• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK

(

Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang

)

Oleh : DEDE MAYA

A.14103520

PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INST ITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

RINGKASAN

DEDE MAYA. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok (Kasus di Desa Jambu,

Kecamatan Conggeang, Sumedang). Dibawah Bimbingan SUTARA

HENDRAKUSUMAATMAJA.

Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004).

Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen.

Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah sentra produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok, (2) Mengetahui sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok, (3) Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Dasa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden salak bongkok dengan menggunakan bantuan kuisioner. Data sekunder yang merupakan data penunjang diperoleh dari catatan yang terdapat dari berbagai instansi-instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang dilakukan beruapa analisis fungsi produksi, analisis elastisistas produksi, analisis efisiensi, analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya.

(3)

Dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang diduga adalah luas lahan (X1), umur tanaman (X2), jumlah tanaman (X3), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6), dan pupuk urea (dammy), sedangkan respon yang digunakan adalah produksi (Y). Model yang digunakan untuk menganalisis usahatani salak bongkok adalah model fungsi produksi Cobb- Douglas.

Hasil dugaan diperoleh bahwa nilai F-hitung sebesar 226,15 signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,2 persen dan nilai koefisien dererminasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh model (luas lahan, umur tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan pupuk urea), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji-t menunjukkan bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai t-hitung untuk variabel umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea signifikan pada tingkat kepercaayan 99 persen dan luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan variabel pengalaman dan pupuk kandang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Skala ekonomi usaha dari penjumlah elastisitas produksi yaitu sebesar 0,594 ini menunjukan bahwa usahatani salak bangkok di Desa Jambu berada di daerah II (daerah rasional) atau pada skala kenaikan hasil semakin lama semakin berkurang (deacreasing return to scale) artinya satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bangkok sebesar 0,594 persen.

Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu masih belum mencapai kondisi efisien dan optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu, sedangkan pegunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani salak bongkok diperoleh nilai kombinasi luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK.

Hasil analisis Rugi/Laba, diketahui usahatani salak bongkok sudah menguntungkan untuk masing-masing golongan umur kecuali untuk golongan umur < 4 tahun karena pada umur ini tanaman salak bongkok belum berproduksi. Golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pendapatan atas biaya total diperoleh pendapatan sebesar Rp12.032.800,-. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman < 4 tahun yaitu sebesar Rp 4.044.750,- per tahun. Pada kondisi optimal penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang untuk masing-masing golongan umur.

Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah perlunya petani merencanakan dan mengorganisasikan kembali faktor-faktor produksi dalam usahatani salak bongkok dengan menambah luas lahan bila memungkinkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga sesuai dengan jumlah input secara tepat dan optimal untuk mencapai keuntungan maksimal. Sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman untuk umur tanaman yang lebih dari 15 tahun, bagi petani yang tidak menggunakan pupuk urea sebaiknya menggunakan pupuk urea tersebut karena akan meningkatkan produksi, sedangkan bagi petani yang menggunakan pupuk urea sebaiknya lebih diinstensifkan kembali penggunaannya. Selain itu perlu adanya kegiatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dari instansi-instansi terkait tentang manajemen dan peningkatan usahatani.

(4)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK

(

Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang

)

Oleh : DEDE MAYA

A.14103520

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKSTENSI M ANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menayatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : Dede Maya

NRP : A. 14103520

Program studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul : Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan

Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )

Dapat diterima sebagai satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mengetahui, Dosen Pembimbinhg

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc NIP. 130 367 086

Mengetahui

Dekan Fakutas Pertanian

Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA DENGAN JUDUL ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPAAN USAHATANI SALAK BONGKOK (KASUS DI DESA JAMBU, KECAMATAN CONGGEANG, SUMEDANG) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

Dede Maya A.14103520

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1981 di Sumedang, Jawa Barat. Penulis mrupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Inta dan Ibu Een.

Pendidikan formal yang dilalui penulis antara lain : Sekolah Dasar Negeri Narimbang I lulus tahun 1994, SMP Negeri I Conggeang lulus tahun 1997, SMU Negeri I Conggeang lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III pada program studi Manajemen Bisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )”.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya serta atas karunia-Nya yang telah dicurahkan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan tentang penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani salak bongkok dalam meningkatkan pendapatan dan mengetahui kondisi optimalnya.

Dengan demikian, penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi salak bongkok, menginformasikan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan analisis pendapatan usahatani salak bongkok di daerah penelitian dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan analisis rugi laba. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa yang berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu umur tanaman, tenaga kerja, variabel dummy pupuk urea dan luas lahan, sedangkan kondisi optimal yang dihasilkan untuk luas lahan yaitu seluas 0,35 hektar dan untuk tenaga kerja 84,01 HOK.

Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk memberikan informasi dan data-data yang relevan dengan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Juni 2006 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

RINGKASAN... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan... 11 1.4. Kegunaan ... 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Standar Salak ... 12

2.2. Deskripsi Tanaman Salak ... 12

2.3. Budidaya Salak ... 13

2.3.1. Iklim ... 13

2.3.2. Tanah ... 14

2.3.3. Penanaman ... 14

2.3.4. Pemeliharaan ... 14

2.3.5. Hama dan Penyakit ... 15

2.3.6. Panen ... 16

2.3.7. Pasca Panen ... 17

2.4. Manfaat Salak ... 17

2.5. Penelitian Terdahulu ... 17

2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak ... 17

2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Penikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Konsep Fungsi Produksi ... 22

3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 25

3.1.3. Model Fungsi Produksi Yang Digunakan ... 27

3.1.4. Analisis Efisiensi... 30

3.1.5. Konsep Usahatani ... 32

3.1.6. Pendapatan Usahatani... 35

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu... 40

4.2. Jenis dan Sumber data ... 40

4.3. Metode Penarikan Sampel... 40

(10)

4.4.1. Analisis Fungsi Produksi ... 41

4.4.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 45

4.4.3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 45

4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 46

4.4.5. Konsep Pengukuran Variabel ... 47

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian ... 50

5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian... 52

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 54

5.3.1. Umur Petani Responden... 54

5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden. 55 5.3.3. Pola Pengusaan Salak Bongkok ... 57

5.4. Gambaran Umum Usahatani Salak Bongkok... 57

VI. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SALAK BONGKOK 6.1. Analisis Fungsi Produksi ... 61

6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 64

6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 67

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1. Kegiatan Usahatani Salak Bongkok ... 70

7.1.1. Modal Usahatani ... 70

7.1.2. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja... 71

7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 73

7.2.1. Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok ... 73

7.2.2. Penerimaan Usahatani Salak Bongkok ... 74

7.2.3. Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 75

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 80

8.2. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Banyak Pohon dan Produktivitas

Salak Indonesia Tahun 1999-2001 ... 3 2. Perkembangan produksi Salak di Daerah Sentra Produksi

Tahun 2000-2001 (Ton) ... 4 3. Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang

Tahun 2003-2004 ... 6

4. Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak

Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004 ... 7 5. Perkembangan produksi dan Produktivitas Buah Salak

Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004. ... 8

6. Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman

Salak Bongkok Tahun 2002-2004 ... 9 7 Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok di

Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten

Sumedang Tahun 2002-2004 ... 10

8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Desa Jambu

Tahun 2005 ... 51 9. Jenis Tanaman Perkebunan, Luas Lahan dan Hasil di Desa

Jambu ... 52

10. Jumlah Penduduk Desa Jambu Menurut Kelompok Umur

Tahun 2005 ... 53 11. Jumlah Penduduk Desa Jambu Berdasarkan Mata

Pencaharian Tahun 2005... 53 12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Jambu Tahun 2005... 54 13. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Umur pada

Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu 2005 ... 55 14. Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendidikan

pada Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006... 56 15. Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman dalam

Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006 ... 56 16. Sebaran Pengusahaan Usahatani Salak Bongkok dari

(12)

17. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak

Bongkok di Desa Jambu ... 62 18. Hasil Parameter Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani

Salak Bongkok di Desa Jambu Setelah Faktor Jumlah Tanaman Dihilangkan... 63 19. Rasio Marjinal (NPM) Nilai Produksi dengan Biaya Korbanan

Marjinal (BKM) Usahatani salak Bongkok di Desa jambu... 68 20. Rasio Nilai Marjinal Produk (NPM) dengan Biaya korbanan

Marjinal (BKM) Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu pada Kondisi Optimal ... 66 21. Rata-rata Penggunaan Peralatan Usahatani Salak Bongkok

di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ... 71 22. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Salak

Bongkok di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ... 72 23. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok di Desa

Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005... 74

24. Rata-rata Total Penerimaan Petani Salak Bongkok

Berdasarkan Golongan Umur Tanaman Tahun 2005 ... 75 25. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Berdasarkan

Golongan Umur Tanaman di Desa Jambu Tahun 2005 ... 76 26. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Pada

Tingkat Optimal Per Tahun di Desa Jambu Kecamatan

Conggeang ... 78 27. Rata-rata Produktivitas Usahatani Salak Bongkok di Desa

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Persentase Produksi Buah-buahan Tahun 2004 ... 2 2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi... 26 3. Bagan Alur Operasional Penelitian ... 39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jenis-jenis Varietas Salak dan daerah Asalnya ... 85 2. Tabel Perbandingan Nilai Gizi antara Salak, Nanas dan Pepaya

tiap 100 gram) ... 86 3. Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok ... 87 4. Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok

di Desa Jambu ... 89 5. Analisis Korelasi ... 90 6. Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok

di Desa Jambu setelah Variabel Jumlah Tanaman dihilangkan ... 91 7. Peta Wilayah Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten

(15)

I. PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004).

Salah satu target pembangunan ekonomi dari pemerintahan kabinet Indonesia bersatu adalah mencapai tingkat pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,52 persen per tahun dalam periode 2004-2005. Untuk dapat mencapai target tersebut, pembangunan di semua subsektor pertanian perlu terus digalakan bukan hanya untuk memacu produksi tetapi juga untuk meningkatkan mutu, daya saing produk dan nilai tambah guna mengangkat pendapatan dan kesejahteraan petani.

Pembangunan disektor pertanian selain bertujuan meningkatkan produksi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Subsektor usaha tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan diantara berbagai komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Ketersedian beragam jenis tanaman hortikultura yang meliputi tanaman buah, sayur, tanaman hias dan tanaman obat yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kegiatan usaha ekonomi yang sangat menguntungkan apabila dapat dikelola secara optimal.

(16)

Pisang, 33.97% Jeruk Siam/Keprok, 13.90% Mangga, 10.02% Salak, 5.58% Pepaya, 5.11% Nangka/Cempedak, 4.95% Nanas, 4.95% rambutan, 4.95% Durian, 4.71% Lainnya, 11.86%

Masih besarnya peluang pasar komoditas hortikultura ini, baik pasar domestik maupun pasar internasional harus segera di respon dengan pengelolaan produksi yang tepat baik dari jenis, produk, kualitas, kuantitas, kontinuitas maupun distribusi. Salah satu sasaran pembangunan hortikultura tahun 2005-2009 seperti yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Hortikultura adalah meningkatkan produksi hortikultura rata-rata 5,24 persen pertahun.

Komoditas salak (Salacca edulis) merupakan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia, menurut Widji (1999), petani salak umumnya dapat hidup layak dari usahataninya. Hal ini disebabkan oleh : (1) Menanam salak sangat mudah dan tidak perlu perawatan khusus yang rumit, (2) Hama penyakit relatif tidak ada dan (3) Buah salak mempunyai umur yang relatif panjang, sehingga dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang lama, itulah yang mendasari pemerintah untuk menetapkan salak sebagai buah unggulan nasional.

Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen. Persentase produksi buah-buahan menurut jenis tanaman tahun 2004 dapat dilhat pada Gambar 1.

(17)

Keterangan : Lainnya merupakan gabungan dari Alpukat, belimbing, Duku/langsat, Jambu Biji, Jambu Air, Jeruk Besar, Sawo, Sirsak, Sukun, Manggis, Markisa, Melon, Semangka, dan Blewah,

Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton. Tabel 1. Perkembangan Produksi, Banyak Pohon dan Produktivitas Salak

Indonesia Tahun 2000-2004

Tahun Jumlah Tanaman Yang Menghasilkan (Rumpun) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Rumpun/Tahun) 2000 36.012.255 423.548 0,012 2001 48.409.035 681.255 0,014 2002 45.408.123 768.015 0,012 2003 42.686.979 928.613 0,022 2004 31.200.998 800.975 0,026

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa selama tahun 2000-2003 mengalami peningkatan produksi, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan produksi. Jumlah tanaman yang menghasilkan pada tahun 200-2002 mengalami peningkatan sedangkan pada tahun 2002-2004 mulai mengalami penurunan. Produktivitas terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,026 per rumpun.

(18)

Daerah-daerah di Indonesia banyak yang tercatat sebagai sentra produksi salak akan tetapi, umumnya daerah-daerah itu memproduksi buah salak yang khas. Daerah-daerah yang merupakan sentra produksi salak di Indonesia diantaranya Padangsidempuan (Sumatera Barat), Serang, Sumedang, Tasikmalaya, Batujajar (Jawa Barat), Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, banjarnegara (Jawa Tengah), Sleman (Jogyakarta), Bangkalan, Pasuruan (Jawa Timur), Karang Asem (Bali), Enrekang (Sulawesi Selatan).

Propinsi Jawa Barat memempati posisi ketiga dalam hal produksi salak setelah Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Perkembangan produksi salak dibeberapa sentra produksi salak Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Salak di Daerah Sentra Produksi Tahun 2000-2004 (Ton) No Propinsi 2000 2001 2002 2003 2004 1 Sumatera Utara 124.586 255.080 209.816 214.707 191.713 2 DKI 56 345 75 274 180 3 Jawa Barat 66.651 89.403 113.228 176.958 135.360 4 Jawa Tengah 90.790 176.608 239.332 387.789 235.642 5 DI Jogyakarta 44.710 37.035 72.901 31.031 70.271 6 Jawa Timur 19.693 44.755 43.056 41.586 81.322 7 Bali 59.172 54.522 48.011 34546 36.787

Sumber : Badan Pusat Statistik

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Salak lokal yang dikembangkan di Kabupaten Sumedang adalah salak bongkok. Dinamakan salak bongkok karena pertama kali ditemukan di Desa Bongkok yang terletak dilereng Gunung Tampomas. Kabupaten Sumedang memiliki kondisi tanah yang

(19)

subur sehingga kualitas salak yang dihasilkan akan bermutu baik. Salak bongkok mulai dibudidayakan sebelum tahun 1960.

Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam rangka meningkatkan

pendapatan asli daerah sendiri pada tahun 2001 mulai mengembangkan komoditas-komoditas unggulan daerah. Komoditas unggulannya mencakup sektor pertanian, sektor perikanan, sektor kehutanan, sektor peternakan dan sektor industri. Sektor pertanian peranannya masih dominan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) yaitu sebesar 29,72 persen, serta sumbangan terbesar dari subsektor pertaniaan tanaman bahan makanan termasuk didalamnya tanaman hortikultura sebesar 22,64 persen terhadap subsektor pertanian (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002).

Dari hasil pelaksanaan pembangunan pertanian selama tahun 2004 diberbagai subsektor menunjukkan realisasi pencapaian sasaran terhadap sasaran yang beragam seperti pada sektor tanaman pangan yaitu untuk realisasi produksi padi 105,66 persen, palawija 111,14 persen, sayuran 108,17 persen, dan untuk buah-buahan 110,14 persen (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2004). Salah satu komoditas unggulan di bidang pertanian adalah komoditi tanaman hortikultura khususnya buah-buahan.

Populasi Tanaman buah-buahan tahun 2004 dibandingkan tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar 2,57 persen (23.679 kuintal), dimana terdapat pencapaian realisasi produksi untuk beberapa komoditas utama buah-buahan yang mencapai target pada tahun 2004 yang telah ditetapkan. Kontribusi pencapaiaan target produksi 2004 berasal dari komoditas utama walaupun komoditas ini mengalami penurunan produksi dari tahun 2003. Produksi buah-buahan sebesar 897.698 kuintal yang dihasilkan dari 18 komoditas dengan populasi tanaman sebanyak 6.996.822 pohon, tetapi yang berproduksi hanya 6.503.967 pohon. Realisasi luas lahan mengalami penurunan

(20)

sebesar 1,03 persen (67.984 pohon) dibandingkan realisasi tahun 2003. Terjadinya penurunan pencapaian produksi buah-buahan tahun 2003 disebabkan ada beberapa komoditas tanaman yang produksinya mengalami penurunan. Tabel 3. Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang Tahun

2003-2004 No Komoditi

Jumlah Tanaman Panen Produksi

2003 2004 2003 2004 2003 2004

Pohon Pohon Pohon Pohon Kw Kw

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Alpukat Belimbing Duku Durian Jambu Biji Jambu Air Jeruk Mangga Manggis Nangka Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Sukun 131.991 9.722 12.471 85.940 72.140 12.459 121.046 371.891 4.822 101.315 128.993 90.969 3.343.412 151.322 1.272.151 59.277 18.742 11.458 158.420 9.717 12.399 253.679 71.155 17.634 127.833 482.621 4.862 227.074 133.255 91.262 3.367.460 208.220 1.272.686 60.363 18.048 14.478 72.625 9.643 4.153 38.059 77.027 7.291 24.395 247.939 1.356 99.569 92.346 145.052 4.805.150 101.168 673.363 37.733 8.945 2.900 68.443 6.375 3.257 20.687 77.216 9.245 41.927 262.883 1.401 107.673 101.375 145.379 4.470.634 65.823 907.366 43.154 10.507 3.096 31.903 751 1.700 23.923 8.344 1.399 4.112 77.966 476 34.681 1.048 11.477 588.758 31.882 37.311 12.580 934 655 26.033 803 1.144 12.251 9.783 14.32 9.317 77.550 337 46.024 1.128 14.862 563.410 563.410 19.378 49.137 1.144 890 Jumlah 6.289.224 6.996.822 6.631.951 6.503.967 921.377 897.698

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2003-2004

Dari 18 tanaman buah-buahan yang dibudidayakan tersebut, yang paling banyak diusahakan adalah pisang, salak, mangga, nenas, jeruk, rambutan, alpukat dan nangka. Salak bongkok merupakan buah-buahan yang paling banyak diusahakan, dimana salak bongkok ini merupakan salah satu buah unggulan Kabupaten Sumedang. Daerah sentra produksi salak Kabupaten Sumedang yang paling banyak terdapat di Kecamatan Paseh yang menghasilkan salak sebesar 22.650 kuintal dan Kecamatan Conggeang yang menghasilkan

(21)

salak sebesar 23.732 kuintal dari produksi seluruh kecamatan di Kabupaten Sumedang.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004

Tahun Jumlah Tanaman (Pohon) Luas Panen (Pohon)

2000 2001 2002 2003 2004 1.266.486 1.234.713 1.274.574 1.272.151 1.272.689 - - 577.020 673.363 907.366 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004

Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati.

Kabupaten Sumedang mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan usahatani buah-buahan khususnya salak bongkok. Hal ini didukung dengan kondisi alamnya yang cocok untuk mengembangkan usahatani buah-buahan, selain itu luas lahan pertanian yang sesuai untuk pembudidayaan buah-buahan ini merupakan faktor pendukung yang sangat menunjang. Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang strategis karena dekat dengan ibukota Provinsi Jawa Barat yaitu Bandung, sehingga mudah untuk memasok dan memasarkan buah-buahan khususnya salak.

(22)

Perumusan Masalah

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan. Kabupaten Sumedang menyimpan cukup banyak jenis atau ragam komoditi buah-buahan yang memiliki prospek cukup bagus yang salah satunya salak bongkok. Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan produksi yang teridentifikasi melalui data sekunder adalah tingkat produktivitas yang masih rendah. Perkembangan produksi dan produktivitas buah salak bongkok Kabupaten Sumedang dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Buah Salak Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004

Tahun Produksi(Kwintal) Luas Panen (Pohon) Produktivitas (kg/Pohon)

2001 49.883 925.950 3,94

2002 31.699 577.020 2,49

2003 37.311 673.363 5,54

2004 49.137 907.366 5,42

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2001-2004

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa selama tahun 2001-2004 mengalami fluktuasi pada produksi, luas panen dan produktivitas. Buah salak di Kabupaten Sumedang ini mengalami peningkatan yang sangat tajam, kecuali di tahun-tahun tertentu mengalami penurunan seperti pada tahun 2002 dan tahun 2004. Penurunan ini diduga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan usahatani. Tingkat produktivitas yang dicapai berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh tersebut dapat ditentukan oleh tingkat produksi dan tingkat harga yang diterima petani, begitu pula ditentukan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan pendapatan petani. Dalam peningkatan

(23)

modal, pengetahuan petani yang masih rendah dan sumber daya input yang belum optimal.

Terbatasnya kepemilikan lahan yang dikuasai yang masih relatif sempit dimana luas lahan rata-rata yang dikerjakan petani adalah 0,42 hektar. Tanaman yang dimiliki merupakan tanaman warisan yang turun-temurun, sehingga dalam pemeliharaannya belum dipelihara secara optimal. Hal ini mengakibatkan produksinya tidak optimal sehingga penerimaannya tidak optimal. Petani hanya mementingkan hasilnya saja tanpa memperhatikan pemeliharaannya. (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002). Hal ini diduga menyebabkan belum optimalnya tingkat produksi yang dihasilkan selama ini. Modal juga merupakan kendala dalam usahatani salak, banyak pohon yang dibongkar (peremajaan) dan tidak bisa ditanami kembali karena kurangnya modal.

Tabel. 6. Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman Salak Bongkok Tahun 2002-2004

Tahun Tambah Tanam

(Rumpun) Tanaman yang dibongkar (Rumpun) 2002 11.786 1.608 2003 1.827 4.190 2004 2.193 1.658

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002-2004

Harga merupakan salah satu permasalahan juga, dengan banyaknya pesaing salak lain salak bongkok mengalami fluktuasi harga, yang menyebabkan harga di petani rendah yang berakibat kepada keuntungan para petani belum stabil. Pada awal tahun 2005 harga salak yang terjadi di tingkat petani sekitar Rp 900,- sampai 1500,- per kilogram, sedangkan biaya produksi seperti upah tenaga kerja semakin meningkat.

(24)

Kabupaten Sumedang memiliki dua daerah sentra produksi salak yaitu kecamatan Paseh dan kecamatan Conggeang. Produksi salak bongkok di kabupaten Sumedang khususnya di kecamatan Paseh dan Conggeang pada tahun 2000 mulai menampakkan penurunan selain itu tidak ada peningkatan jumlah pohonnya. Data pohon dan jumlah produksi salak bongkok di dua kecamatan penghasil terbesar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004

Tahun Kecamatan Paseh Kecamatan conggeang

Pohon Produksi (KW) Pohon Produksi (KW)

2000 2001 2002 2003 2004 180.608 474.406 383.865 193.795 196.950 19.724 26.115 19.829 22.303 22.650 1.028.045 273.046 165.990 1.007.685 1.006.892 31.295 14.511 10.739 12.884 23.732 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004

Dilihat dari jumlah pohon dan produksi pada tahun 2004 Kecamatan Conggeang merupakan daerah sentra produksi pertama yang sebelumnya diduduki Kecamatan Paseh, maka dipilih sebagai daerah penelitian. Melihat permasalahan diatas yaitu diduganya kurang efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi oleh petani dalam budidaya salak bongkok, sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Padahal biaya hidup semakin meningkat oleh sebab itu perlu dianalisis tingkat pendapatan yang dihasilkan dari usahatani salak bongkok tersebut dan analisis faktor-faktor produksi perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok. Berdasarkan uraian diatas, maka didapat perumusan masalah adalah sebagai berikut :

(25)

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahatani salak bongkok? 2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam usahatani salak bongkok?

3. Berapa tingkat pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian?

Tujuan

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok

2. Menghitung sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok.

3. Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian Kegunaan

1. Sebagai informasi mengenai kondisi usahatani salak bongkok sehingga diharapkan memberikan motivasi kepada petani untuk meningkatkan usahatani salak bongkok

2. Sebagai informasi bagi petani dan instansi-instansi yang terkait dalam rangka pengembangan salak bongkok.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standar Salak

Indonesia telah memiliki standar salak (SNI 01-3167-1992) yang disusun berdasarkan pada karakteristik buah meliputi keseragaman varietas, tingkat ketuaan, kekerasan buah, kerusakan kulit buah, ukuran jumlah buah yang busuk dan kebersihannya. Menurut standar ini, buah salak dikelompokkan dalam dua kelas mutu yaitu mutu I dan mutu II. Masing-masing kelas mutu terbagi kedalam tiga ukuran berat per buah yaitu besar (= 61 gram), ukuran sedang (33-60 gram) dan ukuran kecil (< 32 gram). Kelompok mutu I apabila seragam (varietas) tua tetapi tidak terlalu matang, teksturnya keras, kulit buah utuh, ukuran seragam dan bebas dari kotoran. Mutu II ukuran boleh kurang seragam, kulit buah kurang utuh dan tekstur cukup keras. Sejauh ini, standar salak dan umumnya standar komoditas hortikultura belum banyak diterapkan. Pemasaran buah salak di Indonesia saat ini belum mengikuti standar yang ada, meskipun pelaku pemasaran sudah mengetahui bahwa keuntungan akan diperoleh dengan menerapkan grading karena dapat memperoleh harga jual yang tinggi dan keseragaman ukuran memudahkan penyusunan dalam peti pengepakan. Pelaku penanganan pascapanen yang didominasi oleh pedagang menerapkan cara penggolongan sendiri, dan cara ini berbeda pada setiap sentra produksi.

2.2. Deskripsi Tanaman Salak

Tanaman salak memiliki akar serabut, menjalar mendatar tidak jauh dari permukaan tanah. Saat akar yang pertama sudah berkurang fungsinya maka akar baru akan tumbuh dan muncul dipermukaan tanah. Batang tanaman salak pendek dan hampir tidak terlihat karena ruas-ruasnya padat dan tertutup oleh pelepah daun yang tertutup rapat. Tanaman yang sudah tua batangnya akan

(27)

merata ke samping dan dapat bertunas. Tunas baru ini dapat digunakan sebagai bahan tanaman.

Buah salak umumnya berbentuk bulat telur atau bulat telur terbalik dengan bagian ujung runcing dan bertangkai rapat dalam tandan buah yang muncul dari ketiak-ketiak pelepah daun. Tandan buah dapat bercabang 1-2 cabang. Tiap pohon dapat menghasilkan 1-5 tandan dan tiap tandan terdiri dari 10-25 buah. Kulit buah tersusun seperti sisik berwarna kehitaman. Daging buah berwarna kekuningan, kuning kecoklatan atau merah tergantung varietas. Kulit buah sangat tipis sekitar 0,3 mm, rasanya manis, manis agak asam, manis agak sepet atau manis bercampur asam dan sepet.

2.3. Budidaya Salak

Tanaman salak (salacca edulis) adalah tanaman asli indonesia yang merupakan salah satu buah tropis. Tanaman salak (salacca edulis) termasuk dalam suku (Palmae Arecaceae) yang tumbuh berumpun. Tanaman salak ini dapat hidup bertahun-tahun sehingga ketinggiannya bisa mencapai 7 meter, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4,5 meter. Tanaman salak termasuk golongan tanaman berumah dua, artinya pada satu tanaman hanya ada satu jenis bunga yaitu bunga jantan atau bunga betina. Jenis-jenis varietas salak dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.3.1. Iklim

Tanaman salak ini tumbuh baik di daerah basah sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan laut. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah curah hujan rata-rata 200-400 mm/bulan. Salak ini cocok ditanam di daerah dengan basah tinggi (Type A) tetapi juga cocok di daerah dengan bulan basah 8-10 bulan /tahun (Type B) dan masih mungkin ditanam di daerah dengan bulan basah 5-7 bulan/tahun (Type C). Kebutuhan sinar matahari 50-70 % atau lebih kurang

(28)

setengah dari jumlah penyinaran penuh, sedangkan temperatur optimal untuk pertumbuhan salak berkisar 20-300 C.

2.3.2. Tanah

Tanaman salak menghendaki tanah yang gembur dan beraerasi baik, oleh karena tanaman salak dapat tumbuh dengan baik pada tanah berpasir. Tanah yang baik untuk pertumbuhan salak adalah yang memiliki kandungan pasir berkisar 45% - 85%, yaitu tanah dengan tekstur berlempung sampai dengan tanah liat berpasir. Tanah netral (pH 6-7) baik untuk tanaman salak, tetapi masih toleran pada tanah yang keasaman sedang yaitu pH 4,5-5,5 atau pada tanah agak basa yaitu pH 7,5-8,5.

2.3.3. Penanaman

Sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat lubang dengan ukuran 60 cm X 60 cm X 60 cm dengan jarak lubang 2 m X 2,5 m atau 2,5 m X 2,5 m. Pada lahan di lereng pegunungan atau bukit menggunakan jarak tanam rapat yaitu 2 m X 2 m kalau masih mungkin dengan jarak 1,5 m X 1,5 m.

2.3.4. Pemeliharaan

Pemeliharan ini terdiri dari pemupukan, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan dan pengairain.

a. Pemupukan

Pemupukan untuk tanaman salak dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 6-7 bulan. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 1 tahun atau 6 bulan setelah pemupukan pertama dan selanjutnya dilakukan 6 bulan sekali. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk organik anorganik. Pupuk organik sebanyak 15-20kg/pohon/6 bulan, sedangkan pupuk anorganik terdiri dari urea sebanyak 10g/pohon/6 bulan, TSP sebanyak 100g/pohon/6 bulan dan

(29)

KCl sebanyak 10g/pohon/6 bulan. Cara pemupukan dapat berbentuk larikan atau lingkaran dan kemudian pupuk dibenamkan ke dalam tanah.

b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan bersama dengan pemupukan pertama, selanjutnya penyiangan ini dilakukan berdasarkan pertumbuhan gulma.

c. Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan apabila tanaman salak tingginya sudah lebih dari 50 cm agar tanaman berdirinya kuat, sehingga tidak mudah roboh bila terkena hujan atau angin.

d. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur satu tahun dengan meninggalkan 6-8 pelepah daun. Pemangkasan berikutnya dilakukan setiap 6 bulan atau lebih cepat bila perlu. Pada tanaman yang telah menghasilkan, pemangkasan dilakukan setelah panen dilaksanakan. Tujuan dari pemangkasan ini adalah untuk menghilangkan pelepah daun yang kering, merangsang tumbuhnya pelepah daun baru yang baik, membersihkan kebun agar diperoleh aliran udara yang baik dan merangsang pembungaan.

e. Pengairan

Cara pemberian air tanaman salak kalau memungkinkan dilakukan di leb (penggenangan) yaitu memberikan air dengan menggenangi sementara ke kebun pertanaman sampai merata.

2.3.5. Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tanaman salak adalah hama silphidol. Hama ini menyerang tandan dan buah salak, umumnya buah yang terserang buah yang letaknya menghadap ke pohon (terlindung sinar). Serangan pada buah berasal

(30)

pada bagian atas buah sehingga bagian yang rusak dan busuk dimulai dari bagian tersebut dan meluas kebagian bawah buah. Cara pengendalian hama ini yaitu dengan pemberian insektisida sistemik butiran pada buah sekitar akar.

Penyakit yang menyerang tanaman salak adalah penyakit bercak daun. Penyakit ini menyerang daun dengan gejala awal bintik warna coklat muda, penyebabnya ialah jamur Pestaliopsis palmarum. Serangan yang berat dicirikan oleh daun menjadi kering seperti terbakar, di dalam bercak tampak bintik-bintik hitam. Penyakit ini ditularkan melalui luka atau tanpa luka. Pengendalian penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kelembaban dan sanitasi kebun serta memperbaiki drainase kebun.

2.3.6. Panen

Buah yang telah tua dan siap panen dicirikan oleh warna kulit yang cenderung tua, buku-buku tinggal sedikit, duri pelindung telah membuka, bila buah ditekan terasa empuk dan mengeluarkan aroma harum yang khas. Pemetikan sebaiknya dilakukan dengan selektif dan hanya buah yang tua saja. Pemetikan ini dilakukan karena matangnya buah dalam satu pohon tidak bersamaan. Buah salak yang dikelola secara intensif pada umumnya dapat dipanen tiga kali dalam setahun. Musim panen salak dapat dipilih menjadi tiga periode yaitu panen raya pada bulan November sampai Januari, panen sedang pada bulan Mei sampai Juli dan panen kecil pada bulan Februari sampai April. Dalam satu tandan, masaknya buah tidak seragam. Umumnya buah yang masak lebih dahulu adalah buah bagian ujung. Oleh karena itu pemetikan buah dilakukan secara berkala, dipilih buah salak yang sudah masak, dan buah mudah dipetik dari tandannya.

(31)

2.3.7. Pasca Panen

Kegiatan pasca panen buah salak harus dapat menjamin agar setibanya buah salak ditangan konsumen tetap memiliki mutu yang tinggi, baik tingkat kesegaran maupun kandungan vitamin dan mineralnya. Kegiatan penangan pasca panen meliputi buah salak sewaktu panen, kegiatan di gudang pengumpulan dan pengangkutan. Bila buah salak akan dikirim jauh sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah matang benar. Kegiatan di gudang pengumpulan meliputi sortasi, grading dan pengemasan.

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Apabila dibandingkan dengan buah apel dan nanas, salak mempunyai kandungan energi, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan besi yang lebih besar. Selain itu, salak tidak mengandung lemak (Lampiran 2). Salak juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah dan manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol, hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah.

2.5. Penelitian Terdahulu

2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak

Produksi rata-rata salak per tahun adalah sebanyak 10.800 kg dengan harga Rp 800 /kg. Jadi penerimaan petani setiap tahunnya adalah sebesar Rp 8.640.000. Biaya total yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebesar Rp 6.518.938, sedangkan biaya tunai yang harus dikeluarkan adalah Rp.5.408.465. Jadi rasio R/C diatas biaya totalnya adalah sebesar 1,1 untuk R/C diatas biaya tunai adalah sebesar 2,5 (Herawati, 2004).

(32)

Kuncara (2001) dalam penelitiannya menganalisis usahatani yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing salak bongkok dan meningkatkan pendapatan usahatani para petani. Hasil kajian terhadap petani didapatkan bahwa usahatani salak bongkok tidak begitu menguntungkan dimana nilai R/C rasio hanya sebesar 1,61.

Hadaka (2002) dalam penelitiannya menganalisis pendapatan usahatani salak manonjaya dibedakan berdasarkan beberapa golongan umur tanaman, mengingat salak manonjaya merupakan tanaman tahunan, produksi yang dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda. Pembagian golongan umur tersebut adalah < 2 tahun, 2-5 tahun, 6-10 tahun dan >10 tahun. Hasil analisis menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total relatif lebih besar dibandingkan golongan umur tanam yang lain, hal ini disebabkan produktivitas salak manonjaya yang dihasilkan pada golongan umur tanam 6-10 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur <2 tahun yaitu sebesar Rp 4.683.750 per hektar per tahun, sedangkan untuk golongan umur tanam >10 tahun petani mengeluarkan biaya paling sedikit yaitu sebesar Rp 2.092.500 per hektar per tahun. Umur tanam 6-10 tahun tanaman menghasilkan produksi yang maksimum yaitu sebesar 4 ton, kemudian mulai menurun pada umur >10 tahun dengan produksi sebesar 13,75 ton.

Hasil penelitian Nasution (2004), bahwa hasil analisis menunjukan penerimaan rata-rata usahatani salak sidempuan adalah Rp. 19.508.888,67 per tahun, sedangkan biaya tetap rata-rata sebesar Rp. 26.140,00, biaya variabel rata-rata sebesar Rp. 920.973,30 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.344.666,67 yang harus dikeluarkan pertahun. Total pendapatan rata-rata petani tiap tahunnya adalah Rp. 17.181.386,67 dengan luas lahan 2,28 hektar artinya usahatani tidak memerlukan biaya input yang tinggi dengan pendapatan

(33)

total yang cukup tinggi. R/C ratio rata-rata setiap petani sebesar 6,4 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan mendapat imbalan penerimaan sebesar Rp. 6,4.

2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor produksi

Pendugaan model fungsi produksi menggunakan model Cobb- Douglas, faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi produksi usahatani jambu mete adalah jumlah tanaman (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja

(X3), umur tanaman (X4) dan pengalaman (X5). Hasil dugaannya diperoleh bahwa

nilai F-hitung sebesar 329,72 signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai deteminasi (R2 ) sebesar 96

persen dan nilai koefisien determinan terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,7 persen. Nilai determinan tersebut menunjukan bahwa 96 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan pengalaman sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji- t yang terlihat bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai T-hitung untuk variabel luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pengalaman signifikan pada tingkat kepercayan 90 persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan umur tanaman tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaannya belum optimal, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani jambu mete diperoleh nilai kombinasi luas lahan 7,84 hektar dan tenaga kerja 16,30 HOK. Pada kondisi ini diperoleh perbandingan analisis pendapatan yang diterima petani. Kondisi aktual pendapatan atas biaya total

(34)

sebesar Rp 1.506.800 per hektar, sedangkan pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 1.592.300 per hektar. ( La Mani, 2005).

Berdasarkan penelitian Harsoyo (1999), tentang analisis efisiensi produksi dan pemasaran salak pondok di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menggunakan model biaya translog dan model keuntungan translog. Selain itu, juga melakukan perbandingan antara skala pengusahaan usaha dan antar desa untuk memperoleh efisiensi ekonomi relelatif. Analisis fungsi biaya translog menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan kesimpulan dari analisis fungsi keuntungan translog yaitu bahwa kondisi skala usaha dari produksi salak pondoh adalah increasing return to scale. Pengusahaan dalam skala lebih dari 1.000 rumpun lebih efisien dibanding dengan yang kurang dari 1.000 rumpun.

Berdasarkan hasil penelitian Hartono (2000), ditunjukkan bahwa usahatani markisa di daerah penelitian masih bersifat tradisional dan diusahakan tidak intensif, tapi usaha tersebut masih menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang dihasilkan masing-masing golongan petani lebih dari satu. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi diperoleh model regresi dengan peubah bebas yang terdiri dari luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan umur tanaman. Hasil dugaan regresi persamaan produksi memiliki R-sq sebesar 98,1 persen yang berarti keragaman produksi markisa dapat dijelaskan oleh peubah luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan umur tanaman. Persamaan tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi petani responden pada tarafnya 95 persen (a = 5 persen).

Penelitian fungsi produksi Cobb- Douglas yang lain dilakukan oleh Kristina (2004), di Desa Lemahputih menunjukkan bahwa hasil regresi untuk sistem monokultur faktor produksi benih, pupuk nitrogen, dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi tomat, sedangkan untuk sistem

(35)

tumpangsari benih, insektisida, dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Jumlah elastisitas poduksi dalam model fungsi produksi yang terbentuk untuk petani monokultur adalah 1,2754 menunjukan kenaikan hasil yang meningkat (Incresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penambahan dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,2754. Pada petani sistem tumpangsari jumlah elastisistas produksi yang terbentuk adalah 0,1942 yang menunjukan bahwa usahatani tomat sistem tumpangsari berada pada kenaikan yang menurun (Decresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penawaran dari setiap masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produksi sebesar 0,9142.

Rencana penelitian ini menggunakan alat analisis model fungsi produksi Cobb- Douglas dengan model kuadrat terkecil (Ordinary Last square) atau OLS. Parameter dugaan yang digunakan yaitu jumlah tanaman, luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman, pupuk kandang, pengalaman petani dan variabel peubah dummy pupuk urea. Rencana untuk analisis pendapatan dibedakan berdasarkan beberapa golongan umur tanaman, mengingat salak bongkok merupakan tanaman tahunan, produksi yang dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda. Pembagian golongan umur tersebut adalah < 4 tahun, 4-9 tahun, 10-15 tahun dan >15 tahun. Dasar pengelompokan ini adalah karena pada umur 4 tahun tanaman salak mulai berbuah dan sampai umur 9 tahun tumbuh sendiri belum membentuk rumpun. Umur 10 tahun tanaman salak mulai membentuk rumpun yang menghasilkan 6-7 Kg per rumpun. Umur 15 tahun keatas tanaman salak ini mulai menampakan penurunan produksinya.

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukkan dan produksi. Masukkan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukkan yang dipakai, maka ia dapat menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. (Soekartawi,1986).

Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi faktor produksi yang terbaik. Namun, biasanya petani sukar melakukan kombinasi ini, karena : (1) adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman ; (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar ; (3) pendugaan fungsi produksi tidak hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) data harga dan biaya dikorbankan mungkin tidak dapat dilakukan secara pasti ; (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus, oleh karena itu keputusan penggunaan faktor produksi, baik dalam kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (Soekartawi dkk, 1986). Dalam suatu penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif dapat dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat.

Secara matematis, fungsi produksi neoklasik dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3,…… Xm,; Z1, Z2, Z3,…… Zn) atau

(37)

Dimana :

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi

Xi = Faktor-faktor produksi tidak tetap (variabel) yang digunakan dalam proses produksi

Zj = Faktor-faktor produksi tetap yang digunakan dalam proses produksi f = Bentuk hubungan yang mentranformasikan faktor-faktor produksi dalam

hasil produksi.

Menurut Soekartawi (1986), fungsi produksi di atas hanya menyebutkan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi. Sehingga fungsi tersebut belum dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, untuk dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi haruslah dinyatakan dalam bentuk yang khas, seperti misalnya :

1. Y = a + bX………... .... (Persamaan Linier) 2. Y = a + bX – cX2………...…..… (Persamaan Kuadrat) 3. Y = aX1 b1 X2 b 2 X3 b3 ……….… (Persamaan Cobb-Douglas) 4. Y = a + b………. (Persamaan Akar).

Menurut Soekartawi (2003), dalam suatu proses produksi terdapat banyak faktor-faktor produksi yang dapat digunakan tetapi tidak semua faktor produksi digunakan dalam analisis fungsi produksi karena analisis ini hanya merupakan fungsi pendugaan sehingga tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor-faktor produksi tehadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya dalam proses produksi pertanian terdapat variabel produksi yaitu variabel peubah tak bebas (Y) dan variabel peubah bebas (Xi).

Keputusan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi sesuai dengan jumlahnya dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh kebijakan petani. Berikut ini beberapa variabel peubah bebas yang digunakan dalam pendugaan model fungsi produksi dan diduga berpengaruh nyata (signifikan) terhadap besar kecilnya produksi yang dihasilkan dalam usahatani salak bongkok yaitu sebagai

(38)

berikut : luas lahan, jumlah tanaman, tenaga kerja, umur tanaman, pengalaman, dan pupuk kandang.

1. Luas Lahan : Penggunaan luas lahan di ukur dalam satuan hektar (ha). Luas lahan ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan lahan makin luas atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 2. Jumlah Tanaman : Jumlah tanaman di ukur dalam satuan rumpun. Jumlah

tanaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah tanaman ditambah atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).

3. Umur Tanaman : Umur tanaman di ukur dalam satuan tahun. Umur tanaman ini diduga berpengaruh negatif terhadap produksi, secara teori bila umur tanaman makin bertambah atau meningkat sebesar 1 persen maka akan menurunkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).

4. Tenaga Kerja : Penggunaan tenaga kerja di ukur dalam satuan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan tenaga kerja makin banyak atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).

5. Pupuk : Penggunaan pupuk di ukur dalam satuan kilogram (Kg). Pupuk ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan pupuk makin banyak atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).

6. Pengalaman : Pengalaman petani di ukur dalam satuan tahun. Pengalaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila pengalaman makin lama atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).

(39)

3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi

Tingkat produktivitas diukur dari suatu proses produksi, terdapat dua parameter yaitu : (1) produk marjinal dan (2) produk rata-rata. Yang dimaksud produk marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan foktor produksi yang dipakai. Sedangkan produk rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

i

Χ

=

∆Χ

∆Υ

=

=

,

f

Tertentu

Input

Tambahan

Output

Tambahan

PM

i Χ Υ = = Tertentu Total Input Total Output PR

Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi adalah rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : PR PM EProd = Χ Υ ⋅ Χ ∂ Υ ∂ =

Untuk menunjukkan jumlah produksi yang dihasilkan dari penggunaan faktor produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi yang memberikan gambaran nilai elastisitas produksi yang diperoleh dari suatu proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.

(40)

Gambar 2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Lipsey, 1995

Keterangan :

a. Daerah produksi I

Daerah produksi I mempunyai elastisitas produksi lebih dari satu yang terletak antara titik asal O dan X2, artinya setiap penambahan faktor produksi

sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah ini belum tercapai produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan yang maksimum, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu, daerah produksi I disebut sebagai daerah irrasional (Irrational region atau Irrational Stage of Production).

(41)

Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, terletak antara titik X2 dan X3 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1

persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi 1 persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang (dimnishing/deacreasing returns). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal. Oleh karena itu, daerah produksi II disebut sebagai daerah rasional (Rational Region atau Rational Stage of Production).

c. Daerah produksi III

Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga daerah irrasional. 3.1.3. Model Fungsi Produksi yang digunakan

Untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk mendapatkan model atau bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi produksi tersebut : (1) dapat dipertanggungjawabkan, (2) mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi,dkk, 1986). Model fungsi produksi yang khas, digunakan untuk menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi diantaranya adalah persamaan linier, persamaan kuadrtaik, persamaan eksponensial, persamaan transedental dan persamaan translog. Bentuk model fungsi produksi

(42)

yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada beberapa macam antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi kuadratik, model fungsi Cobb-Douglas.

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb- Douglas. Secara matematik bentuk umum persamaan fungsi produksi Cobb Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = a X1 b1 X2 b 2 X3 b3 ……. Xn bn eu

Untuk memudahkan, model diatas dapat disajikan bentuk linier dan menjadi :

U X bi a Y LN i n i + + =

= ln . ln 1 Dimana :

Y = jumlah produksi yang diduga a = intersep

bi = parameter penduga variable ke-I dan merupakan elastisitas masing-masing faktor produksi

Xi = faktor produksi yang digunakan U = kesalahan penganggu.

i = 1,2,3,…..,n

e = bilangan natural (2,718)

Pemilihan model ini didasakan pada pertimbangan adanya kelebihan fungsi produksi, antara lain :

a. Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb- Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisistas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi cobb douglas yaitu :

i i X Y b dY =

(43)

Ρ Υ Χ • Χ Υ = i i i d d b

b. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.

c. Mengurangi terjadinya heterokedastisitas, hal ini karena bentuk linier dari fungsi cobb douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln) dalam bentuk tersebut variasi data menjadi lebih kecil.

d. Perhitungannya sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier.

e. Bentuk fungsi cobb douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian.

Penyelesaian fungsi produksi cobb- Douglas selalu dilogaritmakan untuk mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka syarat yang harus dipenuhi dalam fungsi produksi cobb- Douglas adalah (1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, (3) tiap variable X adalah Perfect competition, dan (4) pebedaan lokasi (pada fungsi produksi) yakni iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan. Asumsi lain dalam penggunaan produksi ini adalah bahwa petani berusahtani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.

Namun demikian fungsi produksi Cobb- Douglas juga memiliki beberapa kelemahan seperti elastisitas produksi yang dianggap konstan, nilai dugaan elastisitas produksi akan bias jika faktor produksi yang digunakan tidak lengkap, tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol dan sering terjadi kolinier ganda.

(44)

3.1.4. Analisis Efisiensi

Fungsi produksi menggambarkan transpormasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah yang dihasilkan sedangkan untuk mengukur efisiensi dapat dilakukan dengan cara melihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan produk yang dihasilkan akibat perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan.

Efisiensi adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki seminimal mungkin dan dalam prakteknya dikaitkan dengan perbandingan biasa (korbanan) dengan output atau hasil produksi (Hernanto, 1991). Efisiensi merupakan ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu.

Dalam terminologi ilmu ekonomi pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknik apabila produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisensi harga apabila nilai marjinal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila produksi tercapai pada saat penggunaan faktor-faktor produksi dapat menghasilkan keuntungan maksimum.

Efisiensi ekonomi dapat tercapai apabila terpenuhi dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan mengacu pada hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan produksi yang dihasilkan, sedangkan syarat kecukupan mengacu pada tingkat efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomis dengan keuntungan maksimum tercapai apabila Nilai Produksi Marjinal sama dengan Biaya Korbanan

(45)

Marjinal (NPM = BKM), artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama dengan tambahan biayanya.

Menurut Soekartawi (2003), model pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisien harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marjinal suatu input X sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Atau dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan marjinal tercapai pada saat NPM sama dengan BKM. Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Secara matematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut :

(

X

PX

BTT

)

P

Y

n j i j y

+

=

.

=

.

1

π

Dimana : π = Keuntungan

Y = Hasil produksi (output) Py = Harga output per unit

Xj = Faktor produksi ke- j yang dipakai dalam proses produksi P Xj = Harga foktor produksi ke-j

BTT = Biaya tetap total i = 1,2,1,....n

Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing foktor produksi sama dengan nol. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :

0

P

dx

dy

dx

d

y j j

=

=

Px

j

π

(46)

j j

Px

Py

dx

dy

=

=

Dimana : j

dx

dy

= Produk marjinal faktor produksi ke-j = PMxj . Py = PXj

= NPMxj = BKMxj

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :

NPMxj = BKMxj 1 = j j BKMx NPMx

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai apabila : 1 2 2 1 1 = = ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ = j j BKMx NPMx BKMx NPMx BKMx NPMx

Bila nilai marjinal produk faktor produksi ke- j (NPMxj) lebih besar dari

biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-j (BKMxj) maka penggunaan faktor

produksi ke-j belum efisien, sehingga penggunaanya perlu ditambah, dan sebaliknya bila nilai marjinal produk faktor produksi ke–j (NPMxj) lebih kecil dari

biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-j (BKMxj) maka penggunaan faktor

produksi ke-j belum efisien, sehingga penggunaanya perlu dikurangi. 3.1.5. Konsep Usahatani

Hernanto (1991), mengemukakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pengelolaannya, yakni lahan, tenaga kerja,

Gambar

Gambar 1. Persentase Produksi Buah-buahan Tahun 2004
Tabel 1. Perkembangan Produksi, Banyak Pohon dan Produktivitas Salak  Indonesia Tahun 2000-2004
Tabel 2.  Perkembangan Produksi Salak di Daerah Sentra Produksi Tahun 2000- 2000-2004 (Ton)  No  Propinsi  2000  2001  2002  2003  2004  1  Sumatera Utara  124.586  255.080  209.816  214.707  191.713  2  DKI  56  345  75  274  180  3  Jawa Barat  66.651  8
Tabel 3.  Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang Tahun  2003-2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

naik tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap mudah atau sulitnya terjadinya presipitasi (Wahyono : 1987). Hujan merupakan susunan kimia yang cukup kompleks dan

Data dikumpulkan dari 281 mahasiswa menggunakan Beck Anxiety Inventory (BAI). Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Kesimpulan: Sebagian besar mahasiswa PSPD FK

Instrumen penilaian tertulis memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang dikatagorikan tinggi, taraf kemudahan soal yang terdiri dari 40% soal mudah dan 60%

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang... selaras dengan prinsip HAM yang berlaku universal, juga

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ni’mah menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI ek- sklusif dengan dengan kejadian stunting

Sedangkan lembaga keuangan non bank yang berada pada lingkungan masyarakat berpenghasilan rendah ini tidak dapat memberikan kredit dalam jumlah besar yang dapat

Obat Sipilis Di Apotik Ampuh Aman Tanpa Efek Samping Gejala sifilis lainnya adalah penderita sifilis akan menemukan adanya ruam kemerahan pada daerah organ kelamin mereka yang

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh senyawa 2’,4’-dimetil-3,4- metilendioksikalkon dari 2,4-dimetilasetofenon dan piperonal melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt