• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penguasaan Kompetensi Pedagogik antara Guru Disupervisi Klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan Guru Tanpa Supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penguasaan Kompetensi Pedagogik antara Guru Disupervisi Klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan Guru Tanpa Supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kompetensi Pedagogik

Dalam teori yang dikembangkan oleh Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) mengemukakan pengertian kompetensi pedagogik adalah

“The will to regularly apply the attitude,

knowledge and skills that promote the learning of the teacher‟s students. This shall take place in accordance with the goals that are being aimed at and the existing framework and presupposes continuous development of the teacher‟s own

competence and course design”. (Kompetensi

untuk secara teratur mengaplikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mendukung pembelajaran dari guru ke siswa-siswa dalam cara yang terbaik. Hal ini seharusnya ada dalam kesepakatan dengan tujuan-tujuan yang mengaplikasi, dan berada di dalam kerangka kerja yang tersedia dan memberi asumsi pengembangan lanjutan dari kompetensi guru itu sendiri dan desain instruksional).

Dari defenisi kompetensi pedagogik tersebut yang dikembangkan oleh Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) mengemukakan beberapa aspek yang penting untuk kompetensi pedagogik guru yaitu aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.

a. Aspek Sikap

(2)

aspek sikap ini, bisa dilihat sebagai patokan bagi penguasaan kompetensi pedagogik guru. Sikap ditujukan untuk menjelaskan bagaimana guru melihat secara respektif peran dan tanggung jawab mereka masing-masing serta peran dan tanggung jawab siswa mereka, dan juga melibatkan bagian-bagian lain dari sebuah pandangan pedagogis yang fundamental. Apelgren dan Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) menegaskan kembali

(3)

b. Aspek Pengetahuan

Menurut Apelgren & Giertz (2003) pada aspek pengetahuan yang merupakan sebuah dasar penting dalam kompetensi pedagogik, oleh karena itu guru membutuhkan pengetahuan melalui 4 bidang di bawah ini:

1. Pengetahuan dalam menguasai bidang mata pelajarannya yang dikuasai oleh guru.

2. Pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam belajar (baik meningkatkan pengetahuan siswa secara umum maupun pengetahuan mata pelajaran yang spesifik).

3. Pengetahuan dalam menentukkan metode belajar dan pengetahuan dalam proses belajar mengajar

4. Pengetahuan dalam tujuan pengajaran dan pengetahuan dalam organisasi.

Namun Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) menyampaikan “dengan memiliki pengetahuan pada empat bidang tersebut, merupakan sebuah nilai yang diperoleh dari kualifikasi seorang guru”. Menurut mereka, tidak cukup untuk memiliki sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam kompetensi pedagogik, karena salah satu bagian aspek yang paling penting dilakukan pada kompetensi pedagogik adalah menerapkan pengetahuan. Oleh karena itu, guru harus menggunakan pengetahuan dan menerapkan pengetahuan mereka, karena dari pengetahuan, guru dapat memperoleh wawasan yang baru dan mengembangkan keterampilan mereka.

c. Aspek Keterampilan

(4)

pada aspek pengetahuan tersebut, berarti memperoleh jenis-jenis keterampilan yang berbeda yang dapat digunakan oleh guru dalam pengajaran mereka di kelas. Untuk penilaian kompetensi pedagogik, jenis keterampilan itu antara lain Apelgren & Giertz (2003);

1. Keterampilan dalam merancang proses pembelajaran dan mengatur aktifitas.

2. Keterampilan dalam menyusun strategi pembelajaran dan menyajikan materi dalam sebuah mata pelajaran dalam cara yang tepat untuk para siswa.

3. Keterampilan dalam mengadaptasi pengajaran kepada kelompok khusus dari siswa dan keterampilan dalam situasi tertentu.

Dalam berdaptasi, guru dengan siswa pada situasi di dalam kelas, Apelgren & Giertz (2003) dalam (Reygard 2010) berpendapat bahwa “komposisi dan kemampuan mental siswa bervariasi”. Sebagai akibatnya, mereka menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi pedagogik berarti penanganan keragaman faktor dalam cara terbaik dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran siswa di kelas.

(5)

dalam cara yang terbaik seharusnya menjadi sebuah hal yang penting dari penguasaan kompetensi pedagogik.

Kompetensi pedagogik bukanlah sesuatu yang statis, atau sesuatu yang tak pernah selesai. Kompetensi pedagogik menunjukkan bahwa kemampuan dan keinginan untuk mengaplikasikan adalah sebuah cara kerja yang mendukung sepenuhnya pembelajaran siswa dari pengalaman-pengalaman pengajaran yang baru dan mengembangkan secara professional, baik pada sebuah mata pelajaran yang secara pedagogis. Kompetensi pedagogik berarti mengevaluasi secara berkesinambungan, dan mengevaluasi kegiatan pedagogis seseorang dalam cakupan tentang pembelajaran apa dan pengalaman yang terbukti apa yang ditunjukkan untuk mendukung sepenuhnya pembelajaran siswa.

2.1.2 Pengukuran Kompetensi Pedagogik

(6)

Wasserman dan Egert (1981) yaitu Profile of teaching competency adalah sebuah alat ukur melalui pengamatan untuk mencandra karakteristik perilaku guru yang berkompeten dalam memperlancar dan memudahkan belajar siswa. Wasserman dan Eggert (1981) merumuskan

“prinsip-prinsip pengukuran kompetensi mengajar dengan observasi di ruang kelas untuk mengungkapkan profil kompetensi mengajar dikelas”. Untuk pengukurannya menggunakan panduan observasi yang mengidentifikasi 19 aspek guru secara professional yang dikembangkan dan berhubungan dengan kompetensi mengajar di ruang kelas. Pada 19 Aspek ini akan diobservasi dan membandingkan dan memberikan skor bagi guru yang ditunjukan perilaku mana yang tepat bagi guru di kelas, apakah berperilaku positif atau negatif dari tindakan-tindakan yang nyata dalam proses mengajar di kelas.

Diindentifikasi 19 aspek guru yang dipandang berkaitan dengan kompetensi mengajar guru di kelas yang berkaitan dengan peran guru sebagai fasilitator yang memperlancar dan memudahkan belajar meliputi aspek : 1. Guru berperilaku bijaksana (His behavior is thoughtful).

(7)

itu “sangat mengerti” dengan apa yang sedang

dilakukannya dan apa yang dilakukannya tampak telah dipertimbangkan dan merupakan refleksi tujuan pembelajaran.

Namun jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek guru yang berperilaku bijaksana, terlihat tindakan-tindakannya seperti yang dihasilkan dari perubahan pemikiran secara tiba-tiba; perilaku guru tidak selaras dengan sasaran yang terekspresikan. Para pengajar ini, belum mempertimbangkan apa yang akan dilakukan sebelumnya ia melaksanakannya; mereka tampak memiliki alternatif-alternatif yang dipertimbangkan; seperti ada kesenjangan antara apa yang mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan. Ketika diperhadapkan dengan tindakan-tindakan ini, para pengajar bisa menyangkalinya seperti (“Saya tidak tahu

akan hal itu”), dan semakin defensive. Kesan yang diberikan oleh para pengajar ini adalah mereka belum memikirkan matang-matang terhadap apa yang mereka katakan atau lakukan.

(8)

tindakannya ternyata tak berhasil sesuai harapannya ia mampu memeriksa apa yang terjadi secara rasional. Bila sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan, mereka tidak menggunakan hal itu sebagai alasan untuk tidak mencoba lagi. Bahkan dalam situasi dimana ada keterbatasan sumber daya, guru menggunakan apa yang ada untuk memulai dari awal, guru tidak merasionalisasikan ketiadaan tindakan mereka dengan mengatakan hal itu karena tidak tersedia cukup materi atau karena jenis materi yang salah. Kita dapat

mengatakan kepada para pengajar ini, “Saya dapat

mengandalkan orang ini untuk membuat inisiatif dan ia

akan menyelesaikannya!”.

Namun, disisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam pengamatan di kelas, pengajar yang punya inisiatif adalah pengajar yang menunggu tentang apa yang harus dilakukan. Bukan apa yang mereka lakukan yang membuat mereka tidak berhasil, tetapi karena jarang menggunakan kesempatan untuk menjalankannya secara mandiri. Terkadang mereka melakukan sesuatu dengan menjalankannya, tetapi kemudian beberapa kali meminta bantuan disepanjang

proses mengajar di kelas. Seperti “Katakan pada saya apa yang harus saya lakukan!” dan “apa yang harus saya lakukan?” ini merupakan karekteristik perilaku

(9)

materinya tidak sesuai. Mereka terlihat sepertinya harus bergantung pada orang lain untuk memulai sesuatu.

3. Guru memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang dia percaya dan menuntun sikapnya (He has a clear idea of what he belief and his belief guide his behavior). Berilah skor positif dan sesuai jika mendapati perilaku guru memiliki gagasan yang jelas tentang sesuatu yang diyakini serta tindakannya konsisten dengan keyakinannya. Ketika berbicara dengan guru, ia terkesan bahwa keyakinannya telah lama dipilih dan dipikirkan serta sesuai dengan refleksi tindakannya. Sehingga jika di simak tindakannya merupakan refleksi dari keyakinannya. Berilah skor tertinggi jika yang mereka lakukan adalah sebagai refleksi dari keyakinan-keyakinan tersebut. Ada kejelasan tentang tujuan mereka, tentang apa yang mereka perjuangkan. Mereka (guru) muncul sebagai praktisi kelas dan mereka tahu kemana arah mereka dan mengapa demikian. Mereka tahu apa yang mereka yakini dan mereka yakin dengan apa yang mereka jalankan.

(10)

pengajar harus memiliki suara dalam membuat keputusan tentang apa yang terjadi di sekolah, tetapi mereka tidak berpartisipasi dalam komitmen dan tidak mau bersusah payah untuk menjalankan tugas

mereka, dengan mengklaim bahwa “apa yang dilakukan oleh satu orang tidak akan menghasilkan perbedaan”.

Antara tindakan dan gagasan yang mereka ekspresikan ada kesenjangan yang membuat apa yang mereka perbuat menjadi membingungkan. Terkadang mereka merasionalisasi apa yang mereka lakukan dengan

berkata, “Mereka tidak ingin saya melakukannya”, atau

“Mereka memaksa saya melakukannya” untuk mencari

alasan terhadap tindakan yang tidak sejalan dengan keyakinan yang dinyatakan. Walaupun demikian, ketika kita meminta mereka untuk mengklarifikasi sejumlah pertanyaan, jawaban mereka cenderung penuh pengelakan, atau bersifat defensif atau tidak konsisten. Cukup sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya diyakini oleh para pengajar ini.

4. Guru adalah pemecah masalah (He is a

“problemsolver”). Berilah skor positif dan sesuai jika

(11)

mampu membuka diri terhadap situasi tersebut dan menelitinya secara obyektif. Kita dapat mengatakan tentang mereka (guru) bahwa muncul permasalahan

yang baru dan kompleks ketika, “mereka menjadi

pemimpin dalam perencanaan strategi”. Mereka dilihat sebagai orang-orang yang memiliki pemikiran terbuka, yang mampu berfungsi secara efektif ketika dihadapkan dengan permasalahan yang baru dan kompleks.

Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam

pengamatan “pengajar yang menjadi pemecah masalah” adalah mereka yang ketika dihadapkan dengan permasalahan, mereka menjadi hancur. Para pengajar ini tidak tahu apa yang akan dilakukan atau bagaimana cara memulainya. Ketika tidak ada arahan kepemimpinan dari orang lain, mereka tidak tahu dimana atau bagaimana cara memulainya. Mereka sepertinya tidak mampu membuat keputusan. Mereka menunggu orang lain untuk memulai sesuatu dan kemudian mengikutinya. Mereka mengalami banyak kesulitan dalam menanggapi data yang timpang; pikiran mereka sepertinya tertutup terhadap data semacam itu. Ketika telah mulai menjalankan suatu tindakan, mereka segan untuk berpindah. Ketika diperkenalkan alternatif-alternatif baru, mereka

(12)

5. Guru dapat mengambil gagasan baru ke dalam praktek (He can put new ideas into practice). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru dalam profilnya ini mampu memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam praktik. Ia mampu membuat penilaian atas kebutuhan kelompok serta dapat memunculkan gagasan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menciptakan skema untuk mengimplementasikan gagasan tersebut dalam praktik. Guru merasa tidak terhalangi dengan sumber daya yang terbatas; ia sepertinya mampu melakukan banyak hal dengan sumber daya sedikit.

Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para pengajar yang menerapkan pendekatan yang kaku di sebagian besar situasi yang baru. Mereka sepertinya melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan dengan cara yang sama. Mereka mengalami kesulitan dalam melihat suatu formula pendekatan tidak cocok untuk situasi yang baru; mereka tidak mampu menciptakan sebuah pendekatan baru yang lebih relevan. Mereka menggunakan apa yang telah mereka ketahui dan ingin tetap seperti itu. Mereka menginginkan hal-hal yang sifatnya praktis dan jenis

(13)

6. Guru adalah seseorang yang dapat diandalkan dia (You can rely on him). Berilah skor positif dan sesuai jika mendapati perilaku guru terlihat bahwa guru dapat dipercaya sehingga siswa dapat bergantung padanya sehingga jika ia berkata akan melakukan sesuatu yang pasti, kita percaya bahwa ia dapat melakukannya. Jika mereka tak mampu menyelesaikan tugas tertentu, mereka dapat menemukan cara untuk menyampaikan hal itu sebelumnya. Jarang sekali para pengajar ini akan mengecewakan kita. Kita merasakan adanya rasa kepercayaan pada diri mereka, merasa nyaman terhadap jaminan bahwa mereka akan lakukan sesuai dengan janji mereka.

Namun, dalam pengamatan yang dilakukan mendapati perilaku guru yang tidak dapat diandalkan. Secara berulang-ulang mereka menawarkan diri untuk menjalankan sebuah tugas dan karena suatu alasan mereka tidak dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu hanya memiliki sedikit keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk mengikuti perkembangan, dan untuk menjalankan apa yang mereka telah janjikan akan dilaksanakan. Intinya kita tahu bahwa bila kita membutuhkan agar suatu pekerjaan harus dikerjakan, mereka tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikannya.

(14)

menggembirakan dalam hidup sehingga ketika sesuatu tidak berlangsung seperti harapan, ia tidak cenderung mengenakan hal ini sebagai cerminan nasib. Ia memperlakukan hal-hal itu sebagai bagian dari langkah kehidupan. Ia banyak tersenyum dan tertawa serta sangat menyukai dengan tulus apa yang dilakukannya.

Namun, jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, jika pada pengamatan seorang pengajar yang cenderung melihat kehidupan dalam warna hitam dan bayangan abu-abu. Mereka selalu mengkritisi terhadap

segala “sesuatu yang tidak beres”, dan menghabiskan

banyak waktu dan energy untuk mengeluh. Bahkan terkadang setelah situasi menjadi membaik, mereka

ingin berbicara tentang “seberapa buruk”. “Apa

gunanya?” menjadi tipikal sikap negatif mereka. Tampaknya mereka menulari orang lain dengan sikap pesimis dan pandangan yang kelam dalam kehidupan mereka.

(15)

mereka menunjukkan bukti kehangatan, pujian dan dorongan. Interaksi mereka menunjukkan kedekatan dengan para siswa mereka, dan kebebasan usaha untuk mendominasi mereka. Setelah berinteraksi secara singkat dengan pengajar, siswa keluar dengan perasaan yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri.

Namun, jika pada pengamatan yang dilakukan, para pengajar yang menunjukkan kurangnya sensitifitas kepada para siswa mereka. Ketika berinteraksi, mereka tampil secara dingin dan tidak hangat, kaku dan kurang memberikan dorongan, bersifat mekanis dan kurang tulus ketika memberikan pujian. Mereka seringkali menolak gagasan dan pendapat dari siswa mereka. Kritikan mereka bersifat mencela dan merendahkan dan dibuat tanpa mempertimbangkan perasaan siswa. Sepertinya mereka kurang memahami tentang bagaimana perasaan para siswa mereka. Dalam kenyataannya, sepertinya mereka kurang menyadari bahwa ekspresi perasaan siswa memiliki tempat di ruang kelas.

(16)

dan pikiran serta menggunakan obseravasi perilaku siswa untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan merencanakan strategi pembelajaran yang sesuai.

Namun, jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, kita akan menemukan para pengajar yang menyimpang dari perilaku normal sebagai sesuatu yang “buruk”. Bukan dengan berupaya untuk menggali apa yang ada dibalik perilaku semacam itu, mereka lebih cenderung untuk menghubungkan dengan berbagai motif kepada

siswa (misalnya, “Ia sekedar malas” atau “Ia sedang tidak mencoba” atau “Ia tidak ingin belajar”). Terkadang

para pengajar ini mencoba untuk menjelaskan suatu perilaku berdasarkan standar mereka sendiri secara

sepihak (misalnya, “Ia berperilaku seperti itu karena ia memang kurang berprestasi” atau „Itulah contoh

perilaku dari sebagian besar tindakan yang non

akademik”). Setelah mendapatkan penjelasan tentang suatu perilaku, para pengajar ini akan menulis harapan-harapan mereka kepada siswa. Para pengajar ini menggunakan penghukuman dan taktik manipulatif lainnya sebagai alat utama untuk membawa perubahan perilaku dan menganjurkan dipakai oleh siswa.

(17)

siswa mengklasifikasikan bagi dirinya sendiri tentang apa yang dipikirkan. Ia sering merefleksikan kembali kepada siswa sikap keyakinan dan gagasan yang diekspresikan melalui mengajukan pertanyaan yang tidak menghakimi.

Namun, jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini dalam pengamatan, terlihat para pengajar ini sangat bersifat mengarahkan. Praktek mereka termasuk usaha pemanipulasian siswa mereka untuk setuju dengan gagasan mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam memanuver siswa untuk menghasilkan jawaban yang tepat. Tujuannya bukan untuk membantu siswa berpikir tentang gagasan mereka sendiri tetapi untuk mengarahkan gagasan siswa sejalan dengan gagasan pengajar.

11. Guru mengutamakan pemikiran siswa (He promotes

(18)

seperti, “Apakah kamu memiliki gagasan atau

pemikiran mengapa sampai menjadi seperti ini?” dan “Penjelasan lain apakah yang bisa dimungkinkan?” dan

“Bagaimana kita sampai pada keputusan tentang salah

satu dari tiga hal ini yang benar?” dan bukan

pertanyaan seperti “Apa tiga sebab utama munculnya

Revolusi Perancis?” Para pengajar ini menunggu siswa

untuk merespon pertanyaan. Mereka memberikan waktu kepada para siswa untuk berpikir. Cukup jelas bahwa para pengajar semacam itu tertarik di banyak kemungkinan jawaban dan penjelasan, dibandingkan pada usaha penemuan satu jawaban yang benar. Bukan dengan menjadikan siswa berpikir bagi pengajar, para pengajar mengundang siswa untuk berpikir bagi diri mereka sendiri. Mereka menghargai perkembangan penyelidikan pada siswa mereka dan penekanan ini merasuk ke ruang kelas.

(19)

Mereka sepertinya berpacu dengan waktu untuk mencakup sebanyak mungkin konten. Mereka memberikan kesan bahwa pengajarlah yang menjalankan sebagian besar pemikiran di dalam kelas dan mungkin memang inilah yang diinginkan oleh para pengajar.

12. Guru melakukan berbagai interaksi dengan siswa di kelas (There’s a lot of interaction among pupils in his class). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru terhadap aspek ini mendeskripsikan apakah guru mendorong dan mengundang terjadinya banyak interaksi antara siswa. Ruang kelas mereka menjadi semacam sarang lebah, dimana hampir selalu ada aliran percakapan antar siswa, ketika siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran. Para pengajar ini memberikan banyak pengalaman kurikulum dimana para siswa terlibat dalam dialog pembelajaran secara kooperatif dan pembelajaran dari satu sama lain. Para pengajar ini tidak membaurkan diri mereka kedalam peran penyebaran informasi. Mereka mengakui bahwa pembelajaran kooperatif dan interaksi siswa sebagai dimensi pengajaran yang penting.

(20)

pertanyaan dari siswa untuk melihat apakah para siswa memang sebelumnya menyimak. Para pengajar ini menjadi orang-orang dominan di ruang kelas mereka. Bila para pengajar ini keluar kelas untuk waktu sebentar saja maka kelas akan menjadi kacau. Mereka terkadang membolehkan para siswa berbicara satu sama lain sebagai aktifitas rekreasi tetapi jarang sekali dalam kontek yang mereka lihat sebagai pengalaman dalam belajar mengajar.

13. Guru adalah pendidik bagi muridnya (He is a real person to his students). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru menanggapi atau merespon siswanya dengan ketulusan. Secara pribadi guru leluasa dan spontan. Tidak diragukan lagi ia sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Ketika seorang siswa mendekatinya membawa masalah, guru tidak merasionalisasi atau mundur ke dalam peran

“profesional”. Ketika diperhadapkan dengan siswa yang perilakunya bermasalah, menanggapi tanpa bersikap defensif/melindungi harga diri sendiri. Reaksinya mereka bersifat jujur dan terbuka. Pesannya otentik/asli yang diutarakan dalam berinteraksi dengan siswa.

(21)

merespon secara intelektualisasi. Mereka menjadi defensif ketika dihadapkan dengan perilaku siswa yang menyulitkan atau menantang. Pesan yang disampaikan oleh para pengajar ini adalah bahwa anda tidak benar-benar tahu siapa yang ada dibalik wajah mereka.

14. Guru tahu apa yang dia lakukan di kelas dan dapat diterima (He knows what he is doing in the classroom and it makes sense). Berilah skor positif dan sesuai jika guru dalam membuat strategi pembelajaran dan bahan kurikulum yang digunakannya sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru cakap mendeskripsikan apa yang sedang dilakukannya dan mengapa ia melakukan dalam pola yang jelas dan secara kependidikan benar. Ia memiliki rasa percaya diri mengenai apa yang berlangsung di dalam kelas.

(22)

sasaran yang mereka nyatakan. Apa yang terjadi di ruang kelas mereka sepertinya tidak masuk akal secara edukasi.

15. Guru memiliki pengetahuan di bidangnya (He is knowledge able in his field). Berilah skor positif dan sesuai jika pada aspek ini untuk membantu mendeskripsikan apakah guru menunjukkan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang kurikulum, prinsip belajar dan tumbuh kembang individu yang sangat berkaitan dengan taraf pembelajarannya. Jika guru berspesialisasi dalam satu bidang tertentu, ia merasa nyaman dengan bidangnya itu dan sangat menguasai. Ia memiliki pengetahuan yang banyak dan senang membaca, ada kedalaman intelektual ketika berdiskusi dengan sesama pengajar dan usaha mereka di ruang kelas mencerminkan pengetahuan dalam bidang ini. Ketika mereka menjelaskan sesuatu ke rekan pengajar, mereka mampu membuat diri mereka sendiri paham. Mereka mengenali batas-batas pengetahuan mereka dan dimana tidak tahu, mereka mengakuinya. Pengetahuan mereka layak kita hargai.

(23)

mereka. Penjelasan mereka kepada siswa tidak jelas. Kita sendiri bertanya-tanya apakah mereka sendiri mengerti apa yang mereka sedang katakan. Ketidak konsistenan mereka, kendangkalan presentasi mereka dan usaha-usaha mereka untuk menutupi keterbatasan pemahaman mereka menunjukkan kurangnya pengetahuan mereka dalam bidang mereka. 16. Guru menggunakan evaluasi untuk meningkatkan

pembelajaran (He uses evaluation to promote learning). Berilah skor positif dan sesuai jika guru menggunakan evaluasi untuk memperoleh data bagi kemajuan belajar siswa lebih lanjut. Ia sadar evaluasi sangat subjektif tetapi terbuka tentang penggunaan hasil evaluasi. Guru menyadari dengan penetapan nilai dan menekankan evaluasi sebagai cara membantu siswa belajar, guru menggunakan berbagai jenis prosedur evaluatif, tetapi prosedur yang digunakannya telah dipilih dengan seksama serta selaras dengan tujuan pembelajaran.

(24)

teori bahwa siswa termotivasi untuk belajar melalui kegagalan dan mereka dapat menggunakan ancaman kegagalan sebagai sebuah alat untuk mendukung pembelajaran, prosedur evaluasi mereka biasanya dalam bentuk tes bertipe jawaban singkat dan esai dan mereka jarang sekali berkomunikasi dengan para siswa tentang gagasan-gagasan yang konkrit untuk menghasilkan perbaikan. Kata-kata yang sering dilontarkan untuk mendukung pembelajaran adalah adalah "pengejaan yang ceroboh", "coba lagi dengan lebih giat" dan "baik". Tujuan utama dari evaluasi dalam kelas para pengajar ini adalah untuk mendapatkan nilai pelajaran. Bila siswa mengalami kegagalan, hal ini karena "mereka sekedar tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan".

(25)

perseorangan, memacu dan bertukar gagasan dalam banyak pengalaman kurikuler. Waktu dalam kelas semacam ini berlalu dengan cepat dan siswa merasa sedih mendengarkan bel sekolah tanda pelajaran usai. Kelas ini menjadi tempat yang penuh semangat, penuh pergerakan dan vital dan sangat menarik bagi mereka.

Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, jika mendapati para pengajar di ruang kelas mereka, sebagai tempat yang membosankan dan menjemukan. Seringkali para siswa mengerjakan tugas yang sama pada waktu yang sama. Ketika salah seorang siswa menyelesaikan tugas lebih awal, ia harus menunggu teman-temannya untuk menyelesaikan tugas. Sebagian besar penekanan diberikan pada bahan bacaan, mengerjakan lembar tugas dan menjawab pertanyaan dari papan tulis. Ketika ada diskusi kelompok, topik yang muncul bersifat imajinatif atau topik yang sepele, yang membuat para siswa merasa bosan untuk berpartisipasi. Sikap apatis di ruang kelas ini biasanya disebabkan karena para siswa merasa "tidak peduli". Para pengajar ini tidak mengakui bahwa merekalah yang tidak memberikan inspirasi dan yang menyebabkan rasa bosan dan siswa merasa di ruang kelas serasa satu tahun. Ketika bunyi bel tanda istirahat, para siswa dengan segera keluar dari sekolah. 18. Guru mempunyai bahan pengajaran yang bervariasi,

(26)

varied, imaginative and relevant). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru dalam mengajar menggunakan variasi luas dan beragam sumber dalam bahan pembelajaran. Mereka menggunakan studi lapangan, film, video dan media audio visual sebagai bagian kurikulum. Tamu di undang ke dalam kelas sebagai narasumber. Siswa leluasa secara terarah, tujuan menggunakan bahan belajar. Bahan yang diciptakan dan dikembangkan guru dikemas secara menarik untuk memberi sumbangan pada belajar siswa.

(27)

sebagian besar bertipe buku pelajaran dan bahan kertas dan pensil.

19. Guru menyatukan kelompok (He unifies the group). Berilah skor positif dan sesuai jika guru terampil dalam mengembangkan keharmanonisan, kerja kelompok di kelas. Guru membantu mengembangkan penyatuan kelompok yang saling menghormati antar kelompok. Para siswa sepertinya mengapresiasi satu sama lain; mereka menghargai satu sama lain dan semangat juang di kelas sepertinya cukup tinggi. Kelas ini sepertinya memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri sebagai sebuah kelompok, disamping itu, para siswa sepertinya sangat produktif, yang bekerja sama sebagai sebuah tim. Para pengajar ini telah memberi kontribusi pada perkembangan kesatuan kelompok dengan jaminan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan dan status didalam kelompok; dengan memberikan kesempatan kepada siswa satu sama lain; dengan menciptakan sebuah iklim di ruang kelas yang membantu setiap siswa untuk merasa aman, dihargai, diperhatikan dan diterima.

(28)

banyak pertengkaran dan perkelahian didalam kelas.

Kelas ini sepertinya tidak “dikelompokkan” sama sekali.

Tidak ada semangat dan tidak ada saling menghargai. Para pengajar disini memberi kontribusi terhadap perasaan ketidakpuasan ini dengan secara terbuka mengkritisi siswa, dengan bersikap tidak toleran selain

keterampilan akademik, dengan memiliki “favoritisme:” “memilih” siswa-siswa tertentu; dengan secara umum menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap para siswa mereka. Ruang kelas ini tidak memberikan jaminan tetapi intimidasi. Para pengajar ini memberikan rasa takut dan bukan penerimaan. Siswa seakan tidak menyukai sekolah dan interaksi dengan satu sama lain bersifat bermusuhan dan substraktif.

(29)

harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.

2.1.3 Pengertian Supervisi Klinis

Pada penelitian ini supervisi yang digunakan adalah supervisi klinis. Istilah klinis (clinical) mengandung maksud bahwa dalam pelaksanaan supervisi hubungan berlangsung secara tatap muka (face to face) antara guru dengan supervisor dan difokuskan pada perilaku aktual guru di depan kelas. Tekanan pokok supervisi klinis adalah pengembangan profesionalisme guru, ini merupakan supervisi untuk membantu guru dalam meningkatkan performa pengajarannya. Pernyataan ini sebagaimana dikemukakan oleh Acheson dan Gall (2003) sebagai berikut.

“Clinical” is meant to suggest a face to face

relationship between teacher and supervisor and a

focus on the teacher’s actual behavior in the

classroom. The word “clinical” can also connote pathology, a connotation that should not be applied to the model of teacher supervision presented here. We certainly do not wish you to think that clinical supervision is always a

“remedy” applied by the supervisor to deficient or

unhealthy behavior exhibited by the teacher. Clinical supervision acknowledges the need for teacher evaluation, under the condition that the teacher participates with the supervisor in the process. The primary emphasis of clinical supervision is on professional development, however. It is supervision to help the teacher improve his or her instructional performance

Supervisi klinis menurut Acheson dan Gall (2003)

(30)

discrepancy” (suatu proses membantu guru memperkecil kesenjangan antara perilaku mengajar yang nyata dengan perilaku mengajar yang ideal). Defenisi ini memberi indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar. Proses membantu pada supervisi klinis dalam arti memberi pertolongan secara langsung yang diberikan supervisor kepada guru-guru dengan cara melakukan tindakan observasi untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kemudian menurut Richard Weller (1960-an) yang dikutip oleh Acheson dan Gall 2003 menyatakan bahwa supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui sarana siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intelektual dan intensif mengenai penampilan mengajar yang nyata, di dalam mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.

Penggunaan kata klinis tidaklah dimaksudkan terbatas pada usaha perbaikan atau remedi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru/calon guru dalam mengajar. Oleh karena itu Acheson dan dan Gall

(2003) mengemukakakan penggunaan “supervisi klinis”,

karena telah dikenal luas, tetapi pada esensinya lebih tepatnya dikatakan supervisi yang terpusat pada guru/calon guru (teacher centered supervision).

(31)

adalah merupakan suatu proses, dalam bentuk bantuan yang diberikan kepada guru atau calon guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematis dalam perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan, dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata untuk meningkatkan keterampilan dan sikap profesional seorang guru.

Oleh karena itu supervisi klinis sangat berperan penting dan perlu dilakukan, karena sangat membantu guru-guru dalam mengatasi masalah-masalah dalam proses pembelajaran, sehingga masalah-masalah pembelajaran yang dialami oleh guru dapat bersama-sama dengan supervisor, untuk selanjutnya dicarikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, sehingga dari solusi itu dalam perbaikan mempunyai gambaran yang jelas tentang pembelajaran mutakhir, pandangan tentang pembelajaran yang ideal.

Adapun menurut Acheson dan Gall (2003) karekteristik yang mendasar dalam supervisi klinis yaitu : 1. Untuk meningkatkan kualitas keterampilan intelektual

dan perilaku mengajar guru secara spesifik

2. Supervisi harus bertanggung jawab dalam membantu para guru untuk mengembangkan (a) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data yang benar dan dianalisis; (b)terampil dalam menguji cobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum, (c) agar semakin terampil menggunakan teknik-teknik mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang.

(32)

4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi;

5. Supervisi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai pembelajaran yang relevan bagi guru dan mendorong untuk berubah.

6. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan.

7. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran.

8. Guru secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran dan mengembangkan gaya mengajar personal guru.

9. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan di kembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengakaran yang dapat dilakukan; dan

10. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.

Menurut Acheson dan Gall (2003) tujuan supervisi klinis dibedakan menjadi 2 macam yaitu

1. Tujuan Umum

Tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas.

2. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.

1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya. 2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan

masalah-masalah pengajaran.

3. Membantu guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.

(33)

Dalam melakukan supervisi klinis harus dijalankan sesuai dengan langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis. Menurut Acheson dan Gall (2003) bahwa pelaksanaan supervisi klinis dikembangkan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal (perencanaan), (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam penelitian ini, peneliti sependapat dengan Acheson dan Gall (2003) yang akan dilakukan pada tiga tahap.

1. Tahap pertemuan awal

Langkah-langkah yang dilakukan:

a. Usaha menciptakan suasana yang hangat antara supervisor dengan guru.

b. Menciptakan hubungan demokratis yaitu sasaran supervisi klinis terpusat pada kebutuhan guru.

c. Berdiskusi tentang rencana pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

d. Berdiskusi tentang penyusunan instrument yang akan digunakan.

2. Tahap observasi mengajar

Kegiatan pengamatan yang dilakukan supervisor fokus pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru maupun interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa menggunakan instrument yang sudah disepakati. 3. Pertemuan Balikan

Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan balikan meliputi:

a. Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana peranannya selama proses pengajaran berlangsung. b. Supervisor bersama dengan guru melihat kembali

pencapaian yang sudah dilakukan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan instrumen pengamatan yang sudah disepakati.

(34)

d. Supervisor menyajikan data berupa hasil rekaman kemudian bersama-sama menganalisis dan menafsirkan hasil pengamatan.

e. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, supervisor menanyakan kembali kasan dari guru tentang hasil pengamatan yang sudah dilakukan.

f. Supervisor bersama dengan guru membandingkan hasil pengamatan dari pertemuan pertama dengan target pembelajaran yang sudah disepakati bersama. g. Berdasarkan hasil pengamatan bersama, supervisor membantu guru dalam merencanakan proses pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Oleh karena itu, supervisi klinis yang dilakukan melalui 3 tahap ini, sangat membantu dalam mengatasi masalah yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penguasaan komptensi pedagogik guru. Supervisi klinis bertujuan untuk membantu para guru dengan menyelesaikan masalah-masalah guru dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik guru masing-masing agar guru mampu melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

(35)

Guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal Menggunakan Supervisi Klinis”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat keberhasilan dalam menggunakan supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi guru PAI SMP Negeri 1 Comal, yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku mengajar guru yang dapat dilihat berdasarkan perolehan jumlah skor yang meningkatkan dari siklus I sampai pada siklus III, yaitu dari 143 skor meningkat menjadi 175 skor.

Hasil Penelitian Korma (2012) dengan Judul Pengaruh Implementasi Pendekatan Supervisi Klinis Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik Dan Kualitas Pengelolaan Pembelajaran Para Guru Di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan implementasi pendekatan supervisi klinis secara simultan terhadap wawasan kompetensi pedagogik dan kualitas pengelolaan pembelajaran para guru di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan dengan probabilitas Pillai’s

Trance, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest

Root sebesar 0,000. Dimana didapatkan bahwa supervisi klinis dapat meningkatkan wawasan kompetensi pedagogik guru dan kualitas pengelolaan pembelajaran.

2.3 Kerangka Pemikiran

(36)

kompetensi mengajar guru dikelas dilihat dari salah satu peran dari kepala sekolah sebagai supervisor dalam memberikan supervisi dengan baik bagi guru. Keberhasilan siswa juga sangat bergantung pada kualitas guru dalam mengajar. Oleh karena itu kompetensi mengajar guru inilah yang mempunyai peran penting dalam mengimplementasikan pembelajaran di kelas agar hasil di peroleh bagi siswa dapat memuaskan.

(37)

Supervisi Klinis dilakukan Kepala Sekolah, Guru Senior, &

Guru yang diteliti sekolah terhadap guru yang diteliti

pada pelaksanaan pembelajaran guru di kelas,

Tahap Umpan Balik Kepala Sekolah & Guru yang diteliti

Menerapkan supervise klinis kepada guru-guru yang diteliti untuk bersama mendiskusikan ,

menganalisa instrumen observasi, terhadap kendala/masalah yang dihadapi pada pelaksanaan pembelajaran yang belum dicapai sesuai dengan langkah-langkah supervisi klinis

Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat dua penelitian-penelitian yang menyimpulkan bahwa supervisi klinis efektif dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dan tanpa supervisi klinis tidak dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru, oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(38)

terhadap penguasaan kompetensi pedagogik. Hipotesis tersebut dirumuskan secara statistik sebagai berikut:

H0 : µ1 = µ2 : Tidak Ada perbedaan yang signifikan Penguasaan kompetensi pedagogik antara Guru yang disupervisi klinis dengan Guru tanpa supervisi.

H1 : µ1 ≠ µ2 : Ada perbedaan yang signifikan Penguasaan kompetensi pedagogik antara Guru yang disupervisi klinis dengan Guru tanpa supervisi.

Gambar

Diagaram Kerangka Pikir Gambar I

Referensi

Dokumen terkait

Memaparkan konsep dasar, metabolisme dan dampak kelebihan dan kekurangan pantothenic acid, biotin dengan benar. Memaparkan konsep dasar, metabolisme pantothenic acid, biotin

Matlamat Kurikulum Standard Sekolah Rendah bagi matapelajaran Matematikadalah untuk membina pemahaman murid tentang konsep nombor, kemahiran asas dalam pengiraan, memahami idea

test Tes tulisa n (UTS) Mahasiswa mampu menguraikan konsep dasar asuhan gizi, mekanisme kegiatan asuhan gizi di Puskesmas, mekanisme kegiatan asuhan gizi di RS dengan

Simpulan dari penelitian ini yaitu penerapan metode Picture and Picture dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada siswa kelas IV SDN 1 Talunombo Wonogiri tahun

Contoh 10: Berikanlah hak CREATE, ALTER, dan DROP untuk EVE1 pada seluruh tabel dari seluruh

Association 1987 Revised Criteria for the Classification of Rheumatoid Artritis.. Buku Ajar Patologi

Buku pesanan dikirim melalui kurir, pemilik toko melakukan konfirmasi kepada pembeli bahwa buku yang dipesan telah dikirim, dengan mengirimkan nomor resi pengiriman melalui

persediaan barang dengan lebih baik dan menghasilkan informasi yang akurat.. sehingga tidak mengecewakan para konsumen