BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting penelitian
4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Mangunsari Salatiga. Puskesmas Mangunsari didirikaan pada
tahun 1987 di Desa Cabean Kelurahan Mangunsari. Sebelum
tahun 1987, Puskesmas Mangunsari merupakan Puskesmas
Pembantu dari Puskesmas Kalicacing. Puskesmas Mangunsari
merupakan tipe Puskesmas non rawat inap.
4.1.2 Proses penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi
terlebih dahulu ke Puskesmas Mangunsari, tujuan observasi
tersebut untuk mengetahui apakah puskesmas Mangunsari
bersedia untuk dijadikan tempat penelitian. Setelah
melakukan observasi dan mengetahui syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk dapat melakukan penelitaian, barulah
peneliti meminta surat ijin pengantar penelitan dari Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga pada tanggal 14 November 2016, yang
ditujukan kepada Kesbangpol kota Salatiga dan kepala
surat dari Fakultas, selanjutnya pada tanggal 16 November
2016 mengantarkan surat ke Kesbangpol kota Salatiga
beserta penyerahan proposal skripsi bab I, II dan III.
Pengambilan surat dari Kesbangpol pada tanggal 17
November 2016. Pada tanggal 18 November 2016 surat ijin
penelitian diantar ke Puskesmas Mangunsari Salatiga.
Setelah surat ijin diantar tahap selanjutnya adalah menunggu
konfirmasi dari bagian penanganan penyakit menular.
Setelah mendapat konfirmasi dari bagian penanganan
penyakit menular, tahap selanjutnya adalah pengambilan
data pasien Tuberkulosia paru. Data diambil berdasarkan
pada kriteria yang telah ditentukan yaitu: Pasien tuberkulosis
paru (laki-laki/perempuan) yang baru pertama kali terserang tuberkulosis paru, telah menjalani proses pengobatan minimal 1 bulan, besedia menjadi partisipan, jumlah partisipan yang akan diambil direncanakan sebanyak 5 orang. Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yaitu, jumlah partisipan tidak sesuai dengan kriteria peneliti, namun
setelah berdiskusi dengan pembimbing skripsi maka
disepakati jumlah partisipan yang diambil berjumlah tiga
orang sesuai dengan data yang ada. Setelah mendapatkan
data pasien yang akan dijadikan partisipan, barulah peneliti
Januari 2017 peneliti mendatangi rumah partisipan 1 dan 2,
dikarenakan pencarian alamat partisipan 3 yang telah
berpindah alamat dari yang tertera direkam medis
Puskesmas, maka pada tanggal 9 Maret 2017 barulah
peneliti mendatangi rumah partisipan 3. Setelah melakukan
observasi dan pengenalan diri serta menjelaskan tujuan dari
kedatangan peneliti kerumah partisipan, barulah peneliti
membuat janji untuk melakukan wawancara selanjutnya.
Proses wawancara dilakukan berdasarkan guide line atau panduan pertanyaan wawancara yang sudah disiapkan
peneliti. Tapi yang ditanyakan tidak berurutan sesuai dengan
susunan pertanyaan peneliti sebelumnya, karena saat
wawancara berlangsung peneliti mengembangkannya
sehingga proses wawancara lebih santai dan bisa
mendapatkan informasi sesuai yang peneliti harapkan.
Mengingat keterbatasan peneliti dalam wawancara maka
peneliti menggunakan alat perekam berupa handphone untuk
merekam hasil wawancara. Sebelum melakukan wawancara
peneliti sudah meminta izin untuk menggunakan alat
perekam kepada partisipan. Peneliti juga menggunakan alat
4.1.3 Gambaran umum partisipan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada ketiga
partisipan penderita tuberkulosis paru yang menjalani
pengobatan di Puskesmas Mangunsari Salatiga, secara
umum identitas ketiga partisipan tersebut dapat ditunjukkan
dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.1. Gambaran umum partisipan
P1 P2 P3
Nama Ibu N PC Bapak S
Usia 25 tahun 19 tahun 71 tahun
Alamat Cabean RT3/RW 14
Jln. Antasenan RT 5 / RW 9 Mangunsari
Cabean, RT 2 / RW 14, Mangunsari-Sidomukti
Agama Islam Kristen Islam
a. Partisipan 1 (P1)
Partisipan pertama merupakan seorang perempuan
yang telah menikah dan memiliki satu orang anak. Saat
peneliti meminta (P1) untuk menjadi partisipan penelitian, P1
bersedia. Wawancara pertama dengan melakukan observasi
kondisi serta lingkungan partisipan dilakukan pada tanggal
25 Januari 2017, pukul 10:00-11:00 WIB di rumah partisipan.
Wawancara kedua dan ketiga pada partisipan pertama (P1)
dilakukan pada tanggal 23 Maret 2017, pukul 10:00-11:00
WIB dan tanggal 12 April 2017, pukul 10:00-11:00 WIB
penderita tuberkulosis paru yang telah menjalani pengobatan
selama 1 bulan di Puskesmas Mangunsari Salatiga.
b. Partisipan 2 (P2)
Partisipan kedua laki-laki yang merupakan
mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Saat
peneliti meminta (P2) untuk menjadi partisipan penelitian, P2
bersedia dan wawancara pertama dengan melakukan
observasi kondisi dan lingkungan sekitar partisipan dilakukan
pada tanggal 28 Januari 2017, pukul 09:00-10:00 WIB di
rumah partisipan. Wawancara kedua dan ketiga dilakukan
pada tanggal 25 Maret 2017, pukul 09:00-10:00 WIB dan
tanggal 17 April 2017, pukul 09:00-10:00 WIB di rumah
partisipan. Partisipan kedua (P2) adalah penderita
Tuberkulosis paru yang telah menjalani pengobatan selama
6 bulan di Puskesmas Mangunsari Salatiga.
c. Partisipan 3 (P3)
Partisipan ketiga merupakan seorang bapak yang
telah lanjut usia dan tinggal satu rumah dengan anaknya.
Saat peneliti meminta (P3) untuk menjadi partisipan
penelitian, P3 bersedia. wawancara pertama dengan
melakukan observasi kondisi serta lingkungan partisipan
dilakukan pada tanggal 9 Maret 2017, pukul 09:00-11:00 WIB
pada tanggal 27 Maret 2017, pukul 09:00-10:00 WIB dan
tanggal 24 April 2017, pukul 09:00 -10:00 WIB. Partisipan
ketiga adalah penderita tuberkulosis paru yang telah
menjalani pengobatan selama 6 bulan di Puskesma
4.2 Hasil penelitian
4.2.1 Kategori hasil wawancara
KATA KUNCI KATEGORI TEMA
P1 P2 P3
- Kalau bapak sibuk yang ngantar ibu
dengan saya. diperhatiin terus. peduli dengan
tuberkulosis.
4.2.2 Hasil penelitian
Data yang telah diteliti, telah dilakukan penganalisaan data
dan pengelompokan data, didapati tema-tema sebagai berikut:
a. Dukungan emosional : Memberikan perhatian, rasa nyaman, dan pendampingan kepada partisipan sebagai bentuk dukungan emosiaonal keluarga
Dari hasil penelitian didapati bahwa dukungan emosional
yang diberikan keluarga kepada setiap partisipan berupa perhatian.
Perhatian yang dimaksud seperti mengingatkan minum obat,
mengingatkan untuk hidup sehat (jangan jajan/makan
sembarangan), keluarga juga mendampingi saat pergi berobat
maupun mengambil obat ke Puskesmas, dengan adanya perhatian
yang diberikan keluarga partisipan merasa nyaman karena keluarga
masih peduli. Berikut ini pernyataan yang menunjukan perhatian
yang diberikan oleh keluarga:
“….Dirumah biasanya ibu yang sering ngasi perhatian mba.” (29-30)
“mengingatkan minum obat mba, biasanya ibu saya sering nanya “udah
minum obat belum?” …… (32)
“Waktu itu yang ngatar ke BP4itu suami saya mba….” (27-28)
b. Dukungan informasi: Pemberian nasehat sebagai bentuk dukungan informasi yang diberikan keluarga kepada partisipan
Dari data hasil penelitian didapati bahwa dukungan informasi
yang diberikan oleh keluarga berupa nasehat. P1 mengatakan
sering menceritakan masalah yang dihadapi selama sakit kepada
keluarganya (ibu) dengan bercerita tersebut keluarga memberikan
nasehat mengenai masalah yang dihadapinnya. Sedangkan P2
mengatakan tidak pernah menceritakan masalah yang dihadapi
selama sakit kepada keluarganya, nasehat yang diberikan keluarga
merupakan bentuk kepedulian keluarga terhadap P2. Dan P3
mengatakan tidak pernah menceritaka masalah yang dihadapi
selama sakit kepada keluarganya, karena P3 tidak mau
menyusahkan keluarganya, jadi nasehat yang didapat karena
kepedulian keluarga terhadap P3. Berikut ini pernyataan partisipan:
“Pernah mba,kadang saya tuh merasa ndak enakan sama keluarga
lain, saya ya takut penyakitnya nular kekeluarga lainnya. Biasanya ya kalau cerita begini ke ibu mba, ibu bilangnya jangan terlalu dipikirin yang dipikirin pengobatannya, biar cepat sembuh. (51-53)p1
“Ndak pernah mba, saya ndak mau terlalu membebani anak mba. (59)p3
Informasi berupa bacaan buku, majalah dan surat kabar
tentang penyakit tuberkulosis paru tidak pernah diberikan oleh
keluarga, P1 dan P3 mengatakan informasi yang didapat dari
mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas. Namun p3
lagi karena jarak rumah ke puskesmas jauh. Sedangkan P2
mengatakan memperoleh informasi tentang penyakit tuberkulosis
paru hasil dari browsing internet. Berikut ini pernyataan pencarian dukungan informasi yang dilakukan partisipan:
“Ndak pernah juga mba, tau informasinya waktu ada penyuluhan
dipuskesmas aja mba. Kan puskesmas sering ngadain penyuluhan mba.” (59-60)P1
“Pernah mba, tapi sekarang sudah ndak pernah lagi. semenjak
pindah ketempat yang sekarang. Dulu rumahnya dekat dengan puskesmas
sekarang udah jauh” (71-72)P3
“…Sering mba, apalagikan sekarang informasi bisa didapat dengan
mudah tinggal buka internet, google nyari TB pasti banyak info yang keluar” (60-61)P2
c. Dukungan instrumental: Menyediakan bantuan hidup sehari-hari, dana untuk pengobatan dan fasilitas transportasi kendaraan sebagai bagian dari dukungan instrumental keluarga
Dari data hasil penelitian didapati bahwa, dukungan
instrumental yang diberikan keluarga berupa bantuan dalam
menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti membantu dalam
menyiapkan makanan, selain itu keluarga juga memberikan bantuan
berupa materi dan memfasilitasi kendaraan untuk alat transfortasi
selama proses pengobatan. Berikut ini pernyataan partisipan tentang
“……ibu sering membantu memasak, menyiapkan bahan-bahan
untuk dimasak…” (87-88)
“Iya mba, kalau mau ngambil obat atau konsul disuruh pakai motor
rumah. Kalau motornya suami dipakai buat kerja mba.”(91-92)
“....sayakan masih kuliah mba jadi yang menanggu biaya
pengobatan semua orang tua” (69-71)
“…biasanya kepuskesmas pakai motor” (94)
“Semuanya biaya yang nanggung anak saya
mba.”(73)“….kepuskesmas diantar apakai motor.”(93)
d. Dukungan penilaian: Memberikan penilaian terhadap sakit yang diderita, memberikan dorongan, dan penyemangat untuk menyelesaikan pengobatan sebagai bagian dari dukungan penilaian keluarga
Dari hasil penelitian didapati bahwa, dukungan penilaian
yang diberikan keluarga berupa pemberian penilaian terhadap sakit
yang diderita oleh partisipan serta memberikan dorongan yang
positif kepada partisipan untuk menyelesaikan proses pengobatan
sampai tuntas. P1 mengatakan keluarga menilai penyakit yang
dideritanya adalah penyakit turunan, karena sebelumnya ibu
partisipan juga pernah mengalami penyakit yang sama. Berikut ini
pernyataannya:
“Sebelumnyakan ibu saya pernah juga mba sakit kayak aku ini.
keluarga sarannya harus diobatin aja. Buktinya ibu saya bisa sembuh sampai sekarang ndak pernah kambuh-kambuh lagi mba.” (102-104)
Sedangkan P2 mengatakan keluarga menilai penyakit yang
dideritanya disebabkan oleh kebiasaan merokok. Berikut ini
pernyataannya:
“Waktu awal-awal sakit orang tua menyalahkan aku mba, apalagi
ibu itu paling cerewet katanya aku disekolah merokolah, jajan-jajan sembarangan makanya jadi sakit,” (111-112).
Dan P3 mengatakan keluarga menilai sakit yang dideritanya
sebagai akibat dari faktor usia. Berikut ini pernyataannya:
“Biasa biasa saja mba, kalau sudah tua beginikan segala macam
penyakit bisa masuk. Jadi keluarga juga menganggapnya sebagai penyakit
tua” (113-114).
Selain penilaian terhadap sakit yang diderita, keluarga juga
memberikan dukungan dalam bentuk dorongan yang positif, sepeti
keluarga tidak mengasingkan partisipan, selalu mengingatkan untuk
minum obat disaat partisipan merasa bosen dan jenuh untuk minum
obat, keluarga memberikan semangat untuk menyelesikan
pengobatan sampai tuntas. Berikut ini pernyataannya:
“Ada mba, selama ini keluarga selalu ngasi perhatian, mereka
ndak pernah membeda-bedakan mba walaupun aku sakit. Selalu
mengingatkan minum obat,…. ibu sama suami ngingetin terus biar cepat
“Ada mba, kalau bukan keluarga yang mengingatkan siapa lagilah
mba, dikeluarga yang paling sering menasehati supaya menyelesaikan pengobatan sampai tuntas ibuku mba. Kadangkan mba, kalau udah agak baikan aku suka malas minum obat, tapi ya ibu sering mengingatkan terus jadi mau gak mau harus minum obat” (118-121)P2
“….ya kalau dirumahkan mba kadang diingatkan minum obat.
Kalau obatnya habis diambilkan lagi mba ke puskesmas. Saya udah ndak kuat lagi mba kalau jalan jauh, jadi ya yang ambil obat dan antar
kepuskespas anak” (117-119)P3
4.3 Uji keabsahan data
Dalam penelitian ini uji keabsahan data menggunakan triangulasi
sumber, triangulasi sumber yang digunakan adalah keluarga partisipan
yang tinggal dan selalu bersama partisipan.
4.1.1 Triangulasi Partisipan 1
Peneliti melakukan triangulasi sumber dengan
mewawancarai ibu dari partisipan 1 yaitu ibu S, pada tanggal
5 Mei 2017 pukul 10:00-11:00 WIB bertempat di rumah
partisipan. Peneliti memilih melakukan triangulasi dengan ibu
S karena dari hasil wawancara dengan P1 bahwa ibu S yang
pertama kali menyuruh P1 untuk berobat dan P1 sering
menceritakan apa yang dihadapinya selama sakit kepada ibu
S. Ibu S juga tinggal satu rumah dengan partisipan. Ketika
mengetahui penyakit yang diderita P1 tuberkulosis paru, P1
mengalami batuk terus menerus dan sembuhnya lama sekali.
Ibu S menyuruh P1 untuk periksa ke Puskesmas. P1 ke
puskesmas diantar oleh suaminya, setelah sekitar satu
minggu P1 cerita bahwa penyakit yang dideritanya adalah
tuberkulosis paru dan ibu S mengatakan sebelumnya juga ia
pernah mengalami penyakit tuberkulosis paru, namun
sekarang telah sembuh. Ia selalu mengingatkan P1 untuk
meminum obat yang didapat dari puskesmas, dan selalu
mengingatkan untuk mengambil obat lagi jika obat sudah
habis. Ibu S juga mengatakan P1 pernah curhat bahwa dia
merasa takut penyakitnya bisa menular ke anggota keluarga
lainnya, Ibu S memberikan nasehat agar P1 tidak perlu
mengkhawatirkan masalah itu hanya fokus saja
kepengobatan. Dalam anggota keluarga tidak pernah
memberikan informasi mengenai tuberkulosis paru, ibu S
juga mengatakan biaya pengobatan P1 ditanggung oleh dia
sendiri karena P1 sudah menikah dan suaminya sudah
memiliki penghasilan. Di rumah ibu S juga sering membantu
menyiapkan bahan-bahan masakan dan membantu
memasak juga. Ibu S mengatakan, ketika P1 mau ke
Puskesmas memakai motor yang ada di rumah karena motor
juga selalu mendorong P1 untuk menyelesaikan pengobatan
sampai tuntas, dorongan yang diberikan berupa memberikan
perhatian kepada pasien dan tidak pernah
membeda-bedakan pasien walaupun menderita tuberkulosis paru.
4.1.2 Triangulasi Partisipan 2
Peneliti melakukan triangulasi dengan mewawancarai
ibu dari P2 yaitu ibu T pada tanggang 15 Mei 2017 pukul
10:00-11:00 WIB, karena ibu T yang selalu ada di rumah,
sementara Ayah P2 bekerja dan jarang berada di rumah. Ibu
T mengatakan pasien sudah selesai menjalani pengobatan
sekarang tinggal konsultasi saja untuk memastikan
penyakitnya tidak kambuh lagi. ia juga mengatakan awalnya
P2 mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh dan berat
badannya sering naik turun, Ibu T menyuruh suaminya untuk
membawa P2 ke Puskesmas, setelah dilakukan pemeriksaan
di Puskesmas ternyata P2 positif tuberkulosis paru, setelah
tahu penyakitnya tuberkulosis paru, ibu T beranggapan
bahwa penyakit yang diderita P2 akibat dari kebiasaan
merokok yang dilakukan P2 dengan teman-temannya,
sehingga ia melarang P2 agar tidak merokok dan jajan
makanan disembarang tempat. Ibu T juga mengatakan di
rumah yang memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah
memberikan perhatian kepada P2 dengan selalu
mengingatkan untuk minum obat, ketika obat habis ia juga
menyuruh suaminya untuk mengambilkan obat di
Puskesmas. Namun jika suaminya sibuk dia sendiri yang
akan mengambilkan obat ke Puskesmas. ibu T mengatakan
keluarga tidak pernah memberikan informasi mengenai
penyakit tuberkulosis paru, karena ia merasa bahwa P2 pasti
mengetahui tentang tuberkulosis paru, ia mengatakan di
rumahnya ada layanan internet jadi P2 bisa mencari sendiri
informasi mengenai tuberkulosis paru.
Ibu T mengatakan P2, termasuk orang yang sangat
tertutup, dia tidak pernah menceritakan apa yang
dirasakannya, jadi ketika P2 ada maslah sering tidak
mengetahuinya. Namun walaupun P2 sangat tertutup ibu T
mengatakan sering memberikan nasehat dan memberikan
dorongan serta semangat kepada P2 untuk menyelesaikan
pengobatan sampai tuntas, buktinya sekarang P2 sudah
selesai pengobatan.
4.1.3 Triangulasi Partisipan 3
Peneliti melakukan triangulasi dengan mewawancarai
anak P3 yaitu Tn. G karena tinggal satu rumah dengan P3.
wawancara dilakukan pada tanggal 9 juni 2017 pukul
G mengatakan P3 telah menjalani pengobatan selama 6
bulan namun masih belum sembuh sampai sekarang. Ia juga
yang selalu mengantar dan mengambil obat ke Puskesmas.
Keluarga tidak pernah memberikan informasi mengenai
tuberkulosis paru kepada P3, dulu P3 pernah ikut
penyuluhan tentang tuberkulosis paru di Puskesmas namun
sekarang karena jarak dari rumah ke Puskesmas terlalu jauh
P3 tidak pernah ikut lagi. selama pengobatan yang
menanggung biaya pengobatan adalah Tn G. P3 selalu
mengikuti apa yang dikatakan Tn. G sehingga waktu pertama
kali memutuskan untuk pengobatan P3 mengikutin saja apa
yang disarankan. Di rumah Tn G mengatakan, dia dan
istrinya selalu mendorong dan memberikan semangat
kepada P3 untuk menyelesaikan pengobatan supaya bisa
sembuh total. Tn G juga mengatakan, di rumah yang
menyiapkan makanan dan mengerjakan pekerjaan rumah
adalah istrinya, Tn G membantu hanya sesekali saja karena
4.4 Pembahasan
Pada bagian ini peneliti akan membahas tentang penemuan hasil
penelitian yang telah dilakukan, kemudian akan dibandingkan dengan
konsep, teori dan penelitian terdahulu. Pembahasan sesuai dengan
tema-tema yang telah ditemukan dari hasil penelitian.
a. Dukungan emosional: Memberikan perhatian, rasa nyaman dan pendampingan kepada partisipan sebagai bentuk dukungan emosiaonal keluarga.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dukungan emosional
yang diberikan oleh keluarga dalam mendukung proses
penyembuhan pasien tuberkulosis paru adalah memberikan
perhatian, rasa nyaman dan pendampingan. Sedangkan dukungan
emosional merupakan dukungan yang diterima individu dari
orang-orang di sekitarnya dalam bentuk kasih sayang, penghargaan,
perasaan didengarkan, perhatian dan kepercayaan yang diperoleh
individu dalam memecahkan masalah pribadi (Friedman, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muna dan Soleha (2014)
dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga akan memberikan
sikap percaya diri karena merasa diperhatikan dan dicintai. Pasien
tuberkulosis paru sangat membutuhkan adanya dukungan keluarga,
terutama dukungan emosiaonal seperti yang dikatakan oleh Syam
(2013) dukungan emosional dapat membuat pasien termotivasi
pasien, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak berdaya dan putus
asa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan
pasien.
Dalam penelitian ini dukungan emosional yang banyak
diberikan keluarga berupa memberikan perhatian dengan cara
mengingatkan minum obat dan menemani saat minum obat,
mengambilkan obat di Puskesmas, serta keluarga juga
mendampingi pasien ke Puskesmas dengan mengantarkan pasien,
dengan adanya perhatian yang diberikan keluarga tersebut
partisipan mengatakan bahwa ia merasa nyaman. Sejalan dengan
apa yang dikatakan oleh Fitria dan Febrianti (2015) perhatian, rasa
kasih sayang, dan kepedulian menjaga emosi pasien, memberikan
semangat dan kehangatan membuat pasien merasa bahwa ia
dihargai, dicintai dan orang lain dalam keluarganya bersedia
memberikan perhatian dan kasih sayang, akan membuat pasien
tuberkulosis paru tidak merasa diasingkan karena penyakitnya,
sehingga akan menimbulkan semangat untuk sembuh dengan cara
b. Dukungan Informasi: Pemberian nasehat sebagai bentuk dukungan informasi yang diberikan keluarga kepada partisipan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dukungan informasi
yang diberikan keluarga dalam mendukung proses penyembuhan
tuberkulosis paru berupa pemberian nasehat. Informasi mengenai
tuberkulosis paru didapatkan partisipan dari penyuluhan yang
diadakan oleh puskesmas.
Dukungan informasi merupakan dukungan yang diterima
individu dalam bentuk informasi, nasehat, saran yang berguna untuk
mempermudah seseorang dalam menjalani hidupnya (Friedman,
2010). Jadi dapat dikatakan bahwa dukungan informasi yang
diterima oleh partisipan kurang. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Setiadi (2008) mengatakan dukungan informasi yang diberikan
oleh keluarga akan membantu pasien untuk mendapatkan informasi
yang baik dari masalahnya sehingga mengurangi stressor karena
informasi yang diberikan mengandung sugesti yang khusus untuk
individu. Dari penelitian yang dilakukan oleh Muna dan Soleha
(2014) informasi dalam pengobatan tuberkulosis paru dapat
diperoleh dari penjelasan petugas kesehatan, selebaran, koran dan
lain-lain. Dia juga mengatakan dengan adanya pendampingan
keluarga ketika pasien berobat ke Puskesmas akan membantu
keluarga memperoleh pengetahuan mengenai pengobatan
mengingatkan pasien karena keluarga merupakan pengawas minum
obat yang paling tepat untuk pasien tuberkulosis paru, dukungan
informasi semakin tinggi apabila informasi yang diberikan kepada
pasien dimengerti dan diikuti oleh pasien sehingga akan optimal
dalam memahami program pengobatan. Menurut Permatasari
(2005) tingkat pengetahuan yang baik akan mempengaruhi tingkat
kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam menjalani program
pengobatan.
c. Dukungan instrumental: Menyediakan bantuan hidup sehari-hari, dana untuk pengobatan dan fasilitas transportasi kendaraan sebagai bagian dari dukungan instrumental keluarga
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dukungan
instrumental yang diberikan keluarga dalam mendukung proses
penyembuhan pasien tuberkulosis paru adalah menyediakan
bantuan hidup sehari-hari, dana untuk pengobatan dan fasilitas
transfortasi kendaraan. Menurut Friedman (2010) dukungan
instrumental meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan finansial dan materi berupa bantuan nyata,
termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang untuk membantu pekerjaan
sehari-hari, menyediakan alat transfortasi dan merawat saat sakit.
Dukungan instrumental juga menjadi salah satu dukungan
wawancara terhadap ketiga partisipan dukungan instrumental
berupa membantu dalam menyediakan kebutuhan sehari-hari
seperti memasak dan menyediakan makanan, serta keluarga juga
membantu dalam biaya pengobatan, keluarga juga menyediakan
alat transfortasi kendaraan. Dukungan instrumental dapat terlihat
ketika keluarga mengantar pasien berobat dan menanggung biaya
pengobatan pasien sehingga pasien tidak khawatir dengan
pengobatan (Muna dan Soleha, 2014). Sedangkan menurut
penelitian yang dilakukan Manuhara (2012) dukungan instrumental
diperlukan pasien untuk mendapatkan sarana dalam memenuhi
kebutuhannya, karena keluarga merupakan sumber pertolongan
yang praktis dan konkrit.
d. Dukungan penilaian: Memberikan penilaian terhadap sakit yang diderita, memberikan dorongan dan penyemangat untuk menyelesaikan pengobatan sebagai bagian dari dukungan penilaian keluarga
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dukungan penilaian
yang diberikan keluarga dalam mendukung proses penyembuhan
pasien tuberkulosis paru adalah dengan memberikan penilain
terhadap sakit yang diderita serta memberikan dorongan dan
penyemangat untuk menyelesaikan pengobatan. Sedangkan
menurut Friedman (2010) dukungan penilaian adalah keluarga
sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah yang sedang
dihadapi. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk
penghargaan positif yang diberikan kepada individu.
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa keluarga
mengingatkan partisipan ketika waktunya minum obat dan keluarga
juga mendorong partisipan untuk menyelesikan pengobatan sampai
tuntas, dengan adanya dorongan dari keluarga tersebut partisipan
merasa diterima dan termotivaasi untuk terus menjalankan
pengobatannya. Dukungan penilaian bisa juga berupa pemberian
penilaian, dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2015)
mengatakan dukungan penghargaan dapat ditingkatkan dengan
berkomunikasai langsung kepada pasien bahwa ia bernilai dan
diterima meskipun sedang mengalami sakit. ia juga mengatakan
ketika seseorang mendapatkan pujian atau dorongan positif dari
orang lain maka orang tersebut akan cenderung melakukan tindakan
yang sama seperti halnya pada pasien tuberkulosis paru, dengan
demikian dukungan penilaian yang diberikan untuk ketiga partisipan
masih kurang karena keluarga tidak pernah memberikan penilaian
atau pujian kepada partisipan.
Dari pembahasan didapatkan bahwa dukungan keluarga
yang meliputi : dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan
Dukungan informasi dan dukungan penilaian belum terpenuhi
semuanya, karena kurangnya pengetahuan dan informasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien maupun keluarga
di Puskesmas Mangunsari Salatiga, informasi yang diberikan hanya
sekedar mengenai lamanya waktu pengobatan, jumlah obat yang
harus diminum dan waktu pengambilan obat kembali.
Keluarga selain sebagai pihak yang selalu mendukung untuk
kesembuhan, keluarga juga bertanggung jawab sebagai pengawas
minum obat (PMO) yang berperan untuk mengawasi pasien
terus-menerus. sesuai dengan petunjuk dari Depertemen kesehatan RI
(2008), PMO adalah orang yang tinggal dekat dengan penderita,
bersedia membantu penderita dengan sukarela. Selain memberikan
dukungan dalam pengawasan minum obat, dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
untuk pengobatan tuberkulosis paru. Menurut teori Friedman (1998)
dalam Setiadi (2008) salah satu fungsi dasar keluarga yaitu fungsi
perawatan kesehatan, fungsi perawatan kesehatan adalah
kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan. Walaupun dukungan keluarga
membuat keluarga mampu meningkatkan kesehatan keluarga
menurut Setiadi (2008) tetaplah harus disertai dengan keinginan
atau dorongan yang kuat dari dalam diri pasien sendiri untuk