• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POSISI BERSALIN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI (BPM) KASIYATI SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN POSISI BERSALIN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI (BPM) KASIYATI SUKOHARJO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 64 HUBUNGAN POSISI BERSALIN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI (BPM) KASIYATI SUKOHARJO

Oleh: Siti Muliawati

AKBID Citra Medika Surakarta

ABSTRAK

Latar Belakang:Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), 2007 AKI sebesar 262 / 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu perhatian terhadap peristiwa kehamilan dan persalinan sangat penting melalui upaya pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang berkualitas menyeluruh dan terpadu. Diharapkan dapat ditingkatkan cakupan layanan yang pada gilirannya akan menurunkan AKI (Ardianto, 2008 : 1). Tujuan: Untuk menurunkan angka kematian Ibu sekaligus penyebabnya, dan untuk engetahui apakah ada hubungan antara posisi melahirkan dengan laserasi jalan lahir. Metode Penelitian: Desain penelitian ini kuantitatif diskriftif non eksperimental korelasional Analisa data adalah analisa bevariate, dengan Uji statistik chi square. Hasil Penelitian Dari 32 pasien di lebih banyak menggunakan posisi bersalin litotomi berlebihan 20 pasien, 12 pasien menggunakan posisi setengah duduk 5 pasien menggunakan posisi setengah duduk mengalami ruptur dan 7 pasien menggunakan posisi setengah duduk tidak ruptur. yang menggunakan posisi litotomi berlebih ada 17 pasien ruptur dan 3 pasien menggunakan litotomi berlebih tidak ruptur. Hipotesa Penelitian Berdasarkan tabel 6.3 diketahui bahwa hasil uji didapat X2 hitung sebesar 6,555 dengan α 0,05 maka X2

tabel 3,841. karena X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, jadi ada hubungan antara posisi bersalin dengan rupur perineum. Kesimpulan :Hasil penelitian X2 hitung sebesar 6,555 lebih besar dari X2 tabel sebesar 3,841, sehingga dapat disimpulkan ada hubungan posisi bersalin dengan ruptur perineum

Kata Kunci : Posisi Bersalin, Ruptur Perineum

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, adalah 262 / 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu perhatian terhadap peristiwa kehamilan dan persalinan sangat penting melalui upaya pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang berkualitas menyeluruh dan terpadu. Diharapkan dapat ditingkatkan cakupan layanan yang pada gilirannya akan menurunkan angka kematian Ibu (Ardianto, 2008 : 1).

(2)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 65 Selain posisi persalinan, episiotomi, dan cara mengejan, lahirnya kepala janin dapat menyebabkan laserasi spontan. Khususnya jika kelahiran berlangsung cepat dan tidak terkontrol. Kelahiran kepala secara terkontrol dan perlahan memberikan waktu bagi kulit meregang akan mengurangi laserasi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan antara hubungan posisi bersalin dengan ruptur perineum dengan studi kasus di BPM (Bidan Praktek Mandiri) Kasiyati Sukoharjo.

LANDASAN TEORI Persalinan

Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks di ikuti lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu (Depkes RI, 2004 : 40). Macam-macam persalinan :

1. Persalinan spotan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

2. Persalinan buatan adalah persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau dilakukan dengan operasi sectio caesarea.

3. Persalinan anjuran ialah persalinan bila bayi sudah cukup besar untuk hidup diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya kemungkinan menjadikan kesulitan persalinan (Pusdiknakes 2003 h. 32).

Tanda-tanda persalinan :

1. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas.

2. Perasaan sering kencing atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

3. Perasaan sakit-sakit diperut dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari ulinaterus, disebut ”fase labor pains’ dengan keluarnya sedikit darah campur lendir, serviks mulai membuka dan mendatar.

2. Kala II

Mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi keluar dari rahim ibu. Berlangsung selama 60 menit (pada kehamilan pertama) dan 15-30 menit (pada kehamilan berikutnya).Tanda kala II yaitu apabila kepala janin sampai didasar panggul, vulva membuka, rambut kepala kelihatan dan tiap ada his kepala lebih maju anus terbuka. Perineum meregang kala II berakhir sampai bayi keluar dari rahim ibu. Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran. Berlangsung selama 60 menit (pada kehamilan pertama) dan 15-30 menit (pada kehamilan berikutnya).

3. Kala III

(3)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 66 uri akan lahir spontan dalam 15-30 menit dapat ditunggu sampai 1 jam, tetapi tidak boleh ditunggu bila terjadi perdarahan.

4. Kala IV

Mulai dua jam setelah persalinan, kala IV juga disebut sebagai kala pengawasan. Kehilangan darah pada persalinan biasa disebabkan oleh luka pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata dalam batas normal perdarahan adalah 250 cc biasanya 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc sudah dianggap abnormal harus dicari sebab-sebabnya. Jangan meninggalkan wanita bersalin 1 jam sesudah bayi dan uri lahir apabila ingin meninggalkan ibu yang baru melahirkan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu (Mochtar, 1998 : 110- 112).

Posisi Bersalin

Pada permulaan Kala II ibu biasanya berkeinginan untuk mengejan pada tiap kondisi. Gabungan tekanan abdomen ini bersama-sama dengan kekuatan kontraksi rahim akan mengeluarkan janin. Menurut Simkin (2005-137), ada banyak teknik untuk meningkatkan kemajuan persalinan dan mempertahankan kenyamanan baik kala I maupun kala II, diantaranya posisi setengah duduk, berbaring miring, litotomi berlebih.

Posisi setengah duduk

Posisi setengah duduk dapat dilakukan selama kala I dan kala II, yaitu dengan cara : wanita duduk dengan tubuh membentuk sudut > 45o terhadap tempat tidur Adapun keuntungan dari posisi ini, lebih mudah penolong persalinan untuk membimbing kelahiran kepala dan menyangga perineum ( gambar 1 dan 2 ). Kerugian dari posisi setengah duduk adalah tekanan terhadap tulang sakrum dan koksigis dapat mengganggu gerakan sendi panggul (Simkin, 2005 : 138-139).

Gambar 1. setengah duduk untuk mengejan (Simkin, 2005 h 138)

(4)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 67 Gambar 2. setengah duduk (Simkin, 2005 h 139 )

Posisi berbaring miring

Ini dilakukan sepanjang kala I dan kala II, yaitu dengan cara berbaring miring dengan kedua pinggul dan lutut dalam keadaan fleksi dan diantara kakinya ditempatkan, sebuah bantal atau kaki atasnya diangkat atau disokong (gambar 3) Adapun keuntungan dari posisi berbaring miring adalah :

1. Memungkinkan wanita yang lelah untuk beristirahat

2. Gaya grafitasi netral ( digunakan bila kala I maupun kala II sangat cepat) 3. Dapat mengurangi hemoroid

4. Dapat mengatasi masalah detak jantung janin dengan kompresi tali pusat 5. Menghindarkan tekanan tulang sakrum mencegah laserasi perineum

Gambar 3. Posisi Berbaring Miring (Simkin, 2005 : 105)

Posisi Litotomi berlebih (posisi McRobert)

Posisi ini bisa dilakukan selama kala II, yaitu dengan cara wanita berbaring datar dengan punggungnya (bantal di bawah kepala), kaki abduksi dan lutut ditarik ke arah bahuoleh wanita sendiri atau orang lain dengan masing-masing menarik satu kaki ke arah bahu wanita (gambar 4).

Gambar 4. Posisi litotomi berlebih (Simkin, 2005 : 158)

(5)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 68 (ke arah kepala wanita). Hal ini dapat mendorong janin menggelincir di bawah arkus pubis dan terus turun (gambar 5).

Gambar 5. Posisi Mc Robert

Menggunakan posisi ini juga ada kerugiannya diantaranya: menempatkan janin dalam sudut dorong (drive angle) yang tidak menguntungkan, menyebabkan hipotensi supineyang mengakibatkan pengurangan pasokan oksigen ke janin, adalah suatu posisi anti gravitasi cenderung sanggung bagi wanita.

Indikasi menggunakan posisi litotomi berlebih adalah : ketika posisi gaya gravitasi dan posisi berbaring miring untuk memperluas diameter panggul telah dicoba, tetapi janin masih terperangkap di panggul, sebelum digunakan ekstrasi vacum atau forsep.

Kontra indikasi menggunakan posisi litotomi berlebih ini adalah jika posisi lain belum pernah dicoba (Simkin, 2005 h: 158).

Ruptur Perineum / Laserasi Jalan Lahir

Ruptur perineum atau laserasi jalan lahir adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalam fisiologi. Keluhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menjaga aktifitas perstaltik normal (dengan menjaga tekanan intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat .Beberapa faktor yang diketahui mempunyai hubungan dengan trauma perineum dalam persalinan diantaranya: Posisi persalinan, episiotomi, cara mengejan (Depkes RI, 2003 h:32). Menurut Prawiroharjo (2002 : 85) bahwa robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum pada umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arcus pubis lebih kecil daripada normalnya sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sinkumferensia suboksipito-egmatika, atau anak lahir dengan pembedahan vaginal, penyebab ruptur perineum menurut Oxorn (1996 : 451),

1. Maternal ( faktor ibu )

a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong

b. Partus diselesaikan tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebih c. Edema dan kerapuhan pada perineum

(6)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 69 e. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula f. Perluasan episiotomi

2. Fetal ( faktor bayi )

a. Bayi yang besar, kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka b. Kelahiran bokong

c. Distosia bahu

Penggolongan robekan perineum dengan atau tanpa episiotomi.

1. Derajat satu robekan yang melibatkan mukosa vagina atau kulit perineum 2. Derajat dua robekan berekstensi dalam jaringan submukosa vagina/perineum 3. Derajat tiga suatu robekan yang melibatkan sfinkterani

4. Derajat empat robekan pada mukosa rektum Ruptura perinei inkompleta D

Gambar 6. Derajat robekan perineum ( Depkes RI, 2004 : 5-13 ) METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan angka – angka dalam pengolahan statistik, sedangkan penelitian korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan ( pengaruh ) satu variabel dengan variabel-variabel lainnya pengaruh antara satu dengan variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (Signifikansi) secara statistik (Sukmadinata, 2006 h : 56).

Desain penelitian ini penelitian kuantitatif non eksperimental korelasional. Variabel bebas penelitian ini adalah posisi bersalin yang menjadi penyebab timbulnya variabel terikat yaitu ruptur perineum(Sugiyono, 2007 h : 4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tabel 1. Tabel Hitung Chi Kuadrat

Posisi Berlebihan Ruptur Tidak Ruptur Totol

Setengah Duduk 5 (a) 7(b) 12

Litotomi Bersalin 17 (c) 3(d) 20

Jumlah 22 10 32

Sumber : Data primer dan sekunder 2008

(7)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 70 ditolak dan Ha diterima, jadi ada hubungan antara posisi bersalin dengan rupur perineum.

Pembahasan

Menurut Simkin (2005 h:132), apabila pasien merasa nyaman dan penolong persalinan lebih mudah mengamati atau menyangga perineum, maka kemungkinan terjadinya ruptur perineum bisa dikurangi.

Posisi setengah duduk Berdasarkan kenyataan yang terjadi bahwa pasien yang menggunakan posisi setengah duduk tidak mengalami ruptur perineum maka hal ini sesuai dengan teori Simkin mengatakan bahwa posisi setengah duduk penolong persalinan lebih mudah menyangga dan mengamati perineum pada saat persalinan kala II sehingga bisa mengurangi ruptur perineum.

Posisi Litotomi Berlebihan menurut Depkes RI, (2004 h : 32) banyak faktor yang diketahui mempunyai hubungan dengan trauma perineum dalam persalinan diantaranya posisi bersalin episiotomi dan cara mengejan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa penggunaan posisi bersalin litotomi berlebih banyak mengalami ruptur perineum dibandingkan dengan posisi setengah duduk yang lebih sedikit mengalami ruptur. pada posisi litotomi berlebih ruptur perineum lebih banyak terjadi. Posisi litotomi berlebih juga disebut disebut posisi anti gravitasi sehingga kemungkinan besar ruptur perineum dapat terjadi. Sebaiknya posisi litotomi berlebihan digunakan ketika posisi gaya gravitasi dan posisi untuk memperluas diameter panggul telah dicoba, tetapi janin masih terperangkap di panggul.

Sedangkan menurut (Prawiroharjo, 2002 h:165), ruptur perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya Robekan perineum terjadi apabila kepala janin lahir telalu cepat, sudut arkuskubis lebih kecil dari pada normalnya dan kepala janin lahir dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumfernsia suboksipito bregmatika mengalami kesulitan seperti melahirkan dengan distosia bahu, melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3500 gram pada primi grafida dan multigrafida, pasien dengan kala II lama.

KESIMPULAN

Hasil penelitian didapatkan harga X2 hitung sebesar 6,555 lebih besar dari X2 tabel sebesar 3,841, dapat disimpulkan ada hubungan posisi bersalin dengan ruptur perineum Dari hasil penelitian terdapat kesamaan antara teori dan praktek yaitu pada posisi litotomi berlebih pasien lebih banyak mengalami ruptur sedangkan pasien yan menggunakan posisi setengah duduk lebih sedikit mengalami ruptur perineum karena penolong persalinan lebih mudah mengamati atau menyangga perineum.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto. 2008. Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi. Http//www.itjen.depkes.go.id/index.php?option +new&task=veiwarticle & sid=2707 & itemid = 2, Tanggal 4-4-2008 Jam 00.10 WIB.

(8)

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 71 Depkes RI.2004. Pelayanan Maternal Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirihardjo.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obseteri. Jakarta: EGC. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto. Oxorn. 1996. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan.. Jalarta :

Yayasan Esensia Medika.

Pusdiknakes. 2003. Asuhan Intra Partum. JHPIEGO. WHO Simkin, P. 2005. Buku Saku Persalinan. Jakarta : EGC.

Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penilitian. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Gambar

Gambar 1. setengah duduk untuk mengejan (Simkin, 2005 h 138)
Gambar 3. Posisi Berbaring Miring (Simkin, 2005 : 105)
Gambar 5.  Posisi Mc Robert
Gambar 6.  Derajat robekan perineum ( Depkes RI, 2004 : 5-13 )

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang efektifitas pemijatan perineum terhadap ruptur perineum yang dilakukan di Klinik Bersalin Fatimah.. Ali I dan Fatimah Ali

Berdasarkan hasil analisis bahwa sebagian besar ibu bersalin yang melahirkan dengan berat bayi cukup dan berat bayi lebih yang mengalami ruptur perineum spontan

Terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan janin dengan kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang

Berdasarkan penelitian ini dapat dianalisis ternyata ada pengaruh pemijatan perineum pada primigravida terhadap kejadian ruptur perineum saat persalinan antara

Hubungan paritas dengan kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin spontan di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dengan uji statistik Kendall-Tau diperoleh p-value =0,001< 0,05

Tujuan : Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor – faktor yang berhubungan dengan terjadinya Ruptur perineum pada ibu bersalin di klinik Bersalin Eka Kecamatan

Kedua kejadian ruptur perineum spontan pada ibu bersalin di Puskesmas Mlati II Sleman tahun 2008-2009 adalah 230 sampel (86,47%), dan yang tidak mengalami ruptur perineum

Kejadian rupture perineum pada ibu bersalin pada persalinan primipara sesuai dengan teori bahwa rupture perineum lebih sering terjadi pada primipara dan kadang