• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kelapa menjadi Asap Cair sebagai Pengawet pada Industri Kayu dan Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kelapa menjadi Asap Cair sebagai Pengawet pada Industri Kayu dan Karet"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 695

Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kelapa menjadi Asap Cair

sebagai Pengawet pada Industri Kayu dan Karet

S.P. Abrina Anggraini1

1)Program Studi Teknik Kimia, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

e-mail: 1)sinar_abrina@yahoo.co.id

ABSTRAK

Industri karet alam umumnya menimbulkan efek lingkungan negatif yaitu gumpalan yang berbau busuk. Selain itu kayu berkualitas tinggi semakin sulit untuk didapat, keadaan ini cenderung meningkatkan pemakaian kayu berkualitas rendah yaitu mudah rapuh sehingga tidak dapat digunakan dalam bentuk alami. Untuk menjadi bahan kayu yang berkualitas serta untuk mencegah bau busuk dalam pengolahan karet, maka diperlukan teknologi yaitu berupa asap cair sebagai penggumpal lateks pada pengolahan karet dan struktur kayu agar tidak mudah rapuh.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kuantitas dan kualitas dari masing-masing jenis limbah kelapa yaitu sabut kelapa dan tempurung kelapa untuk pembuatan asap cair.

Penelitian ini diawali dengan proses pirolisis dengan material berupa tempurung kelapa dan sabut kelapa. Mula-mula 3 kg bahan baku yang sudah dibersihkan dan telah diperkecil ukurannya dimasukkan ke reaktor pirolisis, dipanasi dengan suhu sebesar 2500C selama 3 jam,

dan asap keluar dialirkan ke pipa kondensasi sehingga diperoleh asap cair sedangkan gas methane tetap menjadi gas tak terkondensasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan asap cair untuk fenol dari sabut dan tempurung kelapa adalah 2,97 % dan 3,04 %; Kandungan asap cair untuk keasaman dari sabut dan tempurung kelapa adalah 6,8 % dan 7,3 %. Nilai pH asap cair dari keasaman dari tempurung kelapa, dan sabut adalah 1,41 dan 2,62. Total rendemen asap cair dari sabut dan tempurung kelapa adalah 32,35% dan 30,50%. Limbah kelapa yang memiliki kualitas terbaik sebagai bahan pengawet alami untuk kayu adalah tempurung kelapa.

Kata kunci: asap cair, limbah kelapa, antioksidan, antibakteri, proses pirolisis. ABSTRACT

Natural rubber industry generally cause negative environmental effects that foul-smelling clumps. In addition, high-quality wood increasingly difficult to come by, this situation tends to increase the use of low-quality wood that is easy fragile that it can not be used in its natural form. To become a quality wood materials and to prevent foul odors in rubber processing, the necessary technology in the form of liquid smoke as a coagulant latex in rubber processing and wood structures that are not easily vulnerable. The purpose of this study was to determine the quantity and quality of each type of coconut waste ie coconut fibers and coconut shell for the manufacture of liquid smoke.

This study begins with the pyrolysis process with materials such coconut shell, and coconut fibers. At first 3 kg of raw materials that have been cleaned and has been reduced in size inserted into the pyrolysis reactor, heated to a temperature of 2500C for 3 hours, and smoke streamed out into the condensation pipe to obtain a liquid smoke while methane gas remains a not noncondensed.

The results of this study indicate that the liquid smoke content for phenol of fibers and coconut shells are 2.97%; and 3.04%. Liquid smoke content for the acidity of fibers and coconut shells are 6.8% and 7.3%. Liquid smoke pH value of the acidity of coconut shells and fibers are

(2)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 696

1.41 and 2.62. Total yield of liquid smoke from fibers and coconut shells are 32,35% and 30.50%. Coconut waste which has the best quality as a natural preservative for wood is coconut shell. Keywords: Liquid Smoke, Coconut Waste, Antioxidant, Antibacterial, Pyrolysis Process

Pendahuluan

Luas Areal kelapa di Indonesia semakin meningkat dan merupakan areal yang terluas di dunia. Peningkatan luas areal ini diiringi dengan meningkatnya produktivitas buah kelapa, tetapi kenaikan produktivitas ini hanya menduduki urutan ke dua setelah Philipina. Saat ini hasil utama kelapa yang banyak dimanfaatkan manusia adalah berupa buahnya untuk dijadikan minyak. Selain itu dari buah kelapa tersebut juga dihasilkan atau didapat bahan-bahan lain yang tersisakan tidak dimanfaatkan yang disebut dengan limbah. Limbah kelapa ini berupa sabut, tempurung, air kelapa, ampas daging kelapa, kelapa batang dan daun serta akarnya. Limbah ini semakin hari semakin banyak jumlahnya sehingga akan mengganggu lingkungan. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat, limbah kelapa ini dapat juga diolah dan diambil manfaatnya untuk keperluan kehidupan manusia mulai dari daun, lidi, batang hingga akarnya. Sebagian besar petani karet di Indonesia membuat bokar (bahan olah karet) masih menggunakan koagulan yang dapat merusak mutu karet. Koagulan tersebut bersifat asam tetapi tidak mempunyai sifat antibakteri dan antioksidan sehingga memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar. Pertumbuhan bakteri pembusuk melakukan biodegradasi protein dalam bokar menjadi amonia dan sulfida yang berbau busuk sehingga menimbulkan sehingga menimbulkan polusi udara disekitarnya (Solichin dan Anwar, 2006; Tekasakul and Tekasakul, 2006, Subdit Pasca Panen Perkebunan, 2008; BPTP Jambi, 2010). Selain itu kayu berkualitas tinggi semakin sulit untuk didapat, keadaan ini cenderung meningkatkan pemakaian kayu berkualitas rendah. Kayu berkualitas rendah memiliki kekurangan, antara lain stabilitas dimensinya yang rendah, yaitu kayu mudah mengembung dan menyusut bila berada dalam lingkungan perubahan kelembaban yang besar. Kayu yang berkualitas rendah harus diolah sebelum digunakan baik untuk keperluan bangunan maupun keperluan lainnya. Struktur kayu yang berkualitas rendah tidak memiliki serat untuk fungsi mekanis sehingga sangat rapuh dan tidak stabil. Komponen kandungan kayu adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, serat, parenkim, air, abu, dan pati. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi kayu rendah. Parenkim bagian atas pohon mengandung pati hingga 40%, ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik kayu rendah (mudah patah/retak) dan mudah di serang rayap. Kayu yang berkualitas rendah memiliki tiga kelemahan, yaitu : stabilitas dimensi yang rendah, kekuatan rendah, dan keawetan rendah sehingga tidak dapat digunakan dalam bentuk alami. Untuk menjadi bahan kayu yang berpotensi memiliki kualitas yang baik perlu dilakukan pengawetan. Masalah utama yang lainnya juga terjadi dalam bahan olahan karet (bokar) adalah mutu bokar yang rendah dan bau busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar yang rendah ini disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks (getah karet) yang tidak dianjurkan dan merendam bokar di dalam kolam/sungai selama 7-14 hari. Hal ini akan memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar. Bau busuk menyengat terjadi juga disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi karena bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Untuk mencari solusi terhadap kelemahan tersebut, agar menjadi kayu yang berkualitas baik maka perlu adanya teknologi berupa pemberian asap cair pada kayu tersebut. Asap cair ini memiliki kemampuan dapat mengawetkan kayu terutama terhadap jamur pembusuk putih seperti jamur Ganoderma sp dan Paliporus alcularis dan penyemprotan asap cair pada pengolahan karet dapat menghilang-kan/menetralkan bau busuknya dan asap cair dapat membekukan lateks (getah karet) dengan sempurna dengan nilai plastisitas tinggi, dan sifat fisik vulkanisat setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan karet yang dihasilkan dengan pembeku asam format (semut). Asap cair dapat mengatasi bau busuk dari karet yang selama ini belum pernah dapat diatasi, karena mengandung 67 jenis senyawa yang dapat berfungsi mencegah dan mematikan pertumbuhan bakteri (yang berperan dalam timbulnya bau busuk) dan senyawa-senyawa yang mudah menguap serta berbau spesifik asap. Penulis (Yuniningsih S. dkk, 2013) telah menghasilkan penelitian pembuatan asap cair dari tempurung

(3)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 697 kelapa yang telah dilakukan dengan suhu optimal 400oC tetapi jika dibandingkan dengan

berbagai macam jenis bahan limbah pertanian belum diketahui secara optimal kualitas maupun kuantitas limbah kelapa yang mana yang paling baik untuk pembuatan produk asap cair grade 3. Potensi pemanfaatan limbah kelapa sangat membantu permasalahan yang dialami oleh petani karet dan industri kayu supaya mendapatkan kualitas kayu yang lebih awet jika tanpa ditambahkan asap cair. Asap cair diperoleh dari hasil kondensasi asap pada proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin. Kelompok senyawa kimia terpenting yang dihasilkan dalam pengasapan adalah fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Dua senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik yang mampu mengontrol partumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil pirolisis lignin, sedangkan asam-asam organik dari hasil pirolisis selulosa dan hemiselulosa. Semakin tinggi kadar lignin, diharapkan akan semakin besar kadar fenol yang diperoleh. Asap cair mengandung berbagai senyawa yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok senyawa fenol, asam dan kelompok senyawa karbonil. Kelompok-kelompok senyawa tersebut berperan sebagai antimikroba, antioksidan, pemberi flavor dan pembentuk warna (Girrad, 1992; Pszczola, 1995; Tranggono dkk., 1996; Darmadji, 2006). Oleh karena asap cair dapat berperanan sebagai antimikroba dan antioksidan, maka asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet (Yuwanti, 2003), anti rayap dan anti jamur kayu serta dapat digunakan untuk penggumpalan karet dan pestisida alami (Darmadji, 2006). Kelompok senyawa dalam asap cair yang mendukung sifat antimikroba adalah fenol dan asam. Senyawa fenol dapat memperpanjang fasa lag mikrobia di dalam bodi atau di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tidak berubah, kecuali konsentrasi fenol sangat tinggi. Selain sebagai antimikroba, senyawa fenol juga berperan menghambat oksidasi lemak melalui pencegahan pembentukan radikal bebas yang berdampak terhadap pencegahan pembentukan off

flavor oksidatif (Pszczola, 1995). Kelompok se-nyawa karbonil berperan sebagai pemberi aroma

(flavor) untuk produk pangan dan pengusir insekta. Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan. Komposisi dan sifat organoleptik asap cair sangat tergantung pada sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair (Girard, 1992). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kuantitas dan kualitas dari masing-masing jenis limbah kelapa yaitu sabut kelapa dan tempurung kelapa untuk pembuatan asap cair.

Metode Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa dan sabut kelapa. Bahan bakar pada proses pirolisis ini digunakan bahan bakar elpiji. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk kualitas asap antara lain larutan NaOH, KI, Na2S2O3, kanji, HCl pekat,

metanol dan aquades. Peralatan yang digunakan meliputi reaktor pirolisis terbuat dari pipa stainless steel, dilengkapi dengan alat penangkap tar dan seperangkat alat kondensasi. Reaktor ini berfungsi untuk membakar bahan baku yang akan dipakai. Pada proses pirolisis menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padat, gas dan cairan. Hasil yang dikeluarkan dari proses kondensasi yaitu berupa asap cair grade 3. Peralatan untuk pengujian analisa asap cair digunakan antara lain pH meter merk Waterproof, Erlenmeyer bertutup, termometer, botol pisah, perangkat titrasi, dan peralatan gelas yang umum terdapat di laboratorium kimia, sedangkan peralatan utama yang digunakan adalah spektrometer Gas Chromatography and

Mass Spectrometri (GCMS) merk Hewlett Packard GC 6890 MSD 5973 yang dilengkapi data base

sistem Chemstation dan GC merk Shimadzu dengan kolom HP5 panjang 30 meter.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan proses pirolisis dengan material yang bervariasi tempurung kelapa, dan sabut kelapa. Mula-mula 3 kg tempurung bahan baku yang sudah dibersihkan dan

(4)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 698 telah diperkecil ukurannya dimasukkan ke reaktor pirolisis, dipanasi dengan suhu sebesar 2500C

selama 3 jam, akan diperoleh 3 fraksi : 1. Fraksi padat berupa arang, 2. Fraksi berat berupa Tar, 3. Fraksi ringan berupa asap dan gas methane. Dari fraksi ringan akan dialirkan ke pipa kondensasi sehingga diperoleh asap cair sedangkan gas methane tetap menjadi gas tak terkondensasi (bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar). Parameter kualitas pada asap cair yaitu meliputi penetapan pH, total fenol, dan kadar asam. Parameter kuantitas pada asap cair yaitu melalui penetapan rendemen.

Hasil dan Pembahasan

Produksi asap cair dari berbagai jenis bahan baku yang telah dilakukan menggunakan reaktor pirolisis. Bahan dicacah dan di jemur sampai kering kemudian bahan dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis di atas tungku, kemudian dipanaskan dengan alat pemanas dan ditampung asapnya dengan melewati kondesor sehingga keluar dalam bentuk asap cair. Dari hasil asap cair yang keluar diselanjutnya dilakukan uji analisa kandungan asap cair untuk mengetahui kualitas asap cair dengan menggunakan alat Gas Kromatografi Spectrometri Massa (GC/MS). Penelitian ini menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah kelapa yaitu antara lain tempurung kelapa dan sabut kelapa yang pada umumnya belum termanfaatkan secara optimal. Komposisi dan kadar air dari bahan baku akan sangat mempengaruhi sifat asap cair dan senyawa yang dihasilkan. Senyawa yang diharapkan adalah fenol dan asam asetat serta rendemen dan nilai pH. Kenaikan kadar air pada bahan baku akan menurunkan kandungan fenol, asam-asam dan formaldehid dalam asap, selain itu dapat meningkatkan kadar senyawa fenol dan flavor produknya lebih asam. Untuk menurunkan kadar air bahan maka dilakukan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sampai benar-benar kering. Bahan baku yang berukuran besar seperti tempurung kelapa dan sabut kelapa diperkecil ukurannya sehingga memudahkan proses pembakaran dalam reaktor pirolisis.

Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Asap cair pada penelitian ini dihasilkan melalui proses kondensasi asap yang dikeluarkan reaktor pirolisis. Selama proses pirolisis terjadi penguapan berbagai macam senyawa kimia. Data asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis disajikan pada Tabel l. Hasil pengukuran rendemen asap cair pada berbagai jenis bahan limbah kelapa (Tabel 1) menunjukkan rendemen asap cair tertinggi 32,35 % terdapat pada jenis sabut kelapa dibandingkan dengan rendemen asap cair jenis tempurung kelapa (30,50 %).

Tabel 1. Kandungan Asap Cair dari beberapa Jenis Limbah Kelapa

Jenis Limbah Pertanian

Kandungan Asap Cair

Kualitas Asap Cair Kuantitas Asap cair

Fenol Keasaman Rendemen (%)

Sabut 2,97 % 6,8 % 32,35 %

Tempurung Kelapa 3,04 % 7,3 % 30,50 %

Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Rendemen asap cair sabut kelapa sebanyak 32,35% dan terkecil asap cair tempurung kelapa sebesar 30,50%. Hal ini karena jenis bahan baku yang digunakan mempengaruhi jumlah rendemen, pada jenis sabut kelapa memiliki kadar air sebesar 5% dan tempurung kelapa sebesar 8%. Perbedaan rendemen asap cair lebih disebabkan oleh jenis kayu yang memiliki kadar lignin, selulosa yang bervariasi (Tranggono, 1997 dalam Fatimah, 2009). Hampir semua air yang ada pada asap cair menguap dan memperbesar rendemen yang diperoleh. Pada Gambar 1 akan tampak warna yang berbeda berdasarkan jenis bahan dari limbah Kelapa.

(5)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 699 Gambar .1. Warna Asap Cair dari Berbagai Jenis Limbah Kelapa A. Sabut Kelapa; B. Tempurung Kelapa

Berdasarkan pada Gambar 1. terlihat perbedaan warna, hal ini tergantung dari jenis bahan bakunya yaitu jenis bahan baku yang termasuk jenis kayu keras (tempurung kelapa) akan berwarna lebih gelap (merah kecoklatan) jika dibandingkan dengan jenis kayu lunak (sabut kelapa) berwarna lebih terang (kuning kecoklatan). Di dalam asap cair terdapat senyawa yang dapat mempengaruhi warna asap cair. Senyawa dalam asap cair yang paling berperan dalam pembentukan warna coklat adalah karbonil. Dijelaskan dalam Ruiter (1979) komponen dari karbonil yang dapat meningkatkan terjadinya pencoklatan adalah glikoaldehid dan metilglioksal yang merupakan bahan pencoklat yang aktif dengan gugus amino. Mekanisme pembentukan warna ini merupakan reaksi yang sama dengan reaksi pencoklatan Maillard non enzimatis. Reaksi Maillard adalah reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Diantara komponen karbonil, ada empat komponen yang sangat mempengaruhi, yaitu glikoaldehid, metilglioksal, formaldehid, dan asetol. Glikoaldehid dan metal glioksal merupakan bahan pencoklat yang aktif dengan gugus amino, tetapi asetol memiliki potensi pencoklat yang lebih rendah.

Kualitas Asap Cair

Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam asap cair. Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam asap cair sangat dipengaruhi oleh kondisi pirolisis dan jenis bahan baku (Nakai, 2006 dalam Gani, 2007). Kelompok senyawa asam karboksilat merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam asap cair dari. Hal ini disebabkan besarnya kadar selulosa dan hemiselulosa dari masing-masing bahan. Pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti dengan dehidrasi untuk menghasilkan glukosa, sedangkan tahap kedua adalah pembentukan asam asetat dan homolognya bersama-sama dengan air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992). Komposisi asap yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor dian-taranya adalah jenis bahan dasar, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan. Bahan dari kayu yang keras memiliki kandungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi daripada kayu lunak, dengan kandungan senyawanya yang tinggi tersebut kayu keras lebih baik digunakan daripada kayu lunak karena dapat menghasilkan aroma yang lebih baik serta lebih kaya kandungan senyawa aromatik dan senyawa asamnya. Data hasil analisa menunjukkan terdapat 13 komponen yang teridentifikasi pada asap cair dari hasil pirolisis bahan baku. Senyawa-senyawa tersebut secara keseluruhan berasal dari degradasi termal karbohidrat kayu seperti karbonil, asam, furan dan turunan pyran. Selain itu juga berasal dari degradasi termal lignin, seperti fenol, guaiakol dan syringol (Budijanto, 2008). Kualitas asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini ditentukan oleh kadar fenol dan kadar asam karena kedua senyawa tersebut yang memiliki peranan paling besar sebagai zat antimikroba. Semakin tinggi kadar fenol dan kadar asam dari asap cair, maka kemampuan untuk menekan

(6)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 700 pertumbuhan mikroorganisme dari asap cair tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Pszczola (1995) bahwa dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek bakterisida/bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik, kombinasi keduanya dapat beker-ja secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, disamping itu fenol juga memiliki aktivitas antioksidan yang cukup besar. Grade 3 merupakan asap cair yang berasal dari distilasi pada suhu 100°C sampai 125°C. Asap cair grade 3 ini memiliki kualitas dibawah kualitas asap cair grade 1 karena memiliki kadar fenol dan kadar asam yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena asap cair grade 3 ini memiliki komponen air dalam jumlah yang banyak, sehingga air dapat menurunkan kepekatan dan kualitas dari asap cair. Keasaman dari asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair tersebut. Semakin tinggi kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam, hal ini dapat dibuktikan pada Tabel 1. Menurut Darmadji (1995), fenol dan asam organik berfungsi sebagai zat antimikrobial pada asap cair, dan peranannya akan semakin meningkat apabila ke-dua senyawa tersebut ada bersama-sama.

Kadar Fenol

Fenol merupakan zat aktif yang dapat memberikan efek antibakteri dan antimikroba pada asap cair. Kadar fenol asap cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa menunjukkan kadar tertinggi 3,04% dibandingkan dengan sabut (2,97). Hasil pirolisis lignin akan menghasilkan senyawa fenol. Senyawa ini berperan dalam pemberi aroma dan sebagai antioksidan. Tingginya kadar fenol asap cair tempurung kelapa memberikan indikasi asap cair sangat baik digunakan sebagai bahan pengawet dan penghambat kerusakan yang disebabkan karena oksidasi lemak.

Kadar Keasaman (Asam Asetat)

Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan kualitas dari asap cair yang diproduksi. Asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam asap cair adalah asam asetat. Asam asetat terbentuk sebagian dari lignin. Hal ini terjadi karena pada proses pirolisis berlangsung secara optimal sampai bahan baku terbakar dengan sempurna hingga tidak ada lagi tetesan asap cair yang keluar sehingga memungkinkan bagi komponen dari kayu untuk terdekomposisi seluruhnya menghasilkan senyawa-senyawa penyusun asap cair, termasuk asam-asam organik. Kadar asam asetat asap cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa lebih besar 7,3 % jika dibandingkan dengan sabut (6,8 %). Asam asetat ini tergolong senyawa asam yang mempengaruhi pH asap cair dan citarasa serta umur simpan produk asapan sekaligus mempunyai peranan sebagai anti bakter (Girard, 1992). Senyawa-senyawa asam ini meru-pakan hasil pirolisis dari selulosa (Vivas, 2006).

Hasil Pengukuran Nilai pH Asap Cair

Pengukuran pH dilakukan terhadap asap cair yang telah dipisahkan dari tar dengan menggunakan pH meter. Hasil pengukuran keasaman (pH) asap cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa lebih kecil 1,41 dibandingkan dengan sabut (2,62). Hal ini menunjukkan bahwa asap cair yang dihasilkan bersifat asam. Sifat asam ini berasal dari senyawa-senyawa asam yang terkandung dalam asap cair terutama asam asetat dan juga kandungan asam lainnya. Selain itu kadar fenol juga mempengaruhi pH dari asap cair karena fenol memiliki sifat asam yang merupakan pengaruh dari cincin aromatisnya. Hasil pembandingan kadar asam asetat dan nilai pH dari ketiga asap cair dapat dilihat pada Tabel 2, bila asap cair memiliki nilai pH yang rendah, maka kualitas asap cair yang dihasilkan tinggi karena secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap maupun sifat organoleptiknya. Menurut Yatagai (2004) dalam Pujilestari (2010), bahwa pH asap cair yang baik berkisar antara 1,5 -

(7)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 701 3,7 karena pada kondisi pH yang rendah mikroba yang berspora tidak dapat hidup dan berkembang biak sehingga dapat berperan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki pH paling kecil dibandingkan dengan asap cair sabut kelapa karena kandungan asam asetatnya yang tinggi yaitu sebesar 7,3%. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa asap cair dari tempurung kelapa memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dari asap cair sabut kelapa. Hal ini dikarenakan tempurung kelapa memilki komponen hemiselulosa lebih besar daripada sabut kelapa, sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih besar. Hemiselulosa adalah komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasil-kan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat. Selain itu, perbedaan nilai pH dari sabut dan tempurung kelapa juga dipengaruhi oleh kadar fenol dari beberapa bahan limbah kelapa ini. Semakin tinggi kadar fenol dari asap cair, maka semakin rendah pula nilai pH dari asap cair (semakin asam). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, dimana tempurung kelapa memiliki kadar fenol yang lebih tinggi daripada jenis sabut kelapa sehingga tempurung kelapa memiliki pH yang lebih rendah daripada jenis bahan sabut.

Tabel 2. Perbandingan Nilai pH dengan Fenol dan Keasaman (Asam Asetat) Asap Cair dari Sabut dan Tempurung Kelapa

No Jenis Limbah

Pertanian Fenol

Keasaman

(Asam Asetat) Nilai pH

1 Sabut 2,97 % 6,8 % 2,62

2 Tempurung Kelapa 3,04 % 7,3 % 1,41

Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu bakau, kayu rasamala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik (Astuti, 2000). Dari kandungan senyawa yang dimiliki oleh ketiga bahan yang digunakan sebagai bahan dasar pembuat asap cair dapat dilihat bahwa sifat antibakteri asap cair dari tempurung kelapa lebih baik dari pada asap cair sabut kelapa.

Pengawet pada Struktur Kayu

Kelompok senyawa dalam asap cair yang mendukung sifat antimikroba adalah fenol dan asam. Senyawa fenol dapat memperpanjang fasa lag mikrobia di dalam bodi atau di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tidak berubah, kecuali konsentrasi fenol sangat tinggi. Selain sebagai antimikroba, senyawa fenol juga berperanan menghambat oksidasi lemak melalui pencegahan pembentukan radikal bebas yang berdampak terhadap pen-cegahan pembentukan off flavor oksidatif (Pszczola,1995). Struktur kayu yang berkualitas rendah tidak memiliki serat untuk fungsi mekanis sehingga sangat rapuh dan tidak stabil. Komponen kandungan kayu adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, serat, parenkim, air, abu, dan pati. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi kayu rendah. Parenkim bagian atas pohon mengandung pati hingga 40%, ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik kayu rendah (mudah patah/retak) dan mudah di serang rayap. Asap cair ini memiliki kemampuan dapat mengawetkan kayu terutama terhadap jamur pembusuk putih seperti jamur Ganoderma

sp dan Paliporus alcularis dan penyemprotan asap cair pada pengolahan karet dapat

menghilang-kan/menetralkan bau busuknya dan asap cair dapat membekukan lateks (getah karet) dengan sempurna dengan nilai plastisitas tinggi, dan sifat fisik vulkanisat setara atau bahkan lebih baik diban-dingkan dengan karet yang dihasilkan dengan pembeku asam format (semut). Asap cair dapat mengatasi bau busuk dari karet yang selama ini belum pernah dapat diatasi, karena mengandung 67 jenis senyawa yang dapat berfungsi mencegah dan mematikan pertumbuhan bakteri (yang berperan dalam timbulnya bau busuk) dan senyawa-senyawa yang mudah menguap serta berbau spesifik asap. Dua senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil pirolisis lignin, sedang-kan asam-asam organik dari hasil

(8)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 702 pirolisis selulosa dan hemiselulosa. Semakin tinggi kadar lignin, maka akan semakin besar kadar keasaman (Asam Asetat) yang diperoleh. Kadar lignin yang terbesar adalah asap cair tempurung kelapa yaitu 29,4% dibandingkan dengan asap cair sabut (29,23). Hal ini akan tampak pada Gambar 2. yaitu perbanding struktur kayu yang diolesi dengan asap cair dengan kayu yang tidak diolesi asap cair.

Gambar 2. Perbandingan Struktur Kayu A. Kayu yang diolesi asap cair; Gambar B. Kayu yang tidak

diolesi asap cair

Kesimpulan

Kadar fenol yang terbesar adalah pada jenis tempurung kelapa sebesar 3,04%. Kadar asam yang terbesar adalah pada jenis tempurung kelapa sebesar 7,3%. Nilai pH yang terendah adalah pada jenis tempurung kelapa yaitu 1,41. Total rendemen yang terbesar adalah pada jenis sabut kelapa sebesar 28,01%;

Limbah kelapa yang memiliki kualitas terbaik sebagai bahan pengawet alami untuk kayu adalah tempurung kelapa.

Acuan Rerefensi

Budijanto, S. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Produk Pangan. IPB. J.

BPTP Jambi, 2010. Teknologi Pembekuan Lateks dengan Deorub. Leaflet, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Jambi, 2 hlm

Darmadji, P. 1995. Produksi asap cair dan sifat fungsionalnya [Laporan Penelitian]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertani-an, Universitas Gadjah Mada

Darmadji, P. 2006. Perancangan Penanganan Sampah Kota dengan Tek-nologi Asap Cair, Agtitech Vol 26(1)

Fatimah, F., dkk. 2009. Penuruan Kan-dungan Benzo(A)pyren Asap Cair Hasil Pembakaran. Universitas Samratulangi Manado. Chem.Pro. Vol.2, No.1

Gani, A., dkk. 2007. Karakteristik Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. IPB. J.Tek Ind Per. Vol. 16(3), 111-118

Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. New York: Clermont Ferrand, Ellis Horwood

Pujilestari, T. 2010. Analisa Sifat Fisiko Kimia dan Anti Bakteri Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Untuk Pengawet Pangan. Samarinda. JRTI Vol 4 No.8

Pszezola, D. E. 1995. Tour highlights production and uses of smoke-based flavors. Liquid smoke a natural aqueous condensate of wood smoke provides various advantages in addition to flavors and aroma. J Food Tech 1:70-74.

Ruiter, A., 1979. Colour of Smoke Food. Food Tech 33(5): 54-63

Solichin, M. dan Anwar, 2006. Deorub K Pembeku Lateks dan Pencegah Timbulnya Bau Busuk Karet. Sinar Tani edisi 11-17 Oktober 2006

Subdit Pasca Panen Perkebunan, 2008. Penanganan Pasca Panen Karet. Direktorat Penanganan Pasca Panen, Ditjen PPHP, 29 hlm.

Tekasakul, P and S. Tekasakul, 2006. Enviromental problems related to natural rubber production in Thailand. Journal of Aerosol Research 21 (2); 122-129.

B A

(9)

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 703 Tranggono, S., B. Setiadji, P. Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1996. IdentifIkasi asap cair

dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2): 15-24

Yuniningsih S, Anggraini S.P. Abrina. 2013. “Characterization of Liquid Smoke from Coconut Shell to Be Applicated as Safe Food Preservatives for Human Health”, Journal of Agriculture and Food Technology, 3(2) : 1-5

Ucapan TerimaKasih

Diucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah menyediakan dana penelitian lanjutan Hibah Bersaing tahun 2014.

Daftar Pustaka

1. Budijanto, S. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk

Produk Pangan. IPB. J.

2. BPTP Jambi, 2010. Teknologi Pembekuan Lateks dengan Deorub. Leaflet, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Jambi, 2 hlm

3. Darmadji,P. 1995. Produksi asap cair dan sifat fungsionalnya [Laporan Penelitian]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

4. Darmadji, P. 2006. Perancangan Penanganan Sampah Kota dengan Teknologi Asap Cair, Agtitech Vol 26(1)

5. Fatimah, F., dkk. 2009. Penuruan Kandungan Benzo(A)pyren Asap Cair Hasil Pembakaran. Universitas Samratulangi Manado. Chem.Pro. Vol.2, No.1

6. Gani, A., dkk. 2007. Karakteristik Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. IPB. J.Tek Ind Per. Vol. 16(3), 111-118

7. Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. New York: Clermont Ferrand, Ellis Horwood

8. Pujilestari, T. 2010. Analisa Sifat Fisiko Kimia dan Anti Bakteri Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Untuk Pengawet Pangan. Samarinda. JRTI Vol 4 No.8

9. Pszezola, D. E. 1995. Tour highlights production and uses of smoke-based flavors. Liquid smoke a natural aqueous condensate of wood smoke provides various advantages in addition to flavors and aroma. J Food Tech 1:70-74.

10. Ruiter, A., 1979. Colour of Smoke Food. Food Tech 33(5): 54-63

11. Solichin, M. dan Anwar, 2006. Deorub K Pembeku Lateks dan Pencegah Timbulnya Bau Busuk Karet. Sinar Tani edisi 11-17 Oktober 2006

12. Subdit Pasca Panen Perkebunan, 2008. Penanganan Pasca Panen Karet. Direktorat Penanganan Pasca Panen, Ditjen PPHP, 29 hlm.

13. Tekasakul, P and S. Tekasakul, 2006. Enviromental problems related to natural rubber production in Thailand. Journal of Aerosol Research 21 (2); 122-129.

14. Tranggono, S., B. Setiadji, P. Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1996. IdentifIkasi asap cair dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2): 15-24

15. Yuniningsih S, Anggraini S.P. Abrina. 2013. “Characterization of Liquid Smoke from Coconut Shell to Be Applicated as Safe Food Preservatives for Human Health”, Journal of Agriculture and Food Technology, 3(2) : 1-5

Gambar

Tabel  1. Kandungan Asap Cair dari beberapa Jenis Limbah Kelapa  Jenis Limbah
Gambar 2. Perbandingan Struktur Kayu  A. Kayu yang diolesi asap cair; Gambar B. Kayu yang tidak  diolesi asap cair

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL : DOKTOR HONORIS CAUSA UGM UNTUK DUA PERAIH NOBEL MEDIA : BERNAS. TANGGAL : 11

Pada dasarnya kode program pada suatu aplikasi adalah instruksi-instruksi yang dibuat oleh user untuk melakukan tugas tertentu seperti misalnya melakukan perhitungan, memanipulasi

Program yang sudah di isi ke dalam mikrokontroller ini dikendalikan oleh 4 buah tombol push on yang berfungsi sebagai inputan dan LED sebagai indikator dari hasil keluaran

[r]

Pembahasan dimulai dengan memperkenalkan rangakaian yang digunakan untuk membuat alat tersebut, kemudian juga membahas tentang Assembler sebagai alat Bantu dalam penulisan

Terkadang kesalahan pada komponen-komponen bisa terjadi sewaktu-waktu tanpa mengetahui sebelumnya Jadi kesimpulan yang didapat dari penulisan ilmiah ini yaitu membuat sebuah alat

[r]

Maka kesimpulan yang di dapat dari tulisan ilmiah ini yaitu penunjuk waktu digital jam, menit dan detik yang dapat diatur dan dikendalikan pada mikrokontroler AT89S52 yang