• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG MARPOL (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG MARPOL (1)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENCEMARAN LAUT

Dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti responsi praktikum mata kuliah Sedimentologi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Jenderal Soedirman

Oleh :

Nama : Haji Mustakin

NIM : H1K013006

Kelompok : 8 (Delapan) Asisten : Sopyan Winarya

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SEDIRMAN

PURWOKERTO

(2)

DAFTAR ISI

2.1.4. COD (Chemical Oxygen Demand)...5

2.1.5. BOD (Biological Oxygen Demand)...6

2.1.6. TSS (Total Suspended Solid)...7

(3)

3.2.1.1. Salinitas...13

3.2.1.2. Suhu...13

3.2.1.3. Arus...13

3.2.1.4. TSS...14

3.2.1.5. Turbiditas...14

3.2.2. Pengukuran Parameter Kimia Perairan...14

3.2.2.1. pH...14

3.2.2.2. Dissolve Oxygen...15

3.2.2.3. Biological Oxyegn Demand...15

3.2.2.4. Chemical Oxygen Demand...16

3.2.3. Marine Debris...16

3.3. Waktu dan Tempat...16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...17

4.1. Hasil...17

4.2. Pembahasan...18

V. KESIMPULAN DAN SARAN...28

5.1. Kesimpulan...28

5.2. Saran...28

DAFTAR PUSTAKA...29

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat dan kegunaannya ...12

Tabel 2. Bahan dan Kegunaanya ...13

Tabel 3. Data Faktor Kimia Kualitas Perairan... 17

Tabel 4. Data Faktor Fisika Kualitas Perairan ...17

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Nilai DO0 perairan lokasi sampling lapang ...19

Gambar 2. Grafik Nilai DO5 perairan lokasi sampling lapang ...20

Gambar 3. Grafik Nilai BOD0 perairan lokasi sampling lapang ...20

Gambar 4. Grafik Nilai BOD0 perairan lokasi sampling lapang ...21

Gambar 5. Grafik Nilai CODsampel perairan lokasi sampling lapang... 22

Gambar 6. Grafik Nilai TSS perairan lokasi sampling lapang ...23

Gambar 7. Grafik Nilai pH perairan lokasi sampling lapang ...23

Gambar 8. Grafik Nilai Salinitas perairan lokasi sampling lapang ...24

Gambar 9. Grafik nilai suhu perairan lokasi sampling lapang ...25

Gambar 10. Grafik presentasi jumlah plastk transek 1 di lokasi sampling lapang ...26

Gambar 11. Grafik presentasi jumlah plastik transek 2 di lokasi sampling lapang... 27

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. COD sampelKelompok 8...32

2. COD sesungguhnya kelompok 8...32

3. DO kelompok 8 (kapal) ...32

4. BOD0 kelompok 8...32

5. BOD5 kelompok 8...33

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Sedimentologi sebagai salah satu komponen penilaian dalam mata kuliah yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tim Dosen pengajar mata kuliah Sedimentologi yang telah memberikan petunjuk dalam kegiatan praktikum.

2. Seluruh asisiten praktikum Sedimentologi yang telah memberikan arahan dan petunjuk selama berlangsungnya kegiatan praktikum.

3. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 18 Mei 2016

(8)

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya material yang bersifat pencemar. Biasanya manusia secara langsung ataupun tidak langsung memasukan bahan-bahan atau energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai). Akibat yang demikian buruknya sehingga menyebabkan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan lain-lain, penggunaan laut yang wajar,

Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut, maupun melalui tumpahan. Salah satu sumber polutan yang masuk ke laut adalah plastik. Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan mengendap di lautan. 80% dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton (Juarir, 1996).

Plastik dan turunan lain dari limbah palstik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas. Salah satu laguna yang memiliki penurunan kualitas akibat pencemaran adalah laguna Segara Anakan.

(9)

payau, hutan mangrove dan lahan dataran rendah yang dipengaruhi pasang surut (Listityaningsih, 2013).

Segara anakan memiliki daerah estuaria yang luas dan memiliki karakterisitik yang spesifik. Kawasan ini memiliki luas 45.340 ha (Murni, 2000). Estuaria ini dibatasi oleh pulau nusakambangan seluas 30.000 ha. Segara anakan memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai wilayah mencari mata pencaharian bagi warga yang tinggal disekitarnya. Namun akibat terjadi pencemaran yang mengakibatkan menurunnya jumlah biota mengakibatkan masyarakat yang hidup disekitar Segara Anakan menjadi kesulitan.

I.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa mampu menguukur dan mengetahui parameter fisika dan kimia perairan Segara Anakan

(10)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Faktor Kimia Perairan II.1.1. Dissolve Oxygen

Oksigen sangat penting karena dibutuhkan oleh organisme perairan dan sangat mempengaruhi kehidupan organisme baik langsung maupun tidak langsung. Oksigen terlarut dalam air diperoleh langsung dari udara yaitu dengan difusi langsung dari udara dan melalui pergerakan air yang teratur juga dihasilkan dari fotosintesis tanaman yang berklorofil (Sutika, 1989).

Effendi (2003), menjelaskan bahwa hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dengan suhu yaitu semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar oksigen terlarut di laut cenderung lebih rendah dari pada kadar oksigen di perairan tawar. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 % (Effendi, 2003).

(11)

oksigen dalam air dan proses biologis yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan oksigen.

II.1.2. pH (Phenol Hidrogen)

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap adanya perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 - 8,5. Nilai pH juga sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah, yaitu 1, dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Wulandari, 2009).

Menurut Odum (1971), perairan dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh 9 fitoplankton. Namun menurut Arinardi et al.,

(1997), perubahan pH kurang begitu mempengaruhi kondisi lingkungan perairan estuari.

II.1.3. Salinitas

Salinitas adalah garam-garam terlarut dalam satu kilogram air larut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken,1992). Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut terdapat macam-macam garam terutama natrium klorida, selain itu pula terdapat garam-garam magnesium, kalium dan sebagainya (Nontji, 2007).

(12)

padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2007).

Nilai salinitas perairan laut 30 ‰-40 ‰, pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 ‰-80 ‰ (Effendi, 2003). Perairan estuari memiliki salinitas yang berfluktuasi, suatu gradien salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu. Pola gradien bervariasi tergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut, dan jumlah air tawar (Nybakken, 1992). Tingginya salinitas di daerah intertidal bagian atas (arah ke hulu) seringkali memungkinkan binatang laut menyusup lebih jauh ke hulu estuaria di daerah intertidal bagian atas daripada di daerah intertidal bagian bawah.

II.1.4. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMNO4. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Muhajir, 2013).

(13)

K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan Ferro Ammonium Sulfat (FAS). Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut. 6Fe2+ + Cr2O7 2- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O (Alaerts dan Santika, 1984). Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Alaerts dan Santika, 1984).

II.1.5. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD (Biological Oxygen Demand) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Alaerts dan Santika, 1984).

Berkurangnya oksigen selama oksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahanbahan organik di dalamnya (Muhajir, 2013)

(14)

bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20°C sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil 11 waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi selama 5 hari tersebut hanya dapat mengukur kira-kira 68% dari total BOD (Sasongko, 1990).

Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, kemudian diukur oksigen terlarutnya. Botol yang tersisa diukur oksigen terlarutnya pada hari ke nol dengan menambahkan 1 mL MnSO4 + 1 mL reagen alkali iodida azida + 1 mL H2SO4 pekat. Setelah itu ditambah 3 tetes amilum dan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Selanjutnya dilakukan perhitungan BOD dan penurunan BOD limbah tahu sebelum dan sesudah perlakuan (Alaerts dan Santika, 1984).

II.1.6. TSS (Total Suspended Solid)

TSS (Total Suspended Solid) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Bagian yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di 13 perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS (Alaerts dan Santika, 1984).

(15)

adalah murni sebuah sifat optic pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi (Muhajir, 2013).

II.2. Faktor Fisika Perairan II.2.1. Suhu

Suhu air laut merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian sumber daya kelautan. Suhu permukaan air laut dipengaruhi laut dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. Suhu biasanya dinyatakan dalam suatu derajat Celsius (°C) atau derajat Fahrehneit (°F). Data suhu air laut tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempelajari gejala-gejala fisika dan kaitanya dengan kehidupan organisme di laut (Nontji, 2007).

Suhu permukaan perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31°C. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas matahari. Oleh karena itu, suhu di permukaan perairan biasanya mengikuti perubahan dari faktor-faktor meteorologi itu sendiri (Nontji, 2007).

(16)

II.2.2. Arus

Arus merupakan massa air permukaan yang ditimbulkan terutama oleh pengaruh angin. Arus dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti gravitasi bumi, keadaan dasar, distribusi pantai dan gerakan rotasi bumi terutama arus-arus yang skala lintasannya besar seperti arus-arus laut bebas (Nybakken, 1992). Akibat yang paling menguntungkan dari adanya arus adalah adanya kemungkinan transport bahan-bahan makanan dari satu daerah ke daerah lain, tetapi ada pula kemungkinan bahwa bahan-bahan pencemar terangkut ke daerah yang lebih luas.

Arus membantu menyebarkan organisme terutama organisme planktonik (Koesoebiono,1981). Arus permukaan maupun arus dasar perairan menyebabkan fitoplankton dapat tersebar dalam volume air laut. Wickstead (1965) dalam Shahab (1985), mengelompokkan perairan yang berarus sangat cepat (>1m/dtk), cepat (0,5-1m/dtk), sedang (0,25-0,5m/dtk), lambat (0,1- 0,25m/dtk).

II.2.3. Turbiditas

(17)

dapat mempengaruhi (a) terjadinya gangguan respirasi, (b) dapat menurunkan kadar oksigen dalam air dan (c) terjadinya gangguan terhadap habitat.

Kekeruhan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuari akan menyebabkan perairan menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minimum di dekat mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa air laut, dan makin meningkat bila menjauh ke arah pedalaman (Nybakken, 1992).

II.3. Pencemaran

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi karena masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat toksik, berbahaya, dan menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 1994). Menurut UULH No. 23 Bab I Pasal 1 ayat (12) tahun 1997, pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Warlina, 2004).

(18)

meningkat dan dapat menjadi toksik. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang bersifak toksik dan dapat mempengaruhi aspek ekologis dan biologis (Dahuri et al, 1996).

II.4. Segara Anakan

Segara Anakan merupakan sebuah teluk dibagian selatan Pulau Jawa. Didepannya membentang sepanjang kurang lebih 30 kilometer arah timur-barat adalah Pulau Nusakambangan yang membentengi teluk tersebut dari gelombang Samudera Hindia. Kondisi pasang surut dan kadar garamnya masih mencirikan sifat-sifat laut, tetapi gelombang dan arusnya sudah teredam sehingga menjadi perairan yang tenang. Dengan kondisi yang demikian, banyak yang menyebut segara anakan sebagai lagoon atau laguna. Laguna adalah sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa pasir, batu karang, atau sejenisnya (Mulyadi, 2009)

Laguna Segara Anakan berhubungan dengan samudera hindia melalui dua plawangan (kanal) yaitu plawangan timur dan plawangan barat. Plawangan timur lebih panjang dan dangkal, sedangkan plawangan barat lebih pendek tetapi relatif lebih dalam sehingga plawangan barat lebih berperan dalam hal interaksi pasang surut air laut (Mulyadi, 2009).

(19)

III.

MATERI METODE

III.1. Materi

III.1.1.Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut : Tabel 1. Alat dan kegunaannya

No .

Alat Kegunaan

1. Botol Sampel Untuk menyimpan sampel 2. Gelas ukur 100mL Untuk menampung larutan

3. GPS Untuk menentukan titik koordinat tempat praktikum

4. Hand Refraktometer Untuk mengukur salinitas

5. Cooling box Untuk mendinginkan sampel agar tidak

rusak

6. Termometer Untuk mengukur suhu

7. pH meter Untuk mengukur pH

8. Botol Winkler 250mL Untuk menaruh sampel air 9. Pipet tetes Untuk mengambil larutan

10. Labu Erlenmeyer Untuk menghomogenkan larutan 11. Turbidimeter Untuk mengukur turbiditas 12. Botol Aqua 600mL Untuk mengukur arus 13. Line transect 15m Untuk mengukur arus

14. Trash bag Untuk menaruh sampel sampah

15. Buret Untuk titrasi

16. Gloves Untuk melindungi tangan

17. Kertas saring whatman no.41

Untuk mengukur TSS

18. Tabung reaksi Untuk menampung larutan 19. Rak tabung Untuk menaruh tabung reaksi 20. Alat tulis Untuk mencatat hasil praktikum

21. Kamera Untuk mendokumentasikan hasil praktikum 22. Tissue Untuk menyerap air yang tak dibutuhkan

23. Kompor Untuk mendidihkan larutan

(20)

Tabel 2. Bahan dan Kegunaanya No

.

Bahan Kegunaan

1. Aquades Untuk mengkalibrasi hand refraktometer 2. Sampel air laut Untuk menguji kadar DO,BOD,COD 3. Larutan H2SO4 Untuk pencampuran uji kadar COD, BOD 4. Larutan KMNO4 Untuk pencampuran uji kadar COD, BOD 5. Larutan Na2S2O3 Untuk pencampuran uji kadar BOD, COD 6 Larutan MnSO4 Untuk pencampuran uji kadar BOD, COD 7. Larutan KOH-Kl Untuk pencampuran uji kadar BOD, COD 8. Larutan amilum Untuk titrasi

9. Asam oksalat Untuk pencampuran uji kadar COD

III.2. Metode

-Dimasukan ke dalam air laut -Dilihat dan dicatat hasilnya

(21)

III.2.1.5. Turbiditas

- Didinginkan dalam desikator selama 15 menit (nilai B) -Diambil ±50-100ml

-Disaring dengan kertas saring Whitman yang telah didinginkan dan ditimbang

-Kertas saring Whitman dikeringkan dengan suhu 103-105°C selama 1jam -Didinginkan dalam desikator selama 15 menit (nilai A)

- Kadar TSS dihitung (A-B)x100 mg/l Botol Aqua

(22)

III.2.2.3. Biological Oxyegn Demand

III.2.2.4. Chemical Oxygen Demand

15

Hasil

Hasil Sampel Air Laut

Air Sampel

-Diencerkan, dimasukan kedalam 2 botol winkler 250ml

-Dibuat blanko dari akuades 500ml -Dimasukan kedalam 2 botol winkler -Diinkubasi selama 5 hari untuk botol kedua pada 20°C

-Dicatat dan dihitung hasilnya

(23)

III.2.3.Marine Debris

III.3. Waktu dan Tempat

Praktikum lapang Pencemaran Laut dilaksanakan pada tanggal 3-4 Mei 2016 di perairan sepanjang Laguna Segara Anakan salah satunya Pelawangan Barat, Cilacap. Untuk analisis kualitas perairan dan identifikasi marine debris dilaksanakan pada tanggal 4-5 Mei 2016 di Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

Titrasi

Hasil

Line Transect

Hasil

-Dibentangkan diatas sedimen

-Diambil sampah yang terdepat didalamnya -Dikategorikan sampe tersebut berdasarkan jenisnya

(24)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Berdasarkan hasil pengambilan sampel lapang diketahui data sebagai berikut yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 3. Data Faktor Kimia Kualitas Perairan Stasiun Pengenceran DO0 COD

sampel

Berdasarkan hasil pengambilan sampel lapang diketahui data sebagai berikut yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4. Data Faktor Fisika Kualitas Perairan

Suhu (oC) Arus (m/s) Turbiditas (ntu)

32 0.19 4.10

32 0.23 3.22

31 0.48 2.79

(25)

32 0.12 4.49

31 0.33 5.88

31 0.71 3.34

31 0.30 4.26

Berdasarkan hasil pengambilan sampel lapang diketahui data marine debris sebagai berikut yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 5. Data Identifikasi Sampah Marine Debris Kelompok

Titik No. Jenis PanjangdanLebar

(Cm) Berat (gr)

Awal 1 PP 12.5 4.77

2 PP 12

Tengah 1 PP 17 35.61

2 PETE 22.5

3 LDPE 25

4 LDPE 16

5 PP 12

Akhir 1 Other 15 30.44

(26)

salinitas, phenol hydrogen, maupun fisika seperti arus, kecerahan dan suhu. Parameter-parameter tersebut tetap harus dijaga berdasarkan standar kualitasnya, meskipun laut memiliki kemampuan sendiri untuk mendegradasi pencemaran yang masuk kedalam badan perairan.

Berdasarkan data yang diambil di lapang dan melalui tahap analisis lebih lanjut yang dilakukan di laboratorium, didapatkan data yang bervariasi nilai dissolve oxygen hari ke nol sampai dengan hari ke lima. Dari hasil yang didapatkan terlihat beberapa data mengalami penaikan nilai oksigen terlarut dan beberapa mengalami penurunan nilai oksigen terlarut (Gambar 1 & Gambar 2). Beberapa kelompok yang memiliki nilai oksigen terlarut lebih tinggi di hari ke lima daripada hari pertama terjadi karena kesalahan ketika proses analisis baik ketika analisis di lapang maupun ketika di laboratorium. Nilai oksigen terlarut di hari ke lima seharusnya lebih kecil daripada hari pertama, karena terjadi degradasi oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme. Hal tersebut sesuai dengan literatur Wahju dan Riswanto (2013) bahwa kecenderungan penurunan konsentrasi oksigen terlarut tersebut disebabkan peningkatan penguraian bahan organik yang tinggi dan kurang didukung laju produksi oksigen oleh mikroorganisme seperti fitoplankton.

Kelom

(27)

Kelom

Gambar 2. Grafik Nilai DO5 perairan lokasi sampling lapang

(28)

(2013) oksigen terlarut di laguna segaranakan memiliki rata-rata 4,61-7,89 mg/L. sedangkan Riva’i (1983) dalam Patty (2013) mengatakan bahwa pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5 ppm dengan suhu air berkisar antara 20-30oC relative masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan (Salmin, 2006).

Nilai BOD dan COD adalah kadar oksigen terlarut yang terdapat di suatu perairan yang dibutuhkan oleh suatu organisme untuk mendegrasi dan mereduksi suatu bahan organik di dalam perairan. Data BOD dan COD yang didapat di lapang kemudian di analisis di laboratorium. Hasil dari analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai BOD dan COD tertinggi berada di stasiun 5 dan stasiun 7 (Gambar 3, 4, dan 5).

Berkurangnya oksigen selama oksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya (Kristanto, 2002).

(29)

Kelo

Gambar 3. Grafik Nilai BOD0 perairan lokasi sampling lapang

Kelo

Gambar 4. Grafik Nilai BOD0 perairan lokasi sampling lapang

(30)

tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi

aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik (Setiaji, 1995).

Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 20 yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm.

Kelom

23.17 26.86 23.7 22.12 26.86

20.54 20.54 20.54

COD sampel

COD sampel

Gambar 5. Grafik Nilai CODsampel perairan lokasi sampling lapang

(31)

pembangunan. Jumlah limbah semakin lama semakin besar, dan hingga sekarang belum diketahui pasti dampak lingkungannya secara jangka panjang, selain dampak estetikanya yang sudah jelas merugikan (Santosa, 2013).

Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air (Muhajir, 2013)

Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O.

Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).

(32)

sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya (Fardiaz, 1992).

Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya.

Semntara itu berdasarkan hasil data praktikum lapang diketahui nilai TSS yang bervariasi dari masing-masing stasiun. Nilai TSS terendah terdapat pada stasiun 6 dan 7 sedangkan tertinggi pada stasiun 3. Menurut Iskandar (1995) perairan dengan TSS 680 mg/ L termasuk tercemar berat. Selain itu, penggunaan lahan dari hulu dan sepanjang aliran sub DAS Padang Hilir merupakan perumahan penduduk dan semak belukar. Jenis penggunaan lahan ini memungkinkan terjadinya erosi partikel tanah berukuran suspensi yang kemudian masuk ke sungai dan meningkatkan konsentrasi padatan tersuspensi dalam air sungai.

Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat

(33)

0

Gambar 6. Grafik Nilai TSS (Total Suspended Solid) perairan lokasi sampling lapang Penyebab tingginya pH pada suatu peraira karena kurangnya CO2 dimana terlalu banyak digunakan oleh organisme yang membutuhkannya untuk melakukan fotosintesis. Yusuf (2005) menyatakan bahwa fluktuasi pH dalam air biasanya berkaitan erat dengan aktifitas fitoplankton dan tanaman air lainnya dalam menggunakan CO2 dalam air selama berlangsungnya fotosintesis. Sebaliknya rendahnya pH dalam perairan kemungkinan kandungan organic yang terlarut cukup besar sehingga proses pembusukan dan penguraian bahan organic oleh dekomposer menghasilkan CO2.

Kelom

(34)

Hasil dari data lapang di dapatkan nilai pH yang relatif stabil dimana dari stasiun 1 sampai dengan 8 didapatkan data pH 7. pH yang diukur adalah bagian pH permukaan perairan. Sedangkan lokasi yang diambil adalah lokasi di sekitar daerah pertamina yang memiliki pencemaran. Menurut Sastrawijaya (1991) pH perairan disekitar lokasi industri akan bersifat asam, hal ini disebabkan pertambahan bahan-bahan organic yang kemudian membebaskan CO2 jika mengurai.

Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai

pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.

Menurut Prasetyo dan Suhendar (2010) Tinggi rendahnya kadar garam salinitas sangat tergantung kepada banyak sedikitnya sungai yang bermuara di perairan tersebut. Makin banyak sungai yang bermuara ke laut yang melalui perairan tersebut maka semakin rendah salinitasnya, sedangkan jika semakin sedikit maka yang terjadi adalah kebalikannya. Salinitas juga menjadi faktor pembatas bagi biota.

(35)

dating ketika pengambilan sampel (Patty, 2013). Perbedaan salinitas yang terdapat di segara anakan selalu terjadi dalam setiap pengambilan data sampling lapang (Mahardika et al., 2011)

Gambar 8. Grafik Nilai Salinitas perairan lokasi sampling lapang

Faktor yang dapat mempengaruhi hingga berbedanya nilai salinitas adalah cuaca dan angin. Hal tersebut dapat terjadi karena saat pengamatan angin sedang bertiup, sehingga salinitasnya rendah, namun ketika cuaca relative baik dan langit cerah salinitas cenderung memiliki rataan nilai yang sama. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2007). Penelitian yang dilakukan Wahju dan Riswanto (2013) pada tahun menunjukan salinitas perairan laguna segara anakan memiliki kadar salinitas tertinggi 25,1 ppt.

(36)

Kelo

Gambar 9. Grafik nilai suhu perairan lokasi sampling lapang

Berdasarkan data lapang yang diketahui, suhu di perairan Segara Anakan berkisar antara 31-32°C. Menurut Nontji (2002), suhu air permukaan di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28 - 31°C. Namun pada pengambilan data lapang didapatkan data suhu perairan hingga 32°C yang terjadi karena kurang telitinya praktikan mengambil data.

Plastik merupakan material sintetik yang biasa berada berada di laut. Hal tersebut diakibatkan karena kebiasaan buruk manusia yang membuang sampah sembarangan yang pada akhirnya harus berakhir di laut. Skala pencemaran lingkungan laut oleh sampah plastic sangat luas. Hal ini dapat dilihat dimana plastik mengambang di beberapa perairan laut di dunia (Allsopp et al, 2006).

(37)

100.00%

Transek 1

PP

Gambar 10. Grafik presentasi jumlah plastk transek 1 di lokasi sampling lapang

Sementara itu pada transek kedua dan ketiga hasil sampah plastic yang didapatkan lebih bervariasi dimana ditemukan Polietilena (PE) Contoh : botol plastik, mainan, bahancetakan, ember, drum, pipa saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan (Kadir, 2012). Kemudian ditemukan Low Density Polyethylene (LDPE). LDPE mempunyai massa jenis antara 0,91-0,94 g/mL (Steven), separuhnya berupa kristalin (50-60%) dan memiliki titik leleh 115°C (Hans, 2014). Dan ditemukan beberapa sampah lainnya (Gambar 11 dan 12). Secara keseluruhan jenis sampah ini sangat berbahaya dan membutuhkan ratusan hingga miliaran tahun untuk meredukisnya (Hans, 2014).

31.35%

24.32% 44.32%

Transek 2

PP PETE LDPE

(38)

Transek 3

Other PP

(39)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Parameter kimia yang diketahui dari praktikum ini adalah TSS (Total Suspended Solid)/total padatan tersuspensi, salinitas, pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand) dan DO (Dissolve Oxygen) dengan nilai rata-rata dari parameter kimia TSS 403,37 mg/L, salinitas 18,5 ppt, pH 7, COD 23,11, BOD 1,96 dan DO 3,3. Sedangkan parameter kimia yang diketahui dari praktikum ini adalah suhu, arus dan turbiditas dengan nilai rata-rata dari parameter fisika suhu 31°C, Arus 0,33 m/s dan Turbiditas 3,9 ntu

2. Terdapat 4 jenis type marine debris yang di dapat yakni PET/PETE 1 buah, CDPE 2 buah, PP 8 buah dan Other 2 buah.

V.2. Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Sasongko. S. B., Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi.

9(2), 64-71.

Alaerts G., Santika. S. S. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Indonesia.

Allops, M. Adam, W., Johnston, P. 2006. Plastic Debris in The World Oceans. Marine Polution. 3(13), 34-44

Arinardi, O.H., Sutomo, A.B., Yusuf, S.A., Trimaningsih, Asnaryanti, E., Riyono, S.H. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 2123, 185

Hans. G. 2014. Plastic Pollution in The World Ocean More Than 5 Trillion Plastic Pieces Wighing over 250.000 Ton Afloat at Sea. Pls One. 10(1),1-15

Herawati. V. E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan Segara Anakan Kabupaten Cilacap Sebagai Lahan Budidaya Kerang Totok (Polymesoda erosa) Ditinjau Dari Aspek Produktifitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Juarir, S. 1995. Hukum Pencemaran Laut Transnasional. Bandung. Citra Aditya Bakti. Halaman 1.

Kadir. 2012. Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar Cair.

Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. 3(2),1-16

Koesoebiono. 1981. Biologi Laut. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta

(41)

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P. dan Sitepu, M. J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press, Jakarta

Mahardika, R., Hutabarat, J., Suprijanto, Y. 2011. Analisis Nilai Ekonomi Ekosistem Mangrove di Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Semnaskan_UGM. 3(8),482-498

Muhajir, M. S. 2013. Penurunan Limbah Cair Bod Dan Cod Pada Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail (Typha Angustifolia) Dengan Sistem Constructed Wetland. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang.

Mulyadi, Asep. 2009. Makalah Segara Anakan Sebagai Obyek Studi Lapangan Geografi. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nurmawati. 2012. Keterkaitan Parameter Fisika Kimia Perairan Dengan Kelimpahan Fitoplankton di Beberapa Pulau dan Muara Sungai Kepulauan Spermonde. Skripsi.

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia.

Patty, S. I. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 1(3), 148 -157.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, 30 (3),21-26. Santosa, R. W. 2013. Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Perusahaan

Pertambangan Terhadap Nelayan Tradisional. Lex Administrtatum.1(2), 65-78. Sasongko dan Setia, B. 1990. Beberapa Parameter Kimia Sebagai Analisi. Edisi keempat.

Semarang. Reaktor

Sastrawijaya. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

(42)

Seven. Status Pencemaran Air di Indonesia. Jurnal Pencemaran Air. 2,1-7

Sutika, N., 1989. Ilmu Air. Universitas Padjadjarang. BUNPAD Bandung. Bandung.

Wahju, D. H. T., dan Riswanto. 2013. Status Terkini dan Alternatif Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Laguna Segara Anakan, Cilacap. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 5(1), 9-16

Warlina. L. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak, dan Penanggulangan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. IPB. Bogor.

Wulandari. D. Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong) Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(43)

LAMPIRAN

7. COD sampelKelompok 8

Kadar COD=

[

1000100 ×{(10+6.5)1−10}

]

×0,01×31,6mg/L

¿

[

1000100 ×{(10+a)F−10}

]

×0,01×31,6mg/L

¿

[

1000100 ×{6.5}

]

×0,01×31,6mg/L

¿20.54mg/L

8. COD sesungguhnya kelompok 8

COD sesungguhnya=COD sampelPengenceranCOD blanko

¿20.5480 %−14.22

¿6.32×10080

¿7.9mg/L

9. DO kelompok 8 (kapal) O2=1000100 × p × q ×8

¿1000100 ×2.1×0.025×8

¿4.2

10. BOD0 kelompok 8 O2=1000100 × p × q ×8

¿1000100 ×3.3×0.025×8

¿6.6

*jumlah tetesan Na2S2O3 terpakai 66 tetes = 3.3 ml

(44)

BOD5=

(A0−A5) (S0−S5)T

P mg/L

12. TSS kelompok 8

TSS=(ACB)×1000mg/L

¿(0.594100−0.563)×1000mg/L

Gambar

Tabel 1. Alat dan kegunaannya
Tabel 2. Bahan dan Kegunaanya
Tabel 3. Data Faktor Kimia Kualitas Perairan
Tabel 5. Data Identifikasi Sampah Marine Debris Kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan program Velest 3.3 untuk menentukan model kecepatan baru, relokasi hiposenter, dan penentuan koreksi stasiun secara bersamaan, dimana

Untuk tiga Personality Disorders yang mungkin berkaitan dengan Psychotic Disorder (yaitu Paranoid, Schizoid, Schizotypal), terdapat pengecualian kriteria yang menyatakan

kanannya. Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan transversal menunjukkan bentuk yang oval. Aorta ascenden terdapat dalam pericardium. Batas-batas—aorta

Meski pada satu sisi sistem hierarki Bala Keselamatan didukung oleh ajaran resmi gereja selama beberapa abad, sehingga memberikan mereka suatu realitas identitas kelompok

Tanah dengan plastisitas yang tinggi merupakan tanah yang sangat buruk untuk konstruksi bangunan khususnya jalan dimana kondisi yang mudah kehilangan air dalam suhu yang

Perpindahan panas akibat aliran fluida yang terjadi di luar pipa dianalisa berdasarkan analisa perpindahan panas secara konveksi yang melewati susunan tube.Besarnya

Beberapa unit sosial terhubungkan secara horizontal karena individu secara simultan merupakan anggota unit yang berbeda, juga karena unit-unit tersebut saling

Selanjutnya dilakukan tahap deasetilasi kitin menjadi kitosan dengan menggunakan larutan basa konsentrasi tinggi yaitu 50% pada suhu 100 °C selama 6 jam.. Hasil