• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - MAKALAH syiah zaidiyah ghulath kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KATA PENGANTAR - MAKALAH syiah zaidiyah ghulath kelompok"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

SYIAH ZAIDIYAH DAN SYIAH GHULATH

MAKALAH

Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Teologi Islam

Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Dr.fadhil.SJ.M.Ag

Oleh

KELOMPOK VIII

Ali nahrowi : 13220214

Heri sutrisno : 13220212

Anita anestia : 13220089

Dina silvana R. Ummah : 13220092 Linda wahyu mey S : 13220086

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “aliran syiah zaidiyah dan syiah ghulat” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah teologi islam Bapak Dr.fadhil .

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan teologi islam, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan syiah zaidiyah dan syiah ghulat, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah teologi islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai teologi yang berhubungan dengan aliran syiah zaidiyah dan syiah ghulath. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Malang, 2 april 2014

Penulis

(3)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan...2

BAB II PEMBAHASAN...3

A. SYI’AH ZAIDIYAH...3

1. Asal usul Penamaan Zaidiyah...3

2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah...3

3. Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya...5

4. Konsep imamah dan ajaran lainnya...7

B. SYI’AH GHULAT...9

1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat...9

2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat...10

3. Konsep Imamah Syiah Ghulath...12

BAB III PENUTUP...14

A. Simpulan...14

B. Saran...15

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.

(5)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath ? 2. Apa aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath ?

3. Bagaimana Konsep imamah dan ajaran-ajaran dalam syiah zaidiyah dan syiah ghulath ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath . 2. Untuk mengeahui aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. SYI’AH ZAIDIYAH

1. Asal usul Penamaan Zaidiyah

Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama Zaidiyah diambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte Syi’ah yang moderat. Abu Zahra menyatakan bahwa kelommpok ini merupakan sekte yang paling dekat dengan Sunni.1 Dalam hal ini mereka bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, walaupun mereka memprioritaskan bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah anak keturunan Fatimah, yakni la-hasan dan la-husain2.

2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah

Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiyah mengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja. Ini jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi SAW telah menunujuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai imam setelah Nabi wafat karena Ali memiliki sifat-sfat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan Bani Hasyim, wara (saleh, menjauhkan diri dari segala dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam. Selanjutnya, menurut Zaidiyah, seorang imam paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:3

1 Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Jakarta; Bandung: Pustaka Setia), 2007, hlm. 103 2 Ibrahim Madkour,aliran dan teori filsafat islam(Jakarta:Bumi Aksara)1995,Hlm.90

(7)

Pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui garis Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas sistem pewarisan dan nas kepemimpinan.

Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang. Atas dasar ini, mereka menolak Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte Syi’ah lainnya, baik yang gaib maupun yang masih dibawah umur. Bagi mereka, pemimpin yang menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Mahdi.

Ketiga, memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka menolak kemaksuman iman, bahkan mengembangkan doktrin imamat al-mafdul. Artinya, seseorang dapat dipilih menjadi imam meskipun ia mafdul (bukan yang terbaik) dan pada saat yang sama ada yang afdal.

Dengan doktrin imamah seperti itu, tidak heran jika Syi’ah Zaidiyah sering mengalami krisis dalam keimanan. Hal ini karena terbukanya kesempatan bagi setiap keturunan ahl al-bait untuk menobatkan diriya sebagai imam. Ini berbeda misalnya dengan Syi’ah Itsna Asyariyah yang hanya mengakui keturunan Husein sebagai imam. Dalam sejarahnya, krisis keimanan dalam Syi’ah Zaidiyah ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat beberapa pemimpin yang memproklamirkan diri sebagai imam. Kedua, tidak seorang pun yang memproklamirkan diri atau pantas diangkat sebagai imam. Dalam menghadapi krisis ini, Zaidiyah mengembangkan mekanisme pemecahannya, di antaranya dengan membagi tugas imam kepada dua individu, dalam bidang politik dan dalam bidang ilmu serta keagamaan.4

Syi’ah Zaidiyah memang mencita-citakan keimanan aktif, bukan keimanan pasif, seperti Mahdi yang gaib. Menurut mereka, imam bukan saja memiliki kekuatan rohani yang diperlukan bagi seorang pemimpin keagamaa, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci sehingga dihormati oleh umatnya. Selain menolak berbagai dongeng tentang kekuatan adikodrati para imam, mereka juga mengingkari sifat keilahian para imam. Imam bagi mereka

(8)

adalah pemimpin dan guru bagi kaum muslim; aktif di tengah kehidupan; dan berjuang terang-terangan demi cita-citanya. Dengan demikian, imam dapat berfungsi sebagai pemimpin politik dan keagamaan yang secara kongret berjuang demi uamt, daripada sebagai tokoh adikodrati yang suci tanpa dosa.

3. Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya

Bertolak dari doktrin tentang al-imamah al-mafdul, Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab adalah sah dari sudut pandang Islam. Mereka tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali bin Abi Thalib. Dalam pandangan mereka, jika ahl al-hall wa al-‘aqd telah memilih seorang imam dari kalangan kaum muslim, meskipun ia tidak memenuhi sifat-sifat keimanan yan ditetapkan oleh Zaidiyah dan telah dibaiat oleh mereka, keimanannya menjadi sah dan rakyat wajib berbaiat kepadanya. Selain itu, mereka juga tidak mengafirkan seorang pun sahabat. Mengenai hal ini Zaid sebagaimana dikutip Abu Zahra mengatakan:

Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling utama. Kekhalifahannya diserahkan kepada Abu Bakar karena mempertimbangkan kemaslahatan dan kaidah agama yang mereka pelihara, yaitu untuk meredam timbulnya fitnah dan memenangkan rakyat. Era peperangan yang terjadi pada masa kenabiaan baru saja berlalu. Pedang Amir Al-Mukminin Ali belum lagi kering dari darah orang-orang kafir. Begitu pula kedengkian suku tertentu untuk menuntut balas dendam belumlah surut. Jangan lagi ada leher terputus karena masalah itu. inilah yang dinamakan kemaslahatan bagi orang-orang yang mengenal dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, juga bagi orang yang lebih tua dan lebih dahulu memeluk Islam, serta yang dekat dengan Rasulullah.”

(9)

Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika dia belum bertobat dengan pertobatan yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan dengan Za’id. Moojan momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernahbelajar kepada Wasil bin Atha. Baik Abu Zahrah maupun Moojan Momen mengatakan bahwa dalam teologi Syi’ah Zaidiyah hampir sepenuhnya mengikuti Mu’tazilah. Selain itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murjiah, dan berpendirian puritan dalam menyikapi tarekat. Organisasi tarekat memang dilarang dalam pemerintahan Zaidiyah.

Berbeda dengan Syi’ah lain, Zaidiyah menolak nikah mut’ah (temporer). Tampaknya ini merupakan implikasi dari pengakuan mereka atas kekhalifahan Umar bin Khaththab. Seperi diketahui, nikah mut’ah merupakan salah satu jenis pernikahan yang dihapuskan pada masa Nabi SAW. Pada perkembangannya, jenis pernikahan ini dihapuskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Penghapusan ini jelas ditolak oleh sekte Syi’ah selain Zaidiyah. Oleh karena itu hingga sekarang kecuali kalangan Zaidiyah- kaum Syi’ah tetap mempraktekkan nikah mut’ah. Selanjutnya, kaum Zaidiyah juga menolak doktrin taqiyah. Padahal menurut Thabathaba’i, taqiyah merupakan salah satu doktrin yang penting dalam Syi’ah.

Meskipun demikian, dalam bidang ibadah, Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Dalam azan misalnya, mereka memberi selingan ungkapan hayya ‘ala khair al-amal, takbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah, menolak sahnya mengusap kaus kaki (maskh al-Khuffaini), menolak imam shalat yang tidak saleh dan menolak binatang sembelihan bikan muslim.

4. Konsep imamah dan ajaran lainnya

(10)

Nabi tetapi hsnys ditentukan sifat-sifatnya saja. Ini jelas bebeda dengan sekte syiah yang lain yang percaya bahwa Nabi SAW telah menunjuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai imam setelah Nabi wafat karena ali memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan bani Hasyim, Wara (saleh, menjauhkan diri dari berbagai dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam. sesudah Ali syarat itu harus dari keturunan Aisyah5.

Syi’ah Zaidiyah, memiliki pandangan tersendiri tentang imamah dan ajaran lainnya. Pandangan-pandangan yang dipegang oleh Zaidiyah banyak berbeda dengan paham-paham sekte Syi’ah lainnya :

a. Wishayah

Menurut mereka imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa nabi Muhammad tidak menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan mendeskripsikannya. Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut, karena itulah mereka mengatakan Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafdhul di samping adanya imam yang afdhal, yaitu Ali. Berdasarkan konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman bin Affan adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama (Afdhal) menurut mereka.

b. Imamah

Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya dari keturunan fatimah saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya, kedua ini harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.

Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak boleh kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai

(11)

kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah.

c. Ismah (Ma’sum)

Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang mensucikan empat orang dari keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan dan Husain.

d. Raj’ah (kehadiran Imam)

Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran Imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.

e. Iman dengan Qada dan Qadar

Mereka mempercayai qada dan qadar, namun manusia juga mempunyai kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada Allah.

(12)

Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyah, yang terpecah ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa al-Nihal menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Butriyah. Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam bukunya Maqalat al-Islamiyah wa l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, Butriyah, Naimiyah, dan Yaqubiyah6.

B. SYI’AH GHULAT

1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat

Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrem (exaggeration). Lebih jauh, Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.

Gelar ekstrim (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini berkaitan dengan pendapatan yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan juga ada beberapa orang yang dianggap Rasul setelah Nabi Muhammad. Selain itu, mereka mengembangkan doktrin-doktrin ekstrim lainnya, seperti tanasukh, hulul, tasbih, dan ibaha.

Mengenai jumlah sekte Syi’ah Ghulat, para mutakalimin berbeda pendapat. Syahrastani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara lain: Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kalaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.

6 Di akses pada 5 maret 2014 pukul 21:00. Lucky Sang Pencinta Rasulullah di

02.41

(13)

Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinya. Sekte-sekte ini pada awalnya hanya satu, yakni faham(hal. 105) yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran, Syi’ah Ghulat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonial Kuno yang ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, Mazdakisme.

2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat

Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih. Moojan Momen menambahkannya dengan hulul dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinana bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang mengatakan –seperti Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far-bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun temurun7.

Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’, dalam pandangan Syi’ah Ghulat, mempunyai beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak, artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya. Bila berkaitan dengan perintah, artinya memerintahkan hal lain yang

7 Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009. Hlm.

(14)

bertentangan dengan perintah sebelumnya. Faham ini dipilih oleh Al-Mukhtar ketika mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal yang akan terjadi, baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam. Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkannya, maka itu dijustifikasi sebagai bukti kebenaran ucapannya. Namun, jika terjadi sebaliknya, ia mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.

Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Namun, mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian menyatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali, sedangkan sebagian lainnya menyatakan Ja’far Ash-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah, bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats-Tsaqafi.

Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khalik.

Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.

Gyaba (occultation) artinya menghilangnya Imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufa ketika mempropagandakan Muhammad bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi8.

3. Konsep Imamah Syiah Ghulath

Konsep imamah kaum syiah ghulath tidak terlepas dari sikap ekstrem mereka. Menuru syahratsani, ada empat sikap ekstrem mereka, yaitu : tasyhbih,

(15)

bada’, raj’ah dan tanasukh, bahkan moojan momen menambahkan sikap eksrem mereka yakni doktrin hulul dan ghayuba9.

a. Tasybih

Menyerupakan makhluk dengan tuhannya atau menyerupakan Tuhan dengan makhlknya. Dalam hal ini mereka menyerupakan iam mereka sebagai Tuhan.

b. Bada’

keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya,serta dapat memeinahkan sesuatu perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya. Arti bada’ dalam ilmu adalah menerapkan suatu yang berentangan dengan yang iketahui-Nya.

c. Raj’ah

Raj’ah ada hubungannya mahdiyyah, dimana orang syiah ghulath mempercayai bahwa imam al-mahdi al-muntadzar akan datang ke bumi. Paham ini merupakan paham seluruh kaum syiah.

d. Tanasukh

Adalah keluarnya rukh dari jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah Hindu, dimana mereka berkeyakinan bahwa rukh disiksa dengan cara berpindah keubuh hewan yang lebih rendah derajatnya.

e. Hulul

Adalah paham yang mengajarkan bahwa Tuhan berada pada semua tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap indifidu manusia.

f. Ghayba

Adalah menghilangnya imam mahdi, ghayaba merupakan kepercayaan syiah bahwa imam mahdi itu ada ddalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa10.

g.

(16)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi Muhammad SAW. Namun ada juga aliran syiah yang bersifat moderat yaitu aliran syiah zaidiyah yang dalam pemahaman dan doktrinnya aliran ini lebih dekat kepada pemahaman Ahlussunnah.

Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali, karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali tentang ajaran aqidahnya.

Dalam perjalanannya, Syi’ah sebagai sebuah aliran, banyak dimasuki oleh paham-paham yang berasal dari luar Islam, yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Syi’ah terkadang dimasuki oleh orang-orang yang ingin menghancurkan Islam dari dalam, seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibn Saba’. Faham Syi’ah juga dimasuki oleh paham-paham Yahudi, Nasrani, dan Hindu, sehingga mucul dalam ajaran Syi’ah paham-paham, seperti Imam yang digambarkan sebagai setengah Tuhan dan setengah manusia, paham tanasukh (reinkarnasi), penjisiman Tuhan, serta bertempatnya ruh Tuhan pada diri manusia, dll. Sesungguhnya mereka yang memiliki keyakinan seperti ini dalam tubuh Syi’ah bukanlah Syi’ah (pengikut Ali dan ahlul bait) yang sebenarnya.

B. Saran

(17)

syiah ghulath, yang dalam pemahamannya disini tentulah akan sngat berbeda dengan pemahaman yang ada pada ahlusunnah.

(18)

DAFTAR RUJUKAN

Hasbulloh, Aziz. 2008. Aliran-aliran teologi islam. Lirboyo:purna siswa aliyah 2008.

Madkour, Ibrahim. 1995. aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Rais, Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Isnani Press. Rozak, Abdul dan Anwar, rosikhon, 2009. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia.

Referensi

Dokumen terkait