• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

50 BAB 4

TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI

GEREJA BALA KESELAMATAN

Dalam Bab IV ini penulis akan memaparkan analisa berkaitan dengan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II dan hasil penelitian dalam Bab III dengan menjawab tujuan penelitian dalam Bab I, yaitu: Mendeskripsikan tinjauan teologis gereja terhadap sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan. Tinjauan teologis Sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan akan di lihat dari Sistem Hierarki Gereja Ditinjau Dari Model Gereja Sebagai Institusi, kekuatan system hierarki gereja Bala Keselamatan, dan kelemahan system hierarki gereja Bala Keselamatan, menutup dengan memuat suatu kesimpulan dari bab ini.

4.1. Pendahuluan

Pada hakikatnya gereja merupakan sebuah persekutuan dan di bagian luarnya merupakan sebuah masyarakat. Masyarakat merupakan sebuah manifestasi lahiriah dari persekutuan tersebut. Masyarakat itu berada untuk menunjang terjadinya persekutuan

tersebut.1 Gereja memiliki dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Pada satu pihak terdapat

persahabatan antarpribadi, yakni antara Allah dan Manusia dan antara sesama manusia dalam kristus. Pada pihak lain, gereja juga merupakan suatu keseluruhan dari sarana-sarana yang dengannya persahabatan dibangun dan dipelihara. Dalam aspeknya yang pertama, gereja adalah persekutuan keselamatan, sedangkan dalam aspeknya yang kedua gereja merupakan institusi keselamatan. Kedua aspek tersebut bersifat hakiki, gereja sebagai tubuh mistik

(2)

51

Kristus adalah suatu persekutuan yang serentak batiniah dan lahiriah, sebuah persekutuan hidup rohani yang batiniah (terdiri dari iman, pengharapan dan kasih), yang ditampilkan dan diperagakan oleh suatu persekutuan lahiriah dalam pengakuan iman, tata tertib, dan kehidupan sakramental. Hakekat gereja yang digambarkan diatas ini merupakan sebuah ciri gereja persekutuan yang konkret dan Nampak di pandang dalam arti sosiologis.

Gereja dalam arti sosiologis ia tidak berbeda berbeda dengan persekutuan-persekutuan atau institusi-institusi yang lain di dunia ini. Gereja mempunyai anggota-anggota, mempunyai peraturan-peraturan, mempunyai susunan-susunan tertentu, mempunyai pengurus-pengurus, mempunyai kegiatan-kegiatan atau pelayanan-pelayanan dan lain sebagainya. Akan tetapi, gereja tidak sama dengan institusi-institusi tersebut. Lebih dari pada itu, gereja adalah persekutuan. Gereja sebagai institusi dan gereja sebagai persekutuan erat bersatu. Gereja sebagai persekutuan lahir dari gereja sebagai lembaga. Gereja sebagai institusi adalah tanah dimana gereja sebagai persekutuan lahir, bertumbuh dan berkembang. Pengertian ini akhirnya dipahami dan diadopsi oleh Gereja Bala Keselamatan yang membawa mereka ke dalam suatu pemahaman persekutuan dengan institusi dan sistem hierarki gereja yang hampir sama dengan pola sistem kemiliteran.

4.2. Sistem Hierarki Bala Keselamatan Ditinjau Dari Model Gereja Sebagai Institusi

Dalam kajian sosiologi agama, gereja dipandang sebagai sebuah institusi di tengah-tengah masyarakat. Gereja sebagai institusi mempunyai berbagai macam fungsi, baik fungsi edukatif (pengajar), fungsi penyelamatan, fungsi pengawasan sosial, fungsi persaudaraan dan fungsi transformatif yang dibutuhkan serta mampu menolong umat yang mempercayai dan mengikutinya. Sebaliknya, umat yang berpaling darinya akan menemukan kesulitan. Dengan kata lain, umat sebenarnya yang memberikan fungsi terhadap gereja untuk kepentingannya.

(3)

52

Fungsi-fungsi tersebut merupakan pembentukan sistem sosial dari tindakan-tindakan individu. Tindakan-tindakan tersebut memiliki tujuan dan menggunakan alat untuk mencapainya, dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi serta diatur oleh norma dan nilai

bersama.2 Sistem-sistem sosial itu dapat dilihat sebagai suatu organisasi, yang apabila diteliti

akan dilihat pula nilai-nilai yang ada pada lembaga atau institusi serta aturan-aturan yang mengikat individu. Kemudian diimplementasikan nilai-nilai adaptasi, prosedur serta norma atau

pola-pola pada suatu organisasi.3

Berdasarkan kerangka tersebut, sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan diasumsikan sebagai sistem tindakan. Dilihat dari latar belakang sejarah berdirinya, pada mulanya Gereja Bala Keselamatan merupakan sebuah organisasi misi kristen yang mempunyai tujuan utama untuk merubah struktur masyarakat dari masalah kemiskinan secara sosial ekonomi. Namun, sejalan dengan upaya perluasan jaringan pelayanan, dipikirkan pula pemantapan organisasi. Pendiri Bala Keselamatan kemudian menyusun peraturan dengan mempedomani pola organisasi gereja Metodis, di mana konferensi merupakan pemegang wewenang tertinggi

Tetapi berbeda dari peraturan gereja Metodis, ditetapkan bahwa jabatan General

Superintendent dipangku seumur hidup. Di kemudian hari sebutan General Superintendent

untuk pemimpin atau pejabat tertinggi di lingkungan Bala Keselamatan diganti menjadi

General atau Jenderal. Selanjutnya, diikuti juga dengan penyempurnaan rumusan Doktrin

Bala Keselamatan. Rumusan doktrin ini, masih tetap berlaku hingga saat ini.4

Hasil dari kebutuhan pemantapan organisasi, yang kemudian diikuti dengan penyempurnaan doktrin yang dilakukan oleh gereja Bala Keselematan, pada akhirnya melahirkan sistem hieraki gereja yang bercorak kemiliteran melalui pakaian seragam yang

2Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II terj. Robert M.z Lawang (Jakarta: Gramedia,

1986), 102.

3Lihat Bab II, hal. 21. 4Lihat Bab III, hal. 34.

(4)

53

mirip dengan seragam dinas militer, serta dilengkapi dengan pangkat-pangkat kemiliteran. Sistem hieraki ini merupakan syarat yang dituntut oleh suatu institusi yang sempurna. Penekanan institusi yang sempurna ini, disebut sebagai gereja yang konkret dan kelihatan. Pada sudut pandang tersebut, diperlukan adanya sistem nilai yang mengikat dan menjadi aturan di dalam gereja, dalam arti lain diperlukan tata cara organisasi, dan norma-norma yang mengatur dalam Gereja Bala Keselematan untuk melaksanakan misinya.

Analogi utama bagi teori tentang gereja sebagai institusi ialah negara sekular. Dengan demikian kaum klerus dipandang sebagai anggota atas yang berkuasa. Dalam sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan, kaum klerus diwujudnyatakan dalam diri para Opsir sebagai seorang pemimpin gereja yang berkuasa dan dan berbakti bagi institusi dan diberi kuasa untuk mewakilinya secara resmi. Di bawah pengaruh cara berpikir hieraki yang bercorak kemiliteran tersebut, para opsir menjadi suatu golongan yang memiliki kuasa penuh di dalam gereja, sehingga anggota korps (jemaat) tidak bisa memperoleh kuasa sedikit pun terhadap para opsir.

Dalam model institusi, imamat terutama dipandang dalam istilah-istilah kekuasaan. Kuasa mengajar, menguduskan dan memimpin dipusatkan pada lapisan teratas, yakni para pejabat gereja. para pejabat tersebut diberi kekuasaan penuh dalam hieraki dan diatur secara hukum. Kuasa mengajar, menguduskan dan memimpin tersebut, dalam Gereja Bala Keselamatan dipusatkan kepada tugas para opsir dan dilaksanakan dalam korps pada setiap

wilayah teritori (command) atau pun wilayah divisi Bala Keselamatan yang ada di seluruh

dunia. Setiap anggota korps diwajibkan untuk menerima ajaran bukan karena pengetahuan atau bakat pribadinya, melainkan karena jabatan yang dipegang oleh para opsir serta kuasa-kuasa suci yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kesimpulannya jelas bagi kita, kesatuan gereja di dalam sistem hierarki bercorak militer didefinisikan dalam pengertian sikap tunduk gereja

(5)

54

kepada para opsir tersebut sebagai satu-satunya wakil dari Kristus di dalam dunia. Dengan demikian, para opsir merupakan sumber dan fondasi yang kelihatan dan bersifat abadi atas para korps di dalam Gereja Bala Keselamatan.

4.3. Kekuatan Sistem Hierarki Gereja Bala Keselamatan

Dalam sejarah awal berdirinya, Gereja Bala Keselamatan didukung oleh ajaran resmi gereja. Hal ini disebabkan karena Bala Keselamatan menekankan bahwa struktur ajaran, tata aturan dan kepemimpinannya bersumber dalam ajaran resmi dari Gereja Anglican dan Metodis (pecahan dari gereja Anglican) di Inggris yang dianut oleh pendiri Bala Keselamatan. Bala keselamatan dengan sistem hieraki gereja yang bercorak kemiliteran, telah memberikan mereka suatu realitas identitas kelompok yang jelas. Para anggota korps memiliki ketaatan institusional yang tinggi, karena mereka dengan kuat di dorong untuk menerima maksud dan ajaran dari gerejanya yang ditetapkan oleh para pendirinya. Gereja Bala Keselamatan telah mengembangkan suatu organisasi yang mengikuti sistem ”Episkopalisme”. Jauh dari sikap memberikan kebebasan kepada setiap persekutuan setempat, Gereja Bala Keselamatan menempatkan kekuatan sentral di kantor-kantor pusat teritorialnya yang dipimpin oleh para opsir yang berkuasa. Dengan demikian, sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan memiliki keterikatan kelompok yang sangat kuat.

4.4. Kelemahan Sistem Hierarki Gereja Bala Keselamatan

Meski pada satu sisi sistem hierarki Bala Keselamatan didukung oleh ajaran resmi gereja selama beberapa abad, sehingga memberikan mereka suatu realitas identitas kelompok yang jelas dan memiliki keterikatan kelompok yang kuat, namun pada sisi yang lain sistem hierarki yang bercorak kemiliteran yang dianut Bala Keselamatan juga telah membawa konsekuensi negatif pada kehidupan gerejanya. Penekanan yang berlebihan terhadap elemen

(6)

55

institusional di dalam Bala Keselamatan telah merugikan pelayanan gereja yang efektif. Sistem hierarki dengan bercorak kemiliteran cenderung menjadi absolut.

Dengan mengembangkan suatu organisasi yang mengikuti sistem ”Episkopalisme”, Bala Keselamatan menjadi lebih kaku, doktriner dan konformis. Para Opsir dan Prajurit Korps menerima perintah dan petunjuk dengan percaya bahwa semua itu diilhamkan oleh

Allah dan menaatinya tanpa perlawanan atau bersungut-sungut.5 Disamping itu, ketaatan

yang berlebihan terhadap pememimpin gereja dalam pribadi para opsir berkuasa, membuat anggota korps menjadi pasif, tidak memiliki andil dan ruang dalam pemerintahan dan kepemimpinan gereja.

Gereja Bala Keselamatan sangat menekankan dan menghadirkan simbol-simbol bercorak kemiliteran dalam berbagai perlengkapan mereka (pakaian seragam, tanda kepangkatan dan sebagainya). Akan tetapi unsur-unsur yang oleh gereja pada umumnya disebut sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus, tidak bisa mereka pahami dan terima dari segi maknanya sebagai simbol kasih karunia Allah dan persekutuan dengan Dia.

5Lihat Bab III, hal. 48.

Referensi

Dokumen terkait

Permintaan energi matahari seringkali tidak bersamaan waktunya dengan saat pengumpulannya, maka dibutuhkan penyimpan kalor yang mempunyai loses yang rendah yang hal

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan metode inkuiri dengan media nyata dalam peningkatan pem- belajaran IPA tentang cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Kaligowong ta- hun

Hasil penelitian (Dwi Septiani, Saiful Ridlo, 2014) menyatakan bahwa LKS berbasis Multiple Intelligences dapat memfasilitasi aktivitas siswa dalam memahami konsep

Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (D') dari tiap-tiap stasiun pengamatan selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai indeks keanekaragaman

Optimasi pemanfaatan kayu Mangium dari HTI merupakan inovasi yang bernilai tinggi karena akan menghemat pemanfaatan kayu hutan alam dan lebih pro- lingkungan sebagai sumber

Munculnya langgam dekonstruksi sekitar tahun 1988 dalam sebuah diskusi Academy Forum di Tate Gallery, London. Kemudian disusul oleh pameran di Museum of Art, New York

Seleksi genotipe unggul kopi Robusta yang memiliki karakteristik biji besar, kandungan kafein rendah, dan citarasa baik sangat penting dilakukan dalam rangka meningkatkan nilai

Perlakuan pertama adalah perlakuan kontrol, perlakuan kedua adalah pemberian jerami padi (5 ton/ha), perlakuan ketiga adalah pupuk kandang kambing (2,5 ton/ha),