BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB RUMAH
SAKIT SEBAGAI PELAKU USAHA
A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum
1. Pengertian tanggung jawab hukum menurut para ahli
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung,
memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan
jawab dan menanggung akibatnya. 5
Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.
Tanggung jawab Hukum adalah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
6
Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan. 7
5
6
Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, (Medan: Pasca Sarjana, 2008), hlm. 4
7
2. Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab
seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan
hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan
perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi
jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan
bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan
perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk
melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.8
Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan
perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang
dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian
bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan
melawan hukum, yaitu sebagai berikut:9
a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan
b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan
maupun kelalaian)
c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian
8
Komariah, SH, Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001), hlm 12
9
Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat
Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:10
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)
sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian
sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap orang
bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hatinya.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dala
pasal 1367 KUHPerdata yaitu:
(1) seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugain yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya; (2) orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua dan wali;
(3) majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;
(4) guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka;
10
(5) tanggung jawab yang disebutkan diatas berkahir, jika orangtua, wali, guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.
Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdata
melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasti. Diawali
dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam
hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar
kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang
dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas
dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan
wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan perbuatan
melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak dan kewajiban yang
bersumber pada hukum. 11
3. Macam-Macam Tanggung Jawab
Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut:12 a) Tanggung jawab dan Individu
Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggungjawab pribadi atau tanggungjawab sendiri sebenarnya “mubajir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan.
Friedrich August von Hayek mengatakan, Semua bentuk dari apa yang disebut dengan tanggungjawab kolektif mengacu pada tanggungjawab individu. Istilah tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk
11
Djojodirdjo, M.A. Moegni, op.cit, hlm. 55 12
menutup-nutupi tanggungjawab itu sendiri. Dalam tanggungjawab politis sebuah masalah jelas bagi setiap pendelegasian kewenangan (tanggungjawab). Pihak yang disebut penanggungjawab tidak menanggung secara penuh akibat dari keputusan mereka. Risiko mereka yang paling besar adalah dibatalkan pemilihannya atau pensiun dini. Sementara sisanya harus ditanggung si pembayar pajak. Karena itulah para penganut liberal menekankan pada subsidiaritas, pada keputusan-keputusan yang sedapat mungkin ditentukan di kalangan rakyat yang notabene harus menanggung akibat dari keputusan tersebut.
b) Tanggung jawab dan kebebasan
Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambilalih tanggungjawab. Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau negara. Kebebasan berarti tanggungjawab; Itulah sebabnya mengapa kebanyakan manusia takut terhadapnya.
George Bernard Shaw mengatakan, Persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap masyarakat bebas baru mungkin terjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang manusia baru akan dapat menerapkan seluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika ia sendiri harus menanggung akibat dari perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupun kerugian. Justru di sinilah gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosialis: secara resmi memang semua bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.
c) Tanggungjawab sosial
Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab sosial. Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggungjawab secara umum. Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggungjawab sosial dan solidaritas muncul dari tanggungjawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.
sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela. Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain.Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.
Carl Horber mengatkan, Pada akhirnya tidak ada yang bertanggungjawab atas dampak-dampak dari penagaruh politik terhadap keamanan sosial. Akibatnya ditanggung oleh pembayar pajak dan penerima jasa.
d) Tanggung jawab terhadap orang lain
Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya. Si orang tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Anggota keluarga saling membantu dalam keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam keadaan sakit. Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak. Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar lingkungan keluarga. Bentuknya bisa beranekaragam. Yang penting adalah prinsip sukarela – pada kedua belah pihak. Pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri tidak boleh digantikan dengan perwalian.
e) Tanggungjawab dan risiko
Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai risiko. Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan penanganan medis yang sangat mahal. Atau membuat orang kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah, melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh tanggungjawab dan bijaksana.13
B. Pengertian Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
13
Industri jasa (service industry) saat ini berkembang dengan sangat
cepat. Persaingan yang terjadi saat ini sangat kompetitif dalam bidang industry
ini. Pelayanan yang diberikan antara satu penyedia jasa (service provider)
dengan pemberi jasa lainnya sangat bervariatif yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan konsumennya. Salah satu industri jasa yang berkembang
dengan sangat cepat di Indonesia adalah industri jasa rumah sakit, baik rumah
sakit milik pemerintah maupun milik swasta bahkan milik asing.14
Muninjaya mengatakan bahwa, rumah sakit merupakan bagian dari
sistem pelayanan publik kesehatan yang harus memenuhi kriteria availability,
appropriateness, continuity sustainability, acceptability, affordable, dan
quality.15
Menurut Siregar menyatakan bahwa, rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern,yang semuanya terkait bersama-sama dalam maksud yang sama,untuk pemulihan dan pemliharaan kesehatan yang baik.16
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit.
Rumah sakit adalah instutusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.17
14
Soedarmono Soejitno, Ali Alkatiri, Emil Ibrahim, Reformasi Perumahansakitan Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm. 34
15
A.A Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2004), hlm. 14
16
Ikhsan, Arfan, Manajemen Rumah Sakit, (Bandung: Graha Ilmu, 2010), hlm. 7 17
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
Pelayanan rawat inap,
a. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang
rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta
puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya
penderita harus menginap.18
b. Pelayanan rawat jalan adalah satu bentuk dari pelayanan kedokteran.
Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk
rawat inap. 19
c. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang
dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan
kehidupannya
Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang
diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal
rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien
serta di rumah perawatan.
. Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat. Tergantung dari
kemampuan yang dimiliki, keberadaan unit gawat darurat (UGD) tersebut
dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang
tergabung dalam rumah sakit.20
18
Jauhari, Analisis kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja di instalasi rawat inap rumah sakit umum, (Medan: PPS - USU Administrasi dan kebijakan kesehatan, 2005), hlm. 32
19
Asmuni, Suarni, waktu tunggu pasien pada pelayanan rekam medis rawat jalan di rumah sakit, (Bandung: Bina Cipta, 2008), hlm. 26
20
2. Hak Rumah Sakit
Hak rumah sakit adalah kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki
rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan untuk membuat sesuatu.
Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, hak rumah
sakit diatur dalam Pasal 30 yaitu: Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:
a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan
pelayanan;
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
Rumah sakit berhak atas segala sesuatu yang berhak didapatkan dan
diperolehnya. Imbalan jasa merupakan balasan jasa yang diberikan pihak
pasien sebagai konsumen yang merupakan kewajiban pasien. Imbalan jasa
yang diberikan dapat menjadi sebagai pendorong semangat untuk bekerja bagi
para tenaga medis dan meningkatkan kinerja perawat. Hal tersebut dapat
mempengaruhi dalam faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan
keterampilan, faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan
dan kinerja individu yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan dan
struktur. 21 Apabila Pasien yang tidak membayar imbalan jasa yang sesuai dengan pemakaian, maka pihak rumah sakit berhak menggugat pihak yang
mengakibatkan kerugian. Hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum
yang merugikan pihak lain atau disebut wanprestasi. Dalam Pasal 1365
KUHPerdata menyatakan: “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh
karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang
karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian”.
Oleh karena itu, pihak rumah sakit berhak melakukan gugatan kepada pasien
yang melakukan wanprestasi.
Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. Pasien dan/atau keluarga
yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa,
dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
Penginformasian kepada media massa memberikan kewenangan kepada
Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak
jawab Rumah Sakit.22
21
Ikhsan, Arfan, Ida Bagus Agung Dharmanegara, Akuntansi dan manajemen keuangan rumah sakit, (Medan: Graha Ilmu, 2010), hlm. 16
22
Ibid., hlm. 19
Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum
apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.23
3. Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.24
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan;
Tujuan pengaturan
penyelenggaraan rumah sakit adalah sebagai berikut:
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia dirumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit.
Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, fan rehabilatif. Untuk menjalankan
tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi:25
23
Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 24
Ikhsan, Arfan, Ida Bagus Agung Dharmanegara, Op.cit., hlm 2 25
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dan
d. Penyelenggaraan peneletian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
C. Pengertian Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan pelaku usaha adalah setiap badan hukum
yang didirikan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
penyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha
adalah perusahaan, korporasi, BUMN, Rumah Sakit, koperasi, importer,
pedagang, distributor, dan lain-lain.26
26
Celina Tri Siwi Kritiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hlm. 41
Dalam hal ini tampak bahwa pelaku
dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat
berupa perorangan atau badan hukum.
Pelaku usaha meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebaiknya
ditentukan urutan-urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala
dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan-urutan tersebut sebaiknya disusun
sebagai berikut;27
1) yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut
jika berdomisili di dalam negri dan domisilinya diketahui oleh konsumen
yang dirugikan,
2) apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar
negri, maka yang digugat adalah importirnya, karena undang-undang
perlindungan konsumen tidak mencakup pelaku usaha di luar negri,
3) apabila produsen maupun importer dari suatu produk tidak diketahui,
maka yang digugat adalag dari siapa konsumen membeli barang tersebut.
Urutan-urutan di atas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk
mengalami cacat pada saat produksi, karena kemungkinan barang mengalami
kecacatan pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku
usaha yang memproduksi produk tersebut.28
Penjelasan di atas, pelaku usaha terfokuskan kepada suatu yang
menghasilkan suatu produksi yaitu produk barang yang dipergunakan oleh
masyarakat. Pelaku usaha juga bisa menghasilkan dalam bentuk jasa. Jasa
27
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 10 28
seseorang yang memiliki keahlian dapat dihasilkan dengan menghasilkan
keuntungan yang baik. Jasa seseorang yang digunakan adalah sesuai dengan
bidang keahliannya, profesinya, dan dilihat dari kemampuan, kemahiran dan
kepintarannya. Jasa yang dapat digunakan dalam menghasilkan suatu
keuntungan yaitu: jasa pembantu rumah tangga, jasa supir, dan jasa dalam
pelayanan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit.
Rumah sakit sebagai pelaku usaha dalam menghasilkan keuntungan
tidak dalam menghasilkan atau mengeluarkan suatu produk, tapi memberikan
jasa pelayanan yang professional, dan ahli dalam bidang masing-masing.
Bentuk yang diberikan oleh rumah sakit berupa pelayanan kesehatan kepada
pasien yang pelaku sebagai konsumen. Dalam hal ini rumah sakit dalam
bidang jasa memberikan pelayanan kesehatan yang baik, benar dan akurat
yang bertujuan, pasien mengunjungi rumah sakit dapat pulih atau sehat
kembali dan merasa puas dengan kinerja pelayanan kesehatan di dalam rumah
sakit. 29
Dalam hal ini, pelaku usaha merupakan suatu badan hukum yang
berdiri sendiri maupun bersama-sama yang menyelenggarakan suatu usaha
baik usaha dalam menghasilkan suatu produk/barang, dan usaha yang
bergerak dalam bidang jasa. Pelaku usaha didirikan bertujuan untuk
menambah lapangan kerja, pendapatan Negara dan mendapatkan profit atau
keuntungan dari suatu hasil produksi barang maupun jasa.
29
D. Tanggung Jawab Rumah Sakit Berdasarkan UU NO 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia atas tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Adapun kewajiban rumah sakit dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit yaitu:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. Melindungi dan memberikan bantuan hokum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
Berdasarkan keterangan di atas, rumah sakit harus bertanggung jawab
dalam melaksanakan kewajibannya yang bertujuan untuk memberi kesehatan
yang baik dan perlindungan pelayanan yang baik kepada pasien. Dalam
pelayanan, rumah sakit harus memiliki standar pelayanan rumah sakit yaitu
semua standar pelayanan yang berlaku di rumah sakit antara lain standar
operasional prosedur, standar pelayanan medis dan standar asuhan
keperawatan.30
Rumah sakit dibangun serta dilengkapi dengan sarana, prasarana dan
peralatan yang dapat difungsikan serta dipeliharan sedemikian rupa untuk
mendapat keamanan, mencegah kebakaran/bencana dengan terjaminnya
keamanan, kesehatan dan keselamatan pasien, petugas, penunjang, dan
lingkungan rumah sakit. Apabila rumah sakit melakukan pelanggaran atas
kewajibannya maka rumah sakit bertanggung jawab secara hukum.31
30
Ns. Ta’adi, S.Kep, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,2009), hlm. 11
31
Penjelasan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Hal ini
secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dirumah sakit”.32
a) Perdata
Rumah sakit adalah subyek hukum. Berarti, rumah sakit dapat
melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan, karena itu rumah sakit wajib menanggung
segala konsekuensi hukum yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya atau
perbuatan orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya. Tanggung jawab
hukum tersebut meliputi tiga aspek yaitu hukum perdata, hukum administrasi
dan hukum pidana. Dari sisi hukum perdata, pertanggungjawaban rumah sakit
terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pasien dengan rumah sakit
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun, hubungan hukum ini
menyangkut dua macam perjanjian yaitu perjanjian perawatan dan perjanjian
pelayanan medis. Perjanjian perawatan adalah perjanjian antara rumah sakit
untuk menyediakan perawatan dengan segala fasilitasnya kepada pasien.
Sedangkan perjanjian pelayanan medis adalah perjanjian antara rumah sakit
dan pasien untuk memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien.33
32
Dilihat dalam Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 33
Triana Ohoiwutun, Profesi Dokter, (Malang: Dioma, 2003), hlm. 67
Jika
terjadi kesalahan dalam pelayanan kesehatan, maka menurut mekanisme
hukum perdata pihak pasien dapat menggugat dokter berdasarkan perbuatan
berdasarkan wan prestasi (ingkar janji), di samping perbuatan melawan
hukum.
Dalam hukum perdata dibedakan antara kerugian yang dapat dituntut
berdasarkan wanprestasi dengan yang berdasarkan perbuatan melawan hukum.
Kerugian yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi yaitu”hanyalahkerugian
materiil atau kerugian kekayaan/kebendaan (vermogenschade) atau kerugian
yang dapat dinilai dengan uang. Sementara itu kerugian yang dapat dituntut
dengan alasan perbuatan melawan hukum selain kerugian kebendaan juga
kerugian idiil (immaterial) yang tidak bersifat kebendaan, namun dapat
diperkirakan nilai kebendaannya berdasarkan kelayakan. 34
b) Administratif
Pertanggungjawaban rumah sakit dari aspek hukum administratif
berkaitan dengan kewajiban atau persyaratan administratif yang harus
dipenuhi oleh rumah sakit khususnya untuk mempekerjakan tenaga kesehatan
di rumah sakit. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menentukan antara lain kewajiban untuk memiliki kualifikasi minimum dan
memiliki izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Selain itu Undang-Undang Kesehatan menentukan bahwa tenaga kesehatan
harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. Jika rumah
sakit tidak memenuhi kewajiban atau persyaratan administratif tersebut, maka
berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, rumah sakit dapat dijatuhi sanksi administratif berupa teguran, teguran
tertulis, tidak diperpanjang izin operasional, dan/atau denda dan pencabutan
izin.35
c) Pidana
Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah
sakit memenuhi tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah adanya kesalahan
dan perbuatan melawan hukum serta unsur lainya yang tercantum dalam
ketentuan pidana yang bersangkutan. Perlu dikemukakan bahwa dalam
sistem hukum pidana, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka
pengurusnya dapat dikenakan pidana penjara dan denda. Sedangkan untuk
korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan pemberatan.36
Dalam hal ini, rumah sakit harus dapat memberikan tanggung jawab
kepada pasien dalam pelayanan dan perlindungan pasien. Rumah sakit tidak
boleh melepaskan tanggung jawab terhadap sesuatu yang dilanggarnya dan
mengakibatkan kerugian pasien. Rumah sakit selain bertanggung jawab dalam
perlindungan pasien, rumah sakit juga bertanggung jawab menjaga kerhasiaan
riwayat pasien dan rumah sakit juga berhak mendapat perlindungan apabila
pasien melakukan perbuatan melawan hukum.
35
xa.yimg.com/kq/groups, dikases pada tanggal 7 Maret 2013 36
Hal ini perlu mendapat perhatian bersama oleh seluruh pihak di rumah
sakit adalah menyangkut pelaksanaan etika profesi dan etika rumah sakit
sehingga penyelenggaraan Pelayanan secara beretika akan sangat