• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Pustakawan Masa Depan : Standar Minimal Teknologi Informasi - repository civitas UGM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Menuju Pustakawan Masa Depan : Standar Minimal Teknologi Informasi - repository civitas UGM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Menuju Pustakawan Masa Depan : Standar Minimal Teknologi Informasi

Oleh : Wahyu Supriyanto

Abstrak

Teknologi Informasi dan Internet sudah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Internet telah mendobrak batas ruang dan waktu menciptakan peluang dan juga masalah-masalah baru. Teknologi Informasi akhir – akhir ini berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi komputer, misalnya saat ini sudah berkembang sedemikian jauhnya sehingga wilayah yang sebelumnya hanya pernah terbayangkan oleh beberapa orang saja beberapa tahun yang lalu,sekarang sudah nampak didepan kita.

Teknologi Informasi adalah alat bantu yang sangat relatif efektif bagi seseorang, sebuah institusi atau sebuah negara, jika mereka bertumpu pada kekuatan otaknya dan bukan pada kekuasaan, jabatan, kekayaan, kekuatan otot semata. Dengan kurang dari 5% rakyat Indonesia berpendidikan tinggi, sulit bagi bangsa kita untuk menang berkompetisi di era globalisasi yang berbasis informasi & pengetahuan; walaupun dibantu oleh komputer secanggih apapun tanpa didukung Sumber Daya Manusia yang handal.

Teknologi Informasi, termasuk teknologi informasi di perpustakaan khususnya tentang

aplikasi komputer, seringkali hanya menyangkut benda dari teknologi itu, misalnya : hardware,

software, harga, alat, besar/kecil, kecepatan mesin, dan sebagainya. Saya rasa ada kesalahan

besar dalam cara kita memandang teknologi, kalau hanya kita perdebatkan. Salah besar kalau

kita hanya bicara tentang "skill": ketrampilan, pengetahuan tentang produk terbaru, di mana

membelinya, dan sebagainya. Apalagi kalau kita hanya membicarakan harga dan akhirnya

berkonsentrasi pada nilai finansial sebuah teknologi.

Ada yang kita lupakan, mungkin karena dianggap tidak penting. Setiap teknologi

informasi termasuk komputer mengandung tata nilai, dan di dalam tata nilai ini ada yang

dinamakan "trust". Susah menerjemahkan secara tuntas, apa yang dimaksud dengan "trust" ini.

Sebagai contoh mobil yang pada umumnya mengandung teknologi dengan nilai "trust" tinggi.

Orang percaya kepada fungsinya. Tidak hanya itu, orang juga mengenakan banyak nilai kepada

teknologi ini, mulai dari gengsi, hidup yang efisien, keamanan, dan sebagainya. Semua nilai ini

membentuk "trust" yang kemudian menjadi bagian dari nilai kehidupan masyarakat umum.

Seseorang yang tidak punya "skill" sama sekali tentang permobilan, ia tetap bisa

menggunakan "trust" ini kalau diminta menilai sebuah mobil baru. Orang yang tidak punya uang

(2)

"trust" itu bukan hanya pada kebendaan. Bukan hanya pada yang tampak ketika kita melihat

sebuah mobil. Masyarakat Indonesia sudah punya "trust" kepada mobil sampai kepada

aspek-aspek yang tidak tampak. Kita menaruh hormat kepada pembuatnya (teknolognya), walaupun

kita tidak tahu pembuatnya. Kita menaruh hormat kepada penjualnya, walaupun penjualnya

menipu kita dengan harga kelewat tinggi. Kita bahkan menaruh hormat kepada semua pemilik

mobil di Indonesia, walaupun sering juga marah kalau mobil kita diserempet.

Mengapa "trust" kepada komputer di Indonesia rendah khususnya di bidang

perpustakaan? Salah satu sebab utamanya adalah karena dominasi industri dan ketimpangan

antara janji vendor dan unjuk kerja sesungguhnya. Industri komputer di Indonesia selalu

mengumbar janji muluk, dan para vendor selalu bicara kelewat tinggi. Padahal, ketika komputer

dipakai di tempat kerja, hasilnya juga tidak seberapa. Perbankan Indonesia menggunakan

komputer sangat canggih. Tetapi kebangkrutan dan "penipuan" kepada konsumen juga sangat

tinggi. Jadi, teknologi komputer benar-benar tidak ada gunanya, kalau yang ada hanyalah orang

yang kehilangan uang di tabungan gara-gara bank-nya brengsek.

Dalam dunia perpustakaan Indonesia, vendor komputer belum begitu dominan. Yang

dominan adalah pribadi-pribadi dengan ketrampilan komputer lebih tinggi dari koleganya. Kalau

tidak hati-hati, pribadi-pribadi ini nanti akan bertingkah laku seperti vendor-vendor komputer

kampungan di Indonesia. Mereka akan mengumbar janji tentang kehebatan komputer, tetapi

kemudian tidak bisa bertanggungjawab jika janjinya tidak terwujud. Untuk pemakaian teknologi

komputer yang handal para vendor harus bisa meyakinkan pustakawan, stakeholder

perpustakaan, pemakai jasa perpustakaan, dan masyarakat sekitar perpustakaan, bahwa teknologi

komputer berguna untuk kepustakawanan menuju profesionalisme.

Perubahan dari media penyimpanan analog menjadi digital yang hanya menggunakan

prinsip bilangan biner 1-0, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Adanya proses

konvergensi di dalam proses digitalisasi, yakni penggabungan-penggabungan antara satu media

dengan media lain menyebabkan semakin mudah, ringkas, dan efektifnya orang dalam

(3)

saja, yakni internet. Munculnya era digital yang akan menciptakan ruang maya (virtual) ini

memungkinkan berubahnya wajah semua industri media massa. Mulai dari electronic book (buku

elektronik), electronic magazines/journal (majalah/jurnal elektronik), electronic news paper

(surat kabar elektronik), electronic radio (radio elektronik), electronic television (televisi

elektronik).

Berubahnya industri media massa tersebut memaksa semua produknya yang semula

berbentuk analog menjadi digital, seperti buku, film, kaset, VCD, DVD, foto, kertas koran, dan

lain-lain. Perubahan wajah industri media massa yang menjadi virtual ini mau tidak mau

menyeret dunia perpustakaan untuk mengikuti kemajuan teknologi informasi yang ada.

Berubahnya produk media massa yang sudah menjadi online mengubah juga semua koleksi

perpustakaan yang jelas-jelas adalah produk media massa itu sendiri. Nantinya semua koleksi

perpustakaan dapat terbaca oleh mesin dan dapat tampil dalam bentuk file-file komputer yang

harus dimanajemen sedemikian rupa, sehingga mudah ditemukembali oleh siapa pun dan dimana

pun.

Perubahan wajah industri media massa menjadi online dikondisikan oleh adanya

kemungkinan perubahan tatanan masyarakat dari masyarakat industri (industrial society) menuju

masyarakat informasi (information society). Posisi dimana masyarakat menganggap bahwa

modal utama sektor ekonomi adalah informasi yang mampu menciptakan lahan kerja baru.

Bayangkan ketika masyarakat sudah mencapai tatanan masyarakat informasi (information

society) ditandai dengan tidak adanya industri media yang berbentuk fisik analog. Tidak akan

ada surat kabar beroplah sangat besar dengan menyeragamkan agenda setting isi berita dengan

menganggap, bahwa kebutuhan informasi publik semuanya adalah sama. Demikian juga dengan

stasiun televisi dan radio yang sudah benar-benar berpihak ke publik, tidak lagi berpatokan pada

prime time dan iklan.

Dengan adanya era digital publik sebagai audience-nya berkuasa penuh, dan pola

penyeragaman kebutuhan masyarakat yang merupakan model masyarakat industri (industrial

(4)

individualistis bukan kolektivistik lagi. Maksudnya di sini manusia harus diakui sebagai

individu-individu yang memiliki kebutuhan unik orang per orang.

Perubahan teknologi informasi mampu mengubah tatanan hidup dan pola tingkah laku

publik. Kehadiran teknologi internet yang pesat saat ini yang disinyalir dapat mengakomodir apa

keinginan informasi yang diinginkan oleh publik. Bayangkan di era maya (virtual) dimana

kepercayaan publik terhadap informasi lewat internet sudah sangat tinggi dan semua kegiatan

sepenuhnya lewat internet.

Adanya internet menyebabkan perubahan dalam penyiaran stasiun televisi dari stasiun

konvensional menjadi stasiun TV elektronik (e-television). Lewat stasiun televisi elektronik

tersebutlah diyakini banyak pihak bahwa akan muncul portal-portal informasi akibat adanya

proses konvergensi atau penggabungan media-media penyimpanan, seperti teks, suara, gambar,

gambar bergerak dan lain-lain yang serba digital. Kemungkinan yang terjadi dengan adanya

portal informasi ini adalah hilang dan bangkrutnya media-media massa dan penyiaran selain

televisi. Oleh karena itu tidaklah heran bila banyak pemain industri media menanggapi

kemungkinan tersebut dengan berpaling ke industri media penyiaran televisi dengan pola

kepemilikan silang. Bukti yang nyata saat ini adalah sudah banyak pemilik penerbitan surat

kabar besar membuat stasiun televisi dan radio dengan maksud mengantisipasi meledaknya era

virtual dan penciptaan portal informasi dimaksud. Dengan munculnya stasiun televisi elektronik

yang terjadi adalah perubahan kinerja mereka yang menjadi lebih berfungsi sebagai focal point

(pusat rujukan) utama bagi masyarakat.

Sistem kerjanya suatu stasiun televisi hampir sama seperti bentuk perpustakaan

konvensional saat ini dengan keandalan pada penelusuran dan jasa referensi yang ada, namun

semuanya dalam bentuk on line (data terbacakan oleh komputer). Audience tidak perlu lagi

menunggu waktu tertentu untuk melihat suatu tayangan televisi. Mereka tinggal memilih

keinginannya dengan kemampuan browsing (menelusur) lewat sarana internet tentang apa yang

mereka mau lihat dan tayangkan. Demikian juga dengan keinginan membaca literatur dan

mendengar musik dan talk show lewat radio cukup dengan mengakses satu portal informasi

(5)

kebutuhan informasi yang sesuai dengan keinginan publik orang per orang seperti saat ini.

Singkatnya semua media massa pada akhirnya berlaku seperti perpustakaan berbentuk digital,

yang berpatokan pada apa yang diinginkan audience orang per orang. Kehadiran portal informasi

itu akan dikelola oleh para pelaku media yang lebih berorientasi pada industri dan bisnis. Yang

menjadi pertanyaan besar di sini adalah mampukah para pustakawan bertarung dengan pemain

baru pelaku industri media tersebut?

Mampukah Pustakawan Bertarung?

Bila melihat perkembangan saat ini, terlihat bahwa begitu besar tuntutan kemahiran atas

penggunaan teknologi informasi oleh pustakawan di waktu mendatang. Yang tak kalah

pentingnya adalah mereka juga harus dapat memahami aspek industri dan komersialisasi media

yang mungkin timbul akibat teknologi dimaksud. Hal ini mengingat pada perkembanganya nanti,

lahan perpustakaan akan berubah menjadi ruang publik maya yang memiliki nilai jual luar biasa

bagi publik. Perubahan wajah semua industri media massa menjadi portal informasi dengan

mengandalkan nilai jual dari permintaan penelusur (audience) akan menggeser kedudukan

perpustakaan sebagai institusi nirlaba bila tidak berubah. Layanan yang lama, temu kembali yang

sulit dan pustakawannya yang tidak ramah serta berusia lanjut (tua) adalah persepsi yang

tergambar di benak setiap orang.

Pustakawan tidak akan mampu bersaing dengan para pemain baru pelaku industri, bila

tidak ada orientasi seputar dunia digital yang mengarah ke konsepsi on line atau digital.

Pemahaman pustakawan saat ini bahwa dalam menghadapi era digitalisasi perpustakaan harus

mampu merubah proses perubahan data analog menjadi digital dengan kaitannya dengan dunia

industri. Seperti perubahan buku, majalah, surat kabar, foto, penyimpanan rekaman suara, film

menjadi data terbacakan komputer dan proses konvergensi data-data tersebut di dalam proses

digital. Agar tidak terlalu menyimpang jauh dari jalur kajiannya, perpustakaan haruslah

memutuskan bahwa mereka lebih menekankan pada isi (content) koleksi dengan penekanan pada

(6)

Perubahan paradigma keilmuwan tentang konsepsi perpustakaan bahwa perpustakaan

harus berubah drastis sesuai dengan tuntutan era digital dengan media virtual saat ini. Semula

perpustakaan yang hanya berpatokan pada konsepsi nirlaba dan menjauhkan diri dari aspek

bisnis haruslah berubah pada orientasi industri yang nyata-nyata berpikir bisnis dan komersial

(Prisgunanto: 2001). Perubahan paradigma ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan

semakin tersingkirnya para pustakawan Indonesia saat ini di era digital nanti. Mereka juga harus

memiliki dasar dan bahkan menjadi pelaku bisnis dan pembuat lapangan pekerjaan baru dengan

modal informasi terpasang di internet. Bukan malah menjadi tenaga pekerja clerical data, seperti

yang diarahkan oleh hampir semua jurusan ilmu perpustakaan di Indonesia saat ini bila

bercermin dari model kurikulum pengajarannya. Kebanyakan mereka hanya diajarkan ‘melulu’

muatan masalah teknis clerical yang malah kelak akan ditinggalkan pada era digital ke depan.

Bila semua hal tersebut tidak diubah, mungkin di era masyarakat informasi mendatang profesi

pustakawan di Indonesia akan hilang dan diisi oleh pelaku industri media yang dianggap lebih

memiliki potensi lebih. Oleh karena itu dipertanyakan lagi, mau kemana perpustakaan kita?

Daftar Pustaka

Pandit, Putu Laxman.2006. Teknologi di Perpustakaan. Makalah Diskusi di Jurusan Ilmu Perpustakan Universitas Indonesia. Jakarta.

Prisgunanto, Ilham. Pertarungan di Dunia Perpustakaan Era Digital. Jakarta : Sinar Harapan, No. 4242 Sabtu, 19 Oktober 2002.

Rahardjo, Budi. Implikasi Teknologi Informasi Dan Internet Terhadap Pendidikan, Bisnis, Dan Pemerintahan. Bandung : Institut Teknologi Bandung. 2000

(7)

Supriyanto, Wahyu. Digitalisasi Koleksi Perpustakaan Prospek dan Kendala. Media Informasi, 2002. Yogyakarta.

Supriyanto, Wahyu. Sistem Pengelolaan Database Perpustakaan. Makalah Diklat Perpustakaan di Hotel Garuda 24 September 2007, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi pengamatan dipilih di Agrowisata Sayuran Organik 23 Karang Rejo dengan penempatan tanaman refugia Zinnia elegans yang telah ditanam oleh para petani di

Dalam pengujian pamadatan standar ini tidak hanya dilakukan untuk tanah asli saja, tapi untuk tanah campuran abu sekam padi dengan persentase 5%, 6%, dan 6,5% dengan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti bertujuan merancang kotak pendingin (cool box) dengan ukuran yang tepat, sebagai media pendingin untuk ikan yang

Selain melakukan wawancara dengan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama peneliti juga melakukan wawancara dengan tokoh Agama mengenai bentuk komunikasi yang di Lakukan FKUB

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dan sasaran dalam penelitian mengenai kajian lokasi dan fasilitas Apartemen Kalibata

Tugino,

Pengembangan model pembelajaran dengan mathematical discourse yang sesuai digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematika adalah pembelajaran yang

Kondisi partisipasi yang difahami sebagai situasi dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan menunjukan motivasi dalam berpartisipasi, hasil analisis, yang