IMPLIKASI HUKUM PERUBAHAN PENGATURAN TENTANG BLANGKO AKTA PPAT DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH
Reky Kurniawan, Sudirman Mechsan, S.H., M.Hum., Upik Hamidah, S.H., M.H.
Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154
E-mail: reky251@gmail.com
ABSTRACT
In registering for the transfer of land rights must exist first before PPAT deed in accordance
with Article 37 of the norm of Government. 24 Year 1997 on Land Registration, which deed
provided by BPN, today after the publication of BPN Regulation 8 of 2012 which amend
Article 96 Regulation of the Minister of Agrarian 3, 1997 is about forms bestow manufacture
of blank deed and deed created directly by PPAT, after the publication of these regulations
had positive impact and negative impact. This research is normative data used in the form of
primary data and secondary data. In this case the positive impact that occurred since the
publication of the regulation in the service of increasing land deed, but the more vulnerable to
the negative impacts of its lawlessness, in this case tends to forgery deed, as in the
manufacture of blank land deeds are not equipped with adequate safety systems
Keywords: Land,Land Registration, Blangko Deed, PPAT.
ABSTRAK
Dalam melakukan pendaftaran tanah karena pemindahan hak harus ada akta terlebih dahulu
dihadapan PPAT sesuai dengan Pasal 37 Peratuan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, yang mana akta disediakan oleh BPN, dewasa ini setelah terbitnya
Peraturan Kepala BPN No.8 Tahun 2012 yang mengubah Pasal 96 Peraturan Menteri Agraria
No.3 Tahun 1997 yaitu mengenai bentuk-bentuk akta dan melimpahkan pembuatan blangko
akta dibuat langsung oleh PPAT, setelah terbitnya peraturan tersebut menimbulkan dampak
positif dan dampak negatif. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif data yang digunakan
berupa data primer dan data sekunder. Dalam hal ini dampak positif yang terjadi yaitu sejak
mengenai dampak negatifnya lebih rentan pelanggaran hukum nya, dalam hal ini cenderung
pemalsuan akta, karena dalam pembuatan blangko akta tanah tidak dilengkapi dengan system
keamanan yang memadai.
Kata Kunci : Tanah,Pendaftaran Tanah, Blangko Akta, PPAT.
I. PENDAHULUAN
Tanah merupakan sumber kehidupan bagi
seluruh makhluk hidup salah satunya
manusia, manusia hidup dan tinggal diatas
tanah dan memanfaatkannya untuk sumber
kehidupan mereka. Mereka hidup di atas
tanah dan memperoleh bahan pangan
dengancara mendayagunakan tanah, dan
mengenai tanah dapat menimbulkan
persengketaan karena manusia-manusia
ingin menguasai tanah orang/bangsa lain
karena sumber-sumber alam yang
terkandung nya1.
Mengenai tanah, sangat penting dalam
hukum pertanahan untuk membuktikan
adanya suatu hak atas tanah adalah dengan
melakukan pendaftaran tanah2,
Pendaftaran Tanah sendiri dibagi menjadi
dua, yaitu pendaftaran tanah pertama kali
dan pemeliharaan data pendaftaran tanah,
untuk pemeliharaan data khususnya dalam
hal pemindahan suatu hak atas tanah, perlu
adanya suatu akta tanah yang dibuat oleh
1 G. Kartasapoetra dkk,, Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,
(Jakarta: Rineka Cipta,1991) hlm 1
2 Soedharyo Soimin, , Status Hak dan Pembebasan Tanah,(Jakarta:Sinar Grafika, 2004) hlm 47
seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), Dalam hal pembuatan akta
otentik mengenai pertanahan PPAT
merupakan pejabat umum yang paling
berwenang untuk membuat akta otentik
tersebut yang mana kewenangan PPAT
dalam pembuatan akta tertuang dalam
diatur dalam Pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Haktanggungan atas tanah berserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat
umum yang diberi wewenang untuk
membuat akta pemindahan hak atas tanah,
akta pembebanan hak atas tanah, dan akta
pemberian kuasa membebankan hak
tanggunan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Selanjutnya, keberadaan PPAT ditegaskan
dalam pasal 1 angka 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran tanah bahwa:
“Pejabat Pembuat akta tanah sebagaimana disebut PPAT adalah Pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk
Kemudian, dalam Pasal 1 ayat (1) dan (4)
serta Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2006 Tentang ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
37 tahun 1998 tentang Peraturan
JabatanPejabat Pembuat Akta Tanah
ditegaskan bahwasanya:
Pasal 1:
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah
selanjutnya disebut PPAT adalah
pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat
akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun.
(4) Akta PPAT adalah akta tanah yang
dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun
Pasal 2 :
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannya perbuata hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau
hak milik atassatuan rumah susun
yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hukum itu
Dalam hal ini Jabatan PPAT diatur sendiri
dalam Peraturan Pemerintah No 37 Tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
menyatakan tugas pokok PPAT untuk
melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta
sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun, yang akan dijadikan dasar
bagi pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hukum itu3.
Perbuatan hukum yang dimaksud :
1. Jual beli
2. Tukar Menukar
3. Hibah
4. Pemasukan ke dalam perusahaan
5. Pembagian hak bersama
6. Pemberian hak guna bangunan /
hak pakai atas tanah milik
7. Pemberian hak tanggungan
8. Pemberian kuasa membebankan
hak tanggungan4
Dalam membuat blangko akta mengenai
bentuk-bentuk nya sudah di atur dalam
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan
3 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
No.37 Tahun 1998
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, mengenai akta otentik
diatur dalam Pasal 95 yang berisikan
tentang jenis-jenis akta tanah yang dapat
dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar
pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah dan dalam Pasal 96 berisikan tentang
bentuk-bentuk akta nya5, dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional tersebut yang
menjelaskan tentang jenis dan bentuk akta,
didalam peraturan tersebut sebenarnya
sudah cukup jelas mengatur tentang
prosedur-prosedur pendaftaran tanah, dan
sudah berlangsung cukup lama, akan tetapi
seiring berjalannya waktu, dewasa ini
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997 tersebut telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 8 Tahun 2012 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Agraria No.
3 Tahun 1997 tentang ketentuan
pelaksanaan pendaftaran tanah.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 8 Tahun 2012 tersebut
merupakan peraturan terbaru terkait
tentang pendaftaran tanah yang mana
dalam Pasal 1 menyatakan perubahan
bentuk-bentuk akta yang dilampirkan
5Jimly Joses Sembiring, , Panduan
Mengurus Sertifikat Tanah,(Jakarta:Transmedia , 2010), hlm 77
dalam peraturan tersebut juga sekaligus
mengubah ketentuan Pasal 96 tentang
bentuk akta di dalam Peraturan Menteri
Agraria No. 3 Tahun 1997, yang mana
dalam ayat (2) yang menyatakan
pembuatan akta harus dilakukan dengan
menggunakan formulir sesuai bentuk akta
sebelumnya telah dihapuskan, dan ayat (3)
yang berisikan tentang perubahan data
pendaftaran tanah dan pembuatan akta
pemberian hak tanggungan tidak dapat
dilakukan jika tidak sesuai dengan ayat (2)
diubah dengan ayat (1) karena ayat (2)
sudah dihapuskan , serta menambahkan
dua ayat baru yakni ayat (4),yang berisikan
penyiapan dan pembuatan akta dilakukan
oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta
Tanah6, Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah Khusus serta ayat (5) yang
berisikan kepala kantor pertanahan
menolak pendaftaran akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang sudah diatur.
Bedasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Tersebut yang baru
dibuat langsung oleh PPAT
memungkinkan akta mudah untuk
dipalsukan dan rentan pelanggaran hukum
dan juga tidak disemua tempat yang sudah
memahaminya seperti di daerah
pedalaman yang belum tentu PPATS nya
memiliki ilmu yang cukup dalam
pembuatan akta, seperti yang kita ketahui
perbuatan hukum di bidang pertanahan
dalam rangka peralihan hak atas tanah
dapat terjadi meski baru berwujud akta.
Sehingga dimungkinkan akan terjadi
kekeliruan dalam hal pendaftaran tanah
yang sekarang karena ada peraturan baru
yang mengaturnya.
Dari hal diatas, muncul sebuah
permasalahan bahwasanya implikasi
hukum setelah terbit nya peraturan tersebut
dan perbedaan-perbedaan nya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
timbul pertanyaan bagaimanakah
implikasi hukum perubahan pengaturan
tentang blangko akta PPAT dalam rangka
pendaftaran tanah dan apa saja
perbedaan-perbedaan pengaturan tentang
blangko akta PPAT ?
II. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu, yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan
jalan menganalisisnya.7
Pendekatan masalah yang digunakan oleh
peneliti adalah yuridis normatif, yaitu
dengan meneliti berbagai peraturan
perundang-undangans yang digunakan
sebagai dasar ketentuan hukum serta
berbagai literature untuk menganalisis
tentang implikasi hukum sejak diubahnya
pengaturan mengenai pendaftaran tanah ,
dalam hal ini juga peneliti melakukan
wawancara untuk mendukung data
penelitian, yang mana digunakan untuk
menggali informasi dan melakukan
penelitian dilapangan guna mengetahui
secara lebih jauh mengenai permasalahan
yang dibahas. Dalam hal ini peneliti
melakukan wawancara dengan Badan
Pertanahan Nasional di Kota
Bandarlampung serta melakukan
wawancara kepada PPAT selaku pejabat
yang membuat akta tanah. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai penerapan perubahan
pengaturan tentang pendaftaran tanah
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implikasi Hukum Perubahan Pengaturan Tentang Blangko Akta PPAT dalam Rangka Pendaftaran Tanah yang Baru
Jika kita berbicara mengenai sesuatu hal
yang baru biasanya terdapat pro dan kontra
terhadap sesuatu hal yang baru tersebut,
begitu pula dengan suatu peraturan
perundang-undangan yang mana
merupakan produk hukum, ada suatu
dampak yang akan terjadi bilamana kita
membicarakan mengenai suatu produk
hukum, dalam hal ini terdapat suatu
peraturan baru mengenai pertanahan
tentang perubahan pembuatan blangko
akta tanah, yang mana diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Merubah
Peraturan Sebelumnya Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997, dalam hal ini jika kita lihat
dalam Pasal 1 Peraturan Tersebut dimana
mengubah Pasal 96 Peraturan sebelumnya
, yang mana menghapus Pasal 96 ayat (2)
mengenai blangko akta yang disediakan
BPN, dengan begitu PPAT dapat membuat
blangko akta sendiri. Namun dengan
dilimpahkan kewenangan pembuatan
blangko akta tersebut tentunya akan terjadi
dampak-dampak positif maupun negatif.
Antara lain dampak-dampak yang akan
timbul adalah :
1. Peningkatan Pelayanan Pembuatan
Akta
Dalam rangka melayani kepentingan
masyarakat, seperti yang kita tahu sebuah
pemerintahan mempunyaiprinsip
goodgovernance dimana salah satu yang
menjadi tujuannya iyalah melayani
masyrakat dengan baik, dulu yang kita
tahu bahwa dalam hal pembuatan akta
tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan
Pusat dengan cara dicetak, setelah itu
disebarkan keseluruh kanwil yang ada di
tiap-tiap provinsi di Indonesia, setelah itu
disebarkan lagi ke kantor-kantor
pertanahan yang ada sesuai dengan
Peraturan yang dibuat oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional, akan tetapi
disinidari kebijakan yang dibuat oleh
Kepala BPN tersebut dalam prakteknya
tidak berjalan dengan baik, karena disini
sesuai peraturan tersebut yang
mempunyai kewenangan mencetak suatu
blangko akta hanyalah BPN Pusat saja
dan harus membagikan ke seluruh
Kanwil BPN di seluruh Indonesia lalu
diteruskan ke kantor-kantor pertanahan
setempat dan juga Kantor Pos, baru lah
PPAT bisa mengambil ny ke Kantor
Pertanahan atau membelinya ke Kantor
Pos, sehingga disini bisa kita lihat
birokrasi yang cukup panjang dan juga
tersebut terjadilah kelangkaan akta-akta
PPAT yang mana disini membuat kerja
PPAT menjadi terhambat karena tidak
tersedianya blangko-blangko yang harus
mereka pergunakan dalam rangka
peralihan hak atas tanah8. Disadari
kehidupan itu terus bergulir, dan melihat
kejadian keterhambatan pembuatan
blangko akta yang sering terjadi, Kepala
BPN mengeluakan suatu kebijikan yaitu
Peraturan Kepala BPN No.8 Tahun 2012
dimana yang mendasari terbitnya
peraturan tersebut pertama adalah untuk
meningkatkanpelayanan pembuatan akta
tanah, dimana kita tahu bahwa sebelum
terbitnya peraturan tersebut, pernah
terjadi kelangkaaan blangko akta,
sehingga terjadinya keterhambatan dalam
pembuatan akta sedangkan setiap harinya
ada saja orang-orang yang melakukan
peralihan hak atas tanah jadi disini,
setelah kewenangan pembuatan blangko
akta ada ditangan PPAT, hampir tidak
mungkin terjadinya kelangkaan blangko
akta seperti yang pernah terjadi. Selain
menguntungkan bagi orang-orang yang
ingin melakukan peralihan hak atas
tanah, dalam hal ini PPAT juga ikut
merasa diuntungkan, seperti salah satu
PPAT yang daerah kerja nya di
kabupaten TulangBawang , dimana
8Wawancara dengan Bapak Kustulani
selaku Kasie Pendaftaran,Peralihan,Pembebanan Hak dan PPAT BPN Kanwil Lampung
beliau mengatakan bahwa sejak terbitnya
peraturan kepala BPN tersebut
merupakan angin segar bagi para PPAT
diseluruh Indonesia mengapa demikian,
dikarenakan mereka tidak perlu lagi
mengambil ke kantor pertanahan
setempat ataupun membeli di kantor pos,
Selain itu kerja mereka pun tidak
terhambat lagi seperti dulu ketika ada
masyarakat yang ingin melakukan
penerbitan suatu akta tanah untuk
mendaftarkan tanahnya, tidak dapat
langsung dilakukan penerbitan akta
dikarenakan PPAT kehabisan akta dan
belum mendapatkan stock akta lagi dari
BPN sehingga tentunya mau tidak mau
penerbitan akta ditunda sampai ada
blangko akta yang telah didistribusikan
kembali kepada PPAT barulah akta dapat
dibuat. Setelah terbit peraturan kepala
BPN No.8 Tahun 2012 tidak ada lagi
kejadian seperti dulu lagi karena disini
PPAT tidak perlu menunggu lagi
blangko-blangko akta yang dibuat oleh
BPN, karena para PPAT dapat membuat
akta-akta mereka sendiri secara langsung,
sehingga kerja mereka pun tidak
terhambat lagi, dan penghasilan PPAT
pun ikut meningkat9
2. Rentan Pemalsuan Akta
9 Wawancara dengan Bapak Zulkifli
Dalam sebuah akta perlu ada nya system
keamanan yang kuat sebelum dibuatkan
sertifikat, karena kita tau disini dalam
masalah pertanahan sering sekali terjadi
sengekta pertanahan walaupun tanah
tersebut masih berupa sebuah akta belum
sertifikat, dan juga sengketa pertanahan
bukan hanya bisa terjadi pada saat akta
diterbitkan, melainkan bisa juga terjadi
lima atau sepuluh tahun kedepannya,
oleh karena nya dalam akta-akta tersebut
perlu adanya sistem keamanan yang kuat,
agar terjaga keabsahan akta-akta yang
telah dibuat sehingga tidak merugikan
yang mempunyai akta aslinya, seperti
yang peniliti telah paparkan sebelumnya
yang mana terdapat beberapa perubahan
dan perbedaan dalam hal membuat
blangko akta tanah, dimana salah satu
nya ialah tidak adanya system keamanan
dalam blangko akta yang bisa dibuat
langsung oleh PPAT, yaitu di dalam
blangko-blangko akta yang baru tidak
dilengkapi dengan system QR Code
seperti blangko-blangko sebelumnya,
oleh karena itu dalam hal ini membuat
akta-akta yang dibuat PPAT tidak ada
pengamanan yang lebih khusus terhadap
akta yang telah dibuat, bukan hanya
PPAT saja yang dapat membuatnya,
setiap orang yang ingin membuatnya pun
bisa melakukan pembuatan akta jika
mereka inginkan, selain itu juga
blangko-blangko akta tersebut bisa menjadi ajang
seperti jual-beli blangko tanah ketika
adanya upaya-upaya
mengkormesialisasikan akta-akta
tersebut.
Disini terlihat bahwa Peraturan yang
diterbitkan oleh Badan Pertanahan
Nasional , Perkaban No. 8 Tahun 2012,
memiliki dampak positif mau negatif nya,
yang mana dampak positif nya dengan
pelimpahan kewenangan pembuatan
blangko akta PPAT, pelayanan
pendaftaran tanah menjadi lebih cepat dan
efisien10, karena tidak terjadi lagi
kelangkaan blangko akta seperti yang
sering terjadi sebelumnya, dan para PPAT
pun tidak perlu repot-repot lagi meminta
kepada Kantor Pertanahan, atau
membelinya dikantor pos, namun ada pula
dampak negatif yang dikhawatirkan terjadi
kedepannya nanti, mengapa demikian,
karena mengenai pertanahan biasanya
terjadi bukan dalam waktu dekat, akan
tetapi dalam jangka waktu beberapa tahun,
oleh karenanya disini dikhawatirkan bisa
terjadi pemalsuan-pemalsuan blangko
akta, karena mudah sekali dibuat bukan
hanya oleh PPAT saja, akan tetapi oleh
semua orang yang ingin membuatnya,
karena sudah terdapat contoh-contoh
10Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria
dalam lampiran peraturan yang
dikeluarkan, juga sudah ada tata cara
pengisiannya, disisi lain seperti yang kita
tahu bahwa dalam membuat blangko akta
yang baru diperlukannya teknologi yang
cukup untuk membuat blangko akta yang
sesuai dengan peraturan yang ada, akan
tetapi kita tahu bahwa di Indonesia tidak
semua wilayah mempunyai teknologi yang
sama, dikhawatirkan kurangnya teknologi
atau pun pengetahuan didaerah pedalaman
Indonesia. Sehingga akan terjadi
keterlambatan dalam pendaftaran tanah
nantinya
B. Perbedaan Pengaturan Tentang Blangko Akta PPAT Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Yang Lama dan Yang Baru
1. Perbedaan Teknis
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia
No. 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, dan telah
diterbitkan pada tanggal 27 Desember
2012 dan mulai berlaku pada tanggal 2
Januari 2013, dimana dalam peraturan
tersebut di dalam Pasal 1 menyebutkan
mengubah ketentuan-ketentuan Peraturan
sebelumnya mengenai blangko akta
pertanahan, yang sebelum nya dicetak atau
dibuat oleh BPN dilimpahkan kewenangan
tersebut ke pada masing-masing PPAT
secara langsung untuk dapat membuat
blangko-blangko akta tersebut secara
mandiri, di dalam peraturan tersebut
dilampirkan ketentuan-ketentuan atau tata
cara pengisian blangko akta yang akan
dibuat masing-masing PPAT, dalam
pembuatan blangko akta terdahulu dimana
blangko akta dibuat/dicetak langsung oleh
BPN, dalam hal ini ada perbedaan
ketentuan-ketentuan secara teknis dalam
pembuatan blangko-blangko, berikut
beberapa perbedaan teknis yang ditentukan
dalam pembuatan blangko akta antara lain:
a. Kertas
Dalam hal pembuatan blangko akta tentu
harus diperhatikan kertas apa yang akan
digunakan, karena kita tau suatu akta
akan terpakai bukan hanya untuk setahun
akan tetapi bisa berpuluh-puluh tahun
lama, apa lagi sebuah akta mengenai
pertanahan, oleh karena nya dibutuhkan
kertas yang baik untuk membuat akta
agar tahan hingga berpuluh-puluh tahun
lama nya, sebelum dilimpahkan
kewenangan pembuatan blangko akta ke
tangan PPAT bedasarkan Peraturan BPN
terbaru, kertas yang digunakan dalam
pembuatan blangko akta, ialah kertas
dalam mencetak blangko-blangko akta
tersebut, setelah diterbitkan peraturan
tersebut kertas yang digunakan oleh
PPAT untuk membuat blangko-blangko
akta ialah kertas HVS 80 s/d 100 gram,
oleh karena itu PPAT harus membuat
blangko akta minimal dengan kertas
HVS 80 gram, tidak boleh dibawah
ketentuan yang telah ditentukan oleh
BPN.
b. Pencoretan (Renvoi)
Didalam sebuah akta tanah yang sering
sekali kita temui sebelumnya, kita
temukan pencoretan-pencoretan didalam
akta tersebut, hal tersebut dikarenakan di
dalam blangko akta yang dibuat BPN
terdapat banyak klausul yang ditawarkan,
sehingga diperbolehkan oleh BPN untuk
mencoret hal-hal yang dianggap tidak
perlu dicantumkan didalam akta, dan
wajib disetujui oleh para pihak dengan
ditandatangani dihalaman yang ada
pencoretannya, sedangkanuntuk blangko
akta yang baru ini bukan tidak
diperbolehkan melakukan Pencoretan
(renvoi), akan tetapi dihindari untuk
melakukan pencoretan, karena disini akta
yang akan digunakan dalam rangka
peralihan hak atas tanah dibuat oleh
PPAT sendiri. Sehingga bisa
meminimalisir adanya pencoretan, dan
bisa dilakukan pencoretan jika ada
kesalahan-kesalahan dalam pembuatan
akta.
c. Warna Blangko Akta
Dari segi yang satu ini, memang cukup
terjadi perbedaan dari cover blangko
akta, karena warna dari blangko akta
boleh menggunakan warna lainnya.
d. Huruf
Untuk hal yang satu ini huruf yang
digunakan dalam blangko akta
sebelumnya yang dipakai oleh BPN
adalah huruf Times New Roman,
sebagaimana yang sering kita lihat dalam
membuat suatu akta, akan tetapi huruf
digunakan hampir sama dengan
sebelumnya yaitu ukuran 28 untuk
sampul akta dan ukuran 12 untuk bagian
isi akta nya.
Untuk bagian depan atau sampul akta,
dahulu saat masih di cetak oleh BPN
hanya terdapat nomor/kode blangko akta
yang di isi oleh BPN saja tanpa ada hal
lainnya , sedangkan pada sampul akta
yang sekarang, bukan hanya terdapat
nomor/kode blangko seperti yang dicetak
oleh BPN dahulu , akan tetapi harus
memuat Nama, kedudukan sebagai
PPAT, daerah kerja, Surat Keputusan
(SK) Pengangkatan, tanggal, serta alamat
kantor dari PPAT.
f. Sistem Printing
Dalam hal pembuatan sebuah blangko
akta pertanahan yang telah dilimpah
kewenangan pembuatan blangko akta
dari BPN kepada PPAT, dimana kita tahu
bahwa blangko-blangko akta yang
dahulu dibuat dengan sistem cetak
melalui percetakan. Sedangkan saat ini
sejak dilimpahkan kewenangan
pembuatan blangko akta kepada PPAT,
pembuatan blangko-blangko tersebut
dibuat dengan cara melalui sistem
printing. Sehingga para PPAT pun bisa
membuatnya sendiri tanpa harus melalui
percetakan.
2. Perbedaan Sistem Keamanan (Securty
System)
Dalam suatu akta mengenai pertanahan
kita tahu harus adanya sebuah jaminan
keamanan yang cukup kuat, agar
akta-akta yang kita punya lebih aman dan kita
pun merasa nyaman tidak perlu khawatir
dalam hal membuat ataupun menyimpan
suatu akta pertanahan, mengapa
demikian, karena kita tahu mengenai
pertanahan sering sekali terjadi
sengketa-sengketa tanah oleh perlu adanya suatu
sistem keamanan untuk menjaga dan
mencegah agar tidak terjadi sengketa
tanah, dalam hal ini BPN mempunyai
peranan penting dalam mencegah
maupun menyelesaikan suatu sengketa
tanah, oleh karena nya sebelum
pembuatan akta-akta dilimpahkan
kewenangan nya ke pihak PPAT secara
langsung, BPN sebelumnya telah
membuat sistem keamanan, yaitu sistem
Qr Code, yang disini terdapat
symbol-simbol tertentu yang ada disebuah
blangko akta, dan bisa dilakukan
scanning terhadap Qr Code yang ada di
blangko akta tersebut. Yang cukup
disayangkan setelah pembuatan blangko
akta pertanahan yang dapat dilakukan
sendiri oleh PPAT, tidak terdapat
sistem-sistem keamanan tertentu seperti sistem-sistem
Qr Code yang dilakukan oleh BPN. Oleh
karena itu didalam blangko akta yang
baru ini tidak terdapat sistem keamanan
seperti blangko akta yang dulu.
Dari beberapa hal yang telah peneliti
perbedaan-perbedaan yang terdapat pada
blangko akta baru yang ditentukan
ketentuan pembuatan blangko oleh BPN.
Berikut tabel perbandingan antara blangko
akta yang lama dengan yang baru :
Tabel 1. perbandingan antara blangko akta
yang lama dengan yang baru
Blangko Akta Lama Blangko Akta
Baru
Bedasarkan Penelitian yang telah dibahas ,
dapat disimpulkan bahwa Implikasi
pengaturan dalam pendaftaran tanah yang
sudah dirubah, sebagaimana dalam hal
melaksanakan Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 diatur dengan Peraturan
Kepala Menteri Agraria/Kepala BPN No.3
Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, yang
mana dalam Pasal 96 menyatakan tentang
bentuk-bentuk akta pendaftaran tanah yang
mana sebelumnya pembuatan blangko akta
dibuat oleh BPN , akan tetapi sering terjadi
kelangkaan blangko akta dan sulit untuk
dicari jika adapun harganya cukup mahal,
oleh karena itu untuk meningkatkan
pelayanan dalam hal pendaftaran tanah
kepala BPN mengeluarkan Peraturan baru
yakni Peraturan Kepala BPN No. 8 Tahun
2012 yang mengubah Pasal 96 Peraturan
Menteri Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun
1997 sebelumnya pembuatan blangko akta
yang pembuatannya dilakukan oleh PPAT
bukan oleh BPN lagi, juga bentuk-bentuk
blangko akta yang telah terjadi beberapa
perubahan, dari kertas yang digunakan,
sampul akta, sistem mencetaknya , jenis
dihilangkan, hingga ukuran hurufnya telah
dirubah dan sudah ditentukan dalam
Peraturan Kepala BPN No.8 Tahun 2012
yang mana telah terlampir dalam peraturan
tersebut.
B. Saran
Sebaiknya perlu diadakan sosialisasi yang
lebih intensif kepada masyarakat, dan juga
Pembinaan kepada PPAT , karena disini
agar masyarakat tahu terutama masyarakat
pedalaman, yang mana disini , jarang
sekali yang tahu dan minim pengetahuan
mengenai peraturan hukum terbaru
sebaiknya juga BPN membuat kode etik
PPAT secara khusus, agar jika terjadi
pemalsuan yang dilakukan oleh PPAT
yang tidak bermoral dapat dilakukan
sanksi yang tegas dan juga sebaiknya
disini para PPAT lebih kreatif dalam hal
pembuatan blangko akta. Seperti membuat
kode-kode tertentu dalam akta mereka,
untuk membedakan akta mereka dengan
yang lainnya, tanpa merubah ketentuan
yang telah diatur oleh BPN, karena peran
dan moral PPAT disini harus bisa dijaga
kredibilitasnya Mengenai
perbedaan-perbedaan disini sebaiknya BPN
dalammelimpahkan kewenangannya,
syarat-syarat bentuk blangko akta harus
adanya sistem keamanannya agar lebih
aman dan tidak mudah pelanggaran
hukum. Seperti sistem Qr Code yang
sebelumnya diterapkan, atau bisa dengan
sistem-sistem keamanan dokumen lainnya,
karena kita tahu mengenai pertanahan,
sering sekali terjadi sengketa bukan dalam
waktu sekarang ini atau pada saat dibuat
akta, akan tetapi beberapa tahun
kedepaannya
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Achmad Ali Chomzah, 2004, Hukum
Agraria (Pertanahan) Indonesia
Jilid 2 , Prestasi Pustakaraya,
Jakarta.
Adjie Habib, 2011, Merajut Pemikiran
dalam Dunia Notaris & PPAT ,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria
Indonesia , Djambatan , Jakarta
Joses Jimly Sembiring, 2010, Panduan
Mengurus Sertifikat Tanah,
Transmedia Pustaka, Jakarta
Selatan
Kartasapoerta, G, dkk , 1991 , Jaminan
UUPA bagi keberhasilan
pendayagunaan tanah, Rineka
Muhammad Abdulkadir, 2004, Metode
Penelitian Hukum ,Rineka Cipta ,
Jakarta
Marzuki Peter Mahmud, 2010, Penelitian
Hukum, Kencana, Jakarta
Soimin Soedharyo, 2004, Status Hak dan
Pembebasan Tanah, Sinar Grafika,
Jakarta
Soekanto Soejono, 2007, Pengantar
Penelitian Hukum , Universitas
Indonesia, Jakarta
Sumarja, FX, 2010, Hukum Pendafataran
Tanah , Universitas Lampung,
Bandarlampung
Supriadi , 2010 , Hukum Agraria , Sinar
Grafika , Jakarta
Sutedi Adrian, 2010, Peralihan Hak Atas
Tanah dan Pendaftarannya, Sinar
Grafika, Jakarta
Santoso Urip, 2011, Pendafataran Tanah
dan Peralihan Hak Atas Tanah,
Predana Media Group, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang tentang Hak tanggungan
atas tanah berserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Pembendaharaan Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
1997 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
Tentang Badan Pertanahan
Nasional
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997
Peraturan Kepala Badan Pertanah Nasional
Nomor. 8 Tahun 2012 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri
Agraria No.3 Tahun 1997 Tentang
ketentuan Pelaksanaan PP No.24
Tahun 1997
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 2006
Tentang ketentuan Pelaksanaan PP
No. 38 Tahun 1997 tentang
peraturan jabatan pejabat pembuat