• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I DAFTAR PUSTAKA docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I DAFTAR PUSTAKA docx"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Dimana manusia memiliki kemampuan berfikir dan menggunakan nalarnya untuk melangsungkan hidupnya. Hal tersebut adalah anugerah yang luar biasa karena memiliki potensi yang besar untuk berkembang dalam hal kemampuan intelek. Potensi ini tidak akan berkembang dengan baik jika tidak mendapat pengaruh luar. Dalam hal ini “belajar” sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Tanpa belajar manusia tidak dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

Sumber daya manusia (SDM) ini harus sejalan dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berkembang pesat. Sehingga peningkatan kualitas pendidikan haruslah menjadi prioritas utama pemerintah sekarang. Karena bangsa itu akan maju jika orang-orang yang ada didalamnya memiliki kemampuan yang dapat menguasai IPTEK.

Menyadari pentingnya matematika sebagai salah satu penopang perkembangan IPTEK, maka hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius. Upaya peningkatan hasil belajar tersebut sangat ditentukan oleh kualitas proses belajar yang dialami setiap peserta didik di setiap jenjang pendidikan.

(2)

dalam pembelajaran matematika yang dialami oleh siswa yaitu sikap negatif terhadap bidang studi matematika yang menganggap bidang studi matematika adalah pelajaran yang sulit dipahami, membosankan dan ditakuti oleh siswa pada umumnya. Rendahnya prestasi belajar siswa juga disebabkan oleh kurangnya interaksi dan kerjasama antarsiswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

Namun perlu disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran Matematika yang dijelaskan oleh guru, dan kadang siswa malu atau enggan bertanya langsung kepada Guru. Seperti halnya yang terjadi pada SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu yang prestasi belajarnya dikategorikan dalam tingkat penguasaan yang rendah bardasarkan pengkategorisasian Departemen Pendidikan Nasional. Hasil data ini diperoleh berdasarkan pengamatan observasi awal Peneliti. Maka dari itu siswa dapat dibentuk secara kelompok agar siswa saling mengisi, saling melengkapi, dan bekerja sama dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Sehingga tujuan belajar tercapai dan hasil belajar siswa lebih meningkat. Serta membiasakan siswa selalu aktif dalam belajar.

(3)

Tipe STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mampu meningkatkan keterampilan sosial siswa dan hasil belajarnya karena dalam pembelajarannya dengan kelompok-kelompok kecil yang disusun secara heterogen baik tingkat akademik, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Sehingga siswa memungkinkan akan memberikan kontribusi bagi kelompoknya dan komunikasi antar siswa dalam kelompok akan lebih baik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai “Peningkatan hasil belajar matematika melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) pada siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab. Luwu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab.

Luwu?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VIIIB SMP

(4)

D. Defenisi Operasional

Peningkatan hasil belajar adalah meningkatkan hasil belajar sebelumnya dengan hasil belajar setelah mengajar pada proses pembelajaran. Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai atau diperoleh siswa dalam menekuni dan mempelajari matematika atau yang dikaitkan secara sadar sebagai hasil belajar dan interaksi.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran kelompok yang pembagian kelompoknya berdasarkan prestasi belajar dengan jumlah anggota 4-6 orang yang secara heterogen.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi sekolah, memberikan sumbangan dalam rangka menyempurnakan pembelajaraan khususnya mata pelajaran Matematika.

2. Bagi guru, melalui penelitian ini guru dapat mengembangkan metode yang tepat dalam mengajar matematika dikelas.

3. Bagi siswa :

a) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya.

b) Siswa dapat lebih aktif belajar baik secara berkelompok maupun secara mandiri. Serta dapat meningkatkan hubugan sosial sesama temannya sehingga timbul suasana kelas yang menyenangkan untuk belajar.

(5)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori 1. Belajar

Belajar tidak asing lagi dipendengaran kita, bahkan selalu ada dalam kehidupan kita. Belajar tidak hanya melibatkan penguasaan suatu kemampuan atau masalah akademik baru, tetapi juga perkembangan emosional, interaksi sosial dan bahkan perkembangan kepribadian. Dan dalam proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok atau paling penting.

Melihat begitu pentingnya belajar dalam kehidupan kita maka banyak para ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi mendefenisikan belajar sesuai dengan pendapat dan penafsiran mereka tentang pengertian belajar. Meskipun penjabarannya berbeda-beda namun pada hakekatnya mengacu pada tujuan pendefenisian yang sama.

(6)

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Kalau tangan seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak mobil, perubahan semacam itu tidak digolongkan kedalam perubahan dalam arti belajar.

Menurut Hamalik (2001: 27) Mengemukakan bahwa belajar adalah modivikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Sedangkan menurut L.B Curson dalam Sahabuddin (1999:85) mengemukakan bahwa “belajar sebagai modivikasi yang tampak dari perilaku seseorang melalui kegiatan-kegiatan pengalaman-pengalamannya, sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikapnya, termasuk penyesuain cara-caranya terhadap lingkungan yang berubah-ubah yang sedikit banyaknya permanent.”

Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku seseorang melalui pengalaman-pengalaman untuk memperoleh pengetahuan.

2. Mengajar

(7)

antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua kegiatan itu saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Disamping itu ada beberapa defenisi lain, yang dirumuskan secara rinci dan tampak bertingkat.

Pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan siswa, sehingga terjadi proses belajar. Atau mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.

Menurut Alvin W. Howard dalam Slameto (2003: 32), “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill (keterampilan), attitude (sikap), ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge (pengetahuan).”

(8)

maka bahan pelajaran yang diberikan pun akan sama pula. Hal itu bertentangan dengan kenyataan.

Menurut Robert M. Gagne dalam Sahabuddin (1980: 47), “kegiatan mengajar ialah semua yang harus dikerjakan oleh guru, setelah ia merumuskan tujuan pengajarannya dengan jelas dan menentukan titik permulaan kegiatan siswa pada saat pelajaran dimulai.” Kegiatan mengajar yang dimaksud itu memberikan petunjuk kepada guru mengenai yang dilakukannya di kelas dan yang dicantumkan dalam persiapan mengajar.

Berdasarkan dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah membimbing dan membantu kegiatan belajar siswa dalam mengembangkan potensi intelektual, emosional dan spritualnya sehingga dapat berkembang secara optimal.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melakukan usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil yang menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.

(9)

Salah satu hasil belajar adalah penguasaan bahan pelajaran atau biasa disebut prestasi. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual, berpasangan maupun kelompok. Banyak kegiatan yang biasa dijadikan sebagai saran untuk mendapatkan suatu prestasi.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, maka hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tingkat penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan pengalaman belajar dalam kurung waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan tes tertentu.

4. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivisme. Dimana dalam proses pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengontruksi pengetahuannya. Artinya siswa harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar serta berkontribusi dalam membangun pengetahuan, serta bertanggung jawab terhadap apa yang ia kontruksikan. Dalam pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

(10)

terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.” (Ibrahim. Dkk,2000:9). Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Eggen and kauchak dalam Sahabuddin, (1996: 276) mengumakakan bahwa pembelajaran kooperatif meruapakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

(11)

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.

d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. Menurut Lungren dalam Ratumanan 2000 menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif lagi adalah:

1. Siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama.

2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.

3. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.

5. Siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

(12)

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Berikut ini langkah-langkah atau fase-fase Pembelajaran Kooperatif :

Fase-fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengoraganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

(13)

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-6 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin dalam Trianto, (2000:26) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan 4-6 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

Menurut slavin dalam Trianto, (2005:16) Student Team Achievement Division (STAD) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja didalam kelompok.

(14)

heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.

c. Setelah tiga kali pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mingguan yang harus dikerjakan siswa sendiri.

d. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa e. Menempatkan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh Guru

dari pada memilih sendiri.

STAD terdiri dari tahap-tahap kegiatan pengajaran sebagai berikut: a. Penyajian materi: mempresentasikan materi pelajaran.

b. Kerja kelompok: setiap kelompok yang terdiri dari 4-6 orang yang heterogen, tiap siswa diberikan lembar kerja siswa (LKS) berisikan tugas atau kegiatan yang harus dikerjakan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Siswa akan berinteraksi dan saling membantu, mendiskusikan tugas yang harus mereka selesaikan. c. Kuis: siswa mengerjakan kuis secara individu sekalipun skor yang ia

peroleh nanti digunakan untuk menetukan keberhasilan kelompoknya. d. Perhitungan skor dengan penghargaan kelompok: skor yang diperoleh

setiap anggota dalam kuis akan berkontribusi pada kelompok mereka, dan didasarkan pada sejauh mana skor mereka telah meningkat dibandingkan dengan skor awal yang mereka capai sebelumnya.

e. Penghargaan kelompok: penghargaan kelompok diberikan pada kelompok yang berprestasi.

(15)

guru perlu memahami prinsip-prinsip penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut dikemukakan prinsip-prinsip penerapan pendekatan STAD dalam pembelajaran kooperatif.

a. Bagilah siswa kedalam kelompok-kelompok masing-masing terdiri dari 4 atau 6 orang anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan akademik tertentu (misalnya nilai rapor yang lalu atau ujian blok) dan bagilah daftar siswa yang telah diurut itu menjadi empat, pastikan bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk itu berimbang menurut jenis kelamin, kemampuan akademik dan lain-lain. b. Buatlah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan. Selama belajar kelompok (1 atau 2 periode kelas) tugas anggota kelompok adalah menguasai secara tuntas materi yang dipresentasikan dan membantu anggota kelompok mereka menguasai secara tuntas materi tersebut. c. Pada saat guru menjelaskan tentang STAD didalam kelas, guru terlebih

dahulu membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok yaitu:

1) Mintalah anggota kelompok bekerja sama mengatur bangku atau meja kursi mereka.

2) Bagikan LKS atau materi belajar lain

(16)

pasangan atau ketiganya itu. Apabila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan soal itu, teman satu siswa itu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal itu.

4) Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi yang dijarkan.

5) Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu penting bagi siswa pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka sendiri dan teman satu kelompok mereka pada saat mereka belajar.

6) Beri kesempatan pada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban.

7) Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukannya pada siswa yang lain atau kepada guru.

8) Pada saat sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling didalam kelas sambil memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik secara bergantian duduk bersama tiap kelompok untuk memperhatikan bagaimana anggota kelompok itu bekerja.

(17)

setiap kelompok untuk menyelesaikan kuis itu. Jangan mengizinkan siswa untuk bekerja sama pada saat mengerjakan kuis itu ; pada saat itu mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu.

e. Buatlah skor individual dan skor kelompok pada STAD didasarkan pada peningkatan skor anggota kelompok dibandingkan dengan skor yang lalu mereka sendiri.

Sebagai contoh, menurut Slavin dalam Trianto, (1995:115) untuk perhitungan skor perkembangan individu pada tabel 1:

Tabel 1 Perhitungan peningkatan individu

Skor Tes Skor perkembangan individu

Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 10 hingga 1 poin dibawah skor awal Skor awal hingga 10 poin diatas skor awal

Lebih dari 10 poin diatas skor awal Nilai sempurna peningkatan/perkembangan dalam tiap kelompok, dengan kategori kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super (Salvin:1995) sebagai berikut:

(18)

25 <

x

≤ 30

f. Pengakuan kepada prestasi kelompok setelah menghitung skor untuk siswa dan skor untuk kelompok, guru hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada tiap kelompok yang mencapai skor tinggi. 6. Matematika sekolah

Matematika sekolah yaitu matematika yang diajarkan di sekolah pendidikan dasar SD, SMP dan pendidikan menengah (SMA dan SMK). Bagian-bagian dari matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah, dan melakukan tugas tertentu yang berorientasi pada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Kemampuan memecahkan masalah, penalaran dan membentuk kepribadian merupakan dasar yang diharapkan tercapai melalui pembelajaran matematika. Untuk itu mencapai kompetensi tersebut Guru harus menjabarkan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk silabus dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan berpikir siswa.

(19)

menggunakan rumus yang ada dan mampu menyelesaikan soal-soal matematika berdasarkan contoh-contoh yang diberikan.

Selain itu pembelajaran yang dilakukan di kelas pada umumnya hanya terpusat pada guru(teacher center) yang mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran, termasuk pelajaran matematika. Sullivan(Upu, 2004:78).

Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. (Suherman, 2001).

Fungsi matematika yang pertama adalah siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalanya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

(20)

penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan membantu kelancaran proses pembelajaran matematika di sekolah.

Fungsi matematika yang ketiga sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh ketiga fungsi ini sebagai manusia, guru tidak luput dari kekurangan, kekhilafan, bahkan kesalahan kita harus bersedia menerima dengan rasa tawakal dan penuh pengertian dari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses pembelajaran seandainya kesalahan tersebut ditunjukkan kebenarannya oleh siswa kita. Kita harus dengan hati terbuka dan lapang dada, bahkan merasa bangga untuk menerima cara-cara pengerjaan soal matematika yang dikembangkan oleh siswa yang berbeda dengan cara-cara yang kita berikan kepada siswa tersebut. Itulah salah satu fungsi matematika sebagai ilmu.

7. Substansi Mata Pelajaran

a. Pengertian Sistem Persamaan Linear

System persamaan linear adalah beberapa persamaan linear yang disajikan secara bersamaan. Yang dimaksud persamaan linear sendiri adalah persamaan yang variable-variabelnya berderajat satu.

b. Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel 1) Bentuk umum

a1x+b1y=c1 a2x+b2y=c2

¿

(21)

Dengan x,y suatu variabel a1, b1, c1, a2, b2, c2 suatu konstanta. Nilai

x dan y yang memenuhi kedua persamaan disebut penyelesaian sistem persamaan linear.

2) Metode yang digunakan untuk menentukan penyelesaian suatu sistem persamaan linear:

a) Metode grafik

Penyelesaian SPLDV dengan metode grafik dapat diselesaikan dengan melihat titik potong grafik kedua garis dari persamaan-persamaan linearnya.

Contoh:

Tentukan penyelesaian dari persamaan linear berikut:

x+y=7 xy=3

¿

{¿ ¿ ¿ ¿

Langkah 1: cari titik potong kedua persamaan dengan sumbu x dan sumbu y.

Titik potong terhadap sumbu x dan y = 0

x + y = 7 ⇔ x = 7, jadi titik potong sumbu x(7,0)

x – y = 3 ⇔ x = 3, jadi titik potong sumbu x(3,0)

Titik potong terhadap sumbu y dan x = 0

x + y = 7 ⇔ y = 7, jadi titik potong sumbu y(0,7)

x – y = 3 ⇔ y = -3, jadi titik potong sumbu y(0,-3)

Langkah 2: gambar sketsa grafik dalam koordinat kartesisus

(22)

Titik ( 5,2) terletak pada gris x + y = 7 dan x – y =3. sehingga titik potong (5,2) adalah penyelesaian sistem persamaan tersebut adalah x =5 dan y =2.

b) Metode Substitusi

Substitusi artinya mengganti variabel yang satu dengan yang lainnya sehingga diperoleh suatu persamaan dengan satu variabel

Contoh:

x + y = 7……1) x – y = 3……2)

dari persamaan (2) diperoleh x – y = 3 ⇔ x = 3 + y

disubstitusikan ke dalam persamaan (1) ( 3 + y ) + y = 7

3 + 2y = 7

2y = 4 y = 2

substitusikan y = 2 ke dalam salah satu persamaan x = 3 + y

x = 3 + 2 x = 5

(23)

c. Metode Eliminasi

Eliminasi artinya proses mengeliminasi (menghilangkan ) salah satu variabel dengan cara dikurangi atau dijumlahkan dengan lawannya.

Contoh:

x + y = 7 x + y = 7 x – y = 3 + x – y = 3 _ 2x = 10 2y = 4 x = 5 y = 2 jadi, penyelesaian adalah x = 5 dan y = 2 d. Gabungan metode substitusi dan eliminasi

Langkah 1 : mengeliminasi salah satu variabel x + y = 7

x – y = 3 _ 2x = 10 x = 5

langkah 2: substitusikan hasil dari langkah 1 ke dalam salah satu persamaan

x + y = 7 5 + y = 7 y = 7 – 5 y = 2

jadi, penyelesaiannya adalah x = 5 dan y = 2

B. HIPOTESIS TINDAKAN

(24)

meningkatkan hasil belajar Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab.

Luwu.”

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang meliputi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi secara berulang.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII B SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu pada tahun ajaran 2008/2009 pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jumlah siswa 35 orang laki-laki 7 orang dan perempuan 28 orang.

(25)

1. Faktor siswa, yaitu akan diselidiki terjadinya peningkatan daya serap bahan ajar, baik secara individu maupun secara kelompok serta perubahan sikap siswa dan kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. 2. Faktor proses, yaitu akan diselidiki apakah terjadi interaksi antara guru

dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif dan efisien.

3. Faktor guru, apakah guru yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD akan membuat siswa menjadi aktif dan senang belajar matematika. 4. Faktor hasil, melihat hasil belajar matematika setelah penerapan kooperatif

tipe STAD. D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus I diadakan 5 kali pertemuan yang terdiri dari 4 kali proses belajar dan 1 kali tes siklus 1 dan siklus II diadakan 4 kali pertemuan yang terdiri dari 3 kali proses belajar dan 1 kali tes siklus II. Sesuai dengan hakikat penelitan tindakan kelas, maka penelitian pada siklus II merupakan pelaksanaan perbaikan dari kekurangan pada siklus I. dan setiap siklus terdiri dari 4 tahap yakni perencanaan, tindakan, observasi, evaluasi serta refleksi.

1. Gambaran siklus I

a. Tahap perencanaan tindakan

(26)

 Menelaah kurikulum 2004 materi pelajaran matematika pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel semester ganjil kelas VIII SMP.

 Membuat rencana pembelajaran yang mencerminkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

 Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan.

 Menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen, terdiri dari 4-6 orang dalam satu kelompok dan merencanaklan pengaturan tempat duduk bagi tiap kelompok.

 Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar dikelas.

 Membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

 Membuat buku jurnal untuk mengetahui aktivitas siswa dalam kelas.

 Membuat alat evaluasi untuk mekihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal.

b. Tahap tindakan.

 Guru menyajikan materi secara klasikal, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan jam pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar sekaligus mnyajikan informasi atau materi.

(27)

 Siswa mendengarkan tugas-tugas yang dibacakan oleh guru yang harus dikerjakan oleh kelompok.

 Siswa diberi soal latihan yang sama dan diselesaikan dengan kelompok masing-masing. Setelah siswa itu diberi soal yang identik untuk diselesaikan secara individual.

 Selama proses belajar kelompok berlangsung, setiap kelompok tetap diawasi, dikontrol dan diarahkan, serta diberi bimbingan secara langsung pada kelompok yang mengalami kesulitan.

 Evaluasi tentang hasil kerja kelompok, masing-masing kelompok ditunjuk wakilnya untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain memberi tanggapan.

 Guru memberi penghargaan atas hasil kerja siswa baik secara individual maupun kelompok.

c. Tahap observasi

Selama proses pembelajaran akan diadakan pengamatan tentang:

 Kemampuan siswa memahami materi yang telah dipelajari selama siklus I dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

 Keaktifan siswa dalam kelompok bertanya kepada temannya maupun kepada guru atau keaktifan siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun dengan kelompoknya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

(28)

 Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan.

d. Tahap refleksi

Melihat dan mempelajari kembali hasil yang dilakukan pada tahap perencanaan, observasi, dan evaluasi. Ternyata pada siklus I belum sesuai dengan indicator kinerja, maka dilanjutkan pada siklus II.

2. Gambaran siklus II

Dari hasil refleksi, hal-hal yang sudah baik dipertahankan sedangkan hal-hal yang masih kurang diperbaiki. Adapun yang dilakukan pada siklus II yaitu:

 Memberikan motivasi yang besar pada siswa sehingga memiliki hasrat untuk lebih giat lagi belajar

 Memberikan perhatian kepada siswa yang dianggap masih memiliki kekurangan dalam hal ini peningkatan dari hasil belajar.

 Mengkombinasikan setiap metode pembelajaran yang dianggap cocok dalam peningkatan pencapaian kompetensi dasar siswa

 Hasil observasi dan evaluasi dianalisis

 Mengadakan refleksi akhir dari tindakan yang telah dilakukan.

E. Teknik Pengumpulan Data

(29)

a. Data mengenai sikap, minat serta kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD diambil dengan teknik observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan penulis kepada siswa yang menjadi subjek penelitian pengamatan ini dilakukan disaat berlangsungnya proses belajar mengajar.

b. Data mengenai peningkatan prestasi belajar matematika siswa diambil dari hasil pre-test dan post –test.

F. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan deskriptif yaitu rata-rata skor dan persentase. Selain itu akan dibetuk pula standar deviasi, table frekuensi dan persentase, nilai minimum dan maksimum yang siswa peroleh pada setiap pokok bahasan.

Untuk analisis data kualitatif, maka teknis kategorisasi dalam buku laporan pendidikan yang ditetapkan oleh Depdikbud (1993:6) sebagai berikut:

Nilai 85-100% dikategorikan ”sangat tinggi” Nilai 65-84% dikategorikan ”tinggi”

Nilai 55-64% dikategorikan ”sedang” Nilai 35-54% dikategorikan ”rendah” Nilai 0-34% dikategorikan ”sangat rendah”

(30)

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas (classroom action reseach) ini adalah setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka kualitas belajar matematika mengalami peningkatan. Kualitas ini ditandai dengan terjadinya peningkatan keaktifan fisik, keaktifan mental dan keaktifan sosial siswa. Sedangkan kualitas kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal Matematika ditandai dengan meningkatnya skor rata-rata dengan memperhatikan ketuntasan belajar siswa. Adapun teknik analisis kualitatif akan digunakan kategori ketuntasan belajar siswa dapat dari kategori yaitu Seorang siswa disebut telah tuntas hasil belajarnya bila ia telah mencapai skor 65% atau 6,5 dan ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 85 % mencapai nilai 65 dari skor ideal 100.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(31)

Hasil dan pembahasan yang diperoleh dari dua siklus pelaksanaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Peningkatan Hasil Belajar Siswa 1. Analisis Deskriptif Hasil Tes Awal

Berdasarkan analisis deskriptif tes awal, hasil belajar siswa dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Statistik Skor penguasaan siswa pada tes awal

Statistik Nilai Statistik

Subjek 35

Skor ideal 100

Skor maksimum 85

Skor minimum 30

Rentang Skor 55

Skor Rata-rata 49,57

Standar Deviasi 18,84

Pada tabel 2.1 menunjukan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika setelah tes awal adalah 49,57 dari skor ideal 100. banyaknya siswa yang tuntas sebanyak 9 orang (25,71%) dengan standar Deviasi 18,84. Skor maksimum yang diperoleh siswa pada tes awal adalah 85 dan skor minimum yang diperoleh siswa adalah 30.

Jika skor penguasaan siswa di atas di kategorikan ke dalam lima kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan Nasional), maka dapat diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Distribusi Frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa

(32)

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.2 terlihat bahwa dari 35 orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata 12 orang dengan persentase (34,28)% dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat rendah dan 2 orang dengan persentase (5,71)% dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat tinggi.

Jika nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 49,57 dihubungkan

dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil belajar siswa berada dalam kategori rendah. Hal ini berarti bahwa tingkat hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten pada tes awal berada dalam kategori rendah.

Apabila kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal pada tes awal dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes awal dapat dilihat pada tabel 2.3, berikut :

Tabel 2.3 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes awal: No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 - 34 Sangat rendah 12 34,28

2 35 - 54 Rendah 8 22,85

3 55 - 64 Sedang 6 17,14

4 65 - 84 Tinggi 7 20

5 85 - 100 Sangat tinggi 2 5,71

(33)

Skor Frekuensi Persen Kategori

0 - 64 26 74,28 tidak tuntas

65 - 100 9 25,71 tuntas

Dari tabel 2.3 menunjukkan bahwa pada tes awal persentase ketuntasan siswa sebesar 25,71 % yaitu 9 dari 35 siswa termasuk dalam kategori tuntas, 74,28 % yaitu 26 dari 35 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari 35 jumlah siswa lebih banyak yang belum tuntas dan memerlukan perbaikan pada pembelajaran siklus I.

2. Analisis Deskriptif Hasil Tes akhir Siklus I

Pada siklus ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian. Adapun analisis deskriptif skor perolehan siswa setelah diterapkan kooperatif tipe STAD selama siklus I dan dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ;

Tabel 2.4 Statistik skor penguasaan siswa pada tes siklus I.

Pada tabel 2.4 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika

setelah diterapkan

metode pembelajaran kooperatif tipe Statistik Nilai Statistik

Subjek 35

Skor ideal 100

Skor maksimum 90

skor minimum 30

Rentang skor 60

(34)

STAD pada siklus I adalah 55,43 dari skor ideal 100. banyaknya siswa yang tuntas 13 orang dengan persentase 37,14 % dan belum tuntas sebanyak 22 orang dengan persentase 62,85 %. Dengan standar deviasi 18,95. Skor maksimum yang diperoleh siswa pada tes siklus I adalah 90 dan Skor minimum yang diperoleh siswa adalah 30. Dari tes awal ke tes siklus I sudah mengalami peningkatan dimana skor rata-rata dari 49,57 meningkat menjadi 55,43.

Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan kedalam lima kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan Nasinonal), maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.5 Distribusi frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa

pada tes siklus I

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 - 34 Sangat rendah 6 17,14

2 35 - 54 Rendah 11 31,42

3 55 - 64 Sedang 5 14,28

4 65 - 84 Tinggi 10 42,85

5 85 - 100 Sangat tinggi 3 8,57

(35)

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.5 terlihat bahwa dari 35 orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata 6 orang dengan persentase (17,14)% dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat rendah, dan 3 orang (8,57)% dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat tinggi.

Jika skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I yaitu 55,43 dihubungkan dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil belajar siswa berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu mengalami peningkatan yang sebelumnya berada dalam kategori rendah menjadi kategori sedang.

Apabila kemampuan belajar siswa dalam menyelesaiakan soal-soal pada tes awal dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes awal dapat dilihat pada tabel 2.6, berikut :

Tabel 2.6 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus I

Dari tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tes siklus I persentase ketuntasan siswa sebesar 37,14 % yaitu 13 dari 35 siswa termasuk dalam kategori tuntas, 62,86 % yaitu 22 dari 35 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari tes awal hingga tes siklus I ini sudah mengalami peningkatan yaitu dari 9 siswa yang tuntas pada tes awal meningkat pada

Skor Frekuensi Persen Kategori

0 - 64 22 62,86 tidak tuntas

(36)

tes siklus I menjadi 13 siswa. Dan yang belum tuntas memerlukan perbaikan pada pembelajaran siklus II.

3. Analisis

Deskriptif

Hasil Tes akhir

Siklus II

Pada

siklus ini diterapkan

metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan memantapkan dan membenahi kekurangan yang terjadi pada siklus I dan dapat dilihat pada tabel 2.7 Berikut:

Tabel 2.7 Statistik skor penguasaan siswa pada siklus II

Pada tabel 2.7 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika setelah diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus II adalah 73,71 dari skor ideal 100. Banyaknya siswa yang

Statistik Nilai Statistik

Subjek 35

Skor ideal 100

Skor tertinggi 100

Skor terendah 50

Rentang Skor 50

(37)

tuntas 30 orang dengan persentase 85,71 % dan belum tuntas sebanyak 5 orang dengan persentase 14,28 %. Dengan standar deviasi 14,71. Skor maksimum yang diperoleh siswa pada tes siklus II adalah 100 dan Skor

minimum yang diperoleh siswa adalah 50. Dari tes siklus I ke tes siklus II lebih mengalami peningkatan dimana skor rata-rata dari 55,43 meningkat menjadi 73,71.

Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan kedalam lima kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan Nasinonal), maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan pada tabel 2.8 berikut:

Tabel 2.8 Distribusi frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa

pada siklus II

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.8 terlihat bahwa dari 35 orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata sudah tidak ada yang dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat rendah, No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 - 34 Sangat rendah 0 0

2 35 - 54 Rendah 3 8,57

3 55 - 64 Sedang 2 5,71

4 65 - 84 Tinggi 20 57,14

5 85 - 100 Sangat tinggi 10 28,57

(38)

sedangakan yang dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat tinggi bertambah menjadi 10 orang dengan persenatse (28,57%).

Jika skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus II yaitu 73,71 dihubungkan dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil belajar siswa sudah berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu mengalami peningkatan yang sebelumnya berada dalam kategori sedang menjadi kategori tinggi.

Apabila kemampuan belajar siswa dalam menyelesaiakan soal-soal pada tes awal dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes awal dapat dilihat pada tabel 2.9, berikut:

Tabel 2.9 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II

Skor Frekuensi Persen Kategori

0 - 64 5 14,28 tidak tuntas

65 - 100 30 85,71 tuntas

(39)

kategori tuntas sudah melebihi setengah dari jumlah keseluruhan siswa yaitu 35 siswa.

Hal ini disebabkan karena pada siklus II ini, para siswa sudah mulai beradaptasi dan terbiasa dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, setelah dilakukan pembenahan mengenai hal-hal yang dianggap kurang pada siklus I.

B. Hasil Analisis Kualitatif

Disamping terjadinya peningkatan hasil matematika, selama penelitian pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada tiap siklus dan catatan guru untuk mengetahui perubahan kesiapan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar selama penelitian berlangsung.

Berikut ini adalah data perubahan siswa selama kegiatan proses belajar mengajar:

(40)

2. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan mengalami penurunan. Pada siklus I terdapat 26,42% dan pada siklus II sudah mengalami penurunan menjadi 9,51%. Hal ini disebabkan karena siswa sendiri merasa rugi jika tidak memperhatikan penjelasan Guru. Dengan kata lain mereka tidak dapat menyelesaikan tugas yangakan diberikan nantinya oleh Guru.

3. Keaktifan siswa dalam kegiatan kelompok terjadi peningkatan dari 23,56% pada siklus I menjadi 43,80%. Hal ini sisebabkan karena siswa menyadari akan pentingnya saling kerjasama dalam berkelompok dimana kita dapat menyelesaikan soal-soal yang sulit bersama teman kelompok. 4. Pada proses belajar mengajar masih banyak siswa yang meminta untuk

dibimbing. Ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD telah diterapkan sudah terjadi penurunan yaitu dari 25,71% menurun menjadi 13,32%. Hal ini disebabkan karena terjalin kerjasama kelompok dalam menyelesaiakan tugas yang diberikan oleh guru.

5. Siswa yang mengerjakan LKS dari 80,71% pada siklus I meningkat menjadi 95,23% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena siswa menyadari bahwa tugas LKS dapat menjadi bahan penilain tersendiri oleh guru yang nantinya akan menjadi salah satu faktor pada penilaian akhir. 6. Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti mengalami

(41)

7. Siswa yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan dari 14,99% pada siklus I menjadi 23,80% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena mereka termotivasi oleh temannya yang lain, yang sealu mengerjakan soal di papan tulis. Dan guru juga selalu memotivasi untuk bersaing secara sehat untuk mengerjakan soal di papan tulis.

8. Siswa yang mengumpulkan PR mengalami peningkatan dari 79,99% pada siklus I menjadi 95,71% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena guru mengembalikan tugas PR kepada masing-masing siswa sehingga yang tidak mengumpulkan PR akan merasa malu kepada siswa yang lain yang mendapatkan nilai dari PR yang dikerjakannya. Hal ini juga dapat memotivasi siswa dalam mengerjakan PR.

C. Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan dalam Proses Belajar Matematika

Dari analisis deskriptif kualitatif di atas dapat disimpulkan refleksi secara umum sebagai berikut:

1. Pandangan siswa terhadap mata pelajaran matematika dapat dikatakan mengalami perubahan kearah yang lebih positif. Hal ini dapat terlihat dari interaksi yang terjadi baik antara siswa dengan siswa maupun antara guru dengan siswa di kelas.

(42)

memahami materi, sedangkan ketua kelompok menjadi ajang untuk menimbulkan motivasi belajar pada dirinya untuk bersaing secara sehat. Disamping itu, pada pembelajaran ini siswa dapat menumbuhkembangkan kekompakkan antara anggota kelompok terutama pada saat mereka mendiskusikan atau bertukar pikiran untuk mencari jawaban yang benar sehingga lebih berkesan dan mudah diingat.

3. Tugas LKS yang diberikan sekaligus berfungsi menjadi teks diagnostik dapat secara langsung menguji kemampuan siswa. PR yang diberikan juga sangat membantu siswa untuk secara langsung menguji atau mengulangi apa yang telah dipahami pada saat pembelajaran di sekolah. 4. Pemberian pujian atau penghargaan kepada siswa yang mengerjakan tugas

yang diberikan merupakan salah satu faktor yang memotivasi siswa untuk lebih meningkatkan cara belajranya.

5. Saran siswa sebaiknya jam pelajaran matematika tidak dilaksanakan pada siang hari karena siswa relatif tidak segar lagi pada jam-jam yang dimaksud.

D. Pembahasan

Dari hasil observasi yang dilakukan selama dua siklus dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan banyak perubahan pada siswa antara lain:

1. Siswa lebih termotivasi untuk belajar

(43)

4. Siswa mempunyai kepercayaan diri dalam mengerjakan soal-soal di papan tulis.

Diawal pertemuan terdapat kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu masih adanya siswa yang tidak mempunyai keberanian dalam menjawab pertanyaan, bertanya, mengerjakan soal di papan tulis, serta mengerjakan LKS dan pekerjaan rumah (PR). Tapi hal ini tidak berlangsung lama karena diakhir siklus I sudah terjadi perubahan pada siswa tersebut.

Pada siklus II kendala yang ditemukan di siklus I sudah terkendali. Ini terlihat dari semakin meningkatnya minat belajar siswa dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh peneliti, pada siklus I persentase kehadiran siswa yaitu 93,14% meningkat menjadi 99,28% pada siklus II. Serta skor rata-rata yang dicapai siswa pada siklus I sebesar 55,43 meningkat menjadi 73,71 pada siklus II.

Perubahan-perubahan lain yang terjadi pada siklus I ke siklus II antara lain:

1. Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok pada siklus I sebesar 23,56% dan pada siklus II meningkat menjadi 43,80%

2. Siswa yang melakuakan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan pada siklus I sebesar 26,56 dan pada siklus II sudah mulai menurun menjadi 9,51%

3. Siswa yang mengerjakan tugas LKS pada siklus I sebesar 80,71% dan pada siklus meningkat menjadi 95,23%.

(44)

5. Siswa yang mengumpulkan PR pada siklus I sebesar 79,99% dan pada siklus II meningkat menjadi 95,71%.

Berdasarkan pada indikator keberhasilan, siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 65% dari skor ideal dan tuntas belajar secara klasikal apabila 85% dari jumlah siswa telah tuntas belajar. Dari data yang diperoleh setelah perlakuan dapat ditunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 13 orang siswa yang tuntas belajar dengan persentase 37,14 %, sedangkan pada siklus II terdapat 17 orang siswa yang tuntas belajar dengan persentase 85,71 %. Dengan melihat dari persentase ketuntasan belajar tersebut yang mengalami peningkatan, maka jelas terlihat bahwa telah mencapai tuntas secara klasikal.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(45)

1. Berdasarkan hasil analisis untuk tes siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar untuk siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu setelah dilakukan tindakan pembelajaran kooperatif tipe Studen Team achievement Division (STAD) pada siklus I yang berada pada kategori sangat rendah terdapat 6 siswa dengan persentase 17,14%, pada siklus II sudah tidak ada. Pada siklus I yang berada dalam kategori sedang terdapat 5 siswa dengan persentase 14,28%, pada siklus II terdapat 2 siswa dengan persentase 5,71. Sedangkan pada kategori tinggi meningkat dari 10 siswa dengan persentase 42,85% pada siklus I menjadi 20 siswa dengan peersentase 57,14% pada siklus II. 2. Ketuntasan belajar matematika siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa

Kabupaten Luwu pada siklus I terdapat 13 orang dengan persentase 37,14% dan yang belum tuntas sebanyak 22 orang dengan persentase 62,86%. Pada siklus II ketuntasan siswa meningkat menjadi 30 orang dengan persentase 85,71% dan yang belum tuntas sebanyak 5 orang dengan persentase 14,28%. Ini berarti bahwa ketuntasan belajar matematika siswa pada siklus II mengalami peningkatan dan mencapai ketuntasan secara klasikal.

B. Saran

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini agar tercapai hasil yang optimal, maka beberapa hal yang disarankan sebagai berikut: 1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Studen Team Achievement

(46)

2. Disarankan kepada para guru terutama guru mata pelajaran matematka bahwa dalam memilih metode mengajar harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondisi siswa di kelas.

3. Diharapkan kepada para peneliti dibidang pendidikan, penelitian ini dapat dilanjutkan oleh yang berminat dengan memperhatikan kekurangan-kekurangan pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Cholik, M. 2005. Matematika Untuk SMP Kelas VIII Semester I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Depdikbud. 1993. Evaluasi dan Penilaian. Jakarta: Proyek Penilaian Mutu Guru. Dirjen Dikdasmen

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

(47)

Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Hasniah. 2004. Peningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Pecahan Melalui Cooperatif Learning Tipe Student Team Achievement Division (STAD) pada Siswa Kelas I SLTP Negeri 4 Takalar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Ibrahim, Muslimin, Dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Ikbal, Muh. 2007. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui RME Pada Siswa Kelas I SMP Negeri 1 Larompong. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Isjoni. 2007. Pembelajaran Visioner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Izmail. 2007. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Inpres 12/79 Karalle Kec. Mara Kab. Bone. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sahabuddin. 2000. Mengajar dan Belajar. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta

Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JILA Universitas Pendidikan Indonesia.

Syafaruddin. Nasution, Irwan. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: PT. Quantum Teaching.

Tiro.M.A.2000. Dasar-Dasar Statistik. Makassar: State University of Makassar Press.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

(48)

Gambar

Tabel 1 Perhitungan peningkatan individu
Tabel 2.1 Statistik Skor penguasaan siswa pada tes awal
Tabel 2.3 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes awal:
tabel 2.3 berikut ;
+5

Referensi

Dokumen terkait

Mata Pelajaran Nilai

Dari perhitungan jarak tempuh menggunakan Manhattan Distance dan dikalikan dengan frekuensi pekerja maka masing-masing fasilitas akan dapat ditetapkan koordinat

belajar IPA yang diperoleh pada saat posttest dibandingkan dengan hasil pretes, yaitu Nilai rata-rata posttest pada siklus I yaitu 71,4 dengan persentase siswa

Dengan tujuan tersebut, maka jenis data yang diperlukan akan terdiri dari data primer mengenai kualitas dan karakteristik lahan yang diperoleh dari survei lahan serta data sekunder

Hasil penelitian ini bagi perusahaan Samsung diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam mempertahankan produk dan konsumennya serta

[r]

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pare (Momordica charantia) Dosis Bertingkat terhadap Kenaikan Kadar Kolesterol Total Serum Tikus Jantan Galur Wistar yang Diberi Pakan