• Tidak ada hasil yang ditemukan

57182297 Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "57182297 Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA DAN SIKAP ILMIAH

SISWA KELAS IV SD NO.2 AMBENGAN KECAMATAN SUKASADA

Dosen Pengajar : I Wayan Widiana, S.Pd., M.Pd

OLEH: MERTA DWI YANI

0911035737

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan dating. Menurut Buchori (dalam Khabibah, 2006;1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar. Sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan tujuannya berupanya mendidik siswa yang berilmu dan berketerampilan yang unggul serta memiliki etos kerja yang tinggi,melatih melakukan penelitian sesuai proses /metode ilmiah, dan belajar dengan mengaplikasikan pengetahuan terbaiknya, mempunyai sikap disiplin, jujur, dan bertanggung jawab.

Melalui penguasaan mata pelajaran IPA baik proses, produk, maupun sikap yang baik, siswa diharapkan mampu mengembangkan ilmunya, bertenggang rasa, mampu membina kerja sama yang sinergis demi tercapainya efisiensi dan efektivitas, kualitas serta kesuksesan nyata bagi siswa.

(3)

ujian ini bukan satu-satunya ukuran menilai keberhasilan siswa, namun dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap mata pelajaran

Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah urgen bagi para pendidik khususnya guru memahami karakteristik materi pembelajaran, peserta didik, dan metodologi pembelajaran dalam proses pembelajaran terutama berkaitan pemilihan terhadap materi pembelajaran modern. Dengan demikian proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif dan konstruktif dalam merekontruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep yang telah dipelajari. Bagaiman guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving).

Untuk membantu siswa memahami konsep-konsep dan memudahkan guru dalam mengajarkan konsep-konsep tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang langsung mengaitkan materi konteks pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kontektual (Trianto, 2008;9).

Dalam pembelajaran kontektual, setiap guru perlu mamahami tipe belajar dan dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran pemaksaan kehendak.

Dalam pembelajaran, guru juga biasanya menggunakan model pembelajran langsung yaitu suatu model pembelajaran yang siffatnya berpusat pada guru. Model pembelajaran ini didasarkan atas teori belajar bahaviorisme. Menurut teori ini, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigm stimulus respons (S-R).

(4)

Hasil observasi di SD No 2 Ambengan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA di kelas, proses belajar mengajar masih didominasi oleh guru, di mana guru sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan guru karena guru mengejar ketuntasan kurikulum untuk menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jumlah hari efektif. Guru juga lebih menekankan pada siswa untuk menghafal konsep-konsep, terutama rumus-rumus praktis, yang nantinya bisa digunakan oleh siswa dalam menjawab soa ulangan harian, ulangan umum, ataupun UN tanpa melihat secara nyata manfaat materi yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar sehingga benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang ditata secara sistematis (Titiek Rostiah dan Setyabudi Hastuti, 2002;5).

1.2 Identifikasi Masalah

Proses pembelajaran bukan merupakan kegiatan yang tunggal, tetapi banyak factor yang berkontruksi dan berinteraksi di dalamnya. Komponen-komponen yang berinteraksi dalam proses pembelajaran terdiri dari raw input seperti kecerdasan, bakat, minat, motivasi siswa dan lain-lain, instrumental input seperti kurtikulum, perpustakaan, laboratorium, guru dan lain-lain.

(5)

1.3 Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, seperti factor “raw input, instrumental input, dan environmental input”. Namun dalam penelitian ini hanya difokuskan pada penelitian eksperimen tentang model pembelajaran yaitu model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran IPA di kelas IV. Dengan alasan bahwa model pembelajaran kontektual melalui bukti-bukti empiric terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa namun belum banyak diterapkan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran konstektual terhadap hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa kelas IV SD No. 2 Ambengan dan dibandingkan dengan pengaruh penerapan model pembelajaran langsung terhadap hal yang sama.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas masalah yang ingin dicari jawabanya dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung?

2. Apakah ada perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontektual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung?

3. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPa dan Sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

(6)

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung.

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan hasil belajar dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran langsung.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan model pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Pengkondisian tersebut diarahkan kepada pembelajarn efaktif, interaktif, dan menarik bagi pebelajar, sehingga pebelajar lebih banyak berinteraksi secara aktif dengan lingkungan belajar. Oleh sebab itu, manfaat teoritik yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pedoman dan landasan teoritik terhadap pemecahan masalah belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar, khususnya persoalan belajar dan pembelajaran IPA di sekolah dasar.

2. Diharapkan kepada pemegang kebijakan dan perancang kurikulum untuk bisa merancang kurikulum dan tujuan-tujuan pembelajaran yang fleksibel dan adaptif, sehigga dalam jangka panjang dapat menjembatani dunia pengetahuan, dunia belajar, fan dunia kerja.

1.6.2. Manfaat Praktis

1. Bagi guru Sekolah Dasar, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari alternatif dan inovasi pembelajaran untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi siswa, sehingga mutu pendidikan dapat ditingkatkan.

2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat tentang pembelajaran IPA secara lebih terintegrasi, menarik, dan penuh dengan aktivitas mentalnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap ilmiah siswa.

(7)

mutu pendidikan dengan berlandaskan model pembelajaran kontektual sebagai salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa.

BAB II

(8)

2.1 Landasan Teori

Memudahkan pembelajaran bagi murid adalah tugas utama guru. Untuk itu, guru tidak saja dituntut untuk membuat suasana pembelajaran menjadi nyaman dan menarik, tetapi juga harus mampu menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan diri masing-masing murid. Disini, gur dituntut untuk benar-benar menetahui karakteristik tiap anak didik. Sehigga metode dan pendekatan yang diterpakan pun benar-benar sesuai dengan perkembangan diri murid yang menjadi subjek sekaligus objek pendidikan itu sendiri.

Pada bab ini akan dibahas tentang teori-teori yang melandasi penelitian ini yang mencagkup ; 1) pembelajaran kontektual (CTL), 2) pembelajaran langsung, 3) hasil belajar IPA dan, 3) sikap ilmiah.

2.2. Pembelajaran Kontektual

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka baik sebagai anggota keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian, hasil pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Sadia (2009), mengapa pembelajaran kontektual (CTL) menjadi pilihan antara lain;

1. Selama in proses pembelajaran di sekolah lebih didominasi oleh metode ekspositori atau ceramah dan Tanya jawab. Siswa kurang diberdayakan dalam proses pembelajaran, guru bersifat dominan dan siswa pasif. Guru seolah-olah merupakan satu-satunya sumber otoritas pengetahuan.

2. Berdasarkan pandangan kontruktivisme ynag merupakan landasan filosofi pembelajaran kontektual (CTL), bahwa “ pengetahuan dibangun di dalam pikiran orang yang belajar” dan bahwa “ pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa”.

3. CTL dipilih sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran dengan harapan siswa akan belajar melalui proses “mengalami” bukan “menghafal” sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

(9)

Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang bersifat terpusat pada guru ( teacher centered ). Dalam penerapan model pembelajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa selangkah demi selangkah. Karena dalam menjelaskan materi ajar dengan baik dan memberi petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh siswanya ( Roy Killen yang dikutip oleh Wirata:2008)

Model pembelajaran langsung didasarkan atas teori belajar behaviorisme. Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman-pangalaman tertentu kepadanya. Menurut teori ini, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus-respons (S-R). oleh karena itu teori ini juga disebut teori stimulus-respons (Burn, 1995;102).

Proses stimulus-respons ini terdiri dari beberapa unsure yaitu: (1) unsur dorongan, siswa merasakan adanya kebutuhan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan ini, (2) siswa diberikan stimulus yang selanjutnya akan dapat menyebabkan siswa member respon, (3) siswa memberikan suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya dengan jalan melakukan suatu tindakan yang dapat dilihat, (4) unsur penguatan (reinforcement), unsur ini diberikan kepada siswa agar dia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respon.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Fase persiapan dan motivasi ini diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pembelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan penelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajarinya (Arend, 1997;67). Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 2.3 Sintak Model Pembelajaran langsung

(10)

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa

Guru mempersiapkan TPK, menyampaikan informasi latar belakang pelajaran,

pentingnya pembelajaran, dan

mempersiapkan siswa untuk belajar

2. Mendemontrasikan pengetahuan atau keterampilan

Guru mendemontrasikan keterampilan yang benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap, kemudian guru menyuruh siswa untuk mengikutinya

3. Membimbing pelatihan Guru merancanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal

4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Guru mengecek apakah siswa berhasil melakukan tugas dengan baik, dan kemudian guru memberikan umpan balik kepada siswa

5. memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapanya

Guru mempersiapkan kesempatan melakakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan pada situasi yang lebih kompleks.

Sumber : Kardi (2004;8)

2.4. Hasil Belajar IPA

Belajar merupakan salah satu kebutuahan hisup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan pengembangan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dirasakan belajar merupakan kebutuhan hidup yang vital karena semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia.

(11)

suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Kita lihat bagimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari “driil” dan belajar stereotif-stereotif. Ketiga, kita belajar konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar seperti itu disebut operant. Keempat, pengalaman belajr sebagai suatu hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model, dan masing-masing kita mungkin menjadi model bagi orang lain dalam belajar observasional. Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami pengertian

Kingsley (dalam Sujana, 2002) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan. (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikat dan sita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne (dalam Dahar, 1996) membagi lima kategori hasil belajar, yaitu keterampilan intelelk (intellectual skill), strategi kognitif (cognitive strategies), Informasi verbal (verbal information), keterampilan gerak (motor skiil), dan sikap (attitudes).

Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar, Tirtonegoro (dalam Suwastrini, 2006). Dalam setiap perbuatan manusia untuk mencapai tujuan, selalu diikuti oleh pengukuran dan penilaian, demikian pula dengan proses pembelajaran

Farid Nasution (2001;439) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajarn, yang lazim diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Bila angka yang diberikan oleh guru rendah, maka prestasi siswa rendah bgitu juga sebaliknya jika angka yang diberikan guru tinggi prestasi prestasi siswa tinggi.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, prestasi belajar IPA dalam penelitian ini secara konseptual diartikan sebagai penilaian usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam pelajaran IPA baik berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan tes.

(12)

Sikap meupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam psikologi, khususnya psikologi sosial, pengertian atau definisi sikap para ahli adalah sebagai berikut.

1) Mental and neural state of rediness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence upon the individua’s response to all objects and situations to which it is related (Allport,dalam Sobur,2003)

2) Attitude of psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with

some degree of favor or disfavor ( Eagly & Chiken,dalam Sobur,2003)

3) An attitude an disposition to respend favourably or unfavourably to an object, person,

institution or event (IAzjen,dalam Sobur,2003)

4) Attitude is a favourorable or unfavourable evaluative reaction to ward something,

exhibited in one’s belief, feeling or intended be behavior (Myers,dalam Sobur,2003)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, tampak bahwa meskipun terdapat perbedaan, semuanya berpendapat bahwa cirri khas dari sikap ilmiah (1) mempunyai objek tertentu, (orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya), (2) mengandung penilaian ( suka tidak suka, stuju tidak setuju).

Sikap ilmiah merupakan suatu pendirian pola tindakan terhadap suatu stimulus yang selalu berorientasi pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Jadi dalam tindakanya, metode ilmiah merupakan hal yang menjadi sifat khas dalam sikap ilmiah. Siswa yang memiliki sikap ilmiah yang baik akan selalu terdorong untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sikap ilmiah siswa dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui kegiatan laboratorium. Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar.

2.6. Perbedaan hasil balajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran konstektual dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung

Prinsip kontruktivisme yang mendasari model pembelajaran konstektual sangat memperhatikan struktur kognitif (prior knowledge) yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran dimulai. Dalam proses pembelajaran akan terjadi asimilasi, akomodasi dan equilibrium. Asimilasi digunakan siswa sebagai satu kerangka logis dalam rangka menginterpretasikan informasi baru. Akomodasi digunakan dalam rangka memecahkan kontradiksi-kontradiksi sebagai bagian dari proses regulasi diri yang lebih luas dan kompleks.

(13)

dari gurunya. Pada kondisi seperti ini sangat memungkinkan terjadi proses transfer ilmupengetahuan secara utuh dari guru ke siswa. Hal ini justru bertentangan dengan teori kontrovisme dalam pendidikan yang pada intinya menganggap bahwasetiap siswa sudah dibekali dengan struktur kognitif. Informasi berjalan satu arah dari guru ke siswa lebih pasih dan miskin kreativitas, sebaliknya dominasi dan otoritas guru dalam proses pembelajaran berakibat pada menontonya irama pelajaran. Dengan demikian akan berefek pula pada iklim pembelajarn yang tidak kondusif yang selanjutnya berpengaruh pada minat dan hasil belajar siswa.

2.7. Perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran konstektual dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung

Pembelajarn IPA baik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi seharusnya tidak bermuara pada orientasi nilai akhir yang diperoleh siswa setelah evaluasi dilakukan. Penanaman sikap ilmiah siswa sebagai efek penyerta menjadi penekanan tersendiri dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran IPA yang banyak melibatkan fenomena alam harus dirancang kembali metode pembelajaranya di sekolah dengan rancangan yang relative tepat mengacu pada paradikgma kontruktivisme. Rendahnya sikap ilmiah dari yang seharusnya terjadi akibat pengembangan potensi diri yang tidak sempurna, yang disebabkan oleh pembelajaran yang terlalu verbalistik. Sedikit sekali siswa diberikan secara terbimbing mengembangkan kemampuan dalam mengemukakakn ide dan masalah. Dalam mengajarkan IPA, pendekatan pembelajaran langsung tentu masih diperlukan. Tetapi pembelajaran IPA yang juga menekankan pada kontruksi makna atau konsep, pendekatan yang berbasis kontovisme kiranya lebih normal.

(14)

2.8. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan diatas, maka dapat dirumnuskan hipotesis penelitian sebagai beikut :

1) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran .

2) Terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran langsung.

3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran langsung.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah post tesr only

control group design. Dalam rancangan ini pembagian individu atau subyek penelitian tidak

dilakukan secara random. populasi yang tersebar di dua kalas tersebut, semuanya diambil untuk dijadikan sampel melalui proses undian karena kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan setara sehingga probabilitas sama untuk dijadikan sebagai sampel. Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah ada. Kelas-kelas tersebut dengan jumlah rombongan belajar tidak akan dimanipulasi untuk membentuk kelas baru, melainkan diposisikan seperti apa adanya (Campbell dan Standey (1963) dalam Tuekman,(1972;106) ).

rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

(15)

KK X2 O

(Campbell dan Standey (1963) dalam Tuekman, (1972;106) ). Keterangan:

KE = Kelas eksperimen KK = Kelas control

X1 = perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual

X2 = perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung

O = Hasil post test kelompok eksperimen dan kelompok control 3.1.1 Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Pada tahap awal penelitian ini dilakukan persiapan eksperimen, diantaranya mempersiapkan alat-alat eksperimen seperti sintak pembelajaran serta scenario pembelajaran, kuisioner sikap ilmiah, tes hasil belajar IPA, dan pelatihan guru yang akan melaksanakan pendekatan pembelajaran.

Eksperimen dilaksanakan selama 14 kali pertemuan, yang terdiri dari 12 kali pembelajaran, 1 kali untuk menjawab tes hasil belajar IPA, dan 1 kali mengisi kuesioner sikap ilmiah. Pelaksanaan dalam pembelajaranya dilaksanakan dengan pendekatan pembelajaran yang sudah dirancang untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas control dengan menggunakan scenario pembelajaran actual dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pembelajaran langsung dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan. Kemudian 1 kali pertemuan untuk menjawab test hasil belajar, yang mana soal-soal berupa pilihan ganda dengan jumalh 40 butir soal, baik kelas eksperimen maupun kelas control, serta 1 kali pertemuan untuk menjawab kuisioner.

Pada tahap akhir penelitian dilakukan evaluasi untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran terhadap hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa, dengan cara memberikan tes hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa, dengan cara memberikan tes hasil belajar IPA dan kuesioner sikap ilmiah. Selanjutnya data-data yang diperoleh dianalisis secara statistik.

Rancangan analisis penelitian ini adalah one-way multiple analysis of variant (MANOVA). Model pembelajaran kontekstual selanjutnya disebut A1, dan model

pembelajaran langsung disebut A2. Sedangkan hasil belajar IPA siswa selanjutnya diswbut

Y1, dan sikap ilmiah siswa disebut Y2.

Tabel 3.1 Rancangan Analisis One Way Multiple Analysis of Variant (MANOVA)

(16)

Y11 Y12 Y21 Y22

Keterangan;

A1 = model pembelajaran kontektual

A2 = model pembelajaran langsung

Y11= hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran kontektual

Y12= sikap ilmiah siswa yang mengikuti pembelajaran kontektual

Y21= hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran langsung

Y22= sikap ilmiah siswa yang mengikuti pembelajaran langsung

Penelitian ini sebagaimana ditunjukkan pada table 3.1 di atas memberikan perlakuan dalam pembelajaran melalui dua model pembelajaran yakni model pembelajaran kontektual dikenakan kepada kelompok eksperimen dan model pembelajaran langsung dikenakan kepada kelompok control.

pengontrolan validitas penelitian harus dilakukan agar hasil eksperimen benar-bemar sebagai akibat pengaruh perlakuan. Perlu dibrdakan antara validitas penelitian dengan validitas alat ukur. Validitas penelitian adalah kemampuan penelitian itu untuk mengungkapkan apa yang ingin diteliti, sedangkan validitas alat ukur mengacu pada sejauh mana alat tersebut mampu mengukur konten ataupun kontruk yang ingin diukur.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IV SD NO 2 Ambengan, kecamatan Sukasada yang berjumlah 22 orang. Pemilihan kelas IV sebagai populasi didasari oleh suatu pemikiran bahwa untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa sebaiknya dilakukan sejak dini atau awal sehingga nantinya merupakan suatu kebiasaan dan untuk itu dibutuhkan strategi pengajaran yang tepat, salah satunya pemilihan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan kreatif.

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi ( Suharsini Arikunto, 1998;117). kelas dipilih sebagaiman telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dan tidak dilakukannya pengacakan individu. kemungkinan pengaruh-pengaruh dari keadaan subyek mengetahui dirinya dilibatkan eksperimen dapat dikurangi sehingga penelitian ini benar-beanr menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan.

(17)

Untuk memastikan kedua kelompok terseubut, peneliti melakukan uji-t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan skor rata-rata hasil belajar siswa. Adapun uji-t yang digunakan adalah

x1¿x2

5gab

(

1

N1

1

N2

)

t=¿

3.3 Variabel Penelitian dan Definisis Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas variable bebas dan variable terikat, variable bebas yang diuji dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran tersebut terdiri atas model pembelajaran kontektual (x1) dan model pembelajaran langsung (x2).

variable terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa (y1) yang ditunjukkan oleh nilai tes mata pelajaran IPA, dan sikap ilmiah (y2) yang ditunjukkan oleh skor yang diperoleh dalam menjawab kuisioner sikap ilmiah. Berdasarkan paparan di atas maka kontelasi antar variabelnya dapat digambarkan sebagai berikut:

3.3.2 Definisi Operasional

Untuk menggambarkan secara operasional variable penelitian yang akan dilakukan, akan diberikan definisi operasional masing-masing variable tersebut. Variabel tersebut adalah pembelajaran kontektual, pembelajaran langsung, hasil belajar IPA, dan sikap ilmiah.

3.3.2.1 Pembelajaran Kontektual

Pembelajaran CTL Hasil Belajar

Sikap Ilmiah Pembelajaran

langsung

(18)

Pembelajaran Kontektual (CTL) adalah suatu pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bary ketika ia belajar. kegiatan pembelajaran lebih difokuskan pada pencarian informasi melalui proses penemuan (inquiry) dengan melibatkan talenta siswa. Model pembelajaran ini memiliki enam fase; 1) guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa dari proses pembelajaran, 2) siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (4-5) siswa, dan tiap kelompok melakukan observasi, 3) guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas untuk mencapai proses pembelajaran, 4) siswa melakukan observasi dan menganalisis hasil temuanya, 5) siswa mendiskusikan hasil temuanya dalam pleno kelas, 6) dengan bantuan guru siswa membuat kesimpulan dari hasil yang diperoleh.

3.3.2.2 Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung merupakan suatu pembelajaran yang bersifat terpusat pada guru. Dalam menerapkan pembelajaran dilaksanakan dengan lima fase, yang meliputi: 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, 2) mendemonstrasikan pengetahuan, 3) membimbing pelatihan, 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, 5) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

3.3.2.3 Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA siswa adalah kemampuan actual yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dan dapat diukur melalui standar kompetensi pada palajaran IPA. Secara operasional, hasil belajar IPA merupakan skor yang dicapai siswa dalam menjawab tes hasil belajar IPA.

3.3.2.4 Sikap Ilmiah

(19)

masalah ilmiah atau dengan metode ilmiah seperti : sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap obyektif, sikap terbuka, jujur, tekun, menyukai penjelasan ilmiah, dan dapat menerima pengertian generalisasi. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA adalah suatu pendirian (kecendrungan) pola tindakan terhadap suatu stimulus tertentu yang selalu berorientasi pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah yang nantinya akan menumbuhkan sikap disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Secara operasional, yang dimaksud dengan sikap ilmiah adalah skor yang dicapai siswa dalam menjawab kuesioner sikap ilmiah.

3.4 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 3.4.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari test hasil belajar siswa dan sikap ilmiah siswa. Untuk mendapatkan data mengenai test hasil belajar dan sikap ilmiah menggunakan metode test. Instrumen test hasil belajar disusun dan dikembanglan sendiri oleh peneliti dengan persetujuan dari beberapa pakar (judgest). Instrumen sikap ilmiah disusun dan dikembangkan oleh peneliti dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotor. Metode pengumpulan data dan instrument yang digunakan dalam penelitian ini, disajikan pada table berikut:

Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data

Data Metode Pengumpulan Data Instrument

Hasil Belajar Test Test obyektif pilihan ganda

Sikap Ilmiah Kuesioner Kuesioner

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

(20)

bagian-bagiannya, sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun tes (Suryabrata, 2000,60-61).

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPA

(21)

11. Memberi contoh mahluk

hidup yang dapat

mendengarkan bunyi ultra atau infra

12. membuat kesimpulan dan presentasi

Instrumen sikap ilmiah mengacu pada teori yang dikemukakan Vogel (dalam Maksum, 2006), bahwa untuk mengetahui sikap seseorang terhadap objek dapat ditinjau dari 3 unsur yang menjadi indicator sikap ilmiah, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, 3) konasi. Selanjutnya kisi-kisi instrument sikap ilmiah disajikan pada table berikut:

No Komponen Indikator No butir Jml soal

1 Kognitif 1. Berpikir Kritis

2. Memiliki kemampuan menyelidiki

28,29

5,6,7,8 24

2. Afektif 1. Rasa ingin tau 2. terbuka mendapatkan kesahihan dan keterandalan kontruksi tes yag digunakan. Dalam uji kesahihan ini alat ukur yang telah dibuat kemudian diminta penilaian dua pakar untuk mengetahui kesahihan isi alat ukur.

Butir tes yang kurang relevan akan dibuang atau tidak dipakai jika keterwakilan butir tes sudah memadai secara propesional materi atau sub materi yang diajarkan. sebaliknya butir tes yang kurang relevan proporsional pada materi atau sub materi yang diajarkan, jumlah responden sebesar lima kali jumlah item soal atau minimal melebihi sampel besar. Data yang didapatkan selanjutnya dilakukan perhitungan kesahihan butir.

(22)

Uji normalitas data dimasudkan untuk memperlihatkan bahwa sebuah frekuensi skor pada setiap variable berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan pada empat kelompok data dengan teknik Kolmogorof-Smirnov dan Teknik Chi Kuadrat.

Rumus Chi-Kuadrat adalah:

hitung ≥ X2tabel artinya distribusi data tidak normal

Jika X2

hitung ≤ X2tabel artinya distribusi data normal

Dengan memasukkan harga rerata dan simpangan baku untuk masing-masing variable ke dalam table kurva normal serta menetukan sebaran frekuensi untuk kemudian

Harga Chi-kuadrat eksperimen kemudian dikomfirmasikan dengan harga Chi-Kuadrat table dengan taraf signifikansi 0,05%. Jika harga Chi-kuadrat yang diperoleh lebih kecil daripada harga Chi-Kuadrat table (X2

hitung ≤ X2), sebaran frekuensi skor berdistribusi normal

(Riduan;124).

3.5.2 Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas pada uji perbedaan dimasudkan untuk menguji bahwa setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variasi yang sama. Dengan demikian perbedaan

(23)

yang terjadi dalam uji hipotesis benar-bemnar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan akibat perbedaan yang terjadi dalam kelompok.

3.5.3 Uji Multikoliniaritas

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat yang cukup tinggi atau tidak antara variable sikap ilmiah dan prestasi belajar IPA. Jika tidak terdapat hubungan yang cukup tinggi, berarti tidak ada aspek yang sama diukur pada variable tersebut, dengan demikian analisis dapat dilanjutkan. Teknik yang akan dipakai untuk menentukan multikoliniaritas adalah korelasi product moment. Kreteria yang digunakan untuk menguji adalah: 1) jika koefesien korelasi antar variable < r table(0,05) berarti tidak ada masalah

multikoliniaritas, dan 2) jika sebaliknya koefesien korelasi antar variable > r table(0,05) berarti

ada masalah multikolianiritas.

3.6 Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Hipotesis pertama dan kedua analisisnya masing-masing menggunakan one way analysis of variance (ANOVA).

Hipotesis statistic pertama: Ho : µ1ỵ1 = µ2ỵ1

H1 : µ1ỵ1 ≠ µ2ỵ1

hipotesis statistic kedua: Ho : µ1ỵ2 = µ2ỵ2

H1 : µ1ỵ2 ≠ µ2ỵ2

Hipotesis ketiga menggunakan teknik One Way Multiple Analysis of Variance (MANOVA) karena melibatkan lebih dari satu variable terikat dengan membandingkan dua kelompok yang berlaku (Candiasa, 2007;78). Dalam penelitian, akan diuji hipotesis yang secara statistic dirumuskan :

H0 : =

µ1y1 µ1y2

(24)

H1 : ≠

Keterangan :

µ1ỵ1 = hasil belajar melalui pembelajaran kontektual

µ1ỵ2 = sikap ilmiah melalui pembelajaran kontektual

µ2ỵ1 = hasil belajar melalui pembelajaran langsung

µ2ỵ2 = sikap ilmiah melalui pembelajaran langsung

µ1y1 µ1y2

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Prasetyo 1997. Strategi Belajar Mengaja. Bandung : Pustaka Setia

Analisis Butir desertai Aplikasi denan Iteman,Bigsteps dan SPSS; Singaraja: Undhiksha

Singaraja

Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta; Rineka Cipta.

Bloom, Benjamin S.1956. Taxonomy Of Education Objektives The Classification Of Education Goods Handbook I Cognitive Domain New York Logman Ine.

Burn,Robert. 1995; The Adult Learner at Work Australia; Ligare Pty Ltd.

Candiasa, I Made. 2007. Statistik Multivariant. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 2004.

Departemen Pendidikan Nasional.2002 Pendekatan Kontekstual (Contektual Teachin

Teaching and Learning CTL). Jakarta. Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. KTSP SD Mata Pelajaran IPA

Dahar, Ratna Willis.1989. Teori-teori belajar. Jakarta;Erlangga.

Depdiknas.2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balibang Depdiknas

Kardi, S dan nur, M. 2004. Pengajaran Langsung. Surabaya; University Press. Rosa Kemala. 2006. Jelajah IPA. Jakarta; Yudhistira.

Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.

Suryabrata, B. 2000. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta; Depdiknas. Suprayekti.2004. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta; Depdiknas

(26)

Gambar

Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data
Tabel Distribusi Normal

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Disertasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi praktik-praktik penghindaran pajak yang pada umumnya dilakukan dilakukan oleh FDI yang berbentuk subsidiary company

Tentu hal ini berbeda dengan social cognitive, penekanannya pada interaksi antara perilaku, lingkungan, dan factor kognisi pembelajar sebagai penentu belajar,

Berdasarkan penelitian di atas yang sejenis penelitian ini mencoba melakukan analisa sentimen dengan menggunakan Algoritma Naïve Bayes untuk mengklasifikasikan data twitter mengenai

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, RISIKO BISNIS DAN PROFITABILITAS TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK

Maksud penyelenggaraan otonomi daerah dengan Undang-undang No.22 tahun 1999, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang 32 tahun tentang Pemerintah Daerah, antara lain

Menurut Hosnan (2014: 284) pemilihan model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk: 1) Membantu peserta didik untuk belajar