Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan Sumber Daya Alam di
Indonesia
(Studi Kasus : Industri Pertambangan PT. Freeport Indonesia, Papua)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Masalah-masalah/ Isu-isu Pembangunan
yang dibimbing oleh Bapak Abdul Wachid
oleh :
Deasy Ayu Sartika (135030101111066)
Ratna Safitri K (135030100111003)
Rizky Rachma Puteri (135030101111010)
Kelas C
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Pembahasan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.Konsep Penanaman Modal Asing ... 4
2.2.Konsep Pembangunan ... 4
2.3.Konsep Sumber Daya Alam ... 5
2.4.Freeport ... 6
BAB III PEMBAHASAN ... 12
3.1 Pengaruh Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan SDA di Indonesia ... 12
3.2 Kondisi dan Dampak Dari Keberadaan Industri Pertambangan PT. Freeport Indonesia, Papua ... 15
BAB IV PENUTUP ... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sebagai negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memang
membutuhkan hasil pengolahan sumber daya alam (SDA) dalam membangun ekonominya.
Secara teoretis, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan telah lama
menjadi perdebatan yang cukup krusial. Teori ekonomi tradisional menyebutkan adanya
tarik-ulur (trade-off) antara pembangunan ekonomi dan kesinambungan SDA serta lingkungan
hidup. Pertanyaan-pertanyaan mengenai mengenai tarik-ulur antara pembangunan ekonomi dan
konservasi SDA juga semakin mengemuka, terutama di negara-negara berkembang di kawasan
Asia, Amerika Latin, dan Afrika yang umumnya masih mengandalkan potensi SDA seperti
hutan dan pertambangan bahan-bahan mineral sebagai sumber pendapatan ekonomi.
Upaya menyeimbangkan kepentingan untuk pembangunan ekonomi dan pelestarian
lingkungan merupakan hal yang tak mudah dalam praktiknya. Banyak pemimpin di dunia
dihadapkan pada pilihan yang rumit antara menjaga kelestarian lingkungan dan upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dampak kebijakan lingkungan terhadap investasi swasta
di 50 negara bagian di AS dalam kurun 1983-1994 menyebutkan bahwa tingkat investasi
swasta dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan dengan regulasi lingkungan yang dapat
mengurangi ketidakpastian.
Konflik kepentingan antara bisnis dan kepentingan lingkungan memang tak bisa
dihindari. Beberapa unsur tertentu dari regulasi lingkungan mungkin akan menciptakan disentif
bagi kegiatan ekonomi. Namun, secara umum kebijakan lingkungan yang dibarengi dengan
reformasi kelembagaan pada institusi yang berwenang dalam mengawasi kelestarian
lingkungan hidup justru akan mendorong investasi dan mempercepat pembangunan ekonomi.
Tentunya investasi yang dimaksud tidak hanya bersifat mengeruk SDA tanpa kendali, tetapi
harus memberikan manfaat bagi pengembangan modal fisik dan insani sekaligus tetap
memperhatikan kaidah kesinambungan SDA dalam jangka panjang.
Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor penting untuk
menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing
dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi
yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain :
stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor
kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam peizinan.
Indonesia merupakan negara yang berkembang dan ingin mencoba untuk dapat
membangun negaranya sendiri. Untuk mencapai keinginan tersebut Indonesia membuka diri
dengan berhubungan dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya tertuma
dalam ekonomi nasionalnya. Indonesia pernah memiliki kondisi perekonomian yang cukup
menjanjikan pada tahun 1980 sampai pertengahan tahun 1990-an, segala sesuatu dapat
tercukupi dengan hasil dan sumber daya dalam negeri. Strategi yang dilakukan oleh pemerintah
saat itu adalah mengundang para investor asing, khususnya investasi jangka panjang/langsung
(PMA). Kebijakan penanaman modal asing (PMA) ini didukung karena penanaman modal
sangatlah signifikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari segi manfaatnya ada dua akibat dari penanaman modal yang menguntungkan
Indonesia. Pertama, meningkatnya pendapatan rill. Kedua adanya manfaat yang tidak langsung,
seperti diperkenalkannya teknologi dan pengetahuan yang baru. Selain itu penanaman modal
juga berfungsi untuk memperbesar devisa Indonesia melalui ekspor produksi Indonesia ke luar
negeri. Seperti halnya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini dimana dalam manajemen
sumber daya alam tidak luput dengan adanya para pihak asing. Irisan antara praktek-praktek
investasi asing berdampak besar tehadap eksistensi sumber daya alam di Indonesia yang
semakin lama semakin habis terkikis. Memanglah dalam pengelolaannya Indonesia yang
tergolong sebagai negara berkembang masih membutuhkan bantuan dari negara-negara lain
yang notabene memiliki sumber daya manusia dan teknologi yang lebih maju. Namun, yang
terjadi para pihak asing tersebut hanyalah memanfaatkan peluang ini untuk mengeruk kekayaan
alam yang dimiliki oleh Indonesia. Hal ini seperti yang terjadi dalam kasus PT Freeport
Indonesia yang merupakan perusahaan tambang dimana sektor pertambangan juga merupakan
sektor yang memberi bantuan yang besar bagi pendapatan negara.
Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan sebelumnya penulis mengambil judul ―Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan Sumber Daya Alam di Indonesia (Studi Kasus: Industri Pertambangan PT Freeport Indonesia, Papua) untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana keterkaitan penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber daya alam
terutama industri pertambangan yang terjadi pada daerah tersebut serta bagaimana dampak
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing dalam pembangunan sumber daya alam
di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi dan dampak dari keberadaan industri pertambangan PT Freeport
Indonesia, Papua?
1.3Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengaruh penanaman modal asing dalam pembangunan sumber
daya alam di Indonesia
2. Untuk mengetahui kondisi dan dampak dari keberadaan industri pertambangan PT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri. (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal).
Pengertian Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan
bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi
penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia,
dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal
tersebut. Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 ialah :
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan
perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan
bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat
tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan
ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing,
tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan
perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan
dalam perusaha¬an di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi
dipergunakan kembali di Indonesia.
2.2 Konsep Pembangunan
Pengertian pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang
terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma - norma tertentu.
seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang
dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.
Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk
melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Untuk lebih
jelasnya berikut ini disajikan pengertian pembangunan menurut beberapa ahli.
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai ―Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)‖. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai ―suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana‖.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefinisikan pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Sama halnya dengan Portes, menurut Deddy
T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang
diinginkan.
Sedangkan dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan adalah suatu usaha proses
yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
(Sukirno, 1995 : 13). Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional)
dan mikro. Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas,
pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya - upaya secara
sadar dan terencana (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
2.3 Konsep Sumber Daya Alam
Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain - lain
merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau
berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak sangat besar bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Tanpa udara dan air misalnya, manusia
tidak dapat hidup. Demikian pula sumber daya alam yang lain seperti hutan, ikan dan lainnya
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumber
daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya
pengelolaan sumber daya alam yang tidak baik akan berdampak buruk. Oleh karena itu,
persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana
mengelola sumber daya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar - besarnya bagi
manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri (Fauzi, 2004).
Dalam literatur ekonomi sumber daya, pengertian atau konsep sumber daya
didefinisikan cukup beragam. Ensiklopedia Webster yang dikutip oleh Fauzi pada tahun 2004,
misalnya mendefinisikan sumber daya antara lain sebagai : (1) kemampuan untuk memenuhi
atau menangani sesuatu, (2) sumber persediaan, penunjang atau bantuan, (3) sarana yang
dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang.
Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang
memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari
ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima
dan Berkes (1989) mendefinisikan sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan
utilitas manusia. Rees (1990) lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan
sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria yang pertama yaitu harus ada pengetahuan,
teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya yang kedua adalah harus ada
permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut (Fauzi, 2004).
Dengan demikian dalam pengertian ini definisi sumber daya terkait dengan kegunaan
(usefulness), baik untuk masa kini maupun mendatang bagi umat manusia. Selain dua kriteria
di atas, definisi sumber daya juga terkait pada dua aspek, yakni aspek teknis yang
memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan yang
menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan.
Pengertian sumber daya sendiri dalam ilmu ekonomi sudah dikenal sejak beberapa abad lalu.
Ketika Adam Smith, bapak ekonomi menerbitkan buku ―Wealth of Nation‖ - nya pada tahun
1776, konsep sumber daya sudah digunakan dalam kaitannya dengan proses produksi. Dalam
pandangan Adam Smith, sumber daya diartikan sebagai seluruh faktor produksi yang
2.4. Freeport
2.4.1. Latar Belakang Adanya Freeport
Potensi luar biasa Papua terhadap tembaga dan emas sebenarnya telah diketahui
tahun 1936 oleh seorang Belanda. Pihak Amerika melakukan penelitian, mengkonfirmasi
dan nyata-nyata berminat atas lebih dari 13 juta ton bijih tembaga dan 14 juta ton emas di
bawah tanah untuk setiap 100 meter kedalaman. Konsultan lain memperkirakan, bahwa
pabrik harus memproses 5.000 ton bijih per hari (waktu itu). Suatu angka yang sangat
besar.
PT. Freeport beroperasi di Papua sejak April 1967. Perusahaan asal Amerika
Serikat yang menguasai cadangan emas dan tembaga kedua terbesar di dunia itu
memulainya dengan kontrak karya I. Freeport melakukan eksplorasi dilahan yang
diperkirakan mengandung cadangan bijih emas terbesar, 2,5 miliar ton. Dalam
perjalanannya, sepanjang 1992 hingga 2002, Freeport telah berhasil melambungkan
produksinya hingga 5,5 juta ton tembaga, 828 ton perak dan 533 ton emas. Pada 1998,
perusahaan ini bahkan berhasil menghasilkan agregat penjualan sebesar 1,71 miliar pon
tembaga dan 2,77 juta ons emas. Dengan penghasilan itu Freeport mengantongi
keuntungan triliunan rupiah sepanjang tahun.
Dalam kurun waktu dua tahun berproduksi sejak 1973, PT. Freeport yang dulunya
perusahaan tambang kecil berhasil mengantongi perolehan bersih US$ 60 juta dari tembaga
yang ditambang. Itu belum termasuk hasil ikutan seperti emas dan perak. Juga belum
termasuk penemuan lokasi tambang baru pada 1988 di Pegunungan Grasberg yang
mempunyai timbunan emas, perak, dan tembaga senilai US$ 60 juta miliar.
2.4.2. Peran PT. Freeport Indonesia dalam perekonomian Indonesia
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. Perusahaan ini adalah
pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas
terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan
eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan
tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi
Papua.
Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS.
kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama
dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25
tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah
sebesar 1 miliar dolar.
Dalam Kontrak Karya (KK), seluruh urusan manajemen dan operasional diserahkan
kepada penambang. Negara tidak memiliki control sama sekali atas kegiatan operasional
perusahaan. Negara hanya memperoleh royalty yang besarnya ditentukan dalam KK
tersebut.
Kontrak Karya yang melibatkan pemerintah Indonesia dan Freeport McMoRan
ditenggarai sangat merugikan kepentingan negara. Potensi kerugian disebabkan oleh
rendahnya royalti yang hanya 1% - 3,5% serta berbagai pelanggaran hak adat masyarakat
sekitar maupun pencemaran lingkungan. Sejak beroperasi di tahun 1967, Freeport
McMoRan berhasil menjadi perusahaan pertambangan kelas dunia dengan mengandalkan
hasil produksi dari wilayah Indonesia.
Freeport sudah sejak lama berminat memperoleh konsesi penambangan tembaga di
Irian Jaya. KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangan dan UU
No. 11/67 tentang PMA. KK antara pemerintah Indonesia dengan Freeport Sulphur
Company ini memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company melalui anak
perusahaannya (subsidary) Freeport Indonesia Incorporated (Freeport), untuk bertindak
sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan pemasaran tembaga Irian Jaya.
Lahan ekplorasi mencangkup areal seluas 10.908 hektar selama 30 tahun, terhitung sejak
kegiatan komersial pertama. KK I mengandung banyak sekali kelemahan mendasar dan
sangat menguntungkan bagi Freeport. Kelemahan- tersebut utamanya adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan yang digunakan adalah Freeport Indonesia Incorporated, yakni sebuah
perusahaan yang terdaftar di Delaware, Amerika Serikat, dan tunduk pada hukum Amerika
Serikat. Dengan lain perkataan, perusahaan ini merupakan perusahaan asing, dan tidak
tunduk pada hukum Indonesia.
2. Dalam kontrak tidak ada kewajiban mengenai lingkungan hidup, karena pada waktu
penandatanganan KK pada tahun 1967 di Indonesia belum ada UU tentang Lingkungan
Hidup. Sebagai contoh, akibat belum adanya ketentuan tentang lingkungan hidup ini, sejak
dari awal Freeport telah membuang tailing ke Sungai Aikwa sehingga mengakibatkan
3. Pengaturan perpajakan sama sekali tidak sesuai dengan pengaturan dalam UU
Perpajakan yang berlaku, baik jenis pajak maupun strukturnya. Demikian juga dengan
pengaturan dan tarif depresiasi yang diberlakukan. Misalnya Freeport tidak wajib
membayar PBB atau PPN.
4. Tidak sesuainya struktur pajak maupun tarif pajak yang diberlakukan dalam KK I
dirasakan sebagai pelanggaran terhadap keadilan, baik terhadap perusahaan lain, maupun
terhadap Daerah. Freeport pada waktu itu tidak wajib membayar selain PBB juga, land
rent, bea balik nama kendaraan, dan lain-lain pajak yang menjadi pemasukan bagi Daerah.
5. Tidak ada kewajiban bagi Freeport untuk melakukan community development.
Akibatnya, keberadaan Freeport di Irian Jaya tidak memberi dampak positif secara
langsung terhadap masyarakat setempat. Pada waktu itu, pertambangan tembaga di Pulau
Bougenville harus dihentikan operasinya karena gejolak sosial.
6. Freeport diberikan kebebasan dalam pengaturan manajemen dan operasi, serta
kebebasan dalam transaksi dalam devisa asing. Freeport juga memperoleh kelonggaran
fiskal, antara lain: tax holiday selama 3 tahun pertama setelah mulai produksi. Untuk tahun
berikutnya selama 7 tahun, Freeport hanya dikenakan pajak sebesar 35%. Setelah itu pajak
yang dikenakan meningkat menjadi sekitar 41,75%. Freeport juga dibebaskan dari segala
jenis pajak lainnya dan dari pembayaran royalti atas penjualan tembaga dan emas kecuali
pajak penjualannya hanya 5%.
2.4.3. Royality yang diterima oleh Indonesia dengan adanya Freeport
Keuntungan yang sangat besar terus diraih Freeport, hingga Kontrak Karya I
diperpanjang menjadi Kontrak Karya II yang tidak direnegosiasi secara optimal. Indonesia
ternyata tidak mendapatkan manfaat sebanding dengan keuntungan besar yang diraih
Freeport. Ketentuan-ketentuan fiskal dan finansial yang dikenakan kepada Freeport
ternyata jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan yang berlaku negara-negara Asia dan
Amerika Latin. Perpanjangan Kontrak Karya II seharusnya memberi manfaat yang lebih
besar, karena ditemukannya potensi cadangan baru yang sangat besar di Grasberg. Kontrak
telah diperpanjang pada tahun 1991, padahal Kontrak Karya I baru berakhir pada tahun
1997. Pada kenyataannya ini adalah kehendak dari orang-orang Amerika di Freeport, dan
merupakan indikasi adanya kepentingan pihak yang terlibat dalam proses negosiasi untuk
Kontrak Karya II tidak banyak mengalami perbaikan untuk memberikan
keuntungan finansial tambahan yang berarti bagi pihak Indonesia. Perubahan yang terjadi
hanyalah dalam hal kepemilikan saham dan dalam hal perpajakan. Sementara itu, besarnya
royalti tidak mengalami perubahan sama sekali, meskipun telah terjadi perubahan jumlah
cadangan emas. Penemuan emas di Grasberg merupakan cadangan emas terbesar di dunia.
Dalam Kontrak Karya II, ketentuan menyangkut royalti atau iuran
eksploitasi/produksi (pasal 13), menjelaskan bahwa sistem royalti dalam kontrak Freeport
tidak didasarkan atas prosentase dari penerimaan penjualan kotor (gross revenue), tetapi
dari prosentase penjualan bersih. Penjualan bersih adalah penjualan kotor setelah dikurangi
dengan biaya peleburan (smelting), biaya pengolahan (refining), dan biaya-biaya lainnya
yang dikeluarkan Freeport dalam penjualan konsentrat. Prosentase royalti (yang didasarkan
atas prosentase penerimaan penjualan bersih juga tergolong sangat kecil, yaitu 1%-3,5%
tergantung pada harga konsentrat tembaga, dan 1% flat fixed untuk logam mulia (emas dan
perak).
Di dalam kontrak Freeport, besaran iuran tetap untuk wilayah pertambangan yang
dibayarkan berkisar antara US$ 0,025-0,05 per hektar per tahun untuk kegiatan
Penyelidikan Umum (General Survey), US$ 0,1-0,35 per hektar per tahun untuk kegiatan
Studi Kelayakan dan Konstruksi, dan US$ 1,5-3 per hektar per tahun untuk kegiatan
operasi eksplotasi/produksi. Tarif iuran tersebut, di seluruh tahapan kegiatan, dapat
dikatakan sangat kecil, bahkan sangat sulit diterima akal sehat. Dengan kurs 1 US$ = Rp
9.000 maka besar iuran Rp 225 hingga Rp 27.000 per hektar per tahun.
Sedangkan menyangkut pengawasan atas kandungan mineral yang dihasilkan, dalam
kontrak Freeport tidak ada satu pun yang menyebut secara eksplisit bahwa seluruh operasi
dan fasilitas pemurnian dan peleburan harus seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam
pengawasan Pemerintah Indonesia. Pasal 10 poin 4 dan 5 memang mengatur tentang
operasi dan fasilitas peleburan dan pemurnian tersebut yang secara implisit ditekankan
perlunya untuk dilakukan di wilayah Indonesia, tapi tidak secara tegas dan eksplisit bahwa
hal tersebut seluruhnya (100%) harus dilakukan atau berada di Indonesia. Hingga saat ini,
hanya 29% saja dari produksi konsentrat yang dimurnikan dan diolah di dalam negeri.
Sisanya (71%) dikirim ke luar negeri, di luar pengawasan langsung dari pemerintah
Indonesia.
Di dalam Kontrak Freeport, tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit
mengatur bahwa pemerintah Indoensia dapat sewaktu-waktu mengakhiri Kontrak Freeport.
kewajibannya sesuai dengan kontrak. Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu
mengakhiri kontrak tersebut jika mereka menilai pengusahaan pertambangan di wilayah
kontrak pertambangannya sudah tidak menguntungkan lagi secara ekonomis.
Pemegang saham
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) - 81,28% Pemerintah Indonesia - 9,36%
PT. Indocopper Investama - 9,36%
Bahan tambang yang dihasilkan
Tembaga
Emas
Silver
Molybdenum
Rhenium
Selama ini hasil bahan yang di tambang tidak jelas karena hasil tambang tersebut di
kapalkan ke luar Indonesia untuk dimurnikan sedangkan molybdenum dan rhenium
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengaruh Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan SDA di Indonesia
Sebagai negara berkembang, Indonesia tentu mengupayakan pembangunan
ekonomi guna meningkatkan kemajuan perekonomian negara. Beberapa upaya telah
dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah dengan menggencarkan investasi atau
mengajak masyarakat untuk giat menghimpun dana di pasar modal. Selain itu, munculnya
banyak investor di Indonesia juga dilandasi oleh UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Berdasarkan undang-undang tersebut jelas sudah Indonesia
memberikan kebebasan kepada investor domestik maupun investor asing untuk
menanamkan modalnya dalam melakukan kegiatan usahanya di wilayah Indonesia.
Sehingga jelas perusahaan Indonesia diperbolehkan untuk melakukan kerjasama dengan
pihak asing dalam mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis.
Peranan lain dari investasi asing adalah sebagai berikut :
1. Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
2. Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk
perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi.
3. Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.
4. Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu
mengurangi pengangguran.
5. Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.
6. Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari sebelumnya.
7. Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh penanam
modal.
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara
sedang berkembang dapat diperinci menjadi 5. Pertama, sumber dana eksternal (modal
asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk
mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang
meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga,
modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi
perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih
produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai
membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat
membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik,
industri kimia dasar dan sebagainya.
Keadaan Indonesia sebagai Negara berkembang telah mendorong penyelenggara
pemerintahan memanfaatkan keberadaan sumber daya alam yang melimpah, dengan
harapan terjadinya percepatan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat, dan
terjaganya stabilitas ekonomi secara nasional. Kerentanan ekonomi sebagai Negara
berkembang dimanfaatkan secara sempurna oleh kekuatan ekonomi Negara maju melalui
multikorporasi yang berusaha menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk
melakukan investasi pada berbagai bidang, seperti bidang kehutanan, pertambangan dan
energy, perkebunan, pesisir dan kelautan, ekonomi dan perdagangan, dll.
Investasi asing atau penanaman modal asing memang banyak menguntungkan untuk
Indonesia. Tetapi disamping itu investasi asing berdampak negatif bagi Indonesia.
Pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya akhirnya akan melahirkan:
1. Praktik eksploitasi oleh perusahaan asing yang notabenenya berasal dari negara maju
terhadap negara host country yang merupakan negara berkembang dan terbelakang.
Eksploitasi dapat terjadi melalui pemberian upah buruh yang murah, upah sumber
daya manusia lokal lebih murah daripada dari penanam modal, pengerukan sumber
daya alam yang berlimpah yang memberikan banyak keuntungan penanam modal,
padahal hal tersebut amat sangat merugikan secara nasional, dan menciptakan
ketergantungan pasar bagi masyarakat di negara host country. Dikarenakan semua
kebijakan dikelola dan ditentukan oleh penanam modal, sementara masyarakat di
negara host country hanya sebagai pemakai atau penikmat.
2. Perusahaan asing yang dikelola oleh pihak asing, maka kebijakan manajemennya
sesuai dengan operasional perusahaan asing. Kebijakan manajemen tersebut seringkali
berlawanan dengan kebijakan dalam negeri.
3. Manajemen keuangan perusahaan asing bersifat tertutup, sehingga perusahaan tidak
4. Sumber Daya Alam yang dikelola asing dengan hak dan kewajiban sebagaimana diatur
undang-undang, sering menimbulkan dampak lingkungan dan sosial dimana
perusahaan baru tersebut akan didirikan.
5. Bagi hasil (Product Sharing) tidak sebanding dengan kerusakan yang timbul dan harus
ditanggung oleh pemerintah atau masyarakat itu sendiri. Seringkali penanam modal
hanya memikirkan keuntungan yang diperolehnya, tanpa memikirkan akibat atau
kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya perusahaannya.
6. Perusahaan asing mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dan keuntungannya
dibawa ke negaranya, sehingga mengakibatkan kerugian dan kekecewaan bagi
masyarakat atau pemerintahan setempat.
7. Diskriminasi pendapatan antara pegawai asing dan pegawai lokal
Pada umumnya pendapatan pegawai lokal lebih murah dibandingkan dengan pegawai
asing, meskipun mereka memiliki skill yang sama.
8. Manajemen produksi sulit untuk diawasi terutama dalam perkembangannya, hal ini
sebagai akibat dari manajemen asing lebih tertutup.
9. Perusahaan asing akan menguasai pasar lokal, sehingga dikhawatirkan produk dalam
negeri tidak mampu bersaing dengan produk asing dan kehilangan pasar lokal
10. Banyaknya perusahaan asing melakukan penggabungan atau merger, terhadap
perusahaan lokal bahkan beberapa saham BUMN telah dijual ke perusahaan asing
sehingga dapat menimbulkan monopoli harga, contoh saham yang telah dijual ke
perusahaan asing adalah PT Asuransi Jasa Indonesia, Krakatau Steel, Sarana Karya,
PTB Inka, BNI Persero, PT Dirgantara Industri. Pada saat ini tercatat sudah 85%
saham BUMN yang telah di jual ke negara asing.
11. Dengan adanya banyak perusahaan asing, berpengaruh juga terhadap perkembangan
teknologi lokal. Pada umumnya investor asing menggunakan teknologi yang lebih
cepat, praktis dan murah, untuk itu mereka membawa teknologi yang telah ada di
negaranya, dengan demikian teknologi lokal banyak yang tertinggal, hal ini
mengakibatkan negara lokal akan bergantung pada teknologi yang diterapkan oleh
investor asing.
12. Keberadaan perusahaan asing akan mempengaruhi pula pada budaya bangsa lokal,
sebab mereka akan menerapkan budaya asing tersebut untuk bersosialisasi dengan
masyarakat lokal, dan pada umumnya masyarakat lokal menilai bahwa budaya asing
lebih baik dan lebih menarik daripada budaya lokal, sehingga secara perlahan budaya
13. Banyak asset strategis Indonesia yang diambil perusahaan asing.
Contohnya adalah dalam sektor perkereta apian. Penanaman modal asing untuk sektor
perkeretaapian jangan sampai melebihi 49 persen supaya kemandirian negara tidak
tergerus. Pemerintah membuka investasi asing bagi sektor perkeretaapian melalui
Daftar Negatif Investasi (DNI). Pemerintah ingin memberi porsi jumbo, 95 persen,
bagi investor asing.
Menurut M. Idris Latief (2006) banyak sekali permasalahan yang ditimbulkan
oleh penanaman modal asing didalam negeri. Yang pertama adalah dominannya kontrol
dari luar negeri, entah itu dari pemerintah investor luar negeri atau dari badan internasional
seperti International Monetary Funds (IMF), World Bank (Bank Dunia), dan lain-lain.
Kontrol ini seringkali sangat merugikan rakyat, baik dari segi politik maupun ekonomi.
Yang kedua adalah terkurasnya dan rusaknya sumber daya alam Indonesia (natural
resources). Hal ini karena kontrak biasanya diadakan sesuai dengan jumlah cadangan
(deposit) di bawah tanah, sehingga ketika kontrak selesai yang tertinggal hanya kerusakan
lingkungan. Eksploitasi kekayaan SDA di Indonesia memang memberikan benefit yang
sangat besar bagi perekonomian. Namun, eksploitasi yang berlebihan telah menimbulkan
kerusakan lingkungan dan sosial terutama di daerah yang kaya SDA. Perusahaan sering
tidak mempedulikan kondisi masyarakat lokal dan lingkungan. Hal ini terjadi karena
pemberian hak untuk mengelola SDA tidak didasari pertimbangan SDA berkelanjutan atau
benefit buat masyarakat (Gellert, 2005). Kondisi tersebut menciptakan konflik laten yang
dapat meledak setiap saat.
3.2. Kondisi dan Dampak dari Keberadaan Industri Pertambangan PT. Freeport Indonesia, Papua
Sektor pertambangan sekarang ini tetap menjadi salah satu sektor utama yang
menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Indikasi ini terlihat dari kontribusi
penerimaan negara yang setiap tahunnya meningkat. Selain itu, sector pertambangan juga
memberikan efek pengganda 1,6–1,9 atau menjadi pemicu pertumbuhan sektor lainnya
serta menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 34 ribu tenaga kerja langsung. Beberapa
permasalahan industri pertambangan yang muncul belakangan ini menyebabkan sektor ini
berada pada kondisi yang dilematis terkait dengan permasalahan sosial, politis,
perundangan hingga Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Tetapi Indonesia masih belum
menyebabkan terhambatnya optimalisasi kontribusi sector pertambangan dalam
mendorong perekonomian nasional. Salah satu perusahaan tambang di Indonesia yang
paling menyedot banyak perhatian adalah PT.Freeport.
PT. Freeport Indonesia merupakan salah satu perusahaan pertambangan terbesar di
Indonesia bahkan di dunia. Pertambangan Freeport di Indonesia berupa jenis Galian Emas,
Perak, Tembaga dan material ikutan lainnya. Lokasinya di Grasberg dan Eastberg,
Pegunungan Jaya Wijaya, Papua. Luas konsesi adalah 19.000 km2 (Grasberg) dan 100
km2(Eastberg). Freeport merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi devisa Negara.
Freeport-McMoRan memegang 90,64 persen saham dari anak perusahaan PT Freeport
Indonesia. Sisanya dimiliki oleh pemerintahan di Jakarta. Aktivitas pertambangan Freeport
di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini talah berlangsung selama 42 tahun.
Selama ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan
finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan
manfaat optimal bagi negara, Papua dan masyarakat lokal disekitar wilayah pertambangan.
Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia
dengan Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan
aktivitas pertambangan. Tak hanya itu, KK I ini juga menjadi dasar penyusunan UU
Pertambangan No.11 Tahun 1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan
berselang setelah penandatanganan KK I. Pada Maret 1973, Freeport memulai
pertambangan terbuka di Etsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan
menyisakan lubang sedalam 360 meter.
Pada awal 2006 sejumlah masyarakat Papua melakukan protes di Jakarta dan
Timika. Mereka menuntut PT Freeport meningkatkan pembagian hasil perusahaan tersebut
dari 1% hingga 7%. Hal itulah yang membuat PT Freeport Indonesia pada tahun 2010,
mendapatkan keuntungan yang sangat besar, yakni sekitar Rp 114 milyar/hari atau sekitar
Rp 41,04 Trilyun/tahun, sementara total upah buruh hanya Rp 1,4 Triyun/tahun (atau
sekitar 3,4 % dari total keuntungan PT Freeport Indonesia) sementara PT Freeport
Internasional mendapatkan setoran keuntungan sebesar 60 % dari total keuntungan PT
Freeport Indonesia. Dan lebih jauh lagi untuk memastikan keserakahan ini terus berlanjut,
pihak PT Freeport Indoesia tidak segan-segan membayar aparat kemanan Indonesia hingga
14 juta dollar—dan untuk prajurit yang di lapangan dibayar Rp 1,25 juta/bulan. Seperti
diketahui, selama ini Freeport hanya memberikan royalti bagi pemerintah senilai 1 persen
dari negara lain yang biasanya memberlakukan 6 persen untuk tembaga dan 5 persen untuk
emas dan perak.
Beberapa ketentuan dalam Kontrak Karya II Freeport yang ditandangani pada
Desember 1991 yang tidak adil dan merugikan kepentingan Indonesia (khusunya secara
ekonomi) diantaranya adalah :
1. Menyangkut ketentuan royalti atau iuran eksploitasi/produksi (Pasal 13). Meskipun dalam praktik industri pertambangan di dunia tidak ada suara metode dan
besaran yang baku menyangkut sistem dan prosentase yang diterapkan, tetapi royalti
1% untuk emas dan perak, dan 1%-3,5% yang keduanya didasarkan atas penjualan
bersih tersebut dapat dikatakan tergolong sangat.
2. Menyangkut ketentuan iuran tetap untuk suatu wilayah pertambangan atau Deadrent (Pasal 13). Di dalam kontrak Freeport (Lampiran D), besarnya iuran tetap untuk wilayah pertambangan yang dibayarkan berkisar antara 0,025-0,05 US dolar per
hektar per tahun untuk kegiatan Penyelidikan Umum, 0,1-0,35 US dolar per hektar per
tahun untuk kegiatan Studi Kelayakan dan Konstruksi, dan 1,5-3 US dolar per hektar
pertahun untuk kegiatan Operasi Eksploitasi/Produksi
3. Menyangkut Kontrol / Pengawasan atas kandungan bijih mineral yang dihasilkan. Dalam kontrak Freeport tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan secara eksplisit bahwa seluruh operasi dan fasilitas pemurnian dan peleburan harus
seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam pengawasan pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan laporan saja dari Freeport. Dengan
demikian berapa jumlah sebenarnya emas, perak, tembaga, atau kandungan mineral
lainnya yang diproduksikan oleh Freeport dapat dikatakan pada dasarnya tidak
diketahui secara pasti oleh pemerintah Indonesia.
4. Menyangkut terminasi dan/atau perpanjangan kontrak. Dalam hal perpanjangan kontrak, pihak Freeport berhak mengajukan perpanjangan kontrak untuk dua kali masa
perpanjangan yang masing-masing berdurasi 10 tahun dimana pemerintah Indonesia
tidak berhak untuk tidak mengabulkan permohonan perpanjangan tersebut secara tidak
wajar (Pasal 31 poin 2). Ketentuan ini juga sangat sepihak dan karenanya sangat
merugikan kepentingan nasional Indonesia karena posisi pemerintah Indonesia secara
hukum dalam kontrak ini menjadi sangat-sangat lemah.
Namun, pertambangan freeport juga menimbulkan masalah yang kompleks, mulai
dari pencemaran lingkungan, terutama lingkungan sekitar, sampai kepada masalah sosial.
adanya kegiatan penambangan yang dilakukan oleh Freeport, sebenarnya telah
menunjukkan ketidakberdayaan kita dalam mengelola kekayaan alam Indonesia. Berikut
adalah dampak dari adanya industri pertambangan PT.Freeport Indonesia, baik dari segi
fisik (lingkungan), politik dan ekonomi , seperti berikut :
A. Dampak Fisik (Lingkungan) dari Pertambangan PT. Freeport Indonesia
Pertambangan emas yang dilakukan oleh Freeport mempunyai dampak lingkungan
terhadap alam sekitarnya. Beberapa kerusakan lingkungan yang diungkapoleh media dan
LSM adalah, Freeport telahmematikan 23.000 ha hutan di wilayah pengendapan tailing.
Merubah bentang alam karena erosi maupun sedimentasi. Meluapnya sungai karena
pendangkalan akibat endapan tailing. Freeport telah membuang tailing dengan kategori
limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui Sungai Ajkwa. Limbah ini telah mencapai
pesisir laut Arafura. Tailing yang dibuang Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui bakumutu
total suspend solid (TSS) yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing
Freeport mencemari perairan di muara sungai Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah besar
jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar.
Tailing yang dibuang Freeport merupakanbahan yang mampu menghasilkan cairan asam
berbahaya bagi kehidupan aquatik. Bahkan sejumlah spesies aquatic sensitif di sungai
Ajkwa telah punah akibat tailing Freeport. Menurut perhitungan Greenomics Indonesia,
biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak adalahRp 67 trilyun.
Kegiatan Pertambangan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia telah
menimbulkan dampak fisik (lingkungan) diantaranya adalah sebagai berikut.
1.Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran : Pengerukan dan pembuangan dilakukan
tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan..
Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang
bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang.
2.Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan : Sebagian besar kehidupan air
tawar telah hancur akibat pencemaran & perusakan habitat organisme mahkluk hidup
sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Air Asam Batuan. Hampir semua
limbah batuan dari tambang Grasberg berpotensi membentuk asam.
3.Logam berat pada tanaman dan satwa liar : Tailing Freeport mengandung tingkat racun
logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga
(Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya
dampak racun pada pertumbuhan tanaman. Pengujian dan pengambilan sampel
logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang
memakannya. Semua spesies hewan disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun
yang berasal dari logam.
4.Perusakan habitat muara : Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau
seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing
dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal.
5.Gangguan ekologi : Adanya pengendapan tailing maka ekosistem yang berfungsi dan
beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah berbanding terbalik dengan
kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai Laut Arafura,
mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals)
sebesar 40% hingga 70%.
6.Dampak pada Taman Nasional Lorenz : Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai
warisan dunia, wilayahnya mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani
kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs
Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah
batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport-Rio Tinto.
7.Transparansi : Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik terhadap
informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan
dokumen-dokumen pentingnya. Freeport-Rio Tinto juga tak pernah mengumumkan laporan audit
eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan
ijin lingkungan.
Freeport selalu mengklaim berkomitmen terhadap pengelolaan lingkungan hidup
yang kuat. Meskipun telah memiliki pengakuan ISO 14001 dan mengklaim memiliki
program komprehensif dalam memantau air asam tambang, Freeport terbukti tidak
memiliki pertanggung jawaban lingkungan. Perusahaan ini beroperasi tanpa transparansi
dan tidak memenuhi peraturan lingkungan yang ada. Terlepas dari keharusan untuk
menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, Freeport belum
pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk Studi Penilaian Resiko
Lingkungan (Environmental Risk Assessment). Freeport juga tidak pernah
mengumumkan laporan audit eksternal independen tiga tahunan sejak 1999, seperti
yang disyaratkan Amdal. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan izin
lingkungan. Beberapa media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan
bahwa aktivitas pertambangan Freeport telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang
Lingkungan Hidup. Beberapa kerusakan lingkungan yang diungkap oleh media dan
LSM adalah, Freeport telah mematikan 23.000 ha hutan di wilayah pengendapan tailing.
Merubah bentang alam karena erosi maupun sedimentasi. Meluapnya sungai karena
pendangkalan akibat endapan tailing.
Dengan beragam kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas
pertambangan Freeport, mestinya pemerintah melakukan langkah pengamanan sesuai
dengan peraturan undang-undang yang berlaku, khususnya pelanggaran terhadap UU
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan
perundang-undangan mengharuskan adanya upaya pencegahan bagi kerusakan lingkungan lebih
lanjut, jadi seharusnya pemerintah menghentikan aktivitas penambangan Freeport,
kemudian melakukan upaya perbaikan lingkungan. Pemerintah dapat mengehentikan
kontrak karya pertambangan karena kerusakan lingkungan yang terjadi di Timika.
Aktivitas pertambangan Freeport dinilai telah melanggar UU Kehutanan, yang
mengamanatkan, aktivitas penambangan tidak dibolehkan di kawasan hutan lindung.
Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola
pertambangan terbuka. Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud adalah
yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh
Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Freeport telah mengakibatkan
kerusakan alam dan mengubah bentang alam serta mengakibatkan degradasi hutan yang
seharusnya ditindak tegas pemerintah. Hal ini karena mengancam kelestarian
lingkungan dan melanggar prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang
diamanatkan UUD 1945 pasal 33.
B.Dampak Ekonomi dari Pertambangan PT. Freeport Indonesia
PT. Freeport Indonesia yang bergerak di bidang pertambangan memberikan
manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung yang cukup besar bagi pemerintah di
tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, dan bagi perekonomian Papua dan Indonesia
secara keseluruhan. Manfaat langsung termasuk kontribusinya suatu perusahaan kepada
negara, mencakup pajak, royalti, dividen, iuran dan dukungan langsung lainnya. Kami
merupakan penyedia lapangan kerja swasta terbesar di Papua, dan termasuk salah satu
wajib pajak terbesar di Indonesia.
Kegiatan penambangan dan ekonomi Freeport telah mencetak keuntungan
finansial bagi perusahaan tersebut namun tidak bagi masyarakat lokal di sekitar wilayah
pertambangan. Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang
operasi tambangnya di Indonesia (sekitar 60%, Investor Daily, 10 Agustus 2009). Setiap
hari hampir 700 ribu ton material dibongkar untuk menghasilkan 225 ribu ton bijih emas.
Jumlah ini bisa disamakan dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang
Jakarta hingga Surabaya (sepanjang 700 km).Keuntungan Freeport tak serta merta
melahirkan kesejahteraan bagi warga sekitar. Di sisi lain, negara pun mengalami kerugian
karena keuntungan Freeport yang masuk ke kas negara sangatlah kecil jika dibandingkan
keuntungan total yang dinikmati Freeport. Keberadaan Freeport tidak banyak
berkontribusi bagi masyarakat Papua, bahkan pembangunan di Papua dinilai gagal.
Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari buruknya angka kesejahteraan
manusia di Kabupaten Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport
berada, terdiri dari 35% penduduk asli dan 65% pendatang. Pada tahun 2002, BPS
mencatat sekitar 41 persen penduduk Papua dalam kondisi miskin, dengan komposisi
60% penduduk asli dan sisanya pendatang. Pada tahun 2005, Kemiskinan rakyat di
Provinsi Papua, yang mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk.
C. Dampak Sosial dari Pertambangan PT. Freeport Indonesia
Pertambangan Freeport menimbulkan dampak sosial dan budaya. Hal ini dapat
dilihat dari sisi kependudukannya. Pemukiman penduduk semakin tersingkir dan menjadi
perkampungan kumuh di tengah-tengah kawasan Industri tambang termegah di Asia.
Dengan demikian perkembangan tambang di tengah-tengah suku Amungme dan Kamoro
ini bukannya mendatangkan kehidupan yang lebih baik, melainkan semakin menyudutkan
mereka menjadi kelompok marginal. Hal ini semakin terdorong oleh semakin besarnya
arus urbanisasi ke Timika dari daerah-daerah sekitarnya dan dari pulau lain di Indonesia.
Para petinggi Freeport terus mendapatkan fasilitas, tunjangan dan keuntungan yang
besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua.
Keuntungan Freeport tak serta merta melahirkan kesejahteraan bagi warga sekitar. Kondisi
wilayah Timika bagai api dalam sekam, tidak ada kondisi stabil yang menjamin masa
depan penduduk Papua.
Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua
khususnya mereka yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya pada tahun hanya
mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke 212 dari 300an lebih kabupaten di
Indonesia. Hampir 70% penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman,
dan 35.2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selainitu,
lebihdari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.Dampak lain dari kehadiran
(HAM), seperti : Kasus Pelanggaran HAM yang Disebabkan oleh Pihak Freeport dan
Kaitanya dengan Pancasila. Komnas HAM melakukan investigasi pelanggaran HAM yang terjadi di daerah Timika dan sekitarnya.
Kesimpulan anggota tim investigasi Komnas HAM, mengungkapkan bahwa selama
1993-1995 telah terjadi 6 jenis pelanggaran HAM, yang mengakibatkan 16 penduduk
terbunuh dan empat orang masih dinyatakan hilang. Pelanggaran ini dilakukan baik oleh
aparat keamanan FI maupun pihak tentara Indonesia. Hampir seluruh kasus pelanggaran
HAM terkait tambang Freeport tidak jelas penyelesaiannya. Para pelaku kejahatan HAM
ini umumnya tidak ditemukan atau mendapat perlindungan sehingga lolos dari jerat
hukum. Keadilan bagi korban pelanggaran HAM kasus-kasus Freeport tampaknya
memang suatu hal yang absurd. Tidak ada investigasi yang menemukan keterkaitan
Freeport se-cara langsung dengan pelanggaran HAM, tetapi semakin banyak orang-orang
Papua yang menghubungkan Freeport dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI,
dan pada sejumlah kasus kekerasan itu dilakukan dengan menggunakan fasilitas Freeport.
Seorang ahli antropologi Australia, Chris Ballard, yang pernah bekerja untuk Freeport,
dan Abigail Abrash, seorang aktivis HAM dari Amerika Serikat, memperkirakan,
sebanyak 160 orang telah dibunuh oleh militer antara tahun 1975–1997 di daerah tambang
dan sekitarnya. Kasus pelanggaran HAM ini tidak sesuai dengan sila kedua pancasila yang
berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab, karena seharusnya mereka menghormati
hak warga yang berada di sekitar wilayah pertambangan Freeport bukan malah sebaliknya.
Pihak Freeport terkesan mengabaikan hak warga yang berada disana, yang berakibat pada
perlawanan warga terhadap freeport.
Solusi yang Harus Dilakukan Oleh Pemerintah Indonesia
Tambang Freeport adalah bukti kesalahan pengurusan pada sektor pertambangan di
Indonesia dan bukti tunduknya hukum dan wewenang negara terhadap korporasi.
Pemerintah menganggap emas hanya sebatas komoditas devisa yang kebetulan berada di
tanah Papua. Telah sekian lama pemerintah menutup mata terhadap daya rusak industri
pertambangan di tanah Papua. Tak hanya sebatas itu, pemerintah juga tidak pernah mampu
mengontrol perusahaan pertambangan agar lebih bertanggung jawab. Itulah sebab nya
pemerintah terus membiarkan Freeport membuang miliyaran limbahnya ke alam.
Meskipun belakangan diketahui bahwa Freeport belum memiliki izin pembuangan limbah
B3. Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sudah menemukan sejumlah bukti pelanggaran
memaksa Freeport melakukan renegosiasi Kontrak Karya, meskipun banyak pihak
mendukung dan berbagai basis argumentasi telah dimiliki.
Oleh karena itu, ada beberapa solusi dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain:
1. Melakukan evaluasi terhadap seluruh aspek pertambangan Freeport terutama aspek
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan,
2. Melakukan perubahan Kontrak Karya Freeport yang lebih menguntungkan bagi negara
pada umumnya dan bagi rakyat Papua pada khususnya
3. Memfasilitasi sebuah konsultasi penuh dengan penduduk asli Papua terutama yang
berada di wilayah operasi Freeport dan pihak berkepentingan lainnya mengenai masa
depan pertambangan tersebut
4. Memetakan dan mengkaji sejamlah skenario bagi masa depan Freeport, termasuk
kemungkinan penutupan, kapasitas produksi dan pengolahan limbah.
5. Konsep pembangunan berkelanjutan harus dikedepankan oleh pemerintah, dengan
memelihara kelestarian lingkungan.
6. Perlunya percepatan pengesahan RUU Mineral dan Batubara yang mengatur
pemanfaatan mineral dan batubara,
7. Sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan seluruh produk hukum yang berkenaan dengan
sector pertambangan yang sifatnya lintas sektoral baik pusat maupun daerah,
8. Mendorong peningkatan local expenditure dengan meningkatkan pemanfaatan produk
dari industri-industri penunjang dalam negeri,
9. Mendorong pertumbuhan industry pengolahan produk mineral dalam negeri sehingga
dapat meningkatkan nilai tambah produk mineral dan batu bara nasional serta kebijakan
satu pintu dalam perijinan untuk investasi sector pertambangan.
Maka, pemerintah dapat menghentikan secara sepihak kegiatan korporasi asing
yang dapat merusak lingkungan selama melakukan penambangan sumberdaya alam
Indonesia. Perusakan lingkungan oleh asing merupakan utang lingkungan. Seluruh pajak,
royalty dan pembagian keuntungan yang diperoleh Indonesia melalui korporasi
pertambangan asing, niscaya tidak akan dapat membangun kembali lingkungan yang telah
rusak total tersebut. Oleh karena itu, penanganan kasus ini merupakan agenda mendesak
BAB IV PENUTUP 4.1Kesimpulan
Penanaman Modal Asing selain berdampak positif bagi pembangunan
perekonomian Indonesia, ada juga dampak negatif yang disebabkannya, yaitu eksploitasi,
ketergantungan teknologi, banyak asset strategis yang telah dimiliki oleh perusahaan asing.
Pertambangan Freeport adalah salah satu contoh perusahaan dengan modal asing
dari Amerika dimana sebagai bukti kesalahan pengurusan pada sektor pertambangan di
Indonesia dan mudah tergodanya pemerintah akan penghasilan devisa yang instan.
Pemerintah menganggap emas hanya sebatas komoditas devisa yang kebetulan berada di
tanah Papua. Padahal apabila dikelola sendiri, Tambang Freeport akan menghasilkan
keuntungan ratusan kali lipat yang didapatkan sekarang. Dalam 5 tahun terakhir, kerusakan
fisik berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat Pertambangan Freeport
semakin parah. Selain itu, Pertambangan Freeport juga menimbulkan dampak sosial dan
budaya yang kompleks. Dari dampak-dampak yang ditimbulkan, pemerintah Indonesia
masih tidak bergeming untuk menghentikan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh
Freeport.
4.2Saran
Pertambangan freeport telah menimbulkan masalah yang kompleks, mulai dari
pencemaran lingkungan, terutama lingkungan sekitar, sampai kepada masalah sosial. Oleh
karena itu, penanganan kasus ini merupakan agenda mendesak yang harus segera
diselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Adapun beberapa solusi yang dapat dilakukan
pemerintah antara lain: 1. Melakukan evaluasi terhadap seluruh aspek pertambangan
Freeport terutama aspek pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, 2. Melakukan
perubahan Kontrak Karya Freeport yang lebih menguntungkan bagi negara pada umumnya
dan bagi rakyat Papua pada khususnya, 3. Memfasilitasi sebuah konsultasi penuh dengan
penduduk asli Papua terutama yang berada di wilayah operasi Freeport dan pihak
berkepentingan lainnya mengenai masa depan pertambangan tersebut, 4. Memetakan dan
mengkaji sejamlah skenario bagi masa depan Freeport, termasuk kemungkinan penutupan,
kapasitas produksi dan pengolahan limbah, 5. Konsep pembangunan berkelanjutan harus
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kebobrokan Freeport - Pencemaran Lingkungan & Pelanggaran HAM Perusaan
Emas Terbesar di Indonesia
(http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/22/kebobrokan-freeport-pencemaran-lingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia-510902.htmldiakses
pada 11 Maret 2016 pukul 12.00 WIB)
Natali, Denicha Alviana. 2014. Pengaruh, Dampak, Serta Faktor Yang Mempengaruhi
Penanaman Modal Asing Terhadap Perkembangan Ekonomi Di Indonesia.
(https://denichaalviana.wordpress.com/2014/04/18/pengaruh-dampak-serta-faktor-yang-mempengaruhi-penanaman-modal-asing-terhadap-perkembangan-ekonomi-di-indonesia/
diakses pada 11 Maret 2016 pukul 10.00)
http://anapangesti.blogspot.co.id/2013/05/dampak-penambangan-freeport.html, diakses pada 11
Maret 2016 pukul 12.30 WIB)
http://myardilaya.blogspot.co.id/2013/06/ekonomi-politik-sumber-daya-alam.html diakses
tanggal 12 Maret 2016 pukul 07.01 WIB
http://apitmoti.blogspot.co.id/p/pertambangan-freeport-dan-kerusakan.html, diakses pada 12
Maret 2016 pukul 12.20 WIB)
http://roniron77.blogspot.co.id/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada tanggal 13
Maret 2016 pukul 08.00 WIB
http://yogiramdani24.blogspot.co.id/2015/03/bab-iii-pengelolaan-sumber-daya-alam.html
diakses pada tanggal 14 Maret 2016 pukul 07.45 WIB