir = 0,7 - 1 m

e).

Sistem Pendistribuasian

Penyaluran air dapat dilakukan dengan sistem perpipaan gravitasi maupn dengan cara mekanis/pompa.

a). Penentuan dimensi perpipaan transmisi dan distribusi dapat mengunakan rumus :

Q = V x A

A = 0,785 x D2

Dimana :

Q = Debit Air (m3/detik)

V = Kecepatan pengaliran (m/detik) A = Luas Penampang Pipa (m2) D = Diameter pipa (m)

Kualitas pipa berdasarkan tekanan yang direncanakan; untuk pipa bertekanan tinggi dapat menggunakan pipa Galvanis (GI) medium atau pipa PVC kelas AW, 8 s/d 10 kg/cm2) atau pipa berdasarkan SNI, seri (10-12,5);

b). Pompa

Hitung Daya Pompa yang diperlukan berdasarkan data total tekanan (head) yang tersedia dengan rumus :

Q . w . H Daya Pompa (P) =

75 . л Dimana :

P = Daya Pompa (tenaga kuda) Q = Debit Air (m3/detik)

w = Density (kg/cm3) H = Total Tekanan (m)

л = efisiensi pompa (60-75%)

f).

Sistem Pelayanan (Bangunan HU/KU)

(47)

6. PRASARANA IRIGASI

Irigasi yang dimaksud dalam program ini adalah sebagai berikut :

♦ Irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat kelurahan/desa

♦ Irigasi ini bukan bagian dari irigasi teknis atau irigasi yang telah masuk dalam inventarisasi DPU Pengairan

Tujuan pembangunan jaringan irigasi perdesaan, yaitu; ƒ Meningkatkan produksi pangan terutama beras.

ƒ Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan air irigasi. ƒ Meningkatkan intensitas tanam.

ƒ Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan.

Lingkup pekerjaan Pembangunan Jaringan Irigasi sederhana dibatasi dengan prioritas sebagai berikut :

1. Perbaikan/ rehabilitasi jaringan irigasi yang telah ada. 2. Peningkatan irigasi perdesaan yang telah ada.

3. Pembangunan baru irigasi perdesaan.

Karena proses pelaksanaan pembangunan jaringan irigasi peredesaan (mulai dari penyuluhan, survai, desain sampai pelaksanaan konstruksi) harus dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran, maka urutan prioritas ditetapkan sebagai berikut :

1. Diutamakan pekerjaan perbaikan atau rehabilitasi jaringan irigasi yang telah ada, dan tidak memerlukan kajian teknis yang berat.

2. Pekerjaan peningkatan jaringan irigasi yang telah ada, yang benar-benar diperlukan.

3. Pembangunan jaringan irigasi baru yang sangat diperlukan.

Meskipun membangun irigasi baru dimungkinkan (sekalipun merupakan prioritas terakhir), harus dihindari pembangunan bendung baru. Pembangunan bendung baru memerlukan kajian teknis yang berat seperti: Pengumpulan data hidrologi dan hidrometri, penyelidikan tanah, dsb. secara akurat dan kajian teknik yang berat, yang kesemuanya itu memerlukan waktu panjang. Maka sangat sulit mempertanggungjawabkannya jika harus membuat bendung sejak persiapan perencanaan sampai selesai konstruksi hanya dalam waktu satu tahun saja.

Jenis infrastruktur Bangunan Pengairan/Irigasi yang dapat dibangun antara lain : Embung, Bendung Cerucuk, Bendung Bronjong, Saluran Pembawa & Boks Bagi, Bangunan Pelindung Pantai Sederhana dgn Turap, Bangunan Penahan Longsoran Tanah, dll.

Standar Irigasi sederhana mengacu pada Pedoman Teknis Sederhana Pembangunan Bangunan Pengairan untuk Perdesaan yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang Pengairan - Dep. PU Tahun 1995.

Kriteria pembangunan Irigasi yang perlu diperhatikan : 1. Irigasi tidak tercatat dalam buku inventaris PU Pengairan 2. Luas areal irigasi perdesaan maksimum 60-100 Ha

3. Pengelolaan, Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi perdesaan dilaksanakan oleh P3A atau kelompok tani.

4. Pembangunan irigasi baru sederhana harus memenuhi ketentuan : ƒ ada sumber air cukup, adanya sawah (tadah hujan);

ƒ ada petani, kualitas air memenuhi; ƒ tanah/sawah baik untuk pertanian (padi); ƒ ada pemasaran hasil produksi;

ƒ daerah irigasi bukan merupakan daerah banjir rutin,

Gambar

Gambar 1. Bagian-Bagian Jalan
Tabel  Alternatif Pemilihan Jenis Konstruksi Jembatan
Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Kayu Lalulintas Ringan
Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Kayu Lalulintas Ringan
+4

Referensi

Dokumen terkait