Pada penelitian ini supervisi yang digunakan adalah supervisi klinis. Istilah klinis (clinical) mengandung maksud bahwa dalam pelaksanaan supervisi hubungan berlangsung secara tatap muka (face to face) antara guru dengan supervisor dan difokuskan pada perilaku aktual guru di depan kelas. Tekanan pokok supervisi klinis adalah pengembangan profesionalisme guru, ini merupakan supervisi untuk membantu guru dalam meningkatkan performa pengajarannya. Pernyataan ini sebagaimana dikemukakan oleh Acheson dan Gall (2003) sebagai berikut.
“Clinical” is meant to suggest a face to face
relationship between teacher and supervisor and a
focus on the teacher’s actual behavior in the
classroom. The word “clinical” can also connote
pathology, a connotation that should not be applied to the model of teacher supervision presented here. We certainly do not wish you to think that clinical supervision is always a
“remedy” applied by the supervisor to deficient or
unhealthy behavior exhibited by the teacher. Clinical supervision acknowledges the need for teacher evaluation, under the condition that the teacher participates with the supervisor in the process. The primary emphasis of clinical supervision is on professional development, however. It is supervision to help the teacher improve his or her instructional performance
Supervisi klinis menurut Acheson dan Gall (2003)
discrepancy” (suatu proses membantu guru memperkecil
kesenjangan antara perilaku mengajar yang nyata dengan perilaku mengajar yang ideal). Defenisi ini memberi indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar. Proses membantu pada supervisi klinis dalam arti memberi pertolongan secara langsung yang diberikan supervisor kepada guru-guru dengan cara melakukan tindakan observasi untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kemudian menurut Richard Weller (1960-an) yang dikutip oleh Acheson dan Gall 2003 menyatakan bahwa supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui sarana siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intelektual dan intensif mengenai penampilan mengajar yang nyata, di dalam mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.
Penggunaan kata klinis tidaklah dimaksudkan terbatas pada usaha perbaikan atau remedi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru/calon guru dalam mengajar. Oleh karena itu Acheson dan dan Gall
(2003) mengemukakakan penggunaan “supervisi klinis”,
karena telah dikenal luas, tetapi pada esensinya lebih tepatnya dikatakan supervisi yang terpusat pada guru/calon guru (teacher centered supervision).
Peneliti sependapat dengan pendapat Acheson dan Gall (2003), yang menyebutkan bahwa supervisi klinis
adalah merupakan suatu proses, dalam bentuk bantuan yang diberikan kepada guru atau calon guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematis dalam perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan, dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata untuk meningkatkan keterampilan dan sikap profesional seorang guru.
Oleh karena itu supervisi klinis sangat berperan penting dan perlu dilakukan, karena sangat membantu guru-guru dalam mengatasi masalah-masalah dalam proses pembelajaran, sehingga masalah-masalah pembelajaran yang dialami oleh guru dapat bersama-sama dengan supervisor, untuk selanjutnya dicarikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, sehingga dari solusi itu dalam perbaikan mempunyai gambaran yang jelas tentang pembelajaran mutakhir, pandangan tentang pembelajaran yang ideal.
Adapun menurut Acheson dan Gall (2003) karekteristik yang mendasar dalam supervisi klinis yaitu : 1. Untuk meningkatkan kualitas keterampilan intelektual
dan perilaku mengajar guru secara spesifik
2. Supervisi harus bertanggung jawab dalam membantu para guru untuk mengembangkan (a) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data yang benar dan dianalisis; (b)terampil dalam menguji cobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum, (c) agar semakin terampil menggunakan teknik-teknik mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang.
3. Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan untuk merubah kepribadian guru.
4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi;
5. Supervisi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai pembelajaran yang relevan bagi guru dan mendorong untuk berubah.
6. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan.
7. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran.
8. Guru secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran dan mengembangkan gaya mengajar personal guru.
9. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan di kembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengakaran yang dapat dilakukan; dan
10. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.
Menurut Acheson dan Gall (2003) tujuan supervisi klinis dibedakan menjadi 2 macam yaitu
1. Tujuan Umum
Tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas.
2. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.
1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya. 2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan
masalah-masalah pengajaran.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.
4. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
Dalam melakukan supervisi klinis harus dijalankan sesuai dengan langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis. Menurut Acheson dan Gall (2003) bahwa pelaksanaan supervisi klinis dikembangkan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal (perencanaan), (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam penelitian ini, peneliti sependapat dengan Acheson dan Gall (2003) yang akan dilakukan pada tiga tahap.
1. Tahap pertemuan awal
Langkah-langkah yang dilakukan:
a. Usaha menciptakan suasana yang hangat antara supervisor dengan guru.
b. Menciptakan hubungan demokratis yaitu sasaran supervisi klinis terpusat pada kebutuhan guru.
c. Berdiskusi tentang rencana pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
d. Berdiskusi tentang penyusunan instrument yang akan digunakan.
2. Tahap observasi mengajar
Kegiatan pengamatan yang dilakukan supervisor fokus pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru maupun interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa menggunakan instrument yang sudah disepakati. 3. Pertemuan Balikan
Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan balikan meliputi:
a. Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana peranannya selama proses pengajaran berlangsung. b. Supervisor bersama dengan guru melihat kembali
pencapaian yang sudah dilakukan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan instrumen pengamatan yang sudah disepakati.
c. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, supervisor menanyakan kesan dari guru.
d. Supervisor menyajikan data berupa hasil rekaman kemudian bersama-sama menganalisis dan menafsirkan hasil pengamatan.
e. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, supervisor menanyakan kembali kasan dari guru tentang hasil pengamatan yang sudah dilakukan.
f. Supervisor bersama dengan guru membandingkan hasil pengamatan dari pertemuan pertama dengan target pembelajaran yang sudah disepakati bersama. g. Berdasarkan hasil pengamatan bersama, supervisor membantu guru dalam merencanakan proses pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
Oleh karena itu, supervisi klinis yang dilakukan melalui 3 tahap ini, sangat membantu dalam mengatasi masalah yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penguasaan komptensi pedagogik guru. Supervisi klinis bertujuan untuk membantu para guru dengan menyelesaikan masalah-masalah guru dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik guru masing-masing agar guru mampu melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan ada dua penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan tentang Perbedaan Penguasaan kompetensi pedagogik guru antara guru yang disupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru yang tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-1 Ambon yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2008) dengan judul, “Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik
Guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal Menggunakan Supervisi Klinis”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat keberhasilan dalam menggunakan supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi guru PAI SMP Negeri 1 Comal, yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku mengajar guru yang dapat dilihat berdasarkan perolehan jumlah skor yang meningkatkan dari siklus I sampai pada siklus III, yaitu dari 143 skor meningkat menjadi 175 skor.
Hasil Penelitian Korma (2012) dengan Judul Pengaruh Implementasi Pendekatan Supervisi Klinis Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik Dan Kualitas Pengelolaan Pembelajaran Para Guru Di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan implementasi pendekatan supervisi klinis secara simultan terhadap wawasan kompetensi pedagogik dan kualitas pengelolaan pembelajaran para guru di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan dengan probabilitas Pillai’s
Trance, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest
Root sebesar 0,000. Dimana didapatkan bahwa supervisi klinis dapat meningkatkan wawasan kompetensi pedagogik guru dan kualitas pengelolaan pembelajaran.