• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONOPOLI PT PELABUHAN INDONESIA II (PERSERO) DAN ANAK-ANAK PERUSAHAANNYA DALAM JASA KEPELABUHAN TANJUNG PRIOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MONOPOLI PT PELABUHAN INDONESIA II (PERSERO) DAN ANAK-ANAK PERUSAHAANNYA DALAM JASA KEPELABUHAN TANJUNG PRIOK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MONOPOLI PT PELABUHAN INDONESIA II (PERSERO)

DAN ANAK-ANAK PERUSAHAANNYA DALAM JASA

KEPELABUHAN TANJUNG PRIOK

Rizka Tri Yunita, Kurnia Toha

Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok 16424, Indonesia

Email:rizkatriyunita@yahoo.co.id

Abstrak

BUMN dan lembaga lainnya yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah dapat dikecualikan dari Undang-Undang Persaingan. Pasal 33 Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 51 Undang-Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan hak monopoli kepada BUMN untuk menyelenggarakan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Dalam tulisan ini akan diberikan contoh satu lembaga BUMN, yaitu PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau PT Pelindo II yang pada mulanya telah mendapatkan hak monopoli berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang kemudian hak monopoli tersebut dihapus dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Polemik yang terjadi pada perusahaan tersebut disaat PT Pelindo II mendirikan beberapa anak perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa logistik yang akan bersaing dengan perusahaan swasta lain di bidang jasa kepelabuhan Tanjung Priok yang sudah lama berkecimpung dalam usaha tersebut. Permasalahannya adalah apakah monopoli oleh BUMN dibenarkan menurut persaingan usaha Indonesia dan apakah monopoli oleh PT Pelindo II dan anak-anak perusahaannya pada jasa kepelabuhan Tanjung Priok dapat dibenarkan menurut hukum persaingan usaha.

Monopoly PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) and Its Subsidiary Companies in Tanjung Priok Port Service

Abstract

State-Owned Enterprises and other institutions established or designated by the government may be exempted from the Competition Law. Article 33 of the Constitution Indonesia of 1945 and Article 51 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition gives monopoly rights to the State-Owned Enterprises to hold a monopoly on the production and/or marketing of goods and/or services which control the lifes of most people in general and sectors of production which are important to the state. In this paper will be given an example of the State-Owned Enterprises, namely PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) or PT Pelindo II in have gained a monopoly based on Law Number 21 Year 1992 on the Voyage which was then the monopoly is removed by Law No. 17 in 2008 on the Voyage. Polemic that occurred at the company while PT Pelindo II established several subsidiary companies engaged in the business of logistics services that will compete with other private companies in the field of Tanjung Priok port service that has long been in the business. The problem is whether the monopoly by the State-Owned Enterprises is justified by the Indonesian competition and whether the monopoly by PT Pelindo II and its subsidiary companies at Tanjung Priok port service can be justified under competition law.

(2)

I. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya perekonomian dunia, sebagian besar negara didunia menganut sistem pasar bebas, hal ini menyusul runtuhnya ideologi komunis beserta sistem ekonominya yang terpusat. Dibebaskannya aktivitas dunia usaha dari campur tangan eksternal memunculkan persaingan, karena setiap orang memiliki kebebasan untuk menjalankan usaha yang dikehendakinya, dampaknya terlihat pada persaingan antara seorang pelaku usaha dengan pelaku lainnya semakin bergejolak dan semakin tidak sehat.

Seperti bersama kita ketahui persaingan usaha tidak sehat merupakan persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Tindakan persaingan usaha yang tidak sehat dapat meliputi kegiatan monopoli, konspirasi, monopsoni dan oligopoli. Setiap orang yang memiliki sebuah usaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat (wajar, adil, dan fair), agar tidak menimbulkan pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Di Indonesia sendiri larangan tentang persaingan usaha tidak sehat diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999).

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya membenarkan monopoli untuk sektor-sektor penting dan tertentu, yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagaimana kita ketahui, Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia karena pendapatan negara salah satunya adalah berasal dari BUMN. Namun demikian, BUMN tersebut tidak diizinkan untuk melakukan praktek monopoli meskipun dengan adanya perubahan dimana BUMN pada masa sekarang ini juga menjadi perusahaan yang profit oriented. Kejelasan mengenai undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang dikeluarkan untuk menunjuk kepada BUMN manakah yang dapat dikecualikan sangatlah dibutuhkan untuk dapat menetapkan BUMN yang manakah yang dimaksud.

(3)

kepelabuhan yang dahulu memiliki hak monopoli berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (selanjutnya disebut UU No. 21 Tahun 1992). Monopoli PT Pelindo II yang berlangsung selama kurang lebih enam belas tahun dari sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 dan berakhir pada saat diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (selanjutnya disebut UU No 17 Tahun 2008). Dalam Penjelasan Umum UU No. 17 Tahun 2008 memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. Dengan segala kedigdayaan dan vitalnya peran pelabuhan di Indonesia, ternyata di dalamnya masih terdapat banyak masalah yang harus dibenahi, mulai dari status operator dan regulator pelabuhan itu sendiri, luas lahan pelabuhan yang semakin terasa sempit dari tahun ke tahun, dan biaya yang dianggap masih tinggi. Khususnya di dalam permasalahan status operator dan regulator, PT Pelindo II melakukan ekspansi bisnisnya dengan mendirikan beberapa anak perusahaan (subsidiary company) yang bergerak dalam bidang usaha jasa logistik seperti bidang pengangkutan (trucking) dan bongkar muat.

Pemberitaan yang begitu marak di media massa terhadap ekspansi bisnis PT Pelindo II yaitu terjadinya aksi mogok dari sejumlah asosiasi transportasi dan logistik seperti Indonesia National Shippowner’s Association (INSA), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Forum Kominikasi Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel), Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI), dan Organisasi Gabungan Angkatan Darat (Organda) pada tanggal 3 Juni di Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut para asosiasi yang tergabung dari beberapa perusahaan tersebut pembentukan 22 (dua puluh dua) anak perusahaan Pelindo II tersebut menyalahi undang-undang. Para pengusaha tersebut menilai cara Pelindo II mendominasi usaha hulu hingga hilir di pelabuhan akan mengancam bisnis pengusaha pelayaran dan logistik swasta sehingga mematikan usaha-usaha kecil menengah (pesaing swasta).

Ekspansi perusahaan BUMN seperti PT Pelindo II maupun BUMN Pelabuhan lainnya harus dikendalikan karena menyangkut nasib 1.200 (seribu dua ratus) perusahaan anggota ALFI dan 25.000 (dua puluh lima ribu) tenaga kerja swasta. Menurutnya, di bidang jasa usaha logistik dan forwarding, lebih 300 (tiga ratus) perusahaan telah gulung tikar dari total 1.200 (seribu dua ratus) perusahaan yang kini dalam posisi terancam bangkrut.

(4)

Richard Joost Lino, Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), dengan tegas menyatakan tidak ada monopoli di Pelabuhan Tanjung Priok. BUMN ini mengklaim pembentukan anak usahanya itu merupakan strategi bisnis untuk efisiensi, sehingga tidak akan mundur demi mempersingkat waktu pelayanan kapal dan bongkar muat barang. Reaksi sejumlah perusahaan jasa layanan pelabuhan baru-baru ini lebih karena kepentingan pribadi terganggu pembenahan pelayanan pelabuhan, bukan berbicara untuk kepentingan umum. Richard Joost Lino menuturkan, tujuan membentuk anak usaha adalah untuk memperlancar bisnis yang ditangani PT Pelindo II, agar tidak terhambat birokrasi.

Menurutnya, Pelindo II telah melakukan kerja sama dengan bongkar muat swasta secara fair dan dengan proses yang panjang sejak 2010. PT Pelindo II mengumumkan akan lelang dengan 100 (seratus) perusahaan bongkar muat dan 30 (tiga puluh) yang lolos seleksi dari segi umum dan teknis. Dan akhirnya, dipilih 16 (enam belas) perusahaan bongkar muat swasta yang terbaik dan setelah 2 (dua) tahun hanya sisa 14 (empat belas) perusahaan bongkar muat swasta. Dan mengikat kontrak mencapai 15-20 (lima belas sampai dua puluh) tahun dan mereka didorong untuk berinvestasi. Jangka waktu kontrak tergantung berapa banyak mereka berinvestasi.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dirumuskan untuk menjadi pedoman dalam penulisan ini adalah:

a. Apakah monopoli oleh Badan Umum Milik Negara (BUMN) dibenarkan menurut hukum persaingan usaha Indonesia?

b. Apakah monopoli oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan anak-anak perusahaannya pada jasa kepelabuhan Tanjung Priok dapat dibenarkan menurut hukum persaingan usaha?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui hak monopoli terhadap BUMN yang sesuai menurut hukum persaingan usaha Indonesia.

b. Untuk memberikan gambaran dan menganalisis perilaku praktek monopoli BUMN dan anak-anak perusahaannya dalam jasa kepelabuhan menurut hukum persaingan usaha Indonesia.

(5)

II. Tinjauan Teoritis

1. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.

3. Anak Perusahaan BUMN, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.

4. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

5. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

6. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

7. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.

8. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

9. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.

(6)

III. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara terhadap berbagai pihak yang menurut penulis dianggap berkaitan dengan objek penelitian. Wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data yang menggali dengan pertanyaan, dengan menggunakan pedoman wawancara atau kuesioner. Pedoman wawancara berisikan pokok-pokok yang diperlukan dalam wawancara. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap narasumber yang berhubungan dengan objek yang diteliti, yakni pejabat PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.

IV. Hasil Penelitian

Ketentuan pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur mengenai monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, di mana untuk itu perlu diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh BUMN dan/atau badan atau lembaga yang dibentuk/ditunjuk oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan perbuatan administrasi negara, baik yang bersifat hukum (yuridis) maupun perbuatan administrasi negara yang bersifat non hukum (faktual). Kedua perbuatan administrasi negara tersebut ditujukan untuk melindungi hak dasar masyarakat.

Pengertian monopoli menurut pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1999, pada dasarnya monopoli menggambarkan suatu keadaan penguasaan pelaku usaha atas barang dan/atau jasa tertentu, yang dapat dicapai tanpa harus melakukan ataupun mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Definisi pemusatan kegiatan berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1999, pada dasarnya menggambarkan suatu keadaan penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan yang dicerminkan dari kemampuannya dalam menentukan harga yang dapat

(7)

dicapai oleh satu atau lebih pelaku usaha tanpa harus melakukan ataupun mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Dengan memperhatikan uraian pemahaman unsur-unsur tersebut di atas, maka baik monopoli maupun pemusatan kegiatan bukan merupakan kegiatan yang dilarang UU No. 5 Tahun 1999 dan dapat dilakukan ataupun dicapai oleh satu atau lebih pelaku usaha dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan dapat dilakukan negara terhadap kegiatan yang berkaitan dengan: (1) produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.

Yang dimaksud barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah yang memiliki fungsi: alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara adalah ragam usaha produksi atau penyediaan barang dan/atau jasa yang memiliki sifat: strategis; atau finansial.

Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan oleh negara terhadap kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara harus diatur dengan undang-undang. Hal ini berarti monopoli dan/atau pemusatan kegiatan oleh negara tersebut hanya dapat dilakukan setelah diatur dalam bentuk undang-undang (bukan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang). Undang-undang tersebut harus mencantumkan secara jelas tujuan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan serta mekanisme pengendalian dan pengawasan negara dalam penyelenggaraan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan tersebut, sehingga tidak mengarah pada praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Adapun pelaksanaan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan oleh negara terhadap kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara, dapat diselenggarakan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah.

(8)

Gambar 1. Pihak Penyelenggara Monopoli dan/atau Pemusatan Kegiatan Produksi dan/atau Pemasaran Barang dan/atau Jasa yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak dan Cabang Produksi yang Penting Bagi Negara

Unsur “Diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)” dapat mengacu pada pengertian BUMN pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003, bahwa yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah:

“Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”

Penyelenggaraan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa oleh negara terhadap kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara, diutamakan dan terutama diselenggarakan oleh BUMN. Dalam menyelenggarakan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan, wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: (1) pengelolaan dan pertanggungjawaban kegiatannya dipengaruhi, dibina, dan dilaporkan kepada pemerintah; (2) tidak semata-mata ditujukan untuk mencari keuntungan; (3) tidak memiliki kewenangan melimpahkan seluruh atau sebagian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan kepada pihak lain.

V. Pembahasan

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan utama sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (selanjutnya disebut PP No. 20 Tahun 2010). Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan

(9)

ekonominya sangat tergantung kepada transportasi laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia menjadi prioritas utama.

Arah kebijaksanaan Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (selanjutnya disebut UU No. 17 Tahun 2008) untuk bidang kepelabuhanan menekankan kepada penataan penyelenggaraan kepelabuhanan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan, penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi “regulator” dan “operator” serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional dalam penyelenggaraan dan perencanaan pengembangan pelabuhan, serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional untuk memenuhi kebutuhan sektor pemerintah dan swasta.

Ekspansi bisnis yang dilakukan oleh PT Pelindo II dalam hal membangun anak perusahaan adalah untuk melaksanakan amanat undang-undang karena BUMN diamanatkan negara menjadi bagian dari program efisiensi logistik nasional. Dalam pasal 14 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa BUMN dapat membentuk anak perusahaan dengan persetujuan Menteri. Pembentukan anak perusahaannya tersebut dimaksudkan untuk memperkuat dan memperbaiki layanan PT Pelindo II sebagai operator terminal, namun ekspansi yang dilakukan PT Pelindo II menimbulkan polemik baru. Banyak dari perwakilan ataupun Asosiasi perusahaan swasta yang bergerak di bidang yang sama, menganggap apa yang dilakukan oleh PT Pelindo II adalah upaya monopoli yang akan berdampak buruk bagi banyak perusahaan swasta. PT Pelindo II yang saat ini bukan hanya sebagai regulator melainkan juga operator sesuai dengan Penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2008 yang memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator, serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhan.

Tugas dan fungsi dari PT Pelindo II telah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 dan kemudian PP No. 61 Tahun 2009, sejak lahirnya peraturan tersebut maka Pelindo II tidak hanya menjadi regulator akan tetapi diamanatkan untuk menjadi operator dalam jasa kepelabuhan. Dengan kedua peraturan tersebut PT Pelindo II sudah tidak dapat melakukan monopoli dalam pelabuhan. Akan tetapi, faktanya hingga saat ini pengelolaan pelabuhan masih sama seperti perundang-undangan sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yaitu masih terdapat monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, seharusnya PT Pelindo II mengubah sistem penyelenggaraan pelabuhan dari sebelumnya yang dimonopoli

(10)

oleh negara melalui BUMN karena dengan kondisi seperti itu dapat mengakibatkan penyelenggaraan pengelolaan di berbagai pelabuhan cenderung tidak efisien dan persaingan tertutup serta meghilangkan peran swasta.

BUMN dalam hal ini PT Pelindo II jelas tidak dibenarkan untuk melakukan upaya yang terkesan “berbau” monopoli yang dampaknya akan mematikan perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa kepelabuhan yang sama. Sesungguhnya hak monopoli diatur berdasarkan pasal 33 ayat (2), (3) dan (4) UUD 1945 dan pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. Dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselengarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

Beberapa anak perusahaan PT Pelindo II yang diduga melakukan praktik monopoli oleh beberapa asosiasi jasa kepelabuhan yaitu anak perusahaan yang bergerak dalam kegiatan bisnis bongkar muat sampai logistik di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain PT Indonesia Kendaraan Terminal, PT Energi Pelabuhan Indonesia, PT Pelabuhan Tanjung Priok, dan PT Pengembang Pelabuhan Indonesia, PT Integrasi Logistik Cipta Solusi, PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia, dan PT Pelabuhan Petikemas Indonesia. Hal yang dimaksud adalah monopoli yang timbul dalam bentuk penunjukkan langsung PT Pelindo II terhadap anak perusahaannya dalam proyek tertentu khususnya jasa bongkar muat barang, dengan memasukkan usaha bongkar muat barang sebagai salah satu segmen usaha anak perusahaannya yang meyebabkan tergusurnya PBM yang sudah ada sejak lama.

Menurut pasal 1 angka 2 Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/2012 (Permeneg BUMN No. 3 Tahun 2012) dijelaskan bahwa Anak Perusahaan BUMN, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN. Maka dengan demikian, anak perusahaan BUMN (termasuk BUMN Persero) dalam hal ini Anak Perusahaan PT Pelindo II tidak termasuk BUMN karena sahamnya tidak dimiliki oleh negara, tetapi oleh BUMN (PT Pelindo II) maka anak perusahaan PT Pelindo II adalah Perseroan Terbatas (PT) biasa. Secara teori, ketika suatu badan hukum atau person membentuk badan hukum, berarti yang bersangkutan memisahkan tujuan dan kekayaan yang bersangkutan dengan badan hukum

(11)

yang dibentuk. Kekayaan BUMN memang berasal dari kekayaan negara yang berupa Penyertaan Modal Negara (PMN).

Terdapatnya sifat monopolistis PT Pelindo II dalam jasa usaha bongkar muat barang dalam bentuk pengurusan (besturen) dan pengelolaan sendiri (beheren) sebagaimana yang dilakukan sekarang berdasarkan pasal 90 huruf g UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan pasal 69 ayat (1) huruf g PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, yang tidak memberi ruang bagi keikutsertaan swasta secara efisien, dalam prinsip kebersamaan dan berkeadilan untuk memberi lapangan pekerjaan bagi rakyat dalam rangka pemenuhan hak untuk memperoleh pekerjaan untuk warganegara. PT Pelindo II melakukan seleksi Perusahaan Bongkar Muat (selanjutnya disebut PBM) yang dilakukan di Tanjung Priok dengan persyaratan teknis bagi PBM yang mengikuti lelang (tender) untuk diharuskan berinvestasi dan mengikat kontrak mencapai 15 (lima belas) sampai dengan 20 (dua puluh) tahun. Dengan adanya seleksi PBM dengan bentuk kerjasama BOT yang didalamnya terdapat persyaratan teknis dan jangka waktu mengikat kontrak yang terlalu lama (panjang) pada satu pelaku usaha maka akan berdampak pada terciptanya posisi dominan dan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha lain sehingga dapat menimbulkan praktek monopoli. Praktek monopoli yang masuk dalam kategori tersebut antara lain (1) mengakibatkan penguasaan pasar untuk menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; (2) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; dan (3) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu sebagaimana dalam pasal 19 huruf a, huruf b, dan huruf d UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu dengan dibentuknya anak perusahaan PT Pelindo II yang bergerak dalam usaha jasa bongkar muat barang seperti PT Indonesia Kendaraan Terminal dan PT Pengembang Pelabuhan Indonesia maka akan timbul di kemudian hari praktek monopoli yang akan dilakukan oleh PT Pelindo II berupa penunjukan langsung terhadap anak perusahaan tersebut yang dikarenakan kepemilikan saham atas kedua perusahaan tersebut hampir 100% (seratus persen) dimiliki oleh PT Pelindo II.

VI. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

1) Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 mengakui kewenangan negara dalam memberikan hak monopoli kepada BUMN dan/atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan monopoli atas barang dan/atau jasa yang menguasai

(12)

hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara. Oleh karena itu, pembebasan ini hanya berlaku untuk kegiatan tertentu, bukan seluruh rentang kegiatan BUMN. Namun terhadap tindakan yang dilakukan pemegang hak monopoli yang bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, tidak dikecualikan. Meskipun pada dasarnya UU No. 5 Tahun 1999 membolehkan BUMN atau badan atau lembaga yang dibentuk/ditunjuk oleh pemerintah memonopoli suatu kegiatan usaha selama diatur dalam perundang-undangan, namun perlu diingat bahwa selama menjalankan hak monopolinya, BUMN atau badan/lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah tidak boleh melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Jadi tidak serta merta BUMN atau badan/lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dikecualikan dalam UU No. 5 Tahun 1999. Penyelenggaraan monopoli atas barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara harus dilakukan secara efisien sebagaimana diuraikan dalam Perkom No. 3 Tahun 2010 mengenai ketentuan pedoman pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. Dalam menyelenggarakan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan, wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut (1) pengelolaan dan pertanggungjawaban kegiatannya dipengaruhi, dibina, dan dilaporkan kepada pemerintah; (2) tidak semata-mata ditujukan untuk mencari keuntungan; dan (3) tidak memiliki kewenangan melimpahkan seluruh atau sebagian monopoli dan/atau pemusatan kegiatan kepada pihak lain.

2) Pertama, sejak lahirnya peraturan UU No. 17 Tahun 2008 dan kemudian PP No. 61 Tahun 2009 maka Pelindo II tidak hanya menjadi regulator akan tetapi diamanatkan untuk menjadi operator dalam jasa kepelabuhan, sehingga PT Pelindo II sudah tidak memiliki hak monopoli dalam hal pengelolaan pelabuhan. Berdasarkan kedua peraturan tersebut maka PT Pelindo II tidak termasuk BUMN yang diatur dalam pengecualian pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 dikarenakan hak monopoli PT Pelindo II sudah dihapus berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam hubungannya PT Pelindo II dengan anak-anak perusahaannya maka PT Pelindo II tidak dibenarkan untuk melakukan upaya yang terkesan “berbau” monopoli yang dampaknya akan mematikan perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa kepelabuhan yang sama. Monopoli yang dimaksud adalah monopoli yang timbul dalam bentuk penunjukkan langsung PT Pelindo II terhadap anak perusahaannya dalam proyek tertentu khusunya dalam usaha jasa bongkar muat. Dalam Pedoman Pelaksanaan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa BUMN ataupun badan atau lembaga yang dibentuk ataupun ditunjuk oleh

(13)

Pemerintah dan diatur undang-undang yang mendapatkan hak monopoli dan/atau pemusatan kegiatan, maka dalam hal ini PT Pelindo II ataupun anak perusahaannya tidak termasuk dalam pihak penyelenggara hak monopoli yang diatur dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. Menurut pasal 1 angka 2 Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/2012 dijelaskan bahwa Anak Perusahaan BUMN, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN. Maka dengan demikian, anak perusahaan BUMN (termasuk BUMN Persero) dalam hal ini Anak Perusahaan PT Pelindo II tidak termasuk BUMN sehingga anak perusahaannya tersebut tidak dapat digolongkan dalam badan atau lembaga yang mendapatkan hak monopoli sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 karena sahamnya tidak dimiliki oleh negara, tetapi oleh BUMN (PT Pelindo II).

Kedua, Dalam hal melakukan seleksi PBM yang dilakukan oleh PT Pelindo II, dengan

bentuk kerjasama BOT yang didalamnya terdapat persyaratan teknis dan jangka waktu mengikat kontrak yang terlalu lama (panjang) pada satu pelaku usaha akan berdampak pada terciptanya posisi dominan dan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha lain sehingga dapat menimbulkan praktek monopoli. Praktek monopoli yang masuk dalam kategori tersebut antara lain (1) mengakibatkan penguasaan pasar untuk menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; (2) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; dan (3) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu sebagaimana dalam pasal 19 huruf a, huruf b, dan huruf d UU No. 5 Tahun 1999. Dan dengan dibentuknya anak perusahaan PT Pelindo II yang bergerak dalam usaha jasa bongkar muat barang seperti PT Indonesia Kendaraan Terminal dan PT Pengembang Pelabuhan Indonesia maka akan timbul di kemudian hari praktek monopoli yang akan dilakukan oleh PT Pelindo II berupa penunjukan langsung terhadap anak perusahaan tersebut yang dikarenakan kepemilikan saham atas kedua perusahaan tersebut hampir 100% (seratus persen) dimiliki oleh PT Pelindo II.

2. Saran

(14)

1. Keistimewaan yang diberikan oleh UU No. 5 Tahun 1999 kepada BUMN seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih baik lagi. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 seharusnya dijadikan alat untuk dapat menghantarkan BUMN menjadi suatu badan yang memiliki daya saing global yang berkedudukan satu level di atas badan usaha lainnya yang tidak memiliki keistimewaan tersebut. Hal yang seharusnya adalah bahwa BUMN sebagai salah satu tulang punggung perekonomian (aset produktif yang dimiliki oleh pemerintah) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk deviden dan pajak yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 sudah seharusnya dijadikan senjata untuk menuju kepada suatu keberhasilan, untuk kedepannya nanti diharapkan tidak lagi berlindung di balik regulator dan regulasi dalam untuk menjalankan praktik bisnis yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, harmonisasi berbagai regulasi yang dibuat harus mempertimbangan bahwa peraturan pengecualian tersebut tidak akan berbenturan dengan persaingan usaha, sistem ekonomi yang dianut maupun peraturan yang lebih tinggi di atasnya.

2. Harus diupayakan adanya perubahan BUMN dari organisasi birokrasi menjadi organisasi korporasi. BUMN harus sungguh-sungguh mau melepaskan segala atribut dan kebiasaan lama yang ada untuk kemudian bertransformasi mengubah diri menjadi suatu lembaga bisnis yang modern dengan pengelolaan secara profesional.

3. Pengecualian bagi BUMN sebaiknya dilakukan secara bersyarat, dengan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi BUMN sebelum memegang hak monopoli, seperti harus profesional dan transparan. Ada dua kriteria yuridis yang harus dipenuhi BUMN atau lembaga lainnya untuk mendapatkan hak monopoli tersebut, yaitu (1) barang dan/atau jasa yang dihasilkan harus menguasai hajat hidup orang banyak dan masuk dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara; dan (2) keharusan diaturnya hal tersebut dalam bentuk undang-undang.

Daftar Referensi BUKU

Kierkhof, Valerine et al. Metode Penelitian Hukum. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

(15)

Sirait, Ningrum Natasya Sirait. Hukum Persaingan di Indonesia UU No. 5/1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan: Pustaka

Bangsa Press, 2004.

Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Sukanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia, 1984. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

______, Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817.

______, Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297.

______, Undang-undang tentang Pelayaran, UU No. 17 Tahun 2008, LN No. 64 Tahun 2008, TLN No. 4849.

______, Peraturan Pemerintah Nomor tentang Kepelabuhan, PP No. 61 Tahun 2009, LN No. 151 Tahun 2009, TLN No. 5070.

______, Peraturan Pemerintah tentang Angkutan di Perairan, PP No. 20 Tahun 2010, LN No. 26 Tahun 2010, TLN No. 5108, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 22Tahun 2011, LN No. 43 Tahun 2011, TL No. 5208.

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, Permeneg BUMN No.

PER-03/MBU/2012.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor

3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Perkom No. 3 Tahun 2010.

______, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pasal 19 Huruf d (Praktek Diskriminasi) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

(16)

INTERNET

Ahmad, “Monopoli Pelindo II di Tanjung Priok Berujung Kisruh,”

http://www.merdeka.com/uang/monopoli-pelindo-ii-di-tanjung-priok-berujung-kisruh.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013.

Anonim (3). “Pelindo Bantah Pihaknya Monopoli.” http://kompetisinews.blogspot. com/2013/06/pelindo-bantah-pihaknya-monopoli.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013.

Huda, Akhmad Nur. “1.000 Unit Usaha Jasa Pelabuhan Bangkrut.” http://www.koran-sindo.com/node/308611. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013.

Gambar

Gambar  1.  Pihak  Penyelenggara  Monopoli  dan/atau  Pemusatan  Kegiatan  Produksi  dan/atau  Pemasaran  Barang  dan/atau Jasa yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak dan Cabang Produksi yang Penting Bagi Negara

Referensi

Dokumen terkait

26 Posisi kiai seabagai pengasuh pondok pesantren dan juga sebagai figur yang dijadikan uswah hasanah oleh semua yang ada dilingkungan pesantren ataupun oleh masyarakat

Kesan-kesan buruk lain : Tiada kesan yang penting atau bahaya kritikal yang diketahui.

Sebagai tambahan atas peran mereka untuk menyetujui keputusan konsensus, EC juga menanggapi perhatian komunitas di tahun 2003 dengan mengeluarkan catatan yang mengklarifikasi

yang sangat besar seperti: (1) pengembangan kompetensi guru (matematika) dalam pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat merefleksikan pada

Untuk memperoleh data mengenai kemahiran siswa kelas VIII dalam menulis naskah dram,maka dilakukan tes saat penelitian yakni memberikan siswa tugas menulis sebuah

Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidkan pegawai yang dimiliki, secara umum kondisi personalia Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu kurang dari segi kuantitas

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang menjadi penyebab utama turunnya produksi pangan beras Kota Padang Panjang dan bagaimana Kebijakan

Jenis putusan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) Putusan Konstitusional bersyarat adalah merupakan putusan dimana dalam amarnya, sebuah undang-undang