• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN SOSIAL DAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN SOSIAL DAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

81

DUKUNGAN SOSIAL DAN KEKERASAN DALAM PACARAN

PADA REMAJA

Riblita Damayanti, Dwi Puspita Satriana, Ainul Mardiah Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta

riblita.psi@gmail.com, dwipuspita.satriana@gmail.com, ainulmardiahdjalil@gmail.com

Abstract

Background of this research is to explore a description of the relationship between social support from a special person, family and friends with perpetrators and victims of violent behavior in courtship in adolescents. Social Support using Multidimential Scale of Perceived Social Support (Zimet, 1998) and Violence In Courts (KDP) use the Conflict Adolescent Dating Relationship Inventory (Wolfe, 2001). Participants in this study were 400 adolescents aged 15-18 years, consisting of 305 girls (76.3%) and 95 boys (23.8%). From the Spearman-correlation test results obtained, First, the relationship between the support of a friend is positively correlated with the conflict resolution (r = 0.123) on the KDP actor. Secondly, in KDP victims there was found a relationship between support of a special person to be positively correlated with conflict resolution (r = 0.240), and negatively correlated with physical violence (r = -0.151) and relational aggression (r = -0.194). Third, the KDP victims found a positive correlation between family support and conflict resolution (r = 0.254), and negatively correlated with physical violence (r = -0.185) and relational aggression (r = -0.194). Fourth, in KDP victims found the relationship between the support of friends negatively correlated with physical violence (r = -0.106). Conclusion, limitation and suggestions are discussed further.

Keywords: Social Support, Violence in Courtship, Youth Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran mengenai hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial, keluarga dan teman dengan pelaku dan korban perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja. Dukungan Sosial menggunakan alat ukur Multidimential Scale of Perceived Social Support (Zimet, 1998) dan Perilaku Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) menggunakan alat ukur Conflict Adolescent Dating Relationship Inventory (Wolfe, 2001). Partisipan dalam penelitian ini adalah 400 remaja yang berusia 15-18 tahun, yang terdiri dari 305 remaja perempuan (76.3%) dan 95 remaja laki-laki (23,8%). Dari hasil uji korelasi- Spearman didapatkan, Pertama, hubungan antara dukungan teman berkorelasi positif dengan resolusi konflik (r= 0.123) pada pelaku KDP. Kedua, pada korban KDP ditemukan hubungan antara dukungan orang yang spesial berkorelasi positif dengan resolusi konflik (r= 0.240), dan berkorelasi negatif dengan kekerasan fisik (r= -0.151) dan agresi relasional (r= -0.194). Ketiga, pada korban KDP ditemukan hubungan antara dukungan keluarga berkorelasi positif dengan resolusi konflik (r= 0.254), dan berkorelasi negatif dengan kekerasan fisik (r= -0.185) dan agresi relasional (r= -0.194). Keempat, pada korban KDP ditemukan hubungan antara dukungan teman berkorelasi negatif dengan kekerasan fisik (r= -0.106). Kesimpulan, limitasi dan saran didiskusikan lebih lanjut.

(2)

82 Pendahuluan

Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak penelitian yang mencoba memahami fenomena ini (Milletich et. al, 2010; O’Keefe, 2005; Capaldi et. al, 2003). Dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk seseorang untuk menjadi pelaku ataupun korban dalam kekerasan dalam pacaran (Leadbeater et. al, 2008; Tyler et. al, 2011) Dilihat dari data Dinas Sosial pada korban tindak kekerasan tahun 2013 di wilayah DKI Jakarta yang berjumlah 63 orang pada laki-laki dan perempuan (http://dinsos.jakarta.go.id/?page=filterpmks).

Kekerasan dalam pacaran adalah tindakan emosional, psikologis, fisik, dan seksual yang kasar. Perilaku kasar ini dapat digunakan, dengan atau tanpa niat atau pemahaman dalam hubungan pacaran yang melibatkan setidaknya satu remaja (Payne, Ward, Miller, & Vasquez, 2013). Kekerasan dalam pacaran ada berbagai jenis: fisik, emosional, verbal, psikologis, dll. Kekerasan dalam pacaran yang serius tidak diragukan lagi akan tetap menjadi masalah utama tidak hanya bagi remaja tapi pendidik, orang tua dan juga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kekerasan dan konflik keluarga, gaya pengasuhan yang otoriter, hubungan orangtua-anak, pemantauan orangtua dan kekerasan saudara kandung didalam keluarga, dan norma-norma teman sebaya dan keterlibatan teman sebaya pada kejahatan perilaku dalam kelompok teman sebaya (Stewart, 2010).

Dukungan orangtua umumnya didefinisikan sebagai perlakuan yang membuat seorang individu percaya bahwa ia dilindungi, dicintai, dihargai dan bernilai yang dapat mempengaruhi pemikiran dan keyakinan remaja tentang hubungan pacaran (Richards, Branch, & Ray, 2014). Pada penelitian Wall (2009) menjelaskan bahwa kedeketan orangtua khususnya ibu memiliki pengaruh yang sangat penting pada perkembangan harga diri anak remajanya sebagai pembentukan dasar seorang anak dan hal ini mempengaruhi pandangan-pandangan tentang hubungan kekerasan. Pemantauan orangtua muncul sebagai faktor pelindung untuk mengurangi korban dan agresi relasional kekerasan dalam pacaran.

Namun dalam penelitian (Richards, Branch, & Ray, 2014), membuktikan bahwa dukungan teman sebaya berhubungan erat dan berpengaruh lebih besar untuk

(3)

83

menurunkan tingkat kekerasan dalam pacaran pada remaja dibandingkan dengan dukungan dari orangtua. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh secara berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Tetapi dibandingkan anak laki-laki, anak perempuan secara signifikan lebih mungkin untuk mendapatkan dukungan sosial. Remaja laki-laki dan perempuan dihubungkan memiliki harapan yang berbeda tentang komitmen, kesetiaan dan pemahaman dari teman-teman. Orang tua tetap memeiliki pengaruh pada anak selama masa remaja, namun pengaruh teman lebih dominan dibandingkan orang tua, hal ini dikarena anak lebih menghargai nilai-nilai persahabatan. Penelitian Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) menjelaskan remaja mungkin belajar tentang hubungan yang romantis dengan mengamati dan merefleksi atas perilaku orang lain.

Dan dari paparan di atas ditemukan bahwa dukungan dari keluarga dan teman berpengaruh dan berkorelasi terhadap kecenderungan seseorang untuk melakukan atau menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian yang menunjukkan bagaimana hubungan orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengeksplor lebih jauh tentang dukungan dari orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran baik itu dari sisi korban maupun pelaku.

KAJIAN PUSTAKA

a. Kekerasan

Krug, Dahlberg, Mercy, Zwi, dan Lozano (2002) menjelaskan kekerasan yaitu kesengajaan menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, mengancam, terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok atau masyarakat, yang memiliki kemungkinan tinggi mengakibatkan cedera, kematian, gangguan psikologis, dll. Tipologi kekerasan yang digunakan dalam laporan dunia membagi kekerasan dalam tiga kategori, yaitu kekerasan diri sendiri, kekerasan kolektif, dan kekerasan interpersonal.

(4)

84 b. Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Payne, Ward, Miller, dan Vasquez (2013) kekerasan dalam pacaran adalah tindakan emosional, psikologis, fisik, dan seksual yang kasar. Perilaku kasar ini dapat digunakan, dengan atau tanpa niat atau pemahaman dalam hubungan pacaran yang melibatkan setidaknya satu remaja. Tindakan bela diri tidak termasuk dalam definisi ini. Kekerasan dalam pacaran dapat terjadi sebagai salah satu pola perilaku yang terjadi selama dalam hubungan. Kekerasan dalam pacaran dapat terjadi sedini mungkin dalam awal hubungan.

Dalam penelitian Wolfe et. al. (2001), ia membuat struktur model yang cocok untuk semua kelas dan kedua jenis kelamin, yaitu perilaku mengancam, pelecehan dalam hubungan, pelecehan emosional dan verbal, dan kekerasan fisik sebagai perwakilan yang mendasari dari faktor perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja. Karena remaja menggambarkan pacaran dalam berbagai macam cara, mulai dari 'nongkrong' untuk 'memiliki hubungan', dan hal ini penting untuk membangun definisi yang jelas pada remaja dalam berpacaran. Kita mendefinisikan pacaran remaja sebagai hubungan apapun yang melibatkan setidaknya satu remaja berusia 19, terlepas dari lamanya hubungan atau tingkat keintiman terlibat.

c. Jenis-Jenis Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Payne, Ward, Miller, dan Vasquez (2013), kekerasan dalam pacaran terbagi dalam tiga jenis yaitu pelecehan emosional atau psikologis yang juga termasuk perilaku verbal dan atau nonverbal seperti ejekan, penghinaan, ancaman, tuduhan, kritik, keluhan, penghinaan, mengancam untuk meninggalkan atau melukai diri sendiri, dan menguntit. Penggunaan media sosial untuk memeriksa, mempermalukan atau memisahkan seseorang dari teman atau keluarga juga termasuk dalam pelecehan emosional dan psikologis. Jenis agresi ini dapat mencakup perilaku antara dua pasangan atau mungkin melibatkan pihak ketiga (misalnya, menyebarkan rumor). Jenis kekerasan dalam pacaran selanjutnya yaitu kekerasan fisik termasuk mencubit, memukul, mendorong, menendang, mendorong, meninju, menampar, dll. Dan penyalahgunaan/kekerasan seksual seperti percobaan atau memaksa aktivitas seksual

(5)

85

ketika pasangan tidak ingin atau tidak mampu melakukan sehingga terjadi kontak seksual yang kasar dan pelecehan seksual.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan Dalam Pacaran

Murray (2001) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam pacaran ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja, yaitu penerimaan teman sebaya, harapan peran gender, kurangnya pengalaman secara umum, jarang berhubungan dengan pihak yang lebih tua, sedikit akses ke layanan masyarakat, legalitas, dan penggunaan obat-obatan.

e. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

Kekerasan dalam pacaran pada remaja memiliki dampak negatif dalam berbagai aspek yaitu fisik, psikologis, dan relasional. Konsekuensi berkisar dari dampak yang kecil sampai yang parah dan dapat dicegah dengan berusaha untuk menghentikan kekerasan dalam pacaran.

1. Dampak psikologis termasuk peningkatan kemarahan, harga diri yang rendah, kecemasan, sering ada keluhan dalam tubuh (misalnya, sakit kepala), insomnia, depresi, gangguan kecemasan, posttraumatic stress disorder, gangguan makan, dan peningkatan risiko ketergantungan atau penyalahgunaan zat dan obat-obatan. Pelaku dan korban berada pada risiko dalam upaya peningkatan pikiran bunuh diri. Anak laki-laki dan perempuan mungkin mengalami efek psikologis. Namun, anak-anak perempuan lebih mungkin untuk menderita trauma emosional lebih parah dari laki-laki dalam hubungan pacaran.

2. Dampak pada hubungan korban dapat dilihat di berbagai konteks. Pelaku mungkin membuat kesulitan pada korban untuk berinteraksi dengan teman atau keluarga. Korban mungkin berhenti berbicara atau merahasiakan kepada orang terdekat mereka. Kekerasan dalam pacaran selama masa remaja bahkan dapat memprediksi kekerasan dalam pernikahan kemudian.

3. Dampak pada pelaku juga memiliki hubungan yang luas. Pelaku mungkin menjadi semakin gelisah terhadap orang tua, saudara, dan teman-teman. Remaja ini mungkin tiba-tiba memiliki ledakan kemarahan dan mungkin resor untuk

(6)

86

menyalahkan orang lain untuk perasaan atau tindakan yang menyebabkan gangguan dalam hubungan mereka

4. Dampak fisik tergantung pada jenis kekerasan yang dilakukan. Luka-luka yang disebabkan oleh kekerasan fisik dapat berkisar dari memar ringan hingga kematian. Dalam kasus kekerasan seksual dapat menyebabkan infeksi penyakit seksual menular dan kehamilan.

f. Dukungan Sosial

Menurut Ogden (2007) dukungan sosial didefinisikan dalam beberapa cara, pertama kali didefinisikan dengan jumlah teman yang individu miliki. Namun, definisi tersebut dikembangkan bahwa dukungan sosial bukan hanya dari seberapa individu memiliki jumlah teman tetapi juga kepuasan individu dengan dukungan pertemanan.

Dukungan dapat berasal dari berbagai sumber, seperti seseorang pasangan atau kekasih, keluarga, teman, dokter, atau organisasi masyarakat. Orang dengan dukungan sosial percaya mereka dicintai, dihargai, dan bagian dari jaringan sosial, seperti sebuah keluarga atau komunitas organisasi, yang dapat membantu pada saat dibutuhkan. Jadi, dukungan sosial mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain, atau menerima dukungan. Tetapi ia juga merujuk kepada rasa atau persepsi bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan tersedia jika diperlukan

g. Klasifikasi Dukungan Sosial

Menurut Cohen mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 5 kategori yaitu : emotional support, esteem support, tangible or instrumental support, informational support, dan network support.

Kategori pertama yaitu emotional support, yang meliputi ekspresi empati, peduli dan perhatian terhadap orang lain. Ketegori kedua yaitu esteem support, bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu

(7)

87

lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

Kategori ketiga yaitu tangible or instrumental support, bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

Kategori keempat yaitu informational support, bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

Kategori kelima yaitu network support, bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu akan memiliki perasaan senasib (Sarafino & Smith, 2002).

h. Aspek-aspek Dukungan Sosial

Sarason et al. (1983) menyebutkan ada dua aspek yang terlibat dalam pengukuran dukungan sosial ini, yaitu: pertama, persepsi bahwa ada sejumlah orang yang cukup yang dapat diandalkan individu saat membutuhkan. Aspek ini terkait dengan kuantitas dukungan yang diterima individu, dan kedua adalah derajat kepuasan terhadap dukungan yang didapatkan. Derajat kepuasan berhubungan dengan kualitas dukungan yang dirasakan oleh individu.

i. Jenis-jenis Dukungan Sosial

Berikut ini peneliti akan menjabarkan secara rinci mengenai jenis-jenis dukungan sosial, yaitu keluarga, teman sebaya, dan seseorang yang spesial (significant other).

(8)

88

Keluarga adalah aparat dasar dari masayarakat. Perkembangan anak, proses sosialisasi, introjeksi nilai-nilai masyarakat dan pembentukan superego dilakukan dalam keluarga (Sarwono, 2005)

b. Teman Sebaya

Teman sebaya atau persahabatan meruoakan hubungan antarindividu yang ditandai dengan keakraban, saling percaya, menerima satu dengan yang lain, mau berbagi perasaan, pemikiran dan oengalaman, serta kadang-kadang melakukan aktivitas bersama (Dariyo, 2004)

c. Seseorang yang spesial (Significant Other)

Dalam penelitian ini significant other dapat diartikan sebagai siapa saja yang dianggap berperan penting dalam kehidupan seseorang. Zimet dan Canty-Mitchell (2002) menyatakan bahwa dimensi orang yang spesial (significant other) relevan pada subjek remaja yang pada tahap perkembangan tersebut memang sedang tertarik dengan lawan jenisnya dan mereka juga banyak dipengaruhi oleh orang dewasa tidak termasuk keluarganya.

j. Remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget (Ali & Asrori, 2004) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi berintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir, akan mengemukakan banyak faktor yang masing-masing perlu mendapat tinjauan tersendiri (Monks, Konoeks, & Haditono, 2001).

(9)

89

k. Dinamika Hubungan Keluarga, Teman Sebaya, dan Seseorang yang Spesial terhadap Perilaku Kekerasan dalam Pacaran

Remaja belajar tentang hubungan yang romantis dengan mengamati dan merefleksi atas perilaku orang lain. Mengamati dan merefleksi perilaku bisa dengan mencontoh dari keluarga, teman sebaya maupun orang yang dianggap spesial oleh setiap individu (Leadbeater, Banister, Ellis, & Yeung, 2008).

Penelitian yang dilakukan Richards, Branch, & Ray. 2014) menjelaskan dukungan orangtua umumnya didefinisikan sebagai perlakuan yang membuat seorang individu percaya bahwa ia dilindungi, dicintai, dihargai dan bernilai yang mempengaruhi pemikiran dan keyakinan remaja tentang hubungan kekerasan. Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) juga melaporkan pemantauan orangtua muncul sebagai faktor pelindung mengurangi korban dan agresi relasional kekerasan dalam pacaran. Penelitian Richards, Branch, dan Ray (2014) telah menjelaskan bahwa ada perbedaan kualitatif dalam peran pelindung dukungan sosial dari teman-teman dan dukungan sosial dari keluarga.

Metode Penelitian

a. Alat ukur Perilaku Kekerasan dalam Pacaran

Alat ukur perilaku kekerasan dalam pacaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI; Wolfe, et. al., 2001): CADRI perilaku pelaku dan korban (lihat tabel 1). Skala ini memiliki 6 faktor (kekerasan fisik, pelecehan seksual, relasional agresi, perilaku mengacam, pelecehan emosional, dan resolusi konflik) untuk menilai korban kekerasan pacaran dan pelaku kekerasan pacaran dalam hubungan kencan/pacaran. Masing-masing item dalam skala dihitung relatif terhadap perilaku responden sendiri (misalnya, pelaku) dan perilaku pasangan mereka (misalnya, korban) pada empat pilihan jawaban (0 = tidak pernah, 1 = jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = sering).

Wolfe dan rekannya melaporkan nilai-nilai alpha mulai dari .83 hingga .87 selama pengembangan awal dan validasi CADRI. CADRI telah digunakan dalam banyak studi terbaru kekerasan pacaran pada remaja (Kinsfogel & Grych, 2004; Schiff&

(10)

90

Zeira, 2005; Teitelman et al., 2008). Koefisien Cronbach untuk CADRI dalam penelitian ini adalah .96

b. Alat ukur Dukungan Sosial

Alat ukur dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Multidimentional Scale Of Perceived Social Support memiliki 12 item yang mengukur sumber aspeknya yaitu keluarga, teman-teman, dan orang yang spesial (lihat tabel 2). Beberapa dari aspeknya meliputi 4 item pada masing-masingnya yang menggunakan tujuh pilihan jawaban yang meliputi, Sangat Sangat Sangat Tidak Setuju (SSTS) dengan skor 1, Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 2, Agak Tidak Setuju (ATS) dengan skor 3, Netral (N) dengan skor 4, Agak Setuju (AS) dengan skor 5, Sangat Setuju (SS) denga skor 6, dan Sangat Sangat Setuju (SSS) dengan skor 7. Hubungan antara pembagian skala seperti faktor orang yang spesial dan teman-teman menemukan korelasi r = .63. subskala keluarga bagaimanapun tergantung dari kedua subskala yang lain, dengan korelasi .24 dan .34 dengan orang yang spesial dan teman-teman secara masing-masing. Koefisien α Cronbach mengukur reliabilitas internal yang didapatkan untuk skala sebaik masing-masing skala. Untuk orang yang spesial, subskala keluarga dan teman-teman memiliki nilai .91, .87, .85 secara masing-masing. Total reliabilitas seluruh skala yaitu .88.

c. Populasi

Populasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk DKI Jakarta. Menurut data statistik populasi peduduk DKI Jakarta pada tahun 2014 berjumlah 9,136.800 jiwa. Dan penduduk laki-laki dan perempuan yang berusia 15-18 tahun berjumlah 671.600 jiwa (http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/)

d. Sampel

Dalam penelitian ini meggunakan non-probability sampling dengan teknik snowball sampling yang pengambilan anggota sampel yang mula-mula kecil, kemudian

(11)

91

meminta teman-teman-temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin besar (Sugiyono, 1999). Dari jumlah populasi penduduk DKI Jakarta pada tahun 2014, akan diambil sampel responden yang berjenis kelamin pria dan wanita berusia 15-18 tahun yang berjumlah 671.600 jiwa dengan tingkat kepercayaan 99% dengan 0.081 hasil sampelnya adalah 54.400 jiwa.

Namun karena keterbatasan dana dan waktu, sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 400 sampel/responden. Semua sampel/responden akan mengisi kuisioner dengan cara kuisioner online dan real.

Hasil Dan Pembahasan

a. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Diketahui bahwa mayoritas partisipan dalam penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 76,3%. Jika dilihat bedasarkan usianya, rentang usia partisipan dalam penelitian ini antara 15-18 tahun. Mayoritas partisipan berusia 18 tahun sebanyak 41,5% dan 17 tahun sebanyak 30% (lihat tabel 3). Partisipan dalam penelitian ini lebih banyak memilih jenis pacaran pergi dengan kelompok laki-laki/perempuan sebanyak 46% atau 184 partisipan, sedangkan yang memilih jenis pacaran paling sedikit adalah bertunangan, yaitu sebanyak 2% atau 8 partisipan (lihat tabel 4).

Partisipan dalam penelitian ini usia mulai memiliki pacar paling banyak yaitu pada umur 15 tahun sebanyak 22% atau 88 orang dan paling sedikit yaitu pada umur 7 tahun sebanyak 0.3% atau 1 orang (lihat tabel 5).

Responden perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku paling banyak adalah pada resolusi konflik yaitu 134 orang atau 33.5%. Menimbulkan masalah yaitu 20 orang atau 5%, kekerasan fisik yaitu 12 orang atau 3%, dan paling sedikit agresi relasional yaitu 4 orang atau 1%. Sedangkan pada perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban paling banyak adalah resolusi konflik yaitu 219 orang atau 54.8%. Ketidakpercayaan yaitu 37 orang atau 9.3%, kekerasan seksual yaitu 12 orang 3%, agresi relasional yaitu 12 orang atau 3% dan yang paling sedikit adalah kekerasan fisik yaitu sebanyak 10 orang atau 2.5%.

(12)

92 b. Uji Normalitas

Bedasarkan hasil perhitungan uji normalitas dengan program statical packages for social science (SPSS), dengan teknik One-Sampel Kolmogrov-Smirnov Test, diketahui bahwa data tidak terdistribusi secara normal dengan hasil signifikan < 0,05 Oleh karena itu peneliti menggunakan non-parametik untuk melakukan hipotesa.

c. Faktor Analisis

1) CADRI (Conflict Adolescent Dating Relationship Inventory)

Faktor analisa 70 item CADRI (35 item pelaku, 35 item korban) dengan menggunakan PCA rotasi Oblimin. Tiga kriteria digunakan dalam menentukan item analisa: pertama, 0,30 faktor loading, tidak ada item yang cross loading, Eigenvalue di atas atau sama dengan 1. 4 faktor dari item pelaku menghasilkan 40.3% dari varians dan memiliki sebuah eigenvalue dari 14.107 (Lihat table 6). 5 faktor dihasilkan dari item korban menghasilkan 49.8% dari varians dan memiliki sebuah eigenvalue dari 17.412 (Lihat table 7). Internal konsistensi dari total sampel CADRI dengan ini mencapai tinggi ( α= .883 ). Hasil akhir didapatkan untuk kategori pelaku adalah 16 item, yaitu dari faktor kekerasan fisik, resolusi konflik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah. Kategori korban adalah 19 item, yaitu kekerasan fisik, resolusi konflik, ketidakpercayaan, kekerasan seksual, dan agresi relasional.

2) MSPSS

Faktor analisa 12 item MSPSS (4 item dukungan orang yang spesial, 4 item dukungan keluarga, dan 4 item dukungan teman) dengan menggunakan PCA rotasi Oblimin. Tiga kriteria digunakan dalam menentukan item analisa: pertama, 0,30 faktor loading, tidak ada item yang cross loading, Eigenvalue di atas atau sama dengan 1. Tiga faktor struktur menghasilkan 71 % dari varians dan memiliki sebuah eigenvalue dari 8.69 (Lihat table 8). Internal konsistensi dari total sampel MSPSS dengan ini mencapai tinggi ( α= .912 ). Hasil akhir didapatkan 12 item, faktor yang dihasilkan sama dengan alat ukur asli, sehingga penamaan faktor menggunakan nama yang sama dengan alat ukur yang asli.

(13)

93

d. Uji Korelasi antara Dukungan Sosial dengan Perilaku Kekerasan dalam Pacaran Bedasarkan hasil uji korelasi menggunakan Spearman didapat:

1) Hipotesis 1: Ditolak, tidak ada hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku. Dengan hasil kekerasan fisik (r= 0.001), resolusi konflik (r= 0.064), agresi relasional (r= -0.051), dan menimbulkan masalah (r= -0.003).

2) Hipotesis 2: Ditolak, tidak ada hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaranpada kategori pelaku. Dengan hasil kekerasan fisik (r= -0.096), resolusi konflik (r= 0.075), agresi relasional (r= -0.091), dan menimbulkan masalah (r=-0.010).

3) Hipotesis 3: Diterima, ada hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku. Dengan hasil positif pada resolusi konflik (r= 0.123), kecuali kekerasan fisik (r= -0.052), agresi relasional (r= 0.013), dan menimbulkan masalah (r=- 0.068).

4) Hipotesis 4: Diterima, ada hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban. Dengan hasil positif pada resolusi konflik (r= 0.240), dan hasil negatif pada kekerasan fisik (r= -0.151) dan agresi relasioanal (r= -0.194), kecuali ketidakpercayaan (r= -0.027) dan kekerasan seksual (r= -0.044).

5) Hipotesis 5: Diterima, ada hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban. Dengan hasil positif pada resolusi konflik (r= 0.254), dan hasil negatif pada kekerasan fisik (r= -0.185) dan agresi relasioanal (r= -0.194), kecuali ketidakpercayaan (r= -0.058) dan kekerasan seksual (r= -0.032).

6) Hipotesis 5: Diterima, ada hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban. Dengan hasil negatif pada kekerasan fisik (r= -0.106), kecuali resolusi konflik (r= 0.052), ketidakpercayaan (r= 0.050), kekerasan seksual (r= 0.045), dan agresi relasional (r= -0.042) (lihat tabel 10)

(14)

94

e. Uji Beda Jenis Kelamin Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran

Uji beda jenis kelamin terhadap perilaku kekerasan dalam pacaran menunnjukkan nilai sig > 0.05, yaitu 0.371 sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan terhadap kekerasan dalam pacaran (lihat tabel 11)

f. Pembahasan

1. Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku (kekerasan fisik, resolusi konflik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah)

2. Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku (kekerasan fisik, resolusi konflik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah)

3. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori pelaku yaitu resolusi konflik, kecuali kekerasan fisik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah. Menurut Furman, Simon, Shaffer dan Bouchey (2002), persahabatan yang dekat dapat memberikan pengaruh yang unik dengan menumbuhkan keterampilan sosial dalam hubungan kencan/pacaran dan memberikan informasi dan nasihat tentang perilaku dan norma dalam berpacaran. 4. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan

perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban yaitu kekerasan fisik, resolusi konflik, dan agresi relasional, kecuali ketidakpercayaan dan kekerasan seksual.

5. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban yaitu kekerasan fisik, resolusi konflik, dan agresi relasional, kecuali ketidakpercayaan dan kekerasan seksual. Dalam penelitian Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) menjelaskan bahwa anak-anak yang memiliki dengan hubungan orangtua yang kacau atau tidak

(15)

95

percaya atau memiliki orang tua manipulatif, mereka melihat hubungan sebagai sumber kekecewaan dan mereka memiliki pandangan negatif tentang peran mereka dalam hubungan, membuat mereka mudah untuk menjadi target pada korban pacaran secara terang-terangan dan relational. Selain itu, remaja mungkin dominan mencontoh orangtua dan mengendalikan perilakunya karena mereka muncul normatif dan efektif untuk menyelesaikan konflik dalam hubungan romantik.

Penelitian Richards, Branch, dan Ray (2014) juga menunjukkan bahwa dukungan sosial dari orangtua maupun teman secara signifikan berkaitan dengan korban kekerasan fisik dalam pacaran untuk remaja. Kinsfogel dan Grych (2004) juga menjelaskan anak laki-laki dan perempuan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi interparental konflik dilaporkan memiliki pertemanan yang lebih cenderung agresif secara verbal dan fisik dengan pasangan mereka daripada remaja yang tidak mengalami konflik di rumahnya. Ini bisa mencerminkan bahwa pertemanan tertentu yang lebih menerima agresi di hubungan pacaran mengakibatkan anggota kelompok sebaya yang terlibat dalam agresi lebih dalam pada hubungan pacaran. Dengan begitu berarti semakin tinggi dukungan orang yang spesial, dukungan keluarga, dan dukungan teman semakin rendah kekerasan fisik yang dilakukan dalam pacaran dalam kategori korban.

Penelitian Nelson dan Crick (2002) menjelaskan perilaku orangtua dengan kontrol psikologi yang tinggi dan over protektif menyebabkan anak cenderung menjadi korban dan melakukan agresi relasional. Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa responden yang melaporkan tingkat pengendalian psikologis ibu yang lebih tinggi dan pemantauan yang lebih rendah cenderung menggunakan agresi relasional dalam hubungan pacaran mereka. Hal ini dikarenakan anak mencontoh perilaku orang tua yang menggunakan kontrol psikologis yang biasanya juga melakukan manipulasi sebagai sarana untuk mengontrol hubungan dekat (close relationship).

Penelitian Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) menunjukkan bahwa pemantauan adalah faktor pelindung untuk mencegah anak melakukan agresi

(16)

96

dalam berpacaran. Perlunya tarik-ulur kekuatan antara orang tua dan anak remaja sangat penting sebagai pencegahan terjadinya agresi relasional. Menghargai hak dan persamaan dalam pengambilan keputusan dan menghargai kebersamaan dan kemandirian dalam hubungan orang tua dan anak remaja dapat memberikan penjelasan kepada anak bagaimana hubungan pacaran yang sehat.

6. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada kategori korban yaitu kekerasan fisik, kecuali resolusi konflik, ketidakpercayaan, kekerasan seksual, dan agresi relasional. Penelitian (Brendgen, Vitaro, Doyle, Markiewicz, & Bukowski, 2002) menjelaskan anak-anak yang memiliki sejarah bermasalah sesama rekan interaksi cenderung untuk mentransfer pola-pola maladaptive mereka pada hubungan pacaran. Sebagai contoh, teman-teman yang menyetujui atau terlibat dalam agresif dan kekerasan hubungan pacaran lebih mungkin untuk mengikutinya daripada rekan-rekan yang menolak agresif perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja.

Pada beberapa studi penelitian dalam kekerasan interpersonal yang dilakukan pada remaja akhir dan remaja awal telah melaporkan tidak ada perbedaan gender atau tingkat yang sedikit lebih tinggi kekerasan interpersonal yang dilakukan oleh perempuan (Windle & Mrug, 2008).

Kesimpulan

Penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya yang ditemukan bahwa dukungan dari keluarga dan teman berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang untuk melakukan atau menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Sejauh yang peneliti sebelumnya ketahui, belum ada penelitian yang menunjukkan bagaimana hubungan orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran. Oleh sebab itu, peneliti mengeksplor lebih jauh tentang dukungan dari orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran baik itu dari sisi korban dan pelaku.

Setelah dilakukan penelitian, peneliti mendapatkan hasil bahwa pertama, tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan pelaku

(17)

97

kekerasan dalam pacaran (kekerasan fisik, resolusi konflik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah). Kedua, tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan pelaku kekerasan dalam pacaran (kekerasan fisik, resolusi konflik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah). Ketiga, terdapat hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan pelaku kekerasan dalam pacaran yaitu resolusi konflik, kecuali kekerasan fisik, agresi relasional, dan menimbulkan masalah. Keempat, terdapat hubungan antara dukungan sosial dari orang yang spesial dengan korban kekerasan dalam pacaran yaitu kekerasan fisik, resolusi konflik, dan agresi relasional, kecuali ketidakpercayaan dan kekerasan seksual. Kelima, terdapat hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan korban kekerasan dalam pacaran yaitu kekerasan fisik, resolusi konflik, dan agresi relasional, kecuali ketidakpercayaan dan kekerasan seksual.. Keenam, terdapat hubungan antara dukungan sosial dari teman dengan korban kekerasan dalam pacaran yaitu kekerasan fisik, kecuali resolusi konflik, ketidakpercayaan, kekerasan seksual, dan agresi relasional.

Dijelaskan dalam penelitian O'Keefe (2005) ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan dan menjadi korban kekerasan dalam pacaran, yaitu faktor karakteristik demografi, faktor pengalaman sebelumnya atau pernah melihat tindak kekerasan, faktor sikap penerimaan terhadap kekerasan, faktor teman sebaya, faktor kepribadian dan interpersonal, faktor masalah perilaku lainnya seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan, dan faktor hubungan seperti konflik dan kepuasan hubungan. Sehingga dukungan sosial bukan menjadi faktor atau penyebab utama remaja melakukan atau menjadi koban kekerasan dalam pacaran. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil distribusi frekuensi jawaban responden pada pernyataan kekerasan dalam pacaran dari pelaku maupun korban, responden paling banyak menjawab tidak pernah mengalami atau menjadi korban kekerasan dalam pacaran sehingga tidak menguatkan hubungan dengan dukungan sosial dari keluarga, teman, maupun orang yang spesial.

(18)

98 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan mengambil sampel dari remaja yang berusia 15-18 tahun dan pengambilan sampel menggunakan non-probability sampling dengan teknik snowball sampling atau sistem bola salju sehingga responden mengisi kuesioner dengan tidak serius karena tidak diberikan pengarahan langsung oleh peneliti.

Saran

Bedasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu sebagai berikut:

1. Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya meminta responden untuk mengidentifikasi siapa Significant Other atau Orang yang Spesial.

2. Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk menyebarkan sendiri kuesionernya atau dengan memberikan briefing terlebih dahulu kepada orang yang akan membantu proses pengambilan data.

3. Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif agar hasil yang diperoleh lebih maksimal dan mendapatkan hasil yang diinginkan.

4. Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya teknik penggunaan sampel menggunakan non-probability sehingga bentuk penelitian dapat digeneralisasikan lebih jelas.

Daftar Pustaka

Ali, M. & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.

Brendgen, M., Vitaro, F., Doyle, A.B., Markiewicz, D., & Bukowski, W.M. (2002). Same-sex peer relations and romantic relationships during early adolescence: Interactive links to emotional, behavioral, and academic adjustment. Merrill-Palmer Quarterly, 48, 77–103.

Canty, M. J. & Zimet, G.D. (2000). Psychometric Properties of The Multidimensional Scale Of Perceived Social Support In Urban Adolescents. American Journal of Community Psychology. 28, 391-400.

(19)

99

Capaldi, D. M., Shortt, J. W. & Crosby, L. (2003). Physical and Psychological Aggression in At-Risk Young Couples: Stability and Change in Young Adulthood. Merrill- Palmer Quartrrly, Vol. 49, No. 1.

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Davis, A. (2008). Interpersonal and Physical Dating Violence among Teens. Views from the National Council on Crime and Delinquency.

Furman, W., Simon, V.A., Shaffer, L., & Bouchey, H.A. (2002). Adolescents' Working Models and Styles for Relationships with Parents, Friends, and Romantic Partners. Child Development, Vol. 73, No. 1.

Kinsfogel, K. M. & Grych, J. H.. (2004). Interparental Conflict and Adolescent Dating Relationships: Integrating Cognitive, Emotional, and Peer Influences. Journal of Family Psychology Vol. 18, No. 3, 505–515.

Krug, E.G., Dahlberg, L.L., Mercy, J.A., Zwi, A.B., & Lozano, R. (2002). World Report on Violence and Health. Geneva, World Health Organization. New York: Switzerland. Kumar, R. (2005). Research Methodology (2nd ed.). New Delhi: SAGE Publications Inc. Lamm, T. N. (2010). Examining Dating Violence in Adolescent Relationships and

Prevention Program Options for Educators.. American Psychological Association, 6th edition pp. 42.

Leadbeater, B.J., Banister, E.M., Ellis, W.E., & Yeung, R. (2008). Victimization and Relational Aggression in Adolescent Romantic Relationships: The Influence of Parental and Peer Behaviors, and Individual Adjustment. Journal Youth Adolescence 37:359–372 DOI 10.1007/s10964-007-9269-0.

Milletich, R.J., Kelley, M.L., Doane, A.N., & Pearson, M.R. (2010). Exposure to Interparental Violence and Childhood Physical and Emotional Abuse as Related to Physical Aggression in Undergraduate Dating Relationships. Journal of Family. Vol 25:627–637 DOI 10.1007/s10896-010-9319-3.

Monks, F.J., Konoeks, A.M.P., & Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Murray, J. (2001). But I Love Him; Protecting Your Teen Daughter from Controlling, Abusive

Dating Relationships. HarperCollins E-books.

Nelson, D. A. & Crick, N. R.. (2002). Parental Psychological Control: Implications For Childhood Physical And Relational Aggression. Child Psychology Training Grant Fellowship.

Nurrakhmi, M, & Astuti, Y. D. (2008). Hubungan Antara Kepribadian Ekstrovert Dengan Kecenderungan Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

O’Keefe, M. 2005. Teen Dating Violence: A Review of Risk Factors and Prevention Efforts. A Project of National Resource Center on Domestic Violence. Pennsylvania: Coalition Againts Domestic Violence. From: http://www.vawnet.org.16/03/08 Ogden, J. (2007). Health psychology: A textbook.4th Ed. New York: McGraw-Hill.

Payne, K.L., Ward, T., Miller, A., & Vasquez, K.. (2013). Teen Dating Violence: A Resource and Prevention Toolkit. Alverno College Research Center for Women and Girls. Richards, T. N., Branch, K. A., & Ray, K. (2014). The Impact of Parental and Peer Social

(20)

100

Adolescents: A Longitudinal Study. Violence and Victims. Volume 29, Number 2, 2014.

Sarafino, E. P. & Smith, T. W. (2010). Health Psychology Biopsychosocial Interactions. 7th Ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2002). Health Psychology Biopsychosocial Interaction.4th Ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sarason, I. G. (1983). Assessing social support: The social support questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 44 (1),127-139.

Sarwono, S. W. (2005). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Stewart, B. T. (2010). The Moderating Effect Of Perceived Positive Peer Norms On The

Relationship Between Age, Gender, Acceptance Of Violence, And Perpetration Of Teen Relationship Violence. A Thesis Presented To The Faculty Of San Diego State University.

Sugiyono. (1999). Statitiska untuk Penelitian. Bandung: CV. ALFABETA.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: CV. ALFABETA

Tyler, K. A., Brownridge, D. A. & Melander, L. A.. (2011). The Effect of Poor Parenting on Male and Female Dating Violence Perpetration and Victimization. Violence and Victims, Volume 26, No. 2.

Wall, A. (2009). Relationship Violence: Risk Factors for Adolescents. Journal of Undergraduate Research at Minnesota State University, Mankato.

Windle, M. & Mrug, S. (2008). Cross-gender Violence Perpetration and Victimization Among Early Adolescents and Associations with Attitudes Toward Dating Conflict. Journal Youth Adolescence 38:429–439 DOI 10.1007/s10964-008-9328-1. Wolfe, D. A., Wekerle, C., Scott, K., Straatman, A.,Grasley, C., & Reitzel-Jaffe, D. (2001).

Development and Validation of the Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory. Psychological Assessment, Vol. 13, No. 2, 277-293.

Wolfe, D. A., Wekerle, C., Scott, K., Straatman, A.,Grasley, C., & Reitzel-Jaffe, D. (2003). Dating violence prevention with at-risk youth: A controlled out come evaluation. Journal of Consulting & Clinical Psychology, 71(2), 279-291.

Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G. & Farley, G.K. (1988). “The Multidimensional Scale of Perceived Social Support”. Journal of Personality Assessment, 52, 30-41. Population Projection Dki Jakarta by Age Group and Sex

Year 2014-2019. (2014). Proyeksi Penduduk 2000-2025. Diperoleh dari http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/

REKAPITULASI PENDATAAN PMKS TAHUN 2013. (2014). Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Diperoleh dari http://dinsos.jakarta.go.id/?page=filterpmks

Referensi

Dokumen terkait

Mencermati beberapa peristiwa dalam penggalan tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa tema dalam Lontar Tutur Candrabhérawa adalah proses pencarian jati diri sebagai sebuah

Selanjutnya perilaku yaitu tidak mengintimidasi dan berperilaku kasar, setiap karyawan pada PT Samolindo Metal berjaya memperlakukan pihak lain baik pihak internal maupun

digunakan adalah potong lintang ( cross sectional ) karena data dalam kegiatan Riskesdas 2007 dan Susenas 2007 dikumpul- kan secara bersamaan dalam satu periode

Setelah masing-masing variasi kadar air diperoleh, maka dilakukan pengujian CBR tanpa rendaman pada setiap variasi campuran tanah, pengujian CBR ini juga dilakukan pada

Pada penelitian ini penulis mengusulkan pendekatan baru dengan mengkombinasi algoritma genetika dengan algoritma Palgunadi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan

Pada uji koefisien regresi secara parsial, diperoleh nilai t hitung variabel investasi sebesar 5,020 lebih besar dari nilai t tabel 1,703 dapat disimpulkan bahwa variabel

Tujuan utama dari rancang bangun sepeda penarik gerobak beban kapasitas 200 kg ini adalah untuk membantu proses pengangkatan tool dan sparepart bengkel maintenance and

Furthermore, using such a static factory method mandates that the client refer to the returned object by its interface rather than by its implementation class, which is generally