• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Jenis Dan Jumlah Bakteri Pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi Jenis Dan Jumlah Bakteri Pa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm. 1 – 2 Vol. 1, No. 1

ISSN 1907-5537

1

ang terdapat pada pasien-pasien mikosis kulit.

BAHAN DAN METODE

idia menunj

Infeksi sekunder oleh bakteri pada saat serangan jamur terjadi karena kekebalan tubuh

menurun akibat infeksi yang sedang terjadi. Bakteri ini berasal dari flora normal tubuh atau berasal dari lingkungan. Pada tinea pedis menunjukkan bahwa pemeriksaan lebih lanjut ditemukan peningkatan jumlah bakteri Gram negatif yaitu Staphylococcus aureus dan S. epidermidis (Rippon 1988; Mainiadi 2002). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis dan jumlah bakteri y

IDENTIFIKASI JENIS DAN JUMLAH BAKTERI PADA PASIEN

MIKOSIS KULIT

Kiki Nurtjahja1), Dwi Suryanto1), dan Lavarina Winda2)

1

Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155

2

Fakultas Biologi, Universitas Medan Area, Jalan Kolam No. 1, Medan 20223

Abstract

The occurrence of bacteria on superficial mycosis (tinea) has been studied. The aim of the study is to observe the presence of bacterial species as secondary infection on superficial primary mycosis. Thirty samples of patients mycosis were investigated by scrapping method at head skin (tinea capitis), body (tinea corporis), feet (tinea pedis), nail (tinea manus), and upper tight (tinea cruris). By adding potassium hydroxide (KOH) 10%, each sample was tested microscopically to examine the presence of parasitic fungi. The positive samples were diluted to 10-2 in sterile distilled water. The samples were cultured in solidified nutrient agar (NA) media for 37oC, 24 h. The number of bacteria colonies were calculated, the colonies were determined by Gram stainning.

Most patients were infected by tinea tinea corporis, tinea pedis, tinea cruris, tinea manus, and tinea capitis, respectively. Five species bacteria were found, the highest number of bacteria was

Staphylococcus aureus, which was found in all tinea. The second number was Streptococcus faecalis, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, and Proteus vulgaris, respectively.

Keywords: tinea, scrapping, mycosis

PENDAHULUAN

Infeksi jamur pada kulit atau mikosis banyak diderita penduduk khususnya yang tinggal di daerah tropis. Iklim panas dan lembab merupakan salah satu penyebab tingginya insiden tersebut. Selain itu mikosis pada kulit dipredisposisi oleh higiene yang kurang sehat, adanya sumber penularan, pemakaian antibiotika, dan penyakit kronis (Adiguna 2001).

Mikosis kulit atau disebut juga dengan “ring worm” atau dalam istilah klinis disebut dengan tinea disebabkan oleh 3 genus jamur yaitu

Microsporum, Tricophyton dan Epidermophyton

(Rippon 1988; Chung & Bennett 1992 dan Morello et al 1994). Jamur-jamur ini menyerang permukaan tubuh yang terkeratinisasi seperti kulit pada tubuh, kulit yang berambut seperti pada kepala, dan kuku. Namun jamur ini tidak menginfeksi ke jaringan kulit yang lebih dalam. Tergantung pada bagian tubuh yang diserang, dikenal tinea pada kulit kepala (tinea kapitis), permukaan badan (tinea korporis), lipat paha (tinea kruris), dagu dan leher (tinea barbae), jari-jari tangan (tinea manus), kaki (tinea pedis) dan pada kuku (tinea ungium).

Pemeriksaan Mikroskopis. Sampel untuk diagnosis diperoleh dari kerokan (scrapping) dan usapan lesi kulit/rambut dari 30 pasien yang sebelumnya diduga terinfeksi jamur. Bagian yang terinfeksi dibersihkan dengan alkohol 70%. Hasil kerokan kemudian diletakkan pada gelas objek steril selanjutnya ditambahkan 1-2 tetes KOH 10%. Sediaan dibiarkan pada temperatur kamar selama 2-5 menit, dilayangkan beberapa kali di atas api kecil dan dilihat di bawah mikroskop. Adanya hifa atau kon

ukkan infeksi disebabkan oleh jamur. Kultur Bakteri. Bila pemeriksaan positif (ditandai adanya hifa atau konidia pada hasil

(2)

NURTJAHJA ET AL. J. Biologi Sumatera 2

perti triple sugar iron agar (TSI), sulfur indole m y agar (SIM), dan simon ci

tinea k

adap 30 sampel penderita dermatofitosis (tinea) dapat dilihat pada Tabel 1

Ta an diju

30 pas atof is (tine

Dermatofitosis Jumlah Jenis

Infeksi positif oleh jamur dikerok dengan skalpel, hasil kerokan diencerkan dengan akuades hingga 10-2. Hasil pengenceran dikultur pada media nutrient agar, diinkubasi 37oC, 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung. Jenis bakteri diidentifikasi dengan pewarnaan Gram. Bakteri teridentifikasi Gram + atau bentuk kokus dikultur kembali dengan media MSA (Mannitol Salt Agar) dan diuji dengan uji katalase. Bakteri Gram – dan bentuk batang dikultur dengan media reaksi biokimia se

otilit trate agar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Mikroskopis. Seluruh sampel menunjukkan uji positif adanya hifa spora jamur. Sebagian besar sampel pasien menderita

orporis diikuti berturut-turut oleh tinea pedis, tinea kruris, tinea manus, dan tinea kapitis.

Kultur Bakteri. Dari hasil kultur dijumpai 5 spesies bakteri. Spesies bakteri yang paling sering dijumpai pada setiap tinea adalah

Staphylococcus aureus diikuti dengan

Enterobacter aerogenes dan Staphylococcus faecalis. Bakteri Escherichia coli dan Proteus vulgaris hanya dijumpai pada tinea pedis. S. aureus paling banyak dijumpai pada tinea korporis, tinea pedis, tinea kruris. Hasil pengamatan pemeriksaan mikroskopis dan kultur bakteri terh

Permukaan kulit manusia tidak steril. Pada kulit banyak terakumulasi sisa-sisa metabolisme tubuh sehingga mikroorganisme dapat tumbuh pada permukaan kulit (Wiryadi, 2002). Mikroorganisme tersebut secara alami berada pada permukaan kulit dan dalam kondisi normal tidak menimbulkan penyakit, mikroorganisme demikian disebut sebagai flora normal tubuh manusia. Namun beberapa faktor predisposisi seperti higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, penyakit kronis atau terjadi luka pada kulit maka flora normal tersebut dapat menimbulkan infeksi. Di antara flora normal yang paling sering dijumpai pada permukaan kulit adalah bakteri dan jamur. Kedua jenis mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit kulit. Pada keadaan kulit yang mengalami luka maka akan terjadi infeksi sekunder oleh jamur dan bakteri. Bakteri dapat menginfeksi epidermis atau jaringan yang lebih dalam, infeksinya dapat bervariasi sesuai dengan bakteri penyebabnya, bagian tubuh yang terinfeksi dan keadaan imunologik penderita. Di antara bakteri yang sering menyebabkan infeksi sekunder pada kulit adalah dari genus

Staphylococcus, Streptococcus, dan bakteri Gram- (Rippon, 1988). Di antara bakteri tersebut.

Staphylococcus aureus adalah sangat patogen pada kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.S. 2001. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia dalam Dermatomikosis Superfisial. Jakarta: FKUI.

Kwon-Chung KJ, Bennet JE. 1992. Medical Mycology. Philadelphia: Lea & Febiger. Mainiadi. 2002. Infeksi Sekunder pada

Dermatofitosis di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin. Medan: RSUP H. Adam Malik.

Rippon JW. 1988. Medical Mycology. 3rd edition. Philadelphia: WB Saunders Co. Wiryadi BE. 2002. Mikrobiologi Kulit dalam

(3)

Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm. 3 – 7 Vol. 1, No. 1 ISSN 1907-5537

3

azin HCl pada kelinci

plasma

orbsi maksimum 700-720 nm (Nagaraja, 2000).

Klorpromazin HCl dalam darah yang disimpan pada temperatur 4°C tidak mengalami peruraian, sedangkan penyimpanan pada

temperatur 37°C klorpromazin HCl dalam darah yang tidak diawetkan akan terurai sebesar 50% (Batziris, 1997). Menurut Simanjuntak dan Bangun (2004), kalsium dan vitamin B1 dapat

mempengaruhi absorbsi klorprom

PENGUJIAN DEGRADASI KLORPROMAZIN HCl DALAM PLASMA

SECARA

IN VITRO

M.T. Simanjuntak

Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Kampus USU Medan

Abstract

The degradation test of chlorpromazin hydrochloride in condensation of buffer solution attempt animal plasma and by in vitro. The degradation test of chlorpromazin hydrochloride was conducted in condensation of buffer solution done at pH 4.0; 6.0; 7.0; 8.0; and 11.5, while in plasma was done with addition of enzyme inhibitor of NaF with different concentration. Test of degradation of chlorpromazin hydrochloride also done at temperature 30°C, 37°C and 50°C in condensation of buffer solution pH 7.0. The experimental data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) and Least Significant Difference (LSD).

Total chlorpromazin hydrochloride in plasma was measured by using spectrophotometer at 710 nm with addition of ferri chloride solution, potassium ferri cyanide solution and acetic acid with aquabidest as the solvent. The result of research indicated that the degradation of chlorpromazin hydrochloride was influenced by pH, temperature, and enzyme activity.

PENDAHULUAN

Psikotropik ialah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan, atau pengalaman (World Health Organization, 1966). Klorpromazin hidroklorida (CPZ) merupakan derivat dari fenotiazin yang terdiri dari senyawa dimetilaminopropil.

Klorpromazin HCl adalah turunan fenotiazin dengan pKa=9,3 (Foye, 1996). Pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 untuk digunakan sebagai pengobatan anestesi (Mayer, 1990). Klorpromazin HCl digunakan sebagai antiemetikum, sedativum, analgetikum. Efek samping yang ditimbulkan dari klorpromazin HCl berupa lesu, mengantuk, pusing, sakit kepala, konstipasi, jantung berdebar, mulut kering, dan tenggorokan (Shannon, 2000). Dalam perdagangan klorpromazin HCl terdapat dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi. Sediaan oral klorpromazin yang sering digunakan adalah tablet antara lain tablet Largactil®, Promagtil®.

Klorpromazin HCl secara kimia merupakan senyawa yang kurang stabil. Bentuk garamnya di bawah pengaruh cahaya dan oksigen akan berwarna gelap, di mana perubahan oksidatif dipercepat dengan adanya ion logam (Mayer, 1990).

bila diberikan secara oral.

Monitoring obat dilakukan dengan mengukur konsentrasi obat dalam darah dengan maksud untuk memastikan bahwa obat berada dalam indeks terapetik. Salah satu kriteria obat yang harus dimonitor dalam tubuh adalah obat-obat yang mempunyai indeks terapi yang sempit. Klorpromazin HCl mengalami metabolisme sangat luas dan indeks terapi yang sempit sehingga konsentrasi dan peruraian obat dalam

perlu dipantau (Wilson & Gisvold, 1982). Berbagai metode penetapan kadar fenotiazin dan turunannya dapat dilakukan secara spektrofotometri, spektrofluorometri, konduktometri, fluoroimmunoassay, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Cair-Gas, adsorpsi voltametri, dan titrasi. Metode spektrofotometri yang dilakukan adalah berdasarkan reaksi oksidasi klorpromazin HCl dengan Fe (III) dan membentuk khelat dengan ferisianida dalam asam asetat yang menghasilkan warna biru prusia dan abs

(4)

SIMANJUNTAK J. Biologi Sumatera 4

HCl dalam larutan air dan plasma hewan ercobaan secara in vitro, dan mempergunakan kelinci

trium hidroks a

aret, efendor

h mixer, termos es, batang pengaduk, neraca analitik

n HCl dalam plasma tanpa a

i pada panjang gelombang maksim

pH 7,0 diinkubasi selama

rpm, supernatant (bagian etanol) dipisah

tau dengan penambahan enzim inhibitor NaF dengan variasi waktu reaksi: 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam.

Penentuan Laju Peruraian Klorpromazin HCl dalam Larutan Buffer. Untuk menentukan laju peruraian klorpromazin HCl sesuai dengan rancangan uji tahap I adalah dengan memakai variasi larutan buffer pada pH 4,0; pH 6,0; pH 7,0; pH 8,0; pH 11,5 dengan cara sebagai berikut: dipipet ke dalam tabung reaksi 15 ml 1 ml larutan buffer dan kemudian diinkubasi di dalam penangas air pada suhu 37°C selama 5 menit dipipet 100 μl larutan klorpromazin HCl ke dalam larutan buffer yang telah diinkubasi di atas. Lalu reaksi dihentikan

pada waktu yang bervariasi dari 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam dengan mempergunakan “stop solution” berupa larutan buffer yang telah didinginkan dalam campuran es dan garam sebanyak 5 ml. Konsentrasi dari klorpromazin HCl ditentukan dengan metode spektrofotometr

p

sebagai model hewan percobaan. BAHAN DAN METODE

Bahan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aqua bidestilata, aquadestilata, klorpromazin HCl, na

ida, k lium dihidrogen fosfat, ferri klorida, kalium ferri sianida, asam asetat glasial, NaF, garam dapur, es, etanol, asam fosfat.

Alat. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, gelas ukur, gelas beaker, baskom plastik, termometer, pH meter,

waterbath, alumunium foil, rak tabung, mikro pipet 100 μl, labu taker, maat pipet, bola k

f, kertas perkamen, stopwatch, centrifuge,

touc

, spektrofotometri visibel, pipet tetes. Subjek Uji. Kelinci Jantan berat 1,5 – 2 kg.

Rancangan Percobaan Uji In Vitro. Pada percobaan in vitro yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan buffer dengan pH yang ditentukan dan plasma dari hewan percobaan yaitu kelinci dengan berat badan 2,0 kg. Rancangan percobaan ini dibagi menjadi 4 tahap rancangan uji. Pada tahap I, pengujian laju peruraian klorpromazin HCl dalam larutan buffer pH 4,0; 6,0; 7,0; 8,0; 11,5 pada temperatur 37°C dengan variasi waktu reaksi: 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam. Tahap II, pengujian laju peruraian klorpromazin HCl larutan buffer pH 7,0 pada temperatur 30°C, 37°C, 50°C, dengan variasi waktu reaksi: 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam. Tahap III, pengujian laju peruraian klorpromazin HCl dalam plasma kelinci dengan variasi waktu reaksi: 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam. Tahap IV, pengujian laju peruraian klorpromazi

um. Untuk menentukan konsentrasi dari klorpromazin HCl dalam berbagai pH yang lainnya dilakukan dengan prosedur yang sama seperti di atas.

Penentuan Laju Peruraian Larutan Klorpromazin HCl pH 7,0 pada Temperatur 30°C; 37°C; 50°C. Untuk menentukan laju peruraian larutan klorpromazin HCl pH 7,0 pada temperatur 30°C; 37°C; 50°C dilakukan dengan cara sebagai berikut: Ke dalam tabung reaksi 15 ml dipipet 1 ml larutan buffer

5 menit pada temperatur yang diinginkan (30°C; 37°C; 50°C), kemudian dipipet 100 µl larutan klorpromazin HCl ke dalam larutan buffer yang telah diinkubasi di atas.

Pengujian Laju Peruraian Klorpromazin HCl dalam Plasma Kelinci. Untuk menentukan laju peruraian larutan klorpromazin HCl dalam plasma kelinci dilakukan dengan cara sebagai berikut: ke dalam tabung reaksi 15 ml dipipet 1 ml larutan plasma, diinkubasi selama 5 menit pada temperatur 37°C. Kemudian dipipet 100 μl larutan klorpromazin HCl ke dalam larutan buffer yang telah diinkubasi di atas. Lalu reaksi dihentikan pada waktu yang bervariasi dari 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam dengan mempergunakan 4 ml larutan etanol 96%, dicampur dengan bantuan pengaduk sentuh dan disentrifugas selama 10 menit, 3000

dan dimasukkan ke dalam tabung. Konsentrasi dari klorpromazin HCl ditentukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum.

(5)

Vol. 1, 2006 J. Biologi Sumatera 5

akai bantuan pengaduk sentuh dan disentrifugasi selama 10 menit, 3000 rpm, pisahkan supernatan (bagian etanol) dan dimasukkan ke dalam tabung.

al ini juga

p=0,5) erdasarkan konsentrasi, diperoleh harga

(Sudja kkan bahwa laju

pe azin rut

menunjukkan perbedaan y ifikan.

Tabel. Harga kobs dan t promazin HCl

da larutan dapar

-1

) mg/ml; 25 mg/ml; 12,5 mg/ml). Lalu reaksi dihentikan pada waktu yang bervariasi dari 1 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 9 jam; 12 jam dengan penambahan 4 ml larutan etanol 96%. Dicampur sampai homogen mem

Selanjutnya ditentukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pH terhadap Laju Peruraian Klorpromazin HCl. Dari Gambar 1 terlihat bahwa klorpromazin HCl mengikuti reaksi orde satu dan lebih stabil pada pH 7,0. H

dapat dilihat pada Tabel 1, di mana pada pH 7,0 harga Kobs paling kecil dan harga t ½ paling besar. Jadi, tingkatan laju peruraian klorpromazin HCl dalam larutan buffer adalah pH=4,0>pH=11,5>pH=6,0>pH= 8,0>pH=7,0.

Dari hasil uji statistik laju peruraian larutan klorpromazin HCl menggunakan Anova dan LSD dengan taraf kepercayaan (

b

Fhitung=5,971 berarti lebih besar dari Ftabel=3,49

na, 1992). Hal ini menunju

ruraian klorprom HCl dalam la an buffer ang sign

Keterangan: kobs=konstanta laju laju peruraian t½ (menit)=waktu paruh obat

Pengaruh Temperatur. Pada Gambar 2 terlihat bahwa laju peruraian klorpromazin HCl mengikuti reaksi orde satu dan akan meningkat dengan semakin tinggi temperatur. Laju peruraian klorpromazin HCl juga dapat ditentukan dengan menghitung harga energi aktivasi. Energi aktivasi (Ea) adalah energi minimu

a, 1993). Dengan ncian bahwa perbedaan signifikan terhadap laju

temperatu , temperatur 37°C

ed peru

temperatur 30°C denga idak m n perbedaan yang signifi

HCl te

Temper

m yang diperlukan agar suatu zat terurai. Semakin tinggi harga Ea dari suatu zat maka laju peruraiannya akan semakin kecil. Dengan peningkatan temperatur Energi aktivasi diperoleh sebesar 4305,98 kkal/mol.

Hasil uji statistik dari pengaruh temperatur terhadap laju peruraian klorpromazin

HCl dalam larutan buffer pH=,0 (Tabel 2) menggunakan Anova dan LSD dengan taraf kepercayaan (p=0,5) diperoleh harga Fhitung=6,825 yang berarti lebih besar dari

Ftabel=3,55 (Sudjana, 1992). Hal ini menunjukkan

bahwa laju peruraian klorpromazin HCl dalam larutan berbagai temperatur yang diuji berbeda secara signifikan (Sudjan

ri

peruraian klorpromazin HCl adalah antara r 30°C dengan 50°C

dengan 50°C, s angkan laju raian pada n 37°C t enunjukka kan.

abel 2. H azin

T arga kobs dan t½ klorprom

mperatur berbeda

atur (°C) Kobs (menit-1) t ½ (menit)

30 0,00022 3165,625

37 0,00024 2887,500

50 0,00049 1414,286

Keterangan: kobs=konstanta laju laju peruraian t ½ (menit)=waktu paruh obat

Laju Peruraian Klorpromazin HCl dalam Plasma Kelinci dengan atau Tanpa Penambahan NaF. Dari Gambar 3 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa laju peruraian klorpromazin HCl mengikuti orde satu dan dipengaruhi oleh konsentrasi NaF (12,5 mg; 25 mg; 50 mg), semakin besar konsentrasi NaF yang ditambahkan laju peruraian klorpromazin HCl semakin menurun, bila dibandingkan dengan tanpa p

peruraian klorpromazin HCl dalam lasma mungkin dipengaruhi oleh kerja suatu

rprom

terjadi m. Enzim

enambahan NaF. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa laju peruraian klorpromazin HCl dalam plasma dengan penambahan NaF dengan konsentrasi 50 mg/ml memiliki profil yang hampir sama dengan laju peruraian pada larutan buffer pH 7,0.

Dengan uji statistik menggunakan Anova terlihat bahwa laju peruraian klorpromazin dalam plasma dibandingkan dengan laju peruraian dalam plasma dengan penambahan NaF dan laju peruraian pada larutan buffer pH=7,0 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan di mana Fhitung=5,575, lebih besar dari

Ftabel=3,33. Sedangkan laju peruraian

klorpromazin HCl dalam plasma dengan penambahan NaF tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan laju peruraian pada larutan buffer pH 7,0. Hasil analisis menunjukkan bahwa laju

p

enzim. Hal ini disebabkan karena laju peruraian azin HCl yang lebih besar dalam plasma

(6)

SIMANJUNTAK J. Biologi Sumatera 6

men reaks da

kobs dan tan klor n

n

Perlakuan Kobs (menit-1) t ½ (menit)

ingkatkan i spontan pa temperatur fisiologis.

Tabel 3. Harga t½ laru promazi u denga HCl d

Total NaF 12,5 mg 0,0009 770,00

Total NaF 25 mg 0007 990,00

Total NaF 50 mg 0 0016 4331,25 0,

,0

Keterangan: kobs=konstant laju laju peruraian t½ (menit)=waktu paruh obat

a alam p pa ata

Na

lasma tan F pada temperatur 37°C

Tanpa NaF 0,0032 216,50

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000

800

L

og C

+

3

0 100 200 300 400 500 600 700 Waktu (menit)

pH 4,0 pH 6,0 pH 7,0 pH 8,0 pH 11,5

ar 1. Laju peruraian klorpromazin HCl dalam larutan buffer dengan pH berbeda Gamb

3,350 3,400 3,450 3,500 3,550 3,600 3,650 3,700

L o g C + 3

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Waktu (menit)

Suhu kamar (30 C) Suhu 37 C Suhu 50 C

Gamb eratur yang

berbeda

(7)

Vol. 1, 2006 J. Biologi Sumatera 7

0

00 400

Waktu 0.5

1 1.5 2

Lo

2.5 3 3.5

g C

+

3

4 4.5

0 2 600 800

it) (men

pH 7,0 Plasma Plasma + NaF 12,5 mg

Plasma + NaF 25 mg Plasma NaF 50 mg

Gamb arutan klorprom

Disam

1. B M.Sc. Phil.

U 2. Pr

ya 3. Sa un

i. Surabaya: Anief

nsel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan

Basav hotometric

Determination of some Biologically Important Phenothiazines using Potassium Dichromat, Iron (II) and 1, 10-phenantroline. Indian Journal of Chemical Technology 11: 639-642.

Batziris H. 1997. Postmortem Artefacts Associated with Physychotropic Drugs. Monash University.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.

Martin A., Swarbrick J., Cammarata A. 1990. Farmasi Fisik. Penerjemah: Yoshita. Edisi ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia. Mayer K. 1990. Senyawa Obat. Edisi kedua.

Penerjemah: Wattimena, dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

hahib

Shann

Takata

azine Induced Orthostatic Hypotension. Japan: Department of Pharmacology, Faculty of Pharmaceutical Science.

Tanu I. 1994. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Simanjuntak MT., Bangun H., Juniaton K. 2004. Pemeriksaan Absorbsi Intestinal Klorpromazin HCl dengan Pemberian Peroral pada Kelinci Percobaan. Medan: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Tokumura T, Horie T. 1997. Kinetics of Nikkomycin Z Degradation in Aqueous Solution and in Plasma. Biol Pharm Bull

20:557-580.

ar 3. Profil laju peruraian l azin HCl dalam plasma tanpa atau dengan ,0

penambahan NaF dan larutan buffer pH 7 UCAPAN TERIMA KASIH

paikan kepada:

apak Drs. Harry Agusnar,

selaku Kepala Lembaga penelitian FMIPA SU atas bantuan fasilitas yang diberikan.

of. DR. Hakim Bangun, Apt. atas diskusi ng diberikan.

udara Ronald Sidabutar atas bantuan teknis tuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

S

Aiache JM, Devissaquet J, Guyot-Herman AM. 1993. Farmasetika Biofarmas

Universitas Airlangga Press.

M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

A

Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

aiah K. 2004. Indirect Spectrop

Nagaraja P. Dinesh ND, Gowda NMM, Ranggappa KS. 2000. A Simple Spectrophotometric Determination of Some Phenothiazine Drugs in Pharmacetical samples. Analytical Sciences. pp. 16, 1127-1130.

Atkins PW. 1993. Kimia Fisika. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Roth S, Seeman P. 1972. Biochemistry Biophysiology.

H. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

on MT. 2000. Drug Guide. New Orleans: Division Nursing Our Lady of Holy Cross College.

Sudjanah. 1993. Pengantar Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gambar

Tabel 3. Harga

Referensi

Dokumen terkait

13 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas mengunyah buah anggur bali (Vitis vinifera) terhadap peningkatan pH saliva

Suatu proses dikatakan terkendali secara statistik (in control) jika titik-titik pengamatan berada di dalam batas kendali dan memiliki pola yang acak. Peta kendali terdiri

pada sediaan salep basis serap minyak atsiri bunga cengkeh terhadap uji anti inflamasi berdasarkan metode Simplex Lattice design, dan dilakukan evaluasi sediaan yang

Dari 23 jenis buah-buahan yang ditemukan dan dapat dimakan, jenis-jenis pohon dari suku Anacardiaceae dan Clusiaceae merupakan jenis-jenis yang cukup penting sebagai sumber

Oleh karena itu masyarakat meraba-raba memakai kosakata krama yang mirip dengan ngokonya, atau mirip dengan kramanya, tetapi terkadang pilihan kata yang digunakan

Penerima Pendanaan Program Rekognisi Tugas Akhir Tahun 2021 dimohon untuk mengunggah revisi proposal sesuai dengan format proposal Program Rekognisi Tugas Akhir

AW adalah seorang Kepala Sekolah SD (PNS). AW memiliki 2 orang anak yang saat ini sedang duduk di bangku kuliah. DR adalah seorang guru honorer SD yang starusnya belum menikah.

8 Calhoun dan Acocela. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan.. dia merasa positif tentang dirinya. Perasaan harga diri yang rendah menyiratkan penolakan