JHECDs, 2 (1), 2016, hal. 19-27
19
Penelitian
Survei Entomologi
Anopheles
spp di Kampung Bikar dan Kampung
Kwor Kabupaten Tambrauw, Papua Barat
Entomology survey of
Anopheles
spp in Bikar and Kwoor Villages
District of Tambrauw, West Papua
Semuel Sandy*, Iman H S Sasto, Irawaty Wike
Balai Litbang Biomedis Papua, Kementerian Kesehatan RI. Jl. Kesehatan No. 10 Dok II, Jayapura
*Korespondensi: mercury.sandy56@gmail.com DOI : 10.22435/jhecds.v2i1.5935.19-27
Tanggal diterima 26 Januari 2016, Revisi pertama 10 Februari 2016, Revisi terakhir 14 April 2016, Disetujui 21 April 2016, Terbit daring 9 Januari 2017
Abstract. Entomology Survey of breeding site and biting activity malaria vector Anopheles spp were done at Tambrauw Regency in two villages, Bikar and Kwor. Both selected villages were having high malaria cases during the past year. The purpose of this study was to describe the habitat and biting activity of vector Anopheles spp in Tambrauw Regency. The results showed that larvae habitat characteristics found in the research location were water channel, semi-permanent ponds, truck tires footing and remaining excavation hole. Aquatic habitat characteristics i.e. salinity 0 ‰, water temperature range 27-28˚C, pH range 7,1-7,6 and water depth of breeding sites was 20-60 cm. Types of plants around the habitat were algae, moss, kale, and water hyacinth. The plants density were rather sparse. Anopheles spp found in the location were anthropophilic and endophagic, began actively biting at 19.00 to 20.00 WIT and reaching peak density at 23.00-24.00 WIT. In the area of forest land (Bikar village), average density of Anopheles spp indoor was 0,39 and outdoor was 0,33 mosquitoes per person per hour, whereas for coastal areas (Kwor village) we found density of Anopheles spp indoor was 0,14 and outdoors was 0,08/person/hour. Man biting rate was 0,13/person/night.
Keywords: Anopheles spp, biting activity, breeding sites
Abstrak. Survey habitat dan aktifitas menggigit vektor malaria Anopheles sppdi Kabupaten Tambrauw dilaksanakan di dua kampung, yaitu Kampung Bikar dan Kampung Kwor. Kedua desa yang dipilih mempunyai kasus malaria tinggi selama satu tahun terakhir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran habitat dan aktifitas menggigit vektor Anopheles sppdi Kabupaten Tambrauw. Hasil penelitian menunjukan karakteristik habitat jentik yang ditemukan di lokasi penelitian adalah saluran air, kolam semi permanen, bekas pijakan ban mobil truk dan bekas galian eskavator. Karateristik habitat yaitu salinitas perairan 0 ‰, suhu air habitat jentik 27-28 ˚C, dengan pH air normal 7,1 -7,6 dan kedalaman perairan 20-60 cm. Jenis tanaman di sekitar habitat yaitu algae, lumut, kangkung, enceng gondok dengan kerapatan tanaman agak jarang.
Anopheles spp yang ditemukan di lokasi bersifat antrophofilik dan endofagik, mulai aktif menggigit pada pukul 19.00-20.00 WIT dan mencapai puncak kepadatan pukul 23.00-24.00 WIT malam hari. Di daerah daratan hutan (Kampung Bikar), di dapat rata-rata kepadatan Anopheles spp(An. punctulatus, An. koliensis dan An. farauti) orang per jam (MHD) di dalam rumah 0,39 nyamuk per orang per jam, sedangkan di luar rumah 0,33 nyamuk per orang per jam. Sedangkan untuk daerah pantai (Kampung Kwor) ditemukan Anopheles spp dengan tingkat kepadatan man hour density (MHD) di dalam rumah 0,14 per orang per jam, sedangkan MHD di luar rumah adalah 0,08 per orang per jam dan nilai Man biting rate (MBR) 0.13 per orang per malam.
Kata kunci:Anopheles spp, aktivitas menggigit, habitat
DOI : 10.22435/jhecds.v2i1.5935.19-27
Cara sitasi : Sandy S, Sasto IHS, Wike I. Survei Entomologi Anopheles spp di Kampung Bikar dan
Kampung Kwor Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. J.Health.Epidemiol.Commun.Dis. 2016;2(1): 19-26.
20
Pendahuluan
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Plasmodium spp dan ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Anopheles spp. Penyakit malaria masih merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia khususnya di daerah bagian timur seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Pemerintah masih fokus terhadap pemberantasan penyakit malaria, dalam upaya pengendalian penyakit ini telah dilakukan pengendalian gigitan vektor nyamuk melalui program kelambu berinsektisida dan penyemprotan insectisida, sedangkan untuk menurunkan angka kesakitan dilakukan program pemberian obat antimalaria.1,2,3
Keanekaragaman jenis Anopheles spp bergantung ekosistem dan daerah sebarannya. Penyebaran
Anopheles spp di dunia mengikuti pola sebaran zoo-geography, ekosistem dan pemanfaatan lahan. Faktor-faktor lingkungan yang menentukan penyebaran spesies Anopheles spp diantaranya adalah lingkungan fisik yang meliputi ketinggian tempat, pemanfaatan lahan, kondisi cuaca dan lingkungan mikro (genangan air sebagai habitat perkembangbiakan). Anopheles spp memiliki karakteristik habitat perkembangbiakan yang berbeda-beda pada setiap zona geografi. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kemampuan adaptasi spesies nyamuk terhadap kondisi fisika-kimia perairan dan terutama ketersediaan makanan dan persyaratan hidup bagi stadium pradewasanya. Faktor cuaca khususnya hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan habitat perkembangbiakannya.4 Nyamuk dapat berkembang-biak dengan baik apabila lingkungan sesuai dengan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Keberadaan manusia dalam membuka hutan baru untuk kepentingan pembukaan lahan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakanakan secara tidak langsung dimanfaatkan untuk perkembangbiakan jentik nyamuk Anoheles spp, sehingga akan berpengaruh terhadap kepadatan maupun perilaku nyamuk di suatu tempat.5
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis bersifat heterogen dan rentan terhadap dampak perubahan iklim regional dan global. Perubahan iklim makro dan mikro dapat berpengaruh pada penyebaran penyakit menular, diantaranya penyakit menular malaria yang ditularkan vektor nyamuk. Peningkatan kelembaban dan curah hujan berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk, sedangkan suhu mempunyai batas optimum bagi perkembangbiakan nyamuk antara 25-27oC.6,7
Fauna nyamuk Anopheles spp yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22 spesies yaitu An. sundaicus, An. aconitus, An. nigerrimus, An. macullatus, An. barbirostris, An. sinensis, An. letifer, An. balabacencis, An. punctulatus, An. farauti, An. bancrofti, An. karwari, An. koliensis, An. vagus, An. parengensis, An. umbrosus, An. subpictus, An. longirostris, An. flavirostris, An. minimus, dan An. leucosphirus.8
KabupatenTambrauw merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sorong pada tahun 2008. Di daerah ini kasus malaria masih tinggi. Kabupaten Tambrauw memiliki topografi daerah dataran hutan, pegunungan dan di bagian utara merupakan lautan pasifik. Data penelitian bioekologi vektor malaria di Papua Barat relatif sedikit sehingga diperlukan pengumpulan data dasar. Pengetahuan bioekologi vektor malaria dan penyebarannya di suatu wilayah endemis merupakan bagian penting untuk menentukan strategi pengendalian vektor baik dari segi lingkungan habitat ataupun dari segi vektornya. Artikel ini membahas gambaran habitat
Anopheles spp di Kabupaten Tambrauw yang meliputi jenis dan karakteristik habitat perkembangbiakan, kepadatan vektor dan aktivitas menggigit vektor.
Metode
Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni tahun 2014 di Kabupaten Tambrauw dengan lokasi di Kampung Kwor, dan Bikar. Rancangan penelitian potong lintang, survey dilakukan berdasarkan tingkat kepadatan nyamuk pada bulan Mei dan Juni dengan kasus malaria tinggi (spot survey).
Survey entomologi meliputi: perkembangbiakan jentik dilakukan dengan mengoleksi jentik dan pupa
Anopheles spp dengan menggunakan cidukkan sesuai standar WHO.9,10 Survey jentik dilakukan di semua jenis lokasi habitat perairan yang diduga sebagai tempat perindukan jentik Anopheles spp. Pengambilan data parameter lingkungan abiotik juga dilakukan seperti salinitas perairan, suhu air, pH air, kekeruhan perair, luas habitat jentik, sedangkan untuk parameter biotik jenis serangga atau ikan pemakan jentik. Jentik dan pupa yang telah dikoleksi kemudian dipelihara menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Anopheles spp kemudian diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi
O’Connor dan Soepanto untuk mengetahui jenis
nyamuk Anopheles. Survey Anopheles spp dewasa dilakukan dengan cara: 1) menggunakan metode
21 hari; 3) penangkapan nyamuk yang hinggap di dalam dan luar rumah dilakukan pada pagi hari.9,10 Data hasil survey entomologi dianalisis secara deskriptif mengenai habitat dan aktifitas menggigit dari nyamuk Anopheles spp.
Hasil
Kabupaten Tambrauw adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, Indonesia. Kabupaten Tambrauw terletak di puncak kepala burung Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Sorong sejak tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008. Letak geografis
Kabupaten Tambrauw yaitu 0˚4’00’’LS - 1˚4’00’’ LS dan 131˚07’00 BT - 131˚56’00 BT. Keadaan topografi Kabupaten Tambrauw merupakan daerah pantai, dataran dan bagian daerah pegunungan. Jumlah kasus malaria di Kabupaten Tambrauw masih sangat tinggi, biasanya kasus meningkat pada saat musim panen buah.
Kampung Bikar merupakan daerah kawasan hutan, rumah masyarakat umumnya terbuat dari papan kayu, memiliki mata pencaharian sebagai petani dan meramu di hutan. Daerah ini merupakan daerah yang masih dalam pengembangan sehingga banyak terdapat bekas pijakan ban mobil dan kerukaneskavator dimana pada musim penghujan akan menimbulkan genangan air yang berpotensi sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk. Kampung Kwor terletak di sekitar dekat pantai, masyarakat umumnya bekerja sebagai bertani dan meramu di hutan dan beberapa juga yang bekerja mencari ikan di laut.
Penelitian bioekologi nyamuk Anopheles spp dilakukan di Kampung Bikar dan Kwor Kabupaten Tambrauw. Jenis nyamuk Anopheles spp yang dijumpai yaitu An. farauti, An. punctulatus dan An. koliensis sedangkan tipe habitat berupa saluran air, kolam dan pijakan ban mobil. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis jentik yang ditemukan di beberapa tipe perairan di Kampung Bikar, Kabupaten Tambrauw
Tipe Habitat Jentik Anopheles spp yang ditemukan
An. farauti An. punctulatus An. koliensis
Saluran Air 8 2 0
Kolam 2 2 3
Pijakan ban mobil 0 5 5
Pada pengamatan kondisi fisik dan lingkungan beberapa tipe perairan habitat jentik Anopheles spp di Kampung bikar diperoleh kadar salinitas 0‰,
suhu habitat 27-28 °C dengan kedalaman habitat
20-50 cm. kepadatan jentik Anopheles spp yang ditemukan pada saluran air 20%, habitat kolam 14% dan habitat pijakan ban mobil 20%. Untuk hasil lengkap dapat diamati pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi fisik dan lingkungan beberapa tipe perairan habitat jentik Anopheles spp di Kampung Bikar, Kabupaten Tambrauw
Kondisi fisik Tipe habitat Anopheles spp.
Saluran air Kolam Pijakan ban mobil
Suhu (˚C) 27 27 28
pH 7,1-7,5 7,0-7,2 7,2-7,4
Salinitas 0 0 0
Kedalaman (cm) 50 30 20
Dasar perairan Berlumpur Berlumpur Berlumpur
Tanaman air Ipomoea aquatica, Lumut air,
Algae hijau, Eichornia crassipes
Ipomoea aquatica, Lumut air, Algae hijau, Eichornia crassipes
-
Tanaman sekitar Imperata clindrica, Cyperus
rotundus
Cyperus rotundus Cyperus rotundus
Tanaman peneduh - - -
Kerapatan tanaman sekitar
Rapat Rapat Jarang
Ekosistem sekitar Semak, hutan,
pemukiman
Hutan,semak, pemukiman
Semak, pemukiman
Jenis predator air Laba-laba air, ikan kepala timah
Laba-laba air, ikan kepala timah
Jarak ke pemukiman 50 meter 30 meter 100 meter
Jenis anopheles An. farauti
22 Survei bioekologi nyamuk Anopheles spp yang dilakukan di Kampung Kwor Kabupaten Tambrauw diperoleh jenis nyamuk An. farauti, An. punctulatus dan An. koliensis. Tipe habitat jentik adalah saluran air, kolam dan bekas galian tanah eskavator. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada pengamatan kondisi fisik dan lingkungan beberapa tipe perairan habitat jentik Anopheles spp
di Kampung bikar diperoleh kadar salinitas 0‰,
suhu habitat 25°C dengan kedalaman habitat 40-60 cm. kepadatan jentik Anopheles spp. yang ditemukan pada saluran air 16%, habitat kolam 20% dan habitat pijakan ban mobil 56%. Untuk hasil lengkap dapat diamati pada Tabel 4.
Tabel 3. Jenis jentik yang ditemukan di beberapa tipe perairan di Kampung Kwor, Kabupaten Tambrauw
Tipe Habitat Jentik Anopheles spp yang ditemukan
An. farauti An. punctulatus An. koliensis
Saluran Air 6 2 0
Kolam 2 5 3
Bekas galian tanah eskavator 8 6 14
Tabel 4. Kondisi fisik dan lingkungan beberapa tipe perairan habitat jentik Anopheles spp di Kampung Kwor, Kabupaten Tambrauw
Kondisi fisik
Tipe habitat Anopheles spp.
Saluran air Kolam Bekas galian mobil
eskavator
Suhu (˚C) 25 25 25
pH 7,1-7,3 7,0-7,2 7,2-7,6
Salinitas 0 0 0
Kedalaman (cm) 60 40 50
Dasar perairan Berlumpur Berlumpur Berlumpur
Tanaman air Ipomoea aquatica, Lumut air, Algae
hijau, Eichornia crassipes
Ipomoea aquatica, Lumut air, Algae hijau, Eichornia crassipes
-
Tanaman sekitar Imperata clidrica, Cyperus rotundus Imperata clidrica, Cyperus rotundus
Ekosistem sekitar Semak, hutan,
pemukiman
Hutan,semak, pemukiman
Semak, rumput-rumputan
Jenis predator air Laba-laba air, ikan kepala timah Laba-laba air, ikan kepala timah
Jarak ke pemukiman ±100 meter ±100 meter ±200-500 meter
Jenis Anopheles spp An. farauti An. punctulatus
Gambar 1 menunjukkan kepadatan nyamuk
Anopheles punctulatus group di Kampung Bikar, dimana puncak kepadatan terjadi pada pukul 20.00-21.00 WIT di luar rumah dan kepadatan di dalam rumah terjadi pukul 22.00-23.00 WIT dan pukul 01.00-02.00 WIT dini hari. Hasil penelitian diperoleh rata-rata kepadatan Anopheles spp (An. punctulatus, An. koliensis dan An. farauti) orang per jam (MHD) di dalam rumah 0,39 nyamuk per orang per jam, sedangkan di luar rumah 0,33 nyamuk per orang per jam. Di lokasi penelitian tidak ditemukan adanya hewan ternak sapi, kerbau maupun kambing, namun yang ada hanya hewan ternak babi dan ayam sehingga di lokasi penelitian tidak dilakukan penangkapan nyamuk Anopheles spp.
Penangkapan di kandang babi tidak dilakukan dikarenakan hewan ternak babi dan ayam hanya dilepas di sekitar pekarangan dan tidak dikandangkan.
Gambar 2 menunjukkan tingkat kepadatan
23 Gambar 3 menunjukkan aktifitas menggigit
Anopheles spp. per orang per malam, di mulai pada pukul 19.00-05.00 WIT. Man biting rate (MBR) mencapai puncaknya pada pukul 01.00-02.00
dengan kepadatan menggigit 0,13 per orang per malam. Jadi nyamuk Anopheles spp. di lokasi penelitian dapat menggigit manusia sepanjang malam hari.
Gambar 1. Fluktuasi kepadatan Anopheles spp. per orang per jam di Kampung Bikar Kabupaten Tambrauw
24
Gambar 3. Fluktuasi aktifitas menggigit Anopheles spp. per orang per malam
Pembahasan
Anopheles spp yang berperan sebagai vektor malaria di kawasan timur Indonesia (Maluku dan Papua) antara lain An. koliensis, An. farauti, An. punctulatus, An. bancrofti dan An. subpictus.
Anopheles punctulatus group terdiri 12 spesies kembar (sibling species) namun yang berperan sebagai vektor malaria yaitu An. punctulatus, An. farauti (terdapat 8 spesies kembar), An. koliensis, An. hinesorum, dan An. farauti namun penelitian banyak di fokuskan pada jenis An. punctulatus, An.koliensis
dan An. farauti karena memiliki kepadatan yang tinggi, waktu hidup di alam lebih lama dan kompetensi vektor yang tinggi.11 Hasil penelitian di Kab. Tambrauw - Papua Barat ditemukan jenis An. punctulatus, An. farauti dan An. koliensis di beberapa tipe habitat dan penangkapan nyamuk dewasa.
Survey habitat dan kebiasaan menggigit dari
Anopheles spp di Tambrauw dilakukan di dua lokasi yaitu Kampung Bikar yang terletak jauh ke dalam hutan dan Kampung Kwor yang berdekatan dengan pesisir pantai. Jenis habitat Anopheles spp yang ditemukan di Kampung Bikar yaitu habitat saluran air, kolam semi permanent air, dan bekas pijakan ban mobil. Survei jenis jentik yang ditemukan dalam habitat tersebut yaitu jenis jentik
An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus.
Sedangkan di Kampung Kwor tipe habitat jentik
Anopheles spp yang dijumpai berupa saluran air, kolam semi permanent dan bekas galian ekskavator. Hasil survey habitat jentik ditemukan jenis An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa jentik An. punctulatus ditemukan pada genangan air
pada pijakan kaki hewan seperti sapi, babi, kuda, bekas roda ban mobil, aliran sungai, aliran sungai dengan vegetasi air, kubangan sementara, kolam buatan manusia, saluran irigasi, pelepah sagu, pelepah pisang, dan selokan/parit. Habitat An. farauti ditemukan di perairan air tawar dan payau serta menyukai adanya paparan sinar matahari. Spesies ini juga ditemukan di rawa-rawa, kolam, selokan/parit, kolam kangkung dan bekas tempat galian pasir. Sedangkan habitat jentik An. koliensis
banyak dijumpai pada genangan air sementara dengan paparan sinar matahari langsung, selokan/parit, pijakan kaki hewan babi atau kubangan babi.12 Hal yang sama di laporkan oleh Saputro (2010) mengenai habitat An. punctulatus di Fak-Fak Papua Barat berupa kobakan batu, kubangan, bekas ban mobil dan parit. Sedangkan parameter lingkungan habitat berupa suhu 28°C, pH 6-6.8, dan tingkat salinitas 0‰.13 Beberapa literature juga menyebutkan bahwa karateristik habitat An. farauti memiliki toleransi terhadap salinitas, suhu habitat 26-30°C, pH 6-8 sedangkan
An. koliensis ditemukan pada kolam air dengan vegetasi tanaman peneduh, suhu air 30°C, pH 6-7
25 terhambat apabila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C.16,17
Selain suhu, faktor pH habitat jentik perairan mempengaruhi perkembangan metamarfosis hingga menjadi nyamuk dewasa. pH habitat yang rendah bersifat asam atau basa akan menyebabkan jentik mati atau cacat sehingga tidak mencapai stadium dewasa. pH optimal perkembangan metamarfosis jentik 5,6-7,2. Kadar salinitas air juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan jentik. Beberapa spesies Anopheles seperti An. farauti memiliki toleransi kadar salinitas air yang tinggi.16,17
Survei entomologi nyamuk Anopheles spp dewasa yang dilakukan di daerah pantai dan daratan hutan, Untuk jelasnya man hour density (MHD) dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Anopheles spp yang ditemukan di Kampung Bikar dan Kwor lebih banyak aktif menggigit pada malam hari dan mulai pukul 19.00-20.00 WIT dan mencapai puncak kepadatan pada pukul 23.00-24.00 WIT. Nyamuk Anopheles spp lebih banyak ditemukan aktif menghisap darah di dalam rumah (endofagik) dibandingkan di luar rumah (eksofagik). Nyamuk Anopheles spp betina biasanya menghisap darah manusia atau hewan mamalia untuk perkembangan telurnya dan melakukan aktivitas menggigit mulai pukul 18.00 hingga 06.00. Puncak waktu menghisap darah setiap spesies berbeda-beda tergantung kondisi lingkungannya.18 Pada lokasi penelitian tidak ditemukan adanya hewan ternak sapi, kerbau dan kambing, maka kemungkinan nyamuk Anopheles
spp lebih menyukai darah manusia (antrophofilik). Pada survei ini ditemukan beberapa jenis Anopheles
spp diantaranya An. koliensis, An. punctulatus dan An. farauti yang termasuk dalam Anopheles punctulatus group. Untuk penangkapan nyamuk resting di dalam maupun luar rumah tidak ditemukan adanya nyamuk Anopheles spp. Begitu pula untuk survei resting nyamuk di alam tidak ditemukan adanya nyamuk Anopheles spp. Anopheles koliensis lebih menyukai menghisap darah manusia dibanding darah hewan (antrophofilik).19 Jenis Anopheles spp memiliki perilaku yang berbeda dalam menentukan sumber pakan darah untuk mempertahan kelangsungan hidupnya (sifat antropofilik).19 Sifat antrophofilik bergantung pada ketersedian sumber pakan darah di sekitar habitatnya. Proporsi nyamuk menghisap darah manusia (Human Blood Index) akan menentukan potensi spesies tersebut sebagai vektor primer atau sekunder di daerah tersebut.19 Anophels koliensis bersifat eksofagik tergantung dari letak geografis habitat nyamuk dan ditemukan aktif menggigit di malam hari pukul 02.00-03.00.19 Anopheles farauti bersifat eksofagik
dan eksofilik.19 Perbedaan kegiatan aktifitas menggigit sangat bergantung pada lokasi geografis dimana habitat spesies ini berada. An. punctulatus
lebih banyak aktif menggigit di luar rumah (out door) namun ada beberapa yang aktif menggigit di dalam rumah dan biasanya aktif menggigit pada tengah malam.19 Hasil penelitian aktifitas menggigit
Anopheles spp mencapai puncaknya pada pukul 01.00-02.00 WIT dengan nilai MBR 0,13 per orang per malam. Hasil penangkapan Anopheles spp dewasa relatif kurang, dikarenakan cuaca kurang mendukung, angin bertiup cukup kencang dan disertai hujan sehingga berpengaruh terhadap nilai MHD dan MBR. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Saputro dkk (2010) di daerah Fak-Fak diperoleh spesies An. punctulatus dengan karateristik aktif menggigit pukul 22.00-23.00 WIT dan 02.00-03.00 WIT, bersifat eksofagik (MBR in door 1,38 per orang per malam) dan endofagik (MBR out door 1,48 per orang per malam).14 Menurut Munif (2008) Anopheles spp dapat diduga sebagai vektor malaria apabila memenuhi persyaratan MBR yang tinggi (kontak nyamuk dengan manusia), jenis nyamuk Anopheles dominan di daerah tersebut, telah di konfirmasi sebagai vektor malaria di daerah tersebut, memiliki lama hidup di alam yang panjang.20 Nyamuk Anopheles
punctulatus group (An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus) merupakan fektor malaria di Papua dan umumnya spesies ini yang banyak ditemukan saat dilakukan survey penangkapan nyamuk dibandingkan dengan spesies Anopheles lainnya.21,22
Kesimpulan dan Saran
Survey entomologi di Kampung Bikar dan Kwor diperoleh spesies Anopheles spp yaitu An. punctulatus, An. koliensis dan An. farauti. Habitat jentik yang ditemukan di lokasi penelitian adalah saluran air, kolam semi permanen, bekas pijakan ban mobil truk dan bekas galian eskavator. Sedangkan karateristik habitat yaitu salinitas
perairan 0‰, suhu air habitat jentik 25-28˚C, dengan pH air normal 7,1 - 7,6. Jenis tanaman di sekitar habitat yaitu algae, lumut hijau, kangkung (Ipomoea aquatica), enceng gondok (Eichornia crassipes) dengan kerapatan tanaman agak jarang.
Anopheles spp yang ditemukan di lokasi penelitian bersifat antrophofilik dan endofagik. Nyamuk
Anopheles spp mulai aktif menggigit pada pukul 19.00-20.00 WITdan mencapai puncak kepadatan pukul 23.00-24.00 WIT malam hari.
26 gigitan nyamuk Anopheles spp yaitu mengurangi aktifitas di luar rumah pada malam hari, menutup pintu dan jendela, mengenakan pakaian dan menggunakan kelambu saat tidur.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Kepala Balai Litbang Biomedis Papua, Kepala Badan Kesbang, Politik dan Linmas Papua Barat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tambrauw, Kepala Kampung Bikar, Kepala Kampung Tambrauw, serta seluruh tim peneliti yang membantu terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka
1. Majawati ES. Bionomik Anopheles barbirotris
penular malaria, Jurnal UKRIDA, 2010. Hal 1-5.
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 1989, 17 (2) 183-185.
3. Kirnowardoyo S. Penelitian Vector Malaria yang di lakukan Institusi Kesehatan Tahun 1975-1990. Buletin Penelitian Kesehatan, 1991. 19 (4) 21-32. 4. Noshirma M, Willa RW, Adnyana NWD. Beberapa
Aspek Perilaku Nyamuk Anopheles barbirotris di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2011. Media Litbang Kesehatan. 2012, 22(4); 161-166. 5. Munif A. Nyamuk Vector Malaria dan Hubungannya
dengan Aktifitas Kehidupan Manusia di Indonesia. Jurnal Aspirator, 2009, 1 (2) 94-102.
6. Epstein PR, Diaz HR, Elias S, Grabherr G, Graham NE, Martens WJM, Thomson EM, Susskind J (ED). Biologicaland Physical Signs of Climatechange: Focused on Mosquito Borne Diseases. Bul Amer Meterol Soc. 1998, 79: 409-417.
7. Suwito, Hadi UK, Sigit SH, Sukowati S. Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. Journal entomologi Indonesia, 2010, 7 (1) 42-53.
8. Sukowati S. Masalah Keragaman Spesies Vektor Malaria dan Cara Pengendaliannya di Indonesia. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi. Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta, 2008.
9. WHO. Malaria entomology and vector control Learner’s Guide. World Health Organization; 2003. 1-109 p.
10. WHO. Manual on Practical Entomology In Malaria (Part I: Vector Bionomic and Organization of Anti-Malaria Activities. Geneva: World Health Organization; 1975. 1-169 p.
11. O’Connor CT, Soepanto A. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia. 3th Editio. Jakarta, Indonesia: Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemungkiman; 1999. 1-40 p.
12. Sinka ME, Bangs MJ, Manguin S, Chareonviriyaphap T, Patil AP, Temperley WH, et al. The dominant Anopheles vectors of human malaria in the Asia-Pacific region: occurrence data, distribution maps and bionomic précis. Parasit Vectors [Internet]. BioMed Central Ltd; 2011, 4 (1) 89. Available from: http://www.parasitesandvectors.com/content/4/1/ 89
13. Sandy S. Bionomi Vektor Malaria Kelompok Anopheles punctulatus (An. farauti, An. koliensis, An. punctulatus) di Provinsi Papua. Jurnal BALABA, 2014, 10 (1) 47-52
14. Saputro G, Hadi UK, Koesharto FX. Prilaku
Anopheles punctulatus dan Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di Desa Dulanpokpok Kabupaten Fak-Fak, Papua Barat, Hemara Zoa, 2010, 2 (1) 25-33
15. Sandy S. Karateristik Habitat Anopheles punctulatus group. Jurnal Buski, 2015, 5(3)126-131 16. Mofu RM. Hubungan Lingkungan Fisik, Kimia dan Biologi dengan Kepadatan vektor Anopheles di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. J Kesehat Lingkung Indones. 2013, 12 (2) 1–7. 17. Friaraiyatini, Keman S, Yudhastuti R. Pengaruh
Lingkungan Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria Di Kab. Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. J Kesehat Lingkung, 2006. 2(2) 121–9.
18. Kawulur HS, I, Soesilohadi H, Hadisusanto S, Trisyono YA. Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat) Pendahuluan. Biota. 2014;19(1):27–35
19. Elyazar IRF, Sinka ME, Gething PW, Tarmidzi SN, Surya A, Kusriastuti R, et al. The Distribution and Bionomics of Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia [Internet]. 1st ed. Advances in Parasitology. Elsevier Ltd.; 2013.
173-266 p. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-407705-8.00003-3
20. Munif A, Rusmiarto S, Aryati Y, Andris H, Stoops CA, Konfirmasi Status Anopheles vagus Sebagai Vektor Pendamping Saat Kejadian Luar Biasa Malaria di Kabupaten Sukabumi, Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008. p. 689–96.
21. Ditjen P2PL. Pedoman Survei Entomologi Malaria. Indonesia: Kementerian Kesehatan RI; 2013. 1-39 p.
27