• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL LAPISAN 850 MILIBAR TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL LAPISAN 850 MILIBAR TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PILLAR OF PHYSICS, Vol. 8. Oktober 2016, 49-56

49

ANALISIS HUBUNGAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL LAPISAN 850

MILIBAR TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT

𝐋𝐢𝐥𝐢 𝐒𝐚𝐫𝐭𝐢𝐤𝐚

𝟏

𝐀𝐬𝐫𝐮𝐥

𝟐

𝐒𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐍𝐮𝐠𝐫𝐨𝐡𝐨

𝟑

1)

Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Padang

2)

Staf Pengajar Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Padang

3)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Sta. Klimatologi Sicincin

lilisartika05@gmail.com

ABSTRACT

This study was conducted to determine the effect of zonal wind and meridional wind layer 850 millibars to rainfall in Sumatra Barat. Additionally, it also obtained the pattern of both zonal wind and meridional wind that give impact to rainfall in West Sumatra. This study used rainfall data that were taken monthly, wind zonal and meridional winds of 850 millibars layer equivalent to 1.4 km from 1998 to 2015. Defining relationships zonal wind and meridional wind on the distribution of posts precipitation of rain in three regions, ie the waterfront area, mountainous regions and areas behind the mountains. The division of this region to give a picture of wind patterns that affect rainfall in West Sumatra. Influence of zonal wind and meridional wind to precipitation was analyzed using canonical correlation analysis using software Climate Predictability Tool (CPT). while to see the patterns of wind zonal and meridional wind using software The Grid Analysis and Display System (Grads) version 2.0. The result showed zonal wind relation to rainfall resulted in moderate correlation in March with a correlation coefficient (r = 0.45) whereas the meridional wind has a low correlation (r = 0.37). In November of zonal wind has a low correlation with a correlation coefficient (r = 0.36) compared to the meridional winds that showed a strong correlation (r = 0.60). So rainfall that occurred in West Sumatra is predominantly influenced by the zonal wind in March, while in November more influenced meridional wind. Meanwhile, wind patterns that affect rainfall in West Sumatra have equatorial wind pattern and the pattern of the monsoon.

Keywords : angin zonal, angin meridional, curah hujan, pola ekuatorial, pola monsun

PENDAHULUAN

Indonesia secara geografis memiliki keragaman curah hujan yang cukup besar antar daerah dimana pembentukan awan dan hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi lokal seperti topografi, suhu permukaan laut dan kondisi sirkulasi angin lapisan atas di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat pada siklus air, dimana angin berperan membawa kumpulan awan, pada akhirnya kumpulan awan tersebut mengeluarkan titik-titik air yang disebut hujan. Pembentukan awan merupakan indikator dinamika cuaca yang disebabkan oleh tercapainya pengembunan atau kondensasi pada suhu tertentu. Kondensasi adalah proses perubahan uap air menjadi cair. Perubahan uap air menjadi cair terjadi setelah uap air tersebut di atmosfer mengalami proses pendinginan. Selama proses pendinginan akan dilepaskan panas laten yang dikandung oleh uap air ke udara dan sekitarnya. Panas laten tersebut merupakan penyumbang energi ke atmosfer yang cukup besar pada saat pembentukan awan kumulus[10].

Jenis awan kumulus yang dapat menyebabkan hujan lebat adalah cumulonimbus. Angin pada lapisan 850 milibar atau setara dengan ketinggian 1,4 km dapat mempengaruhi pembentukan awan yang dapat menyebabkan curah hujan di suatu wilayah.

Pada lapisan ini pengaruh topografi tidak berpengaruh terhadap pergerakan arah angin angin[5]. Angin adalah udara yang bergerak dari

daerah bertekanan udara tinggi ke daerah yang bertekanan udara lebih rendah[4]. Pergerakan udara

ini disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain, sehingga udara akan mengalir dari tekanan udara tinggi ke tempat tekanan udara yang lebih rendah. Akan tetapi, perputaran bumi pada sumbunya, akan menimbulkan gaya yang mempengaruhi arah pergerakan angin yang disebut pengaruh coriolis (coriolis effect). Pengaruh coriolis menyebabkan angin bergerak searah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi selatan dan sebaliknya bergerak dengan arah berlawanan arah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi utara[5].

Gerakan arah horizontal angin terbagi menjadi dua arah yaitu arah lintang dan arah bujur, untuk arah timur barat disebut angin zonal dan untuk arah selatan utara disebut angin meridional. Angin zonal merupakan angin yang bergerak dari arah timur ke barat atau barat ke timur. Angin zonal yang bergerak kearah timur, umumnya terjadi pada saat musim hujan. Pada saat musim basah angin zonal baratan dominan terjadi di wilayah Indonesia dengan kecepatan 0 sampai 10 meter/detik, Pada saat musim kemarau angin zonal timuran dominan terjadi di

(2)

50

wilayah Indonesia dengan kecepatan angin 0 sampai 10 meter/detik. Angin meridional merupakan angin yang bergerak dari utara ke selatan atau dari selatan ke utara. Pada saat musim hujan kecepatan angin tersebut berkisar antara 0 sampai 10 meter/detik, sedangkan pada saat musim kemarau kecepatan angin berkisar antara 0 sampai 5 meter/detik. Proses gerakan angin ini akan mengalami kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis[9].

Pergantian musim di Indonesia mengakibatkan jumlah butiran curah hujan juga dipengaruhi oleh angin monsun[8]. Dampak adanya angin monsun di

Indonesia adalah adanya angin baratan dan angin timuran. Angin baratan bertiup pada bulan Oktober-Maret, yang bertepatan saat terjadi monsoon dingin di asia. Angin ini membawa massa udara dingin dan lembab, sehingga menimbulkan hujan di berbagai lokasi yang terkena pengaruhnya. Angin timuran bertiup pada bulan April – September, bertepatan dengan monsoon panas Asia. Angin ini membawa massa udara kering menyebabkan musim kemarau bagi lokasi yang terkena pengaruhnya[6].

Curah hujan adalah jumlah air yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Presipitasi merupakan proses jatuhnya butiran air atau kristal es. Presipitasi sebagian akan jatuh di permukaan laut dan sebagian lagi akan jatuh di wilayah daratan. Air asal presipitasi yang jatuh ke daratan yang tidak diuapkan kembali ke atmosfer, akan mengalir ke lautan, baik melalui aliran permukaan (sungai) maupun melalui aliran bawah tanah, atau gabungan dari kedua cara ini ini[6].

Sumatera Barat memiliki posisi geografis yang strategis, yaitu berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi ini menyebabkan curah hujan di Sumatera Barat memiliki pola ekuatorial, dimana curah hujan maksimum terjadi dua kali dalam setahun atau disebut pola bimodial. Pola curah hujan ekuatorial berkaitan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah utara dan selatan mengikuti pergerakan semu matahari. Zona konvergensi merupakan pertemuan dua massa udara (angin) yang berasal dari dua belahan bumi, kemudian udaranya bergerak ke atas[7]. Curah hujan maksimum di suatu

daerah terjadi karena wilayah ekuatorial mengalami surplus energi matahari di segala musim. Energi ini digunakan untuk menggerakkan atmosfer global ke wilayah lintang menengah dan tinggi melalui awan kumulus tinggi yang banyak terbentuk di Benua Maritim Indonesia [10].

Daerah Sumatera Barat memiliki deretan pegunungan yang menjulang seperti bukit barisan. Pegunungan merupakan penghalang fisik begi pergerakan angin. Udara yang terdorong naik akan

menurun suhunya secara adiabatik dan menyebabkan terjadinya proses kondensasi. Curah hujan untuk sisi arah datang angin lembab akan tinggi dan pada sisi Bukit Barisan di sebelahnya curah hujan akan sangat rendah[12].

A. Canonical Corelation Analysis

Analisis korelasi kanonik pada dasarnya

merupakan salah satu metode analisis

variabel/peubah ganda yang ditujukan untuk mengetahui keterkaitan antara dua kelompok peubah. Besarnya keterkaitan ini diukur dengan nilai korelasi antara dua kelompok tersebut. Jika korelasi dua kelompok ini nyata serta secara teoritis ada hubungan fungsional antara keduanya, maka melalui analisis regresi multivariate dapat dirumuskan model yang menghubungkan keduanya. Dalam hal ini satu kelompok sebagai peubah prediktor (misalnya parameter ENSO dan/atau Dipole Mode) dan lainnya sebagai peubah respon (misalnya curah hujan). Dari sini dapat dilakukan prediksi satu kelompok peubah berdasarkan peubah pada kelompok lainnya. Misalkan karakteristik dari vektor variabel acak x dan y adalah sebagai berikut:

𝐸 𝑌 = 𝜇𝑌 𝐶𝑜𝑣 𝑌 = ∑𝑌𝑌 (1)

𝐸 𝑋 = 𝜇𝑋 𝐶𝑜𝑣 𝑋 = ∑𝑋𝑋 (2)

𝐶𝑜𝑣 𝑋, 𝑌 = ∑𝑋𝑌 = ∑𝑌𝑋𝑡 (3)

Kombinasi linear dari kedua variabel tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑊 = 𝑎𝑇𝑋 = 𝑎

1𝑋1+ 𝑎2𝑋2+ ⋯ + 𝑎𝑞𝑋𝑞 (4)

𝑉 = 𝑏𝑇𝑌 = 𝑏

1𝑌1+ 𝑏2𝑌2+ ⋯ + 𝑏𝑞𝑌𝑞 (5)

Sehingga persamaan (4) dan (5) dapat ditulis 𝑉𝑎𝑟 𝑊 = 𝑎𝑡𝐶𝑜𝑣 𝑋 𝑎 = 𝑎𝑡

𝑋𝑋𝑎 (6)

𝑉𝑎𝑟 𝑉 = 𝑏𝑡𝐶𝑜𝑣 𝑌 𝑏 = 𝑏𝑡

𝑌𝑌𝑏 (7)

Dari persamaan (6) dan (7), akan diperoleh 𝐶𝑜𝑣 𝑊, 𝑉 = 𝑎𝑡𝐶𝑜𝑣 𝑋, 𝑌 𝑏 = 𝑎𝑡

𝑋𝑌𝑏 (8)

Vektor koefisien a dan b dapat diperoleh dengan cara mencari 𝜌12> 𝜌22> ⋯ > 𝜌𝑘2 yang

merupakan nilai eigen dari matriks ∑𝑌𝑌−1∑𝑌𝑋∑𝑋𝑋−1∑𝑋𝑌

yang berpadanan dengan vektor eigen 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑘.

Disamping itu, 𝜌12> 𝜌22> ⋯ > 𝜌𝑘2 juga

merupakan nilai eigen dari matriks ∑𝑋𝑋−1∑𝑋𝑌∑𝑌𝑌−1∑𝑌𝑋

yang berpadanan dengan vektor eigen 𝑒1, 𝑒2, … , 𝑒𝑘.

Sehingga vektor koefisien a dan b diperoleh sebagai berikut: 𝑎1= 1 𝑒1𝑡∑𝑋𝑋𝑒1 𝑒1 𝑏1= 1 𝑓1𝑡∑𝑌𝑌𝑓1 𝑓1 (9)

(3)

51

𝑎2= 1 𝑒2𝑡∑𝑋𝑋𝑒2 𝑒2 𝑏2= 1 𝑓2𝑡∑𝑌𝑌𝑓2 𝑓2 (10) 𝑎𝑘= 1 𝑒𝑘𝑡∑𝑋𝑋𝑒𝑘 𝑒𝑘 𝑏𝑘 = 1 𝑓𝑘𝑡∑𝑌𝑌𝑓𝑘 𝑓𝑘 (11)

Dengan mensubstitusi persamaan (8) dan (11), Korelasi kanonik diperoleh dengan menghitung: 𝐶𝑜𝑟𝑟 𝑊𝑘, 𝑉𝑘 = 𝜌 =

𝑎𝑘𝑡∑𝑋𝑌𝑏𝑘 𝑎𝑘𝑡∑𝑋𝑋𝑎𝑘 𝑏𝑘𝑡∑𝑌𝑌𝑏𝑘

Perumusan Canonical Corelation Analysis diatas digunakan untuk menentukan hubungan angin zonal dan angin meridional terhadap curah hujan yang terjadi di Sumatera Barat[13]. Secara umum,

koefisien korelasi yang besar menunjukkan hubungan yang kuat, dan sebaliknya. Koefisien korelasi akan bergerak antara 0,00 sampai dengan 1,00. Koefisien korelasi yang mendekati 1,00 menunjukkan hubungan yang semakin kuat, sebaliknya koefisien korelasi yang mendekati nol menandakan hubungan korelasi lemah [2]. Kekuatan korelasi seperti tinggi,

rendah, sedang, kuat, lemah, dan sejenisnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sangat tinggi r = diatas 0,8 Kuat r = 0,6 sampai 0,8 Sedang r = 0,4 sampai 0,6 Rendah r = 0,2 sampai 0,4 Sangat rendah r = dibawah 0,2 [1].

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder, berupa data curah hujan dan angin zonal dan angin meridional lapisan 850 milibar setara dengan 1.4 km yang merupakan ketinggian awan cumulusnimbus yang menyebabkan terjadinya hujan selama 16 tahun dari tahun 1998-2015 dengan jumlah pos hujan sebanyak 132 titik pos hujan di Sumatera Barat. Data angin zonal dan angin meridional diperoleh dari data reanalysis bulanan NOAA (National Ocean and

Atmospheric Administration) dapat didownload

secara bebas pada alamat website

(www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded) dengan

resolusi 2.5°×2.5° yang telah dianalisis, daerah pengamatan yaitu Sumatera Barat. Data curah hujan Sumatera Barat diperoleh dari data TRMM (Tropical

Rainfall Measuring Mission) bulanan dengan resolusi

2.5°×2.5° dapat didownload bebas pada alamat website (www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded). Data reanalisis curah hujan, angin zonal dan angin meridional divalidasi menggunakan data obervasi. Untuk data angin zonal dan angin meridional divalidasi menggunakan data radiosonde sebagai titik wakil yaitu stasiun BMKG Tabing, sedangkan data curah hujan menggunakan data penakar hujan observatorium.

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian di Sumatera Barat daratan (Sumber: Padang.com)

Cangkupan wilayah penelitian adalah wilayah Sumatera Barat dengan koordinat 95° BT-105° BT dan 4° LS-0.1°LU. sesuai Gambar 1.

Sebelum pengolahan data, dilakukan

pengklasifikasian untuk daerah yang akan dijadikan sampel untuk mewakili daerah di Sumatera Barat. Klasifikasi daerah sampel diambil dari daerah yang dekat dengan tepi pantai, daerah pegunungan, dan daerah dibelakang pegunungan atau sebelah timur bukit barisan. Pengambil daerah sampel di daerah tepi pantai disebabkan karena daerah tepi pantai lebih dipengaruhi oleh angin yang berasal dari Samudera Hindia. Pengambilan daerah sampel di daerah pegunungan karena daerah tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh angin yang berasal dari Samudera Hindia tetapi juga dipengaruhi angin pegunungan. Sedangkan pengambilan daerah sampel di belakang pegunungan atau sebelah timur bukit barisan karena curah hujan akan sangat rendah diakibatkan terhalang pergerakannya oleh keberadaan pegunungan. Pada penelitian ini, data angin zonal dan angin meridional yang telah diolah selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan data curah hujan untuk mendapatkan pengaruh yang dominan terjadi di Sumatera Barat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

a. Korelasi Angin zonal dan Angin Meridional terhadap Curah Hujan

Korelasi antara curah hujan dengan angin zonal dan angin meridional dapat dilihat dalam bentuk titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat dari tahun 1998-2015 tiap bulannya.

(4)

52

Gambar 2. Korelasi Angin Zonal dengan Curah Hujan bulan Maret

Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin zonal pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.47, BIM memiliki nilai korelasi -0.43 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi -0.18. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai korelasi -0.52, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu -0.44 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi -0.59. Titik pos hujan yang berada di belakang pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi -0.55, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi -0.40 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.49.

Gambar 3. Korelasi Angin Meridional terhadap Curah Hujan

Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin meridional pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai positif dan negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.37, BIM memiliki nilai korelasi -0.37 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi 0.02. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai

korelasi -0.46, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu -0.35 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi -0.47. Titik pos hujan yang berada di belakang pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi -0.56, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi 0.31 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.44.

b. Pola Angin Zonal dan Angin Meridional

Gambar 4. Pola Angin Zonal dan Angin Meridional pada bulan Maret

Pada Gambar 4, dapat dilihat pola angin zonal dan angin meridional pada bulan Maret 1998-2015. Untuk titik pos yang dekat dengan pantai angin zonal yang berpengaruh adalah dari arah barat, sedangkan titik pos hujan yang jauh dengan pantai dipengaruhi oleh angin zonal yang bergerak dari arah timur.

Gambar 5. Korelasi Curah Hujan dengan Angin Zonal bulan September

Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin zonal pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai positif dan negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.22, BIM memiliki nilai korelasi 0.23 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi -0.20. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai korelasi

(5)

53

0.21, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu 0.25 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi 0.14. Titik pos hujan yang berada di belakang pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi 0.08, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi 0.18 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.27.

Gambar 6. Korelasi Curah Hujan dengan Angin Meridional bulan November

Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin meridional pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.48, BIM memiliki nilai korelasi -0.70 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi -0.57. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai korelasi -0.52, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu -0.69 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi -0.55. Titik pos hujan yang berada di belakang pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi -0.64, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi -0.65 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.57.

Gambar 7. Pola Angin Zonal dan Meridional bulan September

Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa pola angin zonal dan angin meridional yang terjadi pada bulan September dari tahun 1998-2015 untuk Provinsi Sumatera Barat dipengaruhi oleh angin zonal yang berasal dari arah timur.

Gambar 8. Korelasi curah hujan dengan angin zonal bulan November

Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin zonal pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.25, BIM memiliki nilai korelasi -0.45 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi -0.37. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai korelasi -0.29, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu -0.46 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi -0.28. Titik pos hujan yang berada di belakang pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi -0.29, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi -0.38 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.36.

Gambar 9. Korelasi Curah Hujan dengan Angin Meridional bulan November

Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa korelasi antara curah hujan dengan angin meridional pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai negatif. Titik pos hujan yang dekat dengan pantai seperti Parit memiliki nilai korelasi -0.48, BIM memiliki nilai korelasi -0.70 dan Bendungan IndraPura memiliki nilai korelasi -0.57. Untuk titik pos hujan yang berada di daerah pegunungan seperti Suliki memiliki nilai korelasi -0.52, Danau Kembar Solok memiliki nilai korelasi yaitu -0.69 dan Muara Labuh memiliki nilai korelasi -0.55. Titik pos hujan yang berada di belakang

(6)

54

pegunungan dengan titik acuan bibir pantai seperti Pangkalan memiliki nilai korelasi -0.64, UPTB BPK Tanjung Gadang memiliki nilai korelasi -0.65 dan BPP Koto Baru memiliki nilai korelasi -0.57.

Gambar 10. Pola Angin Zonal dan Meridional bulan November

Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa pola angin zonal dan angin meridional yang terjadi pada bulan November dari tahun 1998-2015 untuk Provinsi Sumatera Barat dipengaruhi oleh angin zonal yang berasal dari arah timur.

2. Pembahasan

a. Pengaruh angin zonal dan angin meridional terhadap curah hujan di Sumatera Barat

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan antara angin zonal terhadap curah hujan dan angin meridional terhadap curah hujan yang terjadi di Sumatera Barat, didapatkan kecepatan angin tertinggi setiap bulannya bervariasi dari tahun 1998-2015 di beberapa titik stasiun pos hujan. Pada pengolahan data ini diambil 9 titik stasiun untuk mewakili data dari 132 titik stasiun yang ada di Sumatera Barat. Pengambilan titik stasiun ini meliputi daerah tepi pantai, daerah pegunungan dan daerah dibelakang pegunungan atau dibelakang bukit barisan.

Curah hujan di Sumatera Barat termasuk ke dalam pola curah hujan ekuatorial, yang memiliki dua puncak musim hujan dan hampir setiap tahun masuk dalam kriteria musim hujan. Pola curah hujan jenis ekuatorial terjadi sekitar pada bulan Maret dan November. Pada bulan Maret, korelasi antara curah hujan dengan angin zonal pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai negatif. Pos hujan yang dekat pantai memiliki hubungan yang rendah dengan koefisien korelasi ratarata (r = -0,363) dengan kecepatan angin rata-rata 2,05 𝑚 𝑠 dari arah barat. Pos hujan yang berada di pegunungan memiliki memiliki hubungan yang sangat rendah dengan koefisien korelasi (r = -0,522) dengan kecepatan angin rata-rata 2,05 𝑚 𝑠 dari arah barat. Pos hujan di dibelakang pegunungan memiliki hubungan sangat rendah dengan koefisien korelasi (r = -0,484) dengan kecepatan angin rata-rata 1,86 𝑚 𝑠 dari arah barat.

Korelasi curah hujan dengan angin meridional bernilai negatif, seperti korelasi curah hujan dengan angin zonal. Pos hujan dekat dengan pantai memiliki hubungan yang sangat rendah dengan koesfisien korelasi (r = -0,242) dengan kecepatan angin rata-rata 1,30 𝑚 𝑠 dari arah selatan. Pos hujan yang berada di pegunungan memiliki hubungan yang sangat rendah dengan koefisien korelasi (r = -0,433) dengan kecepatan angin rata-rata 1,30 𝑚 𝑠 dari arah selatan. Pos hujan yang berada di belakang pegunungan memiliki hubungan yang sangat rendah dengan koefisien korelasi (r = -0,443) dengan kecepatan angin rata-rata 1,78 𝑚 𝑠 dari arah selatan. Pada bulan Februari korelasi angin zonal terhadap curah hujan dan korelasi angin meridional terhadap curah hujan memiliki hubungan yang sedang pada angin zonal dengan koefisien korelasi rata-rata (r = -0,456) sedangkan angin meridional memiliki hubungan yang sangat rendah dengan koefisien korelasi rata-rata (r = -0,372).

Pada bulan September, korelasi angin zonal terhadap curah hujan memiliki hubungan yang sangat rendah. Koefisien korelasi di daerah pantai memiliki hubungan berkebalikan dengan koefisien korelasi (r = -0,063), daerah dibelakang pegunungan memiliki koefisien korelasi sangat rendah (r = -0,006), sedangkan daerah pegunungan memiliki hubungan linier yang rendah dengan koefisien korelasi (r = 0,207). Korelasi angin meridional terhadap curah hujan memiliki hubungan linier berkebalikan yang rendah di daerah pantai dengan koefisien korelasi (r = -0,215), daerah pegunungan dan di belakang pegunungan memiliki hubungan linier dengan koefisien korelasi rendah di daerah pegunungan (r = 0,244), dan daerah dibelakang pegunungan memiliki koefisien korelasi yang sangat rendah (r = 0,032). Jadi korelasi angin zonal dan angin meridional terhadap curha hujan pada bulan September tidak dipengaruhi oleh angin lapisan 850 milibar, melainkan dipengaruhi oleh parametar lain seperti suhu permukaan alut, topografi, kondisi lokal, atau parameter lainnya.

Pada bulan November, korelasi antara curah hujan dengan angin zonal pada semua titik-titik pos hujan yang ada di Sumatera Barat bernilai nagatif dengan koefisien korelasi sedang di semua titik pos hujan. Sedangkan korelasi angin meridional terhadap curah hujan memiliki koefisien korelasi yang kuat di semua titik pos hujan. Pos hujan tepi pantai memiliki koefisien korelasi (r = -0,585), pos hujan di daerah pegunungan memiliki koefisien korelasi (r = 0,590), dan pos hujan dibelakang pegunungan dengan koefisien korelasi (r = -0,625). Jadi bulan November curah hujan yang terjadi di Sumatera Barat di pengaruhi oleh angin meridional.

Jadi hubungan angin zonal terhadap curah hujan menghasilkan korelasi sedang pada bulan

(7)

55

Maret dengan koefisien korelasi (r=0,45) sedangkan angin meridional memiliki korelasi rendah (r=0,37). Bulan November angin zonal memiliki korelasi rendah dengan koefisien korelasi (r=0,36) dibandingkan dengan angin meridional yang menunjukkan korelasi yang kuat (r=0,60). Curah hujan yang terjadi di Sumatera Barat memiliki hubungan yang rendah dengan angin zonal dan angin meridional lapisan 850 milibar, melainkan dipengaruhi oleh parameter lain seperti suhu permukaan laut, topografi, kondisi lokal, atau parameter lainnya.

1. Pola angin zonal dan angin meridional di Sumatera Barat

Curah hujan di Sumatera Barat lebih dominan dipengaruhi oleh angin zonal yang bergerak dari arah timur laut dan dari arah barat untuk daerah yang dekat dengan pesisir pantai. Hal ini disebabkan karena terjadi pembelokkan dari arah angin yang berasal dari arah barat ataupun dari arah timur. Salah satu pengaruhnya yaitu gaya coriolis yang menyebabkan pergerakan arah angin menjadi membelok, seperti yang terjadi pada bulan Maret. Daerah yang berada disepanjang pesisir pantai lebih dipengaruhi oleh angin zonal yang bergerak dari arah barat, dan angin tersebut membelok ke arah selatan. Sedangkan daerah yang berada jauh dari pesisir pantai lebih dipengaruhi oleh angin yang bergerak dari arah timur dan angin tersebut membelok ke arah selatan. Selain dipengaruhi oleh gaya coriolis, pergerakan arah angin juga dipengaruhi oleh deretan pegunungan. Daerah Sumatera Barat memiliki deretan pegunungan yang menjulang seperti bukit barisan. Menurut Tukidi [12], curah hujan untuk sisi

arah datang angin lembab (wind-ward side) akan tinggi dan pada sisi pegunungan disebelahnya (leeward) curah hujan akan sangat rendah.

Dari hasil pengolahan data antara angin zonal, angin meridional dan curah hujan, ternyata pola angin yang terbentuk adalah pola ekuatorial dan pola monsun. Untuk pola ekuatorial lebih dominan terjadi di daerah yang dekat dengan pantai. Pola ekuatorial yang terbentuk memiliki dua puncak kecepatan angin tertinggi yang terjadi yaitu pada bulan Maret dan November dengan nilai kecepatan angin 1.65 𝑚 𝑠 dan 2.24 𝑚 𝑠 . Pada bulan maret dan November terjadi musim hujan di Sumatera Barat terutama di daerah dengan pantai. Sedangkan kecepatan angin yang terendah terjadi pada bulan September dengan nilai kecepatan -0.36 𝑚 𝑠 , dimana terjadi musim kemarau di daerah Sumatera Barat.

Daerah yang berada jauh dari pantai atau dibelakang bukit barisan memiliki pola angin monsun. Pola angin monsun dapat terlihat jelas perbedaan antara musim hujan dengan musim

kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan Januari dan Desember dengan nilai kecepatan angin 2.59 𝑚 𝑠 dan 3.40 𝑚 𝑠 . Sedangkan musim kemarau terjadi pada April-Oktober dengan nilai kecepatan angin rata-rata 0.03 𝑚 𝑠 . Menurut Hermawan [3], tiga

puluh tiga stasiun penakar curah hujan yang tersebar di Sumatera Barat selama kurang lebih tujuh tahun pengamatan periode Januari 1986 hingga Desember 1992 menunjukkan bahwa dua puluh empat diantaranya menunjukkan curah hujan monsunal dengan osilasi tahunan yang dikenal dengan istilah AO (Annual Oscillation). Hal ini terlihat jelas bahwa daerah Sumatera Barat juga dipengaruhi oleh curah hujan monsunal yang terlihat dalam osilasi satu tahunan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil korelasi hubungan angin zonal dan angin meridional terhadap curah hujan di Sumatera Barat yang dominan berpengaruh adalah angin zonal, karena korelasi dua variabel tersebut memiliki hubungan linear yang sedang pada bulan Maret dengan koefisien korelasi (r=0,45) sedangkan angin meridional memiliki korelasi rendah (r=0,37). Bulan November angin zonal memiliki korelasi rendah dengan koefisien korelasi (r=0,36) dibandingkan dengan angin meridional yang menunjukkan korelasi yang kuat (r=0,60). Jadi curah hujan yang terjadi di Sumatera Barat lebih dominan dipengaruhi oleh angin zonal dari arah barat pada bulan Maret, karena angin baratan membawa uap air dari Samudera Hindia menuju arah timur sehingga menimbulkan hujan di berbagai lokasi yang terkena pengaruhnya. Pada bulan November lebih dipengaruhi angin meridional dari arah selatan. Angin yang bergerak dari arah selatan membawa uap air yang sedikit, karena melewati daerah gurun yang luas di benua Australia, sehingga menyebabkan musim kemarau bagi lokasi yang terkena pengaruhnya.

2. Pola angin angin zonal dan angin meridional yang terjadi di Sumatera Barat yaitu membentuk pola ekuatorial dan pola monsun. Daerah dekat dengan tepi pantai memiliki pola ekuatorial, dimana distribusi curah hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan maksimum yaitu pada bulan Maret dan November. Sedangkan daerah dibelakang bukit barisan memiliki pola monsunal dimana terlihat jelas perbedaan musim hujan dan musim kemarau.

(8)

56

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sta. Klimatologi Sicincin Sumatera Barat atas data yang telah digunakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Bartz, Albert E. 1999. Basic Statistical Concepts. USA: Prentice-Hall, Inc.

[2]. Furqon. 2004. Statistika Terapan untuk

Penelitian. Bandung: Alfabeta CV.

[3]. Hermawan, Eddy. 2010. Pengelompokkan Pola

Curah Hujan yang Terjadi di Beberapa Kawasan P. Sumatera Berbasis Hasil Analisis Teknik Spektral. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol.

11 No. 2-November 2010: 75-85.

[4]. Kato, S. dkk. 1998. Dinamika Atmosfer. Bandung: Penerbit ITB.

[5]. Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

[6]. Nieuwolt, S. 1987. Tropical Climatology. New York: John Wiley and Sons Inc, Bribane, Toronto.

[7]. Prawirowardoyo, Susilo. 1996. Meteorologi. Bandung: Penerbit ITB.

[8]. Rafi’i, Suryatna. 1995. Meteorologi dan

Klimatologi. Bandung: Penerbit Angkasa.

[9]. Sandy, L. M. 1987. Klimatologi Regional

Indonesia. Depok: Jurusan Geografi

FMIPA-UI.

[10]. Tjasyono, Bayong. dan Hariyono SW. 2006.

Meteorologi Indonesia 2: Awan dan Hujan Monsun. Badan Meteorologi dan Geofisika.

[11].

Tjasyono,

Bayong.

2008.

Sains

Atmosfer. Bandung: Penerbit Badan

Meteorologi dan Geofisika, 243-276.

[12]. Tukidi. 2010. Karakteristik Curah Hujan di

Indonesia. Jurusan Geografi FIS UNNES

Volume 7 No. 2 Juli 2010.

[13]. Wilks, Daniel S. 2006. Statistical Methods in

the Atmospheric Sciences Second Edition.

Department of Earth and Atmospheric Sciences Cornell University.

Gambar

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian di Sumatera Barat  daratan (Sumber: Padang.com)
Gambar 4. Pola Angin Zonal dan Angin Meridional  pada bulan Maret
Gambar 6. Korelasi Curah Hujan dengan Angin  Meridional bulan November
Gambar 10. Pola Angin Zonal dan Meridional bulan  November

Referensi

Dokumen terkait

Pada Metode penelitian hanya digunakan untuk mahasiswa yang mengambil tugas akhir membuat sistem informasi atau membuat alat, jika Skripsi yang dibuat hanya

5. Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya. Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada belum

Di beberapa daerah, sesuai dengan potensi ekonominya, sektor pertanian mampu menjadi sektor utama yang mampu mendongkrak perkembangan perekonomian. Di kabupaten Banyumas

1) Sistem Informasi Geografis untuk Mitigasi Bencana Alam Banjir di Kota Manado ini dirancang dengan menggunakan metodologi DAD, perangkat lunak yang bersifat open

3) Hasil analisis sikap kepedulian lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli produk hijau yang dapat dilihat dengan nilai t signifikan 0,000 lebih

Dalam tahap ini pendidik mempersiapakan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang sesuai dengan model

Dibanding dengan citra ALOS AVNIR-2 kedua citra gabungan mempunyai nilai akurasi total dan indeks kappa yang lebih rendah, namun lebih tinggi dibanding dengan citra ALOS

STUDI MENGENAI CONSTRUCTION WASTE PADA PROYEK KONSTRUKSI DI DAERAH KABUPATEN BADUNG, I Putu Gede Jaya Purnatha, NPM 08 02 13008, tahun 2013, Bidang Keahlian Manajemen