• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang

keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi

otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu

pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat

melaksankan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk

memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah

satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom

diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah

daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai

proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang

terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.

Untuk menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah

pusat tersebut, daerah memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen

kebijakan yang paling utama bagi daerah adalah Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). APBD mempunyai peranan penting dalam perencanaan,

implementasi, dan pengendalian kinerja pemerintah daerah dalam satu periode.

APBD memuat segala bentuk penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan daerah

dalam bentuk moneter atau rupiah. APBD seharusnya dapat mengakomodir

(2)

berlebihan daerah yang bersangkutan. Untuk itu APBD harus disusun dengan

memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun

anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan

semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun

anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk

memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua

pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.

Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD

menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan

keuangan daerah.

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1

Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga

pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan

berdasarkan kerangka waktu tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran

yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan

alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan

dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat

tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan

melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,

(3)

belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang

telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya

kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat

dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD

apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai

pengeluaran tersebut.

2.1.1. Belanja Daerah

Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa

Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja

Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri atas urusan

wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang

tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah

daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan

perundang – undangan. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi

(jenis belanja), oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan

belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas.

Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang

standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:

1. Belanja Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk

kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang member manfaat

(4)

a. Belanja pegawai,

b. Belanja barang,

c. Bunga,

d. Subsidi

e. Hibah,

f. Bantuan sosial.

2. Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk

perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu

periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar

harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan

pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.

Belanja Modal meliputi:

a. Belanja modal tanah,

b. Belanja modal peralatan dan mesin,

c. Belanja modal gedung dan bangunan,

d. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan,

e. Belanja modal aset tetap lainnya,

f. Belanja aset lainnya (aset tak berwujud)

3. Belanja Lain-lain/belanja Tak Terduga. Belanja lain-lain atau belanja tak

terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida

biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana

(5)

diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah

pusat/daerah.

4. Belanja Transfer. Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari

entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah

seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah provinsi ke

kabupaten /kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa.

Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum

daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu

tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya

perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011

tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:

1. Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan

terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja Langsung

terdiri dari belanja:

a. Belanja pegawai,

b. Belanja barang dan jasa,

c. Belanja modal.

2. Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang

dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program

dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis

(6)

a. Belanja pegawai,

b. Belanja bunga,

c. Belanja subsidi,

d. Belanja hibah,

e. Belanja bantuan sosial,

f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan

pemerintahan desa.

Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka

mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau

kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang

penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan

bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah

yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari

sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri.

Menurut Halim (2004:67), “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber asli daerah. “ Menurut

Kadjatmiko (2002:77), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang

diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan

(7)

Menurut Halim dan Nasir (2006:44), “Pendapatan Asli Daerah adalah

pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah

sesuai peraturan perundang-undangan.”

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan

Permendagri13/2006 adalah sebagai berikut:

i. Pajak Daerah

ii. Retribusi Daerah

iii. Hasil Pengolahan Daerah yang Dipisahkan

iv. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

2.1.3 Dana Alokasi Umum

Menurut Halim (2004 : 141), Dana Alokasi Umum adalah “dana yang

berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi.”

Menurut Astuti dan Haryanto (2005 : 41), Dana Alokasi Umum (DAU)

merupakan :

salah satu komponen di dalam dana perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal need) dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity). Selain dihitung berdasarkan formula dengan menggunakan fiscal gap, DAU juga dihitung dengan mempertimbangkan adanya faktor penyeimbang untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah di dalam pembiayaan daerah dari hasil perhitungan formula fiscal gap.

Menurut Saragih (2003 : 97), “Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan

(8)

Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) – berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. (Saragih, 2003 : 98).

Menurut Mulia (2005 : 13), tujuan umum dari Dana Alokasi Umum adalah

untuk :

1. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal 2. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal. 3. Menginternalisasikan/ memperhitungkan sebahagian atau seluruh

limpahan manfaat/ biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut.

4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehingga hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.

Menurut Astuti dan Haryanto (2006 :41), “DAU bertujuan sebagai

instrumen untuk mengatasi masalah horizontal imbalances yang dialokasikan

dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana

penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah (block grants).”

Menurut Saragih (2003 : 132), “tujuan DAU di samping untuk mendukung

sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan

keuangan pemerintah daerah.”

2.1.4 Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang

dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.

Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan

UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

(9)

daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan

memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaksudkan sebagai

daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat

khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana

dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan

setiap tahun.

Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi

pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur

ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat

membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu

untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.

2.1.5 Kependudukan

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,

bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan

organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap

pelbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat

dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan

ekonomi.

Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud

mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan

tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang

dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi

(10)

konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam

pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan

dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di

suatu wilayah tertentu.

Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis

ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan

seseorang selama 25 tahun ke depan atau satu generasi. Dengan demikian, dapat

dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia pada generasi

mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. Demikian pula, hasil program keluarga

berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati

dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya

dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan

.menyengsarakan. generasi berikutnya.

Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah

Orde Baru memegang kendali. Konsep .pembangunan manusia seutuhnya. yang

tidak lain adalah konsep .pembangunan kependudukan. mulai diterapkan dalam

perencanaan pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1

pada tahun 1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan

telah secara sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang

berwawasan kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal

mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut. Jargon

pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam bentuk dan

(11)

Sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subyek dan

obyek pembangunan. Atau jargon mengenai pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya. Atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon tersebut

diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis

ekonomi yang lebih hebat lagi di masa mendatang.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Ardhani (2011) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan

Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus

(DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten / kota di Jawa Tengah. Penelitian

ini menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana

Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi khusus (DAK) tidak

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan

Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan

Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Simanjuntak (2011) meneliti PengaruhPendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah

pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini membuktikan

bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana

Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota

di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4%

variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya

(12)

penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran

Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian

ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan

efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah.

Tambunan (2010) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU),

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan

lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/

kota di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara

parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh

signifikan positif terhadap belanja daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan

konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena

keterbatasan yang ada pada penelitian ini

Aramana(2011) meneliti Pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja

Daerah dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating

pada Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli

Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan

(13)

Sitorus (2014) meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Umum,Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kota di

Provinsi Lampung. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah

selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja

daerah di pemerintah Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif

terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari

DAU sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja daerah.

Dan DAK memiliki kontribusi yang besar terhadap belanja daerah di Pemerintah

Provinsi Lampung.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel yang Digunakan Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten / kota di Jawa Tengah

Independent:

• Pertumbuhan Ekonomi,

• Pendapatan Asli Daerah (PAD),

• Belanja Modal.

Penelitian ini

menunjukkan bahwa secara parsial

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana

(14)

signifikan terhadap Alokasi Umum dan Dana Alokasi

• Pendapatan Asli Daerah (PAD), Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

berpengaruh signifikan terhadap Belanja

Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya sebesar 29,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

3. Tambunan (2011)

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara

Independent:

• Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik secara parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh

signifikan positif terhadap belanja

daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian

• Pendapatan Asli Daerah (PAD),

• Dana

Pendapatan Asli Daerah, Dana

(15)

dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja

• Belanja Daerah.

yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan variabel moderating.

5. Sitorus (2014) Pengaruh Pendapatan Asli

• Pendapatan Asli Daerah (PAD),

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah di pemerintah Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari DAU sehingga belum

(16)

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka

konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah,

Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus, dan Jumlah Penduduk secara parsial

terhadap Belanja Daerah. Dan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Jumlah Penduduk secara simultan terhadap

Belanja Daerah.

Seperti diketahui bahwa untuk suksesnya suatu daerah dalam

menjalankan dan membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah

menuju suatu kemandirian dapat di lihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) per

tahun. Semakin tinggi tingkat PAD per tahun menunjukkan bahwa suatu daerah Pendapatan Asli Daerah

(X1)

Dana Alokasi Umum (X2)

Dana Alokasi Khusus (X3)

Jumlah Penduduk (X4)

(17)

mampu menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan

daerah tersebut secara baik guna percepatan pembangunan di daerah.

Kondisi nyata menunjukkan bahwa banyak daerah saat ini yang kurang

mampu membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah

disebabkan karena kecilnya PAD dari daerah tersebut. Hasil akhirnya pemerintah

daerah dalam menjalankan roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah

lebih benyak menunggu adanya bantuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu

tidaklah mengherankan bahwa daerah-daerah yang minim atau kecil pendapatan

asli daerahnya sering menjadi daerah-daerah yang terbelakang dan kurang

disentuh oleh suatu kemajuan.

Untuk memahami akan hal ini, sudah sepantasnya pemerintah daerah

melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam menyangkut sumber-sumber

penerimaan daerah yang dianggap potensial untuk membiayai roda pemerintahan

maupun pembangunan di daerahnya. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat

berasal dari Pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD/pengelolaan kekayaan

daerah, maupun pendapatan lain-lain yang dianggap sah menurut hukum dan

undang-undang yang berlaku. Semakin baik dan efisien pengelolaan

sumber-sumber PAD tersebut, maka akan semakin meningkat juga PAD yang akan

diterima. Dengan semakin meningkatnya PAD tersebut, diharapkan bahwa

Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan roda pemerintahan dan

pembangunan di daerah secara mandiri tanpa harus bergantung pada bantuan

(18)

Bahwa sumber-sumber penerimaan daerah yang dianggap sangat

potensial untuk digali, dikembangkan dan dimanfaatkan secara baik bagi

kemajuan daerah berdasarkan prinsip-prinsip ekonomis dan efisiensi dalam

pengelolaannya. Berdasarkan prinsip pengelolaan seperti inilah diharapkan bahwa

sumber-sumber penerimaan daerah tersebut dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan

secara baik guna menopang roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Pada

prinsipnya semakin besar sumbangan dari sumber-sumber penerimaan PAD

terhadap PAD maka akan semakin besar juga kontribusinya terhadap Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Belanja Daerah.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka

hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah,

Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Jumlah Penduduk berpengaruh

signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Daerah pada

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-2/W3, 2014 The 1st ISPRS International Conference on Geospatial

Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim ( schedule f) 0 4 Jumlah dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin

Penulisan ilmiah ini merupakan pembuatan aplikasi mini market tampilan window yang berhubungan serta berinteraksi dengan database dengan menggunakan fasilitas yang ada pada Visual

Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2014 Kantor Kesatuan Bangsa1.

Menurut Mayangsari (2003:6) disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam

Penilaian “proses” tertumpu kepada proses yang digunakan untuk mencapai objektif dan matlamat program. Maklumat ini perlu diketahui dari masa ke masa untuk mengawal

Dari pembahasan mengenai sejarah perkembangan pondok pesantren Al-Manar di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang dari tahun 1983 samapi dengan 2016,

[r]