BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang
keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu
pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat
melaksankan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah
satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom
diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah
daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai
proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang
terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.
Untuk menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah
pusat tersebut, daerah memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen
kebijakan yang paling utama bagi daerah adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). APBD mempunyai peranan penting dalam perencanaan,
implementasi, dan pengendalian kinerja pemerintah daerah dalam satu periode.
APBD memuat segala bentuk penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan daerah
dalam bentuk moneter atau rupiah. APBD seharusnya dapat mengakomodir
berlebihan daerah yang bersangkutan. Untuk itu APBD harus disusun dengan
memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan
semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran
yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan
dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan
melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang
telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat
dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD
apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut.
2.1.1. Belanja Daerah
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa
Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja
Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri atas urusan
wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah
daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang – undangan. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
(jenis belanja), oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan
belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas.
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:
1. Belanja Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang member manfaat
a. Belanja pegawai,
b. Belanja barang,
c. Bunga,
d. Subsidi
e. Hibah,
f. Bantuan sosial.
2. Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar
harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.
Belanja Modal meliputi:
a. Belanja modal tanah,
b. Belanja modal peralatan dan mesin,
c. Belanja modal gedung dan bangunan,
d. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan,
e. Belanja modal aset tetap lainnya,
f. Belanja aset lainnya (aset tak berwujud)
3. Belanja Lain-lain/belanja Tak Terduga. Belanja lain-lain atau belanja tak
terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida
biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
pusat/daerah.
4. Belanja Transfer. Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari
entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah
seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah provinsi ke
kabupaten /kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa.
Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya
perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:
1. Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan
terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja Langsung
terdiri dari belanja:
a. Belanja pegawai,
b. Belanja barang dan jasa,
c. Belanja modal.
2. Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis
a. Belanja pegawai,
b. Belanja bunga,
c. Belanja subsidi,
d. Belanja hibah,
e. Belanja bantuan sosial,
f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan
pemerintahan desa.
Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri.
Menurut Halim (2004:67), “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber asli daerah. “ Menurut
Kadjatmiko (2002:77), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan
Menurut Halim dan Nasir (2006:44), “Pendapatan Asli Daerah adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai peraturan perundang-undangan.”
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan
Permendagri13/2006 adalah sebagai berikut:
i. Pajak Daerah
ii. Retribusi Daerah
iii. Hasil Pengolahan Daerah yang Dipisahkan
iv. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
2.1.3 Dana Alokasi Umum
Menurut Halim (2004 : 141), Dana Alokasi Umum adalah “dana yang
berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.”
Menurut Astuti dan Haryanto (2005 : 41), Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan :
salah satu komponen di dalam dana perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal need) dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity). Selain dihitung berdasarkan formula dengan menggunakan fiscal gap, DAU juga dihitung dengan mempertimbangkan adanya faktor penyeimbang untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah di dalam pembiayaan daerah dari hasil perhitungan formula fiscal gap.
Menurut Saragih (2003 : 97), “Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan
Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) – berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. (Saragih, 2003 : 98).
Menurut Mulia (2005 : 13), tujuan umum dari Dana Alokasi Umum adalah
untuk :
1. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal 2. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal. 3. Menginternalisasikan/ memperhitungkan sebahagian atau seluruh
limpahan manfaat/ biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut.
4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehingga hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.
Menurut Astuti dan Haryanto (2006 :41), “DAU bertujuan sebagai
instrumen untuk mengatasi masalah horizontal imbalances yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana
penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah (block grants).”
Menurut Saragih (2003 : 132), “tujuan DAU di samping untuk mendukung
sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan
keuangan pemerintah daerah.”
2.1.4 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.
Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan
UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan
memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaksudkan sebagai
daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat
khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana
dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan
setiap tahun.
Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi
pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur
ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat
membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu
untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.
2.1.5 Kependudukan
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,
bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap
pelbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat
dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan
ekonomi.
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud
mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan
tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang
dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi
konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam
pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan
dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di
suatu wilayah tertentu.
Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis
ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan
seseorang selama 25 tahun ke depan atau satu generasi. Dengan demikian, dapat
dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia pada generasi
mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. Demikian pula, hasil program keluarga
berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati
dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya
dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan
.menyengsarakan. generasi berikutnya.
Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah
Orde Baru memegang kendali. Konsep .pembangunan manusia seutuhnya. yang
tidak lain adalah konsep .pembangunan kependudukan. mulai diterapkan dalam
perencanaan pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1
pada tahun 1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan
telah secara sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang
berwawasan kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal
mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut. Jargon
pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam bentuk dan
Sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subyek dan
obyek pembangunan. Atau jargon mengenai pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya. Atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon tersebut
diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis
ekonomi yang lebih hebat lagi di masa mendatang.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Ardhani (2011) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten / kota di Jawa Tengah. Penelitian
ini menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi khusus (DAK) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
Simanjuntak (2011) meneliti PengaruhPendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah
pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini membuktikan
bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota
di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4%
variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya
penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran
Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian
ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan
efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah.
Tambunan (2010) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU),
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan
lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/
kota di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara
parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh
signifikan positif terhadap belanja daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan
konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena
keterbatasan yang ada pada penelitian ini
Aramana(2011) meneliti Pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja
Daerah dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating
pada Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan
Sitorus (2014) meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum,Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kota di
Provinsi Lampung. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah
selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja
daerah di pemerintah Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif
terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari
DAU sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja daerah.
Dan DAK memiliki kontribusi yang besar terhadap belanja daerah di Pemerintah
Provinsi Lampung.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel yang Digunakan Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten / kota di Jawa Tengah
Independent:
• Pertumbuhan Ekonomi,
• Pendapatan Asli Daerah (PAD),
• Belanja Modal.
Penelitian ini
menunjukkan bahwa secara parsial
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
signifikan terhadap Alokasi Umum dan Dana Alokasi
• Pendapatan Asli Daerah (PAD), Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya sebesar 29,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.
3. Tambunan (2011)
Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara
Independent:
• Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik secara parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh
signifikan positif terhadap belanja
daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian
• Pendapatan Asli Daerah (PAD),
• Dana
Pendapatan Asli Daerah, Dana
dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja
• Belanja Daerah.
yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan variabel moderating.
5. Sitorus (2014) Pengaruh Pendapatan Asli
• Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah di pemerintah Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari DAU sehingga belum
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka
konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus, dan Jumlah Penduduk secara parsial
terhadap Belanja Daerah. Dan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Jumlah Penduduk secara simultan terhadap
Belanja Daerah.
Seperti diketahui bahwa untuk suksesnya suatu daerah dalam
menjalankan dan membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah
menuju suatu kemandirian dapat di lihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) per
tahun. Semakin tinggi tingkat PAD per tahun menunjukkan bahwa suatu daerah Pendapatan Asli Daerah
(X1)
Dana Alokasi Umum (X2)
Dana Alokasi Khusus (X3)
Jumlah Penduduk (X4)
mampu menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan
daerah tersebut secara baik guna percepatan pembangunan di daerah.
Kondisi nyata menunjukkan bahwa banyak daerah saat ini yang kurang
mampu membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah
disebabkan karena kecilnya PAD dari daerah tersebut. Hasil akhirnya pemerintah
daerah dalam menjalankan roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah
lebih benyak menunggu adanya bantuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan bahwa daerah-daerah yang minim atau kecil pendapatan
asli daerahnya sering menjadi daerah-daerah yang terbelakang dan kurang
disentuh oleh suatu kemajuan.
Untuk memahami akan hal ini, sudah sepantasnya pemerintah daerah
melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam menyangkut sumber-sumber
penerimaan daerah yang dianggap potensial untuk membiayai roda pemerintahan
maupun pembangunan di daerahnya. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat
berasal dari Pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD/pengelolaan kekayaan
daerah, maupun pendapatan lain-lain yang dianggap sah menurut hukum dan
undang-undang yang berlaku. Semakin baik dan efisien pengelolaan
sumber-sumber PAD tersebut, maka akan semakin meningkat juga PAD yang akan
diterima. Dengan semakin meningkatnya PAD tersebut, diharapkan bahwa
Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan roda pemerintahan dan
pembangunan di daerah secara mandiri tanpa harus bergantung pada bantuan
Bahwa sumber-sumber penerimaan daerah yang dianggap sangat
potensial untuk digali, dikembangkan dan dimanfaatkan secara baik bagi
kemajuan daerah berdasarkan prinsip-prinsip ekonomis dan efisiensi dalam
pengelolaannya. Berdasarkan prinsip pengelolaan seperti inilah diharapkan bahwa
sumber-sumber penerimaan daerah tersebut dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan
secara baik guna menopang roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Pada
prinsipnya semakin besar sumbangan dari sumber-sumber penerimaan PAD
terhadap PAD maka akan semakin besar juga kontribusinya terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Belanja Daerah.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Jumlah Penduduk berpengaruh
signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Daerah pada