• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGUNGKAP PEMIKIRAN SOE HOEK GIE TENTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGUNGKAP PEMIKIRAN SOE HOEK GIE TENTAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MENGUNGKAP PEMIKIRAN SOE HOEK GIE TENTANG KEKUASAAN DAN

POLITIK INDONESIA DI ERA AKHIR ORDE LAMA DALAM BUKU

CATATAN

SEORANG DEMONSTRAN

KARYA SOE HOEK GIE

(Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)

Tutiek *) Drs. Hendarto Supatra S.U., M.Th. dan Drs. Suharyo, M.Hum.

Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

ABSTRACT

This study analyzes a driary owned by Soe Hoek Gie which is published entitling

Catatan Seorang Demonsran. Discourse in Gie’s book is a type of critical discourse

developed in the society and is made to criticize Indonesian authorities and politics in the end

of Old Order. Soe Hoek Gie is one of the key figures of student activists class ’66. He is a

“pioneer” opponent with humanist, idealist, and moralist characteristics. Analysis of this

study focuses on the critical and daring thoughts of Gie especially in fighting against

injustice. The aim of the study is to uncover the thoughts and opponents of Soe Hoek Gie and

his background.

To be able to understand the discourse, the writer uses theory of discourse analysis

model Teun A. van Dijk. Analytical dimensions of the study are divided into three, (1) Text

consisting of: topic, subtopic, scheme, semantic strategy, syntactic strategy, stylistic strategy,

and rhetorical strategy, (2) Social cognition includes idology contained in the discourse, and

(3) Social context, regarding the situation and condition of the society. The study is a

qualitative study using basis of descriptive study, which is a study presenting charts, tables,

and text, meanwhile methods of the study are divided into three stages, (1) Data collecting

using simak bebas libat cakap

technique or “SBLC technique”, (2) Data analysis, and (3)

Report of the result analysis.

The result of the study shows that Gie uses long term memory in Catatan Seorang

Demonstran, it is because the writing in the book is a true story about his experience as the

suspect and witness of history of the nation. Unlike other thinkers, Gie shows his daring

(frontal), honest, and “resistance” sides in his every works, thoughts, and attitudes. Overall,

the study emphasizes on Gie’s personal thoughts about the phenomena and problems of the

nation.

(2)

INTISARI

Skripsi ini menganalisis sebuah buku catatan harian milik Soe Hoek Gie yang

diterbitkan dengan judul

Catatan Seorang Demonsran.

Wacana dalam buku Gie merupakan

jenis wacana kritis yang berkembang di masyarakat dan dibuatnya untuk mengkritisi

kekuasaan dan politik Indonesia pada Era Akhir Orde Lama. Soe Hoek Gie merupakan salah

satu tokoh kunci aktivis mahasiswa angkatan ’66. Ia adalah seorang “pionir” penentang

dengan karakter humanis, idealis, dan moralis. Analisis skripsi ini terfokus pada pemikiran

Gie yang kritis dan berani terutama dalam melawan ketidakadilan.Tujuan dari penelitian ini

ialah untuk mengungkap pemikiran dan karakter penentang Soe Hoek Gie dengan latar

belakang kehidupannya.

Untuk memahami wacana ini peneliti menggunakan teori analisis wacana kritis model

Teun A. van Dijk. Dimensi analisis dalam teori ini terbagi menjadi tiga, yaitu: (1) Teks yang

terdiri atas: topik, subtopik, skema, strategi semantik, strategi sintaksis, strategi stilistik, dan

strategi retoris, (2) Kognisi sosial melingkupi ideologi yang terkandung dalam wacana, dan

(3) Konteks sosial, terkait situasi dan kondisi yang terdapat di masyarakat. Penelitian ini

termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, sedangkan tipe penelitiannya didasarkan pada

penelitian deskriptif, yakni penelitian yang menyajikan data berupa bagan, tabel, maupun

tulisan, sedangkan metode penelitian yang digunakan peneliti terbagi menjadi tiga tahap,

yaitu: (1)

Pengumpulan data, dengan teknik simak bebas libat cakap atau “teknik SBLC”, (2)

Analisis data, dan (3) Laporan hasil analisis.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Gie menggunakan memori jangka

panjang dalam wacana

Catatan Seorang Demonstran,

sebab tulisan dalam buku tersebut

merupakan kisah nyata yang dialaminya sendiri sebagai pelaku dan saksi atas bagian dari

perjalanan sejarah bangsa yag terjadi. Berbeda dengan pemikir lainnya, Gie menampilkan sisi

berani (frontal), jujur, dan bermakna “perlawanan” dalam setiap karya, pemikiran, maupun

sikapnya. Secara keseluruhan, penelitian ini menonjolkan sisi pemikiran pribadi Gie tentang

fenomena dan problematika bangsa.

Kata kunci: Wacana, Kritis, Soe Hoek Gie, Catatan Seorang Demonstran, van Dijk.

*)

Penulis Korespondensi

(3)

1. Pendahuluan

Soe Hoek Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Salah satu mahasiswa jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1962-1969. Salah seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit atau Salam Sutrawan dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara, Gie merupakan adik dari Soe Hok Djin yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah kedua kakak-beradik ini sudah terkenal gemar membaca. Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Hal ini mungkin juga dikarenakan latar belakang keluarga mereka yang merupakan keluarga penulis Ayah Gie seorang novelis, sehingga tak heran jika ia begitu dekat dengan sastra (Gie, 1983:20).

Gie adalah sosok pemberani, penentang, penggerak, dan pembawa perubahan pada Era Orde Lama. Dalam dirinya tercermin contoh segelintir anak muda yang mampu merepresentasikan rasa cinta terhadap bangsanya dengan berani berkata

“tidak” dan “membenarkan apa yang dianggap

orang salah” untuk suatu perubahan yang lebih

baik. Gie, sang aktivis, pemuda penggerak perubahan, dan jurnalis Indonesia yang merepresentasikan apa yang disebutnya dengan kebenaran yang diutarakannya, nilai keadilan yang dijunjungnya, dan tindakan perlawanan yang diajukannya terhadap pemerintah. Pemuda yang lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian ini sangat senang mencatat beragam permasalahan dan problematika kehidupan yang terjadi, baik yang dialami olehnya, maupun yang dialami orang-orang di sekitar. Laki-laki peranakan Tionghoa ini

terkenal “sangat berani” menantang maut, hal ini

dikarenakan sikap antusias yang ditunjukkannya dalam mengkritik pemerintah melalui tulisannya di media massa, ia seringkali menyebutkan nama orang-orang atau oknum-oknum tertentu yang

dianggapnya “bertanggungjawab” atas persoalan

bangsa yang terjadi. Contoh keberanian Gie

terungkap dalam kutipan, “Sebagian dari

pemimpin-pemimpin KAMI adalah maling juga. Mereka korupsi, mereka berebut kursi, ribut-ribut pesan mobil dan tukang kecap pula. Tapi sebagian

mereka jujur.” (Gie, 1983:35).

Tidak jarang ia sering mendapat teror dan

ancaman “kematian” melalui surat kaleng. Pada

akhirnya ia adalah pecinta kalangan yang terkalahkan, manusia kesepian yang banyak berbicara tentang perubahan, kebenaran, dan

sesuatu yang disebutnya sebagai “keadilan”. Gie,

sang pahlawan yang ingin tetap bertahan menjadi

pahlawan yang “terkalahkan”, sebab ia menutup

usia dan perjuangan yang diusungnya dalam usia yang terbilang masih sangat muda meskipun, Soe Hoek Gie sekali lagi akan terus hidup dalam hati

mahasiswa yang berusaha menari dan memperjuangckan kebenaran. Pejuang yang berbicara melalui penanya itu akan selalu dikenang sebagai aktivis mahasiwa, jurnalis hebat Indonesia yang bertalenta, idealis, faktualis, berpendirian, dan peduli tehadap orang lain dan lingkungan sekitar. Fase kehidupan masa mudanya berlatar pada kehidupan di Era Orde Lama, sebuah awal baru bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pemikiran yang dituliskan Gie dalam buku catatan harian miliknya merupakan kisah tentang perlawanan terhadap kekuasaan dan politik Indonesia yang

dikemukakannya sebagai “sosok penentang” yang

dinilai berbahaya kala itu. Ia berasumsi bahwa praktik kekuasaan dan politik di Indonesia telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan sebelum kemerdekaan. Dalam buku harian inilah Gie berkeluh kesah tentang perjuangan dan pemikirannya terutama berkaitan dengan masalah krusial bangsa yang banyak mengulas tentang ketertarikan dan kepedulian Gie sebagai generasi penerus yang peduli terhadap persoalan bangsa, mulai dari politik Indonesia modern yang kacau hingga masalah pribadi yang dialami olehnya sebagai pemuda kala itu. Semua dipikirkan dan dikisahkannya jujur dalam buku harian miliknya. Salah satu kegelisahan yang dialami Gie tercermin

dalam, “Minggu-minggu ini adalah hari-hari yang berat untuk saya, karena saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan pinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada

kemunafikan.” (Gie, 1983:19).

Kiprah Gie dalam dunia jurnalis di antaranya dengan berkarya di beberapa media massa seperti: Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Ditemukan sekitar tiga puluh lima karya artikel miliknya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya). Selama Orde Baru, beberapa karya hasil tulisan Gie yang dibukukan dan diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya di antaranya Zaman Peralihan (1995), Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997), dan Di Bawah Lentera Merah

(1999). ( http://erismanaire.com/book21/book-101705.pdf diakses 12 Agustus 2016.).

(4)

Saida (2015) tekait analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk dalam skripsiya yang

berjudul, “Wacana Satir Republik Jancukers”

(Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk pada Buku Republik Jancukers Karya Sujiwo Tejo). Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Lana dalampenelitian ini menemukan bahwa “Republik Jancukers” merupakan suatu karya yang dibuat

dengan gaya satir sebagai bentuk sindiran terhadap problematika bangsa. Sebagai wacana satir yang berkembang di masyarakat, ciri khas gaya satir Sujiwo Tejo ini tidak jarang menggunakan istilah umpatan-umpatan yang kasar untuk menyindir. Penelitian lain yang terkait yaitu skripsi Hidayat

(2013) yang berjudul “Mengungkap Insiden Dili dalam novel “Jazz, Parfume, & Inside” karya

Gumira Ajidarma (Menggunakan Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)”. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa sang penulis menghadirkan unsur-unsur implisit yang sebenarnya digunakan untuk menyimpan fakta-fakta yang tidak dapat diungkap pada masa Orde Baru.

Penelitian ini sangat menarik untuk diteliti karena dapat mengungkap kisah yang terjadi dan erat kaitannya dengan perjalanan pemikiran bangsa pada Era tertentu. Disisi lain, gaya bahasa dan pemikiran Soe Hoek Gie yang dipandang berbeda inilah, kemudian dinilai sebagai bentuk kritik terhadap rezim yang sedang berjalan, dan dianggap mewakili kekecewaan rakyat akibat beragam permasalahan bangsa yang terjadi di Era Akhir Orde Lama. Untuk memahami makna implisit yang terkandung di dalamnya diperlukan pengetahuan yang mendalam antara peneliti dengan pembaca. Apakah kemudian gaya bahasa Soe Hoek Gie ini akan sama dengan pemikiran lainnya seperti Pramoedya Ananta Toer, Sujiwo Tejo, Seno Gumira Ajidarma, dan lainnya? Untuk mengetahui penjelasan selanjutnya, peneliti memaparkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul, “Mengungkap Pemikiran Soe Hoek Gie tentang Kekuasaan dan Politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama dalam Buku Catatan Seorang Demonstran Karya Soe Hoek Gie (Analisis Wacana Kritis Model Teun A.

van Dijk).”

2. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, sebab data yang disajikan berupa kata-kata bukan angka-angka yang didapatkan melalui proses pemahaman fenomena atas realitas sosial yang ada. Adapun tipe penelitian ini adalah deskriptif, yakni dengan cara menggambarkan bagaimana sebuah wacana sebagaimana adanya terkait perihal (tema, skema, semantik, sintaksis, stilistika, dan retoris) yang dibentuk dari sudut kebahasaannya dan dianalisis dengan sebuah kajian analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk. Penelitian ini mengikuti tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:

1) Pengumpulan Data

Sumber data penelitian ini adalah buku berjudul Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hoek Gie, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), cetakan pertama diterbitkan pada 1983. Data yang didapat merupakan keseluruhan isi dari buku tersebut. G (egenstand) dalam penelitian ini berupa kata-kata ataupun unsur kebahasaan (kata, kalimat, stilistika, dan retoris) yang menandai sikap politik atau memuat ideologi Soe Hoek Gie yang tersembunyi di dalam buku tersebut. Untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode simak. Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti yaitu terlebih dahulu membaca buku harian tersebut. Dengan membaca, peneliti dapat mengkasifikasi dan mendapatkan data yang diinginkan terkait masalah wacana kritis. Metode ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik data berupa wacana berdasar kategori politik dan kekuasaan, sosial, ekonomi, pendidikan, bahkan pelanggaran Hak

Asasi Manusia (HAM) akibat kasus Partai Komunis Indonesia (PKI) yang meledak di Era Akhir Orde Lama. Setelah membaca dan memperoleh data, selanjutkan dilakukan pencatatan. Peneliti menggunakan teknik simak

bebas libat cakap atau “teknik SBLC”, peneliti

hanya menjadi pemerhati terhadap calon data tanpa terlibat dalam pembentukannya (Sudaryanto, 2001:135). Teknik ini dipilih karena data dalam penelitian ini berupa teks tuturan yang terdapat di dalam teks buku Catatan Seorang Demonstran

yang berpotensi untuk dipilih sebagai data yang selanjutnya dicatat dan diklasifikasikan.

2) Analisis Data

Analisis data mengunakan metode analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk. Dalam analisis ini wacana tidak hanya dilihat dari segi struktur kebahasaannya saja, tetapi juga dianalisis komunikasi verbal yang terjadi di dalamnya terkait konteks dan kognisi sosial. Konteks sosial merupakan gambaran latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Konteks dianggap berperan sangat penting karena dapat menjembatani antara sebuah teks realitas dengan praktek sosial yang terjadi, sedangkan kognisi sosial berkaitan dengan kesadaran mental seorang penulis dalam hal ini Soe Hoek Gie. Konteks dan kognisi dapat ditelusuri melalui teks buku yang dituliskannya dalam buku

(5)

mengandalkan interpretasi dan penafsiran penulis dalam menganalisis makna dari suatu teks. Metode ini digunakan untuk mengungkap wacana berdasarkan praduga yang dikaitkan dengan realitas atau fakta.

3) Laporan Hasil Analisis

Laporan hasil analisis akan menggunakan model penyajian data informal. Data yang telah dianalisis kemudian dipaparkan secara deskriptif baik berupa tulisan, tabel, maupun bagan dengan uraian data sesuai fenomena kebahasaan terkait wacana kritis Soe Hoek Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran pada kajian analisis wacana kritis model Teun A van Dijk.

3. Analisis dan Hasil Penelitian

Analisis dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam analisis wacana kritis bukan hanya menelaah teks saja, tetapi juga mengenai kognisi dan konteks yang terdapat dalam teks buku Catatan Seorang Demonstran.

Pembahasan mengenai teks dalam wacana kritis model Teun A. van Dijk terbagi menjadi tiga

elemen yaitu struktur makro berupa aspek tematik; superstruktur yang berupa aspek skematik; dan struktur mikro yang terdiri atas semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Penjelasan mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:

A. Struktrur Makro

Struktur makro dalam analisis wacana kritis dibedakan menjadi dua hal yaitu, topik dan subtopik. Topik dalam wacana ini menekankan pada bagaimana perspektif Gie tentang kekuasaan dan politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama, sedangkan tujuh subtopik yaitu: (1) Permasalahan Sosial pada Era pemerintahan Orde Lama, (2) Kehidupan Perekonomian di Era Orde Lama, (3) Peran Mahasiswa dalam Menggulingkan Pemerintahan Orde Lama, (4) Konflik Internal dalam Universitas Indonesia, (5) Persamaan Hak Asasi Manusia (HAM) dihadapan Hukum, (6) Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Akibat Kasus Partai Komunis Indonesia (PKI) yang meledak di Era Akhir pemerintahan Orde Lama, serta (7) Kegelisahan Pribadi yang dialami Gie dalam hidup.

B. Skematik (Superstruktur)

Analisis superstruktur menyajikan bagaimana Gie menceritakan kisah yang dialami olehnya sesuai kenyataan. Skematik memberikan

“penekanan” mana yang kemudian didahulukan

dan bagian mana yang kemudian menjadi strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Berdasarkan bentuk skemanya, wacana dalam buku

Catatan Seorang Demonstran menampilkan keterkaitan antara judul dengan kedelapan subjudul yang terdapat dalam buku tersebut. Peristiwa puncak yang dibawakan Gie dalam wacana ini merujuk pada kasus demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Soe Hoek Gie dan teman-teman mahasiswa “Angkatan ‘66” dalam

menggulingkan pemerintahan Orde Lama dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi rakyat. Dapat dikatakan jika dalam wacana ini, terjadi korelasi antara judul dengan subjudul, sebab cerita tersebut membentuk satu kesatuan cerita yang utuh.

C. Struktur Mikro

1. Semantik

Dibahas mengenai latar, detail, dan praanggapan. Pada bagian semantik pembaca digiring ke opini bagaimana kekacauan yang terjadi pada bangsa ini dan bagaimana perjuangan

mahasiswa “Angkatan ‘66” dalam

memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Diantaranya dalam data berikut:

(Data 11)

“Di sini suara mahasiswa Indonesia. Di sini

adalah demonstran-demonstran mahasiswa dari Jakarta yang tergabung dalam KAMI. Kami datang untuk menuntut tiga hal. Pertama pembubaran PKI. Kedua agar peraturan-peraturan gila yang menaikkan harga-harga dicabut dan ketiga agar Menteri-Menteri korup, gestapu, dan plintat-plintut diritual dari Kabinet. Atau aku katakan bahwa perjuangan mahasiswa adalah identik dengan perjuangan rakyat. Bila ada massa ABRI, aku katakan bahwa ABRI sebagai anak revolusi adalah saudara dari mahasiswa-mahasiswa karena mahasiswa-mahasiswa adalah juga anak

revolusi.” (hal. 148).

Gie menentang sikap pemerintahan Soekarno dengan melakukan demonstrasi yang

menuntut tiga hal, yang disebut “Tritura”. Selain menuntut keadilan dari pemerintahan ia juga menyinggung soal sikap ABRI. Kekecewaan itu disampaikan Gie dengan berani dan diungkapkannya dengan lantang yakni, tentang sikap menteri-menteri yang “sama” tidak

bermoralnya dengan sang pemimpin, harga-harga yang melambung naik sebagai bentuk pengalihan isu politik, dan tindakan penyelesaian kasus pembubaran PKI.

(6)

kontrol informasi secara apa adanya atau tidak berlebihan, untuk menyembunyikan suatu kebenaran. Keuntungan yang akan kita peroleh dari detail yang ditulis Gie tersebut yaitu: kita dapat mengetahui secara lengkap bagian dari perjalanan pemikiran Gie dan suatu peristiwa tertentu yang tercatat dalam sejarah. Pemikiran Gie ini dapat membuka perspektif kita tentang kebenaran, khususnya sejarah tentang perjalanan bangsa Indonesia. Dapat dipastikan jika informasi yang diperoleh merupakan suatu kebenaran yang sesuai dengan realita, sebab detail yang diungkapkan Gie merupakan fakta atau kesaksiannya sebagai pelaku sekaligus saksi atas peristiwa yang terjadi di masa lalu.

2. Sintaksis

a. Kata ganti digunakan untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana (Eriyanto, 2012:253).

b. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam teks (Eriyanto, 2012:242). Aspek sintaksis dalam wacana ini ditunjukan dalam data:

(Data 27)

“Kerja saya hanya menulis skripsidaripagi sampai malam. Saya menyelesaikan 21 halaman tik ditambah 5 halaman daftar buku. Dalam hati saya agak kagum melihat hasil sebanyak itu. Akhirnya saya dapat menyelesaikannya. Pukul 22.00 saya tidur. Rasanya otak sudah jenuhdansaya melihat skripsi sebagai tahi di tas meja. Saya merasa lelah sekali, terutama mental, walaupun

kerja saya cuma makan.” (hal. 219).

Kata hubung atau konjungsi yang digunakan ditandai dengan kata-kata yag dicetak tebal dalam data. Koherensi memberi kesan kepada khalayak bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan, sedangkan elemen kata ganti dalam wacana ini cenderung lengkap yang ditandai dengan adanya kata ganti orang pertama hingga ketiga, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak.

3. Stilistik

a. Leksikon

Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata yang dipakai menujukkan sikap dan ideologi tertentu (Eriyanto, 2012:255). Gie mengemukakan problematika dan peristiwa yang terjadi tersebut secara eksplisit atau dikemukakan langsung dengan gaya frontal (berani), lugas (apa adanya), dan jujur. Gaya bahasa yang cenderung ceplas-ceplos bahkan kasar inilah yang tidak jarang menyinggung orang lain, pihak, atau oknum

tertentu. Gie memang tidak membuat “filterasi”

khusus terhadap tulisannya, semua yang ditulis bersumber dari fakta yang terjadi, diamati, dan dialaminya saat itu.

(Data 28)

“Dalam keadaan seperti inilah seharusnya

mereka bicara terhadap tugu-tugu Soekarno dan terhadap pelacur-pelacur/istri-istri Soekarno. Kita sekarang memerlukan pabrik, jalan pendidikan, dan moral.

Dan Soekarno memberikan istana, imoral, tugu-tugu yang tidak bisa dinikmati rakyat. Kita semua kelaparan. Dan dalam keadaan seperti ini intelektual bicara jujur dan benar. Bahwa mereka takut, mungkin, tetapi tentang ....? harus mengatasi

ketakutan.” (hal. 112).

Gie menulis dengan berani, menantang kekuasaan yang salah, dan menjunjung nilai kejujuran. Dalam data tersebut Gie menggunakan istilah kasar dan diungkapkannya secara eksplisit dalam tulisannya di atas. Kata-kata “pelacur”

ditujukan Gie pada istri-istri sang presiden merupakan suatu ungkapan bentuk kekecewaan

pada sang proklamator. Kata “imoral”

menggambarkan perilaku Soekarno yang

menurutya “bejat”. Di tengah kondisi dan situasi

bangsa yang masih baru merdeka Soekarno mengambil langkah kontroversial dengan kebijakan

“Politik Mercusuar”, melakukan aksi-aksi pembangunan dalam negeri yang menyita perhatian dunia. Kebijakan politik tersebut adalah upaya

pembangunan “karya-karya monumental” yang saat

itu dianggap berlebihan, mengingat kondisi perekonomian nasional yang buruk. Ironisnya, rakyat menderita sedangkan pemimpin serta kaum

feodal berfoya-foya atas pembangunan fisik yang mereka dirikan di tengah situasi yang kacau tak

sedikit yang kelaparan. “Kita semua kelaparan.”

(Gie, 1983:112).

4. Retoris

(7)

Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar (Eriyanto, 2012:257). Gie memberikan banyak variasi grafis yaitu huruf miring, kutipan ahli, tanda kutip, ukuran tulisan yang lebih kecil, bahasa asing, kata-kata bahasa gaul, kapital untuk singkata-katan, kapital semua untuk menegaskan, dan puisi.

b. Metafora

Metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita (Eriyanto, 2012:259). Ornamen yang ditampilkan Gie dalam wacana Catatan Seorang Demonstran berupa wacana kritis yang mengandung unsur perlawanan terhadap ketidakadilan. Gaya bahasa yang ditampilkan oleh Gie menggunakan beragam majas, diantaranya: majas perbandingan, pertentangan, penegasan, dan sindiran.

D. Kognisi Sosial

Kognisi sangat berhubungan erat dengan kesadaran mental penulis dari segi pengalaman, memori, interpretasi, dan pengetahuan penulis dalam membentuk dan memproduksi suatu teks. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa penulis merupakan bagian dari masyarakat yang menyaksikan dan merekam kejadian di lingkungannya (Eriyanto:260). Dalam kognisi sosialCatatan Seorang Demonstrandibagi menjadi sub yaitu:

1. Profile Soe Hoek Gie:

Aktivis mahasiswa angkatan ’66, dosen

muda, dan penulis tajam pena yang mengkritisi persoalan bangsa.

2. Pengaruh Kognisi Sosial Soe Hoek Gie terhadap Karya-kayanya:

Karakter penentang ketidakadilan dari kecil, penulis produktif yang sangat kritis dan idealis, menjadikan ayahnya sebagai inspirator dalam menulis, serta semakin bersemangat menjadi penggerak keadilan terutama setelah sahabatnya menjadi korban penumpasan anggota PKI.

3. Ideologi Politik Soe Hoek Gie dalam

Catatan Seorang Demonstran:

a. Kekuasaan dan Ideologi Politik dalam Catatan Seorang Demonstrankarya Soe Hoek Gie b. Ideologi Karakter Penentang yang

Humanis, Idealis, dan Moralis dalam Catatan Seorang DemonstranKarya Soe Hok Gie

E. Analisis/Konteks Sosial

Analisis/Konteks sosial:

Konteks dianggap memiliki peran yang sangat penting karena dapat menjembatani antara sebuah teks realitas dengan praktek sosial yang terjadi.

1. Praktik Kekuasaan

Kekuasaan oleh suatu kelompok (atau anggotanya) untuk mengontrol untuk mengontrol kelompok (anggota) kelompok lain. Konteks di dalam wacana dibedakan menjadi:

1. Konteks Sosial Masyarakat:

Permasalahan Sosial Masyarakat pada pemerintahan Era Orde Lama. 2. Konteks Kekuasaan dan

Pemerintahan:

Sistem Kekuasaan dan Politik Indonesia.

3. Konteks Ekonomi:

Kehidupan Perekonomian Indonesia. 4. Konteks Pendidikan:

a. Peran mahasiswa dalam menggulingkan pemerintahan Orde Lama;

b. Konflik Internal Universitas Indonesia.

5. Konteks Hukum: Hukum di Indonesia. 6. Konteks Pelanggaran HAM:

Diskriminasi

7. Konteks Pribadi Soe Hoek Gie: Pemikiran Gie tentang Indonesia

2. Akses Mempengaruhi Wacana

(8)

Indonesia. Salah satu peristiwa yang mengingatkan kita pada perjuangan Gie terjadi pada Mei 1998, mahasiswa sebagai agen transformasi rakyat berhasil menggulingkan pemerintahan Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.

5. Simpulan

Dari hasil penelitian Analisis Wacana Kritis (AWK) pada wacana satir Catatan Seorang Demonstrankarya Soe Hoek Gie (Gie), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Catatan Seorang Demonstran sebagai Wacana Kritis

Catatan Seorang Demonstran merupakan karya yang dibuat dengan gaya sarkasme sebagai bentuk kritik terhadap problematika bangsa. Pada bagian topik, membahas mengenai problematika bangsa dan kritik yang menentang pemerintah. Topik dalam wacana ini menekankan pada bagaimana perspektif Gie tentang kekuasaan dan politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama, sedangkan tujuh subtopik lain yang mendukung topik, yaitu: (1) Permasalahan Sosial pada Era pemerintahan Orde Lama, (2) Kehidupan Perekonomian di Era Orde Lama, (3) Peran Mahasiswa dalam Menggulingkan Pemerintahan Orde Lama, (4) Konflik Internal dalam Universitas Indonesia, (5) Persamaan Hak Asasi Manusia (HAM) dihadapan Hukum, (6) Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Akibat Kasus Partai Komunis Indonesia (PKI) yang meledak di Era Akhir pemerintahan Orde Lama, serta (7) Kegelisahan Pribadi yang dialami Gie dalam hidup.

Sebagai wacana kritis yang berkembang di masyarakat, Catatan Seorang Demonstran

merupakan suatu karya yang hadir untuk mengkritisi fenomena dan problematika bangsa yang terjadi di Era Akhir Orde Lama dan beberapa tahun setelahnya. Secara keseluruhan gaya bahasa kritis yang digunakan Gie dalam wacana ini banyak menggunakan umpatan-umpatan yang kasar untuk menyindir dan mengkitisi fenomena dan problematika bangsa yang terjadi pada saat itu,

sekaligus “menyinggung” oknum, pribadi, maupun

pihak-pihak yang “merasa” terlibat dan menjadi

bagian atas problematika yang terjadi tersebut. Wacana dalam bukuCatatan Seorang Demonstran

merupakan salah satu bentuk wacana kritis dengan menggunakan umpatan-umpatan kasar untuk mengkritisi dan menyinggung pemerintah yang berkuasa kala itu, seperti kata anjing, goblok, gundik, pelacur istana, dan lainnya sebagai contoh cara pandang Gie terhadap beragam permasalahan yang terjadi.

Hasil temuan dalam wacana ini mengungkapkan bahwa wacana kritis yang ditampilkan Gie menampilkan struktur teks dengan

kognisi sosial yang dibawakannya dengan gaya bahasa yang terkesan berani (frontal), apa adanya (jujur), dan bermakna perlawanan. Wacana yang dituliskan oleh Gie ini ditulis berdasarkan fakta yang terjadi pada saat itu. Ia menampakan fenomena dan problematika yang terjadi secara eksplisit, tanpa adanya kontrol informasi yang berlebihan. Ia menampilkan oknum, pribadi, maupun pihak-pihak yang dianggapnya terlibat

dalam permasalah yang terjadi dan “dianggap”

bertanggungjawab terhadap peristiwa-peristiwa tersebut yang kini menjadi bagian dari perjalanan pemikiran dan sejarah bangsa.

2. Pengaruh Kognisi Sosial terhadap Wacana Kristis Catatan Seorang Demonstran

Gie tumbuh dengan karakter penentang dalam dirinya, semangat perlawan terhadap ketidakadilan dan ketidakbenaran telah timbul sejak muda. Memasuki bangku kuliah, semangat

perlawanannya semakin “berkobar” terutama

setelah melihat kondisi negeri yang semakin kacau.

Ia adalah pionir “aktivis mahasiswa angkatan ‘66”

yang berjuang untuk melawan pemerintahan Orde Lama. Setiap karya yang dihasilkannya baik berupa tulisan di media massa, sikap, maupun ideologi

yang ditunjukkannya, merupakan bentuk “ideologi” dan “aksi” yang penuh dengan simbol-simbol perlawanan di dalamnya. Latar belakang Gie sebagai aktivis, wartawan, dosen, dan berasal dari keluarga penulis (anak penulis) membuat Gie tumbuh dengan karakter penentang yang humanis, idealis, dan moralis. Sikap pemberani dan kritis tersebut tercermin dalam aksi dan karya yang dihasilkannya.

Secara keseluruhan hasil temuan segi kognisi sosial tersebut mendapati wacana Catatan Seorang Demonstran karya Gie menggunakan memori jangka panjang (long term memory), sebab Gie mengingat dan menulis kembali peristiwa,

(9)

kebenaran yang terjadi. Salah satu pengaruh dan peranan Gie dan teman-teman mahasiswa pada Era Orde Lama diantara peranan Gie dan teman-teman sebagai pionir dalam mengumandangkan tiga

tuntutan rakyat dalam “Tritura”. Tidak hanya itu,

setelah kekuasaan Orde Lama jatuh perlawanan menegakan kebenaran dan keadilan tersebut belum berhenti. Gie kembali menjadi pionir penentang

pemerintahan “zamam peralihan” atau masa awal

Orde Baru sekitar tahun 1965-1966 yang

mewacanakan usaha “pembasmian” terhadap

anggota PKI dan orang-orang yang “dianggap”

terlibat dalam usaha pembantaian massal tahun 1965 yang keji dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

3. Konteks Sosial pada Catatan Seorang Demonstran

Penelitian ini mengungkap adanya kepentingan sosial terhadap individu maupun kelompok tertentu yang mengembangkan wacana

di lingkungan masyarakat. Ia adalah sosok yang menarik dan dianggap memiliki peranan serta

“praktik kekuasaan” atas kelompok tertentu

berdasar tindakannya dalam mempengaruhi kondisi mental dan pengetahuan pembaca. Melalui Analisis Wacana Kritis ini, sebagai pembaca kita diajak untuk dapat mengetahui fakta dan fenomena yang terjadi dan merupakan bagian dari perjalanan sejarah bangsa. Persoalan yang diangkat Gie dalam wacana ini berasal dari beragam fenomena sosial berupa permasalahan di bidang, sistem kekuasaan dan politik Indonesia, perekonomian Indonesia, pendidikan dari segi peran mahasiswa dalam menggulingkan pemerintahan Orde Lama dan konflik Internal Universitas Indonesia, permasalahan hukum, pelanggaran HAM, serta pemikiran Gie tentang Indonesia. Buku ini

“seakan” menjadi pedoman bagi kita dalam melihat beragam fenomena dan permasalahan sosial yang hadir di masyarakat serta bagaimana cara bagi kita sebagai pembaca untuk menyikapi, bahkan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Daftar Pustaka

Adisutrisno, D. Wagiman. 2008. Semantics An Introduction to the Basic Concepts.

Yogyakarta: ANDI.

Alfian, M. Alfan. 2009. Menjadi Politik Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Arifin, E. Zainal dan Junaiyah H.M. 2010.

Keutuhan Wacana.Jakarta: Grasindo.

Bachtiar, Harsya W. 1979. Pengamatan Sebagai Suatu Metode Penelitian, dalam Koentjaraningrat (ed.): Metode-metode Penelitian Masyatakat cetakan 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Badil, Rudy dkk (ed). 2010. Soe-Hok-Gie…Sekali Lagi, Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya. Jakarta: Keputusan Populer Gramedia.

Budiarjo, Miriam. 2008.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Eriyanto. 2012. Analisis Wacana (Pengantar Analisis Teks Media).Yogyakarta: PT LkIS Printing Cemerlang.

______ . 2012.Analisis Framing. Yogyakarta: PT LkIS Printing Cemerlang.

Gie, Soe Hoek. 1983. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

_____________ . 1995. Zaman Peralihan.

Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Halliday, M.A.K dan Rugaiya Hasan. 1994.

Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik dan Sosial, (Terj.) Asrudin Barori Tou. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hidayat, Qur’anul. 2013. “Mengungkap Insiden Dili dalam novel “Jazz, Parfume, & Inside”

karya Gumira Ajidarma (Menggunakan Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van

Dijk)”. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.

H. Sugeng dan Zachrudin Suryadinata. 2003.

Translation Bahasan Teori Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius.

(10)

Mahendrati, Prameswari. 2014. “Wacana Humor

Stand Up Comedy: Kajian Analisis Wacana

Kritis”. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.

Mas’oed, Mochtar. 1989. Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan.

Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.

Pamungkas, Agus. 2011. Amandemen UUD 1945. Yogyakarta: Buku Pintar.

Rahardjo, Satjipto. 2012. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Saida, Lana Fitria. 2015. “Wacana Satir Republik Jancukers” (Analisis Wacana Kritis Model

Teun A. Van Dijk pada Buku Republik Jancukers Karya Sujiwo Tejo). Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Semarang. Skripsi. undip.ac.id, 15/12/2015.

Setiono, Benny G. 2007.Tionghoa Dalam Pusaran Politik.Jakarta: Transmedia Pustaka.

Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto. 2001. Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik.

Jakarta: Grasindo.

Tilaar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abab 21.Magelang: Tera Indoensia.

Udhma, Noor Syafaatul. 2015. “Penindasan Jender

dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif (Pendekatan Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)”.

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.

Vlitchek, Andre dan Rossie Indira. 2006. Saya Terbakar Amarah Sendirian!

(Pramoedya Ananta Toer dalam Perbincangan dengan Andre Vltchek &

Rossie Indira). Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Vredenbregt, J. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: PT. Setia Purna Inves.

Wijaya, Laksmi. 2012. EYD: Ejaan Yang Disempurnakan. Depok: Pustaka Makmur.

Website:

Affan, Heyder. 2015. Saya dituduh anggota Gerwani yang Mencukil Mata Jenderal. http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khu sus/2015/09/150918_indonesia_lapsus_kesa ksianekstapol diakses 12 Agustus 2016.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1985.

Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun1985.

http://dapp.bappenas.go.id/upload/pdf/KEPP RES_1985_063.pdf diakses pada 11 Agustus 2016. Bappenas. Jakarta.

Fathurrahman, Izza. 2015. Wajah Mahasiswa UI

yang Bopeng Sebelah.

http://suaramahasiswa.com/wajah-mahasiswa-ui-yang-bopeng-sebelah/diakses pada 10 Agustus 2016.

Gunawan, Ciptoutomo. 2015. Mengelompokan Kisah Pilu HAM di Tanah Airku. http://www.kompasiana.com/ciptoutomo_gu nawan/mengelompokan-kisah-pilu-ham-di-tanah-airku_551fa3d7a33311792bb67092

diakses 13 September 2016.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 1999.

Tentang HAM.

http://www.komnasham.go.id/instrumen- ham-nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham diakses 10 Agustus 2016. Komnas HAM. Jakarta.

Kurniawan, Hasan. 2015.Kebohongan Tari Harum Bungan Gerwani di Lubang Buaya. http://daerah.sindonews.com/read/1047786/ 29/kebohongan-tari-harum-bunga-gerwani-di-lubangbuaya-1443094028/5 diakses 12 Agustus 2016.

http://erismanaire.com/book21/book-101705.pdf

diakses 12 Agustus 2016.

(11)

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indon esia/2015/10/150928_indonesia_lapsus_eksi l_prahadiakses 12 Agustus 2016.

Ramadhan, Reza. 2015. Peran dan Fungsi Mahasiswa.

http://www.kompasiana.com/rezaramadhanu

nj/peran-dan-fungsi-mahasiswa_55dadb8a54977303099134c5

diakses 18 Agustus 2016.

Salamony, Rooy. 2011. Gus Dur dan Rekonstruksi

TAP MPRSXXV/1966.

http://www.kompasiana.com/rooysalamony 2011/gus-dur-dan-rekonstruksi-tap-mprs-xxv-1966_551812ada333118007b662ca

diakses 20 Agustus 2016.

Sekertaris Kabinet Republik Indonesia. 1975. Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1975.

http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/14850/KE PPRES0281975.htm diakses pada 10 Agustus 2016. Setkab. Jakarta.

http://www.biografiku.com/2009/02/biografi-soe-hok-gie-1942-1969.htmldiakses 13 Agustus 2016.

http://www.kamusinternasional.com/definitions/?in donesian_word=phallocracy diakses 16Agustus 2016.

Referensi

Dokumen terkait

SPSS yang telah dilakukan di atas, diperoleh nilai sig 0.001, nilai tersebut < 0.050, maka dapat disimpulkan bahwa Produk berpengaruh signifikan terhadap

Dalam keputusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila yang mencakup unsur filsafat Pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan

Dengan memelajari sketsa ornamen di atas, dapat dilihat bahwa ornamen Indramayu pada badan becak Jakarta mudah dikenali dengan ciri khas yang tampak melalui bentuk

The Application Of The English Past Tenses Knowledge To Recount Texts Of Writing I Students Of The English Education Study Program of Widya Mandala Catholic

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk memberdayakan para guru melakukan penelitian, mereka harus difasilitasi dengan metode penelitian yang memungkinkan

pembangunan tahun berikutnya. e) Menyepakati daftar kegiatan prioritas pembangunan Provinsi dan sumber pendanaannya. f) Membagi peserta ke dalam beberapa kelompok berdasarkan

Kondisi Model 2 pada tabel 3 menunjukkan bahwa swasembada beras dapat dicapai apabila disertai dengan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dan kebijakan sawah

Peningkatan kadar protein pada rumput yang diberi bokashi lebih banyak disebabkan karena nilai N yang terdapat di tanah lebih tinggi sehingga kadar protein pada