Darurat Kebakaran di Kapal Tanker X Tahun 2013
Hidayatullah1, Fatma Lestari2
Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Abstrak
Kejadian kapal tanker terbakar hampir setiap tahun terjadi di Indonesia, ini merupakan pekerjaan rumah bagi para operator kapal dan pemerintah sebagai regulator untuk mengatasi hal tersebut, mengingat kapal tanker merupakan kapal yang didesain sedemikian rupa yang seharusnya aman digunakan untuk mengangkut bahan-bahan berbahaya seperti crude oil, gas dan bahan kimia. Penelitian ini membahas tentang evaluasi sistem proteksi aktif, proteksi pasif, dan sistem tanggap darurat kebakaran di sebuah kapal tanker. Tujuan dibuatnya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sistem tanggap darurat kebakaran dengan standar Safety Of Life At Sea (SOLAS) 1974, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif melalui observasi dan telaah dokumen yang ada di kapal. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sistem tanggap darurat kebakaran di kapal tanker X belum seluruhnya memenuhi standar SOLAS’74 dan ini bias menjadi salah satu penyebab banyaknya kejadian kebakaran pada kapal tanker di Indonesia.
Keywords: Sistem proteksi aktif; proteksi pasif; sistem tanggap darurat; SOLAS’74. Abstract
In Indonesia almost every year there are cases of a fire on a tanker vessels, this is a problem for the vessel operators and government as regulators to solve this matter, considering tanker is a ship who have specially designed in to be use for the safe transport of hazardous materials such as crude oil , gas and chemicals. This study discusses the evaluation of active protection systems, passive protection, and emergency response systems of fire in a ship tanker. Objective of this study was to determine the suitability of active protection systems, passive protection systems, and fire emergency response system with standard Safety Of Life At Sea (SOLAS), 1974, the method used is descriptive research methods through observation and review of existing documents on board . From the research it can be concluded that the active protection system, passive protection systems, and fire emergency response system in ship tanker X, not fully meet the standards of SOLAS'74. This can be one of the causes of many case tanker vessels caught fire in Indonesia.
Key word: Active protection system; passive protection system; emergency response system; SOLAS’74.
1. Pendahuluan
Kapal tanker adalah jenis kapal yang di desain sedemikian rupa untuk mengangkut serta mendistribusikan bahan muatan cair berupa minyak, gas, bahan cair kimia dan muatan cair lainnya. Guna menunjang oprasional kapal jenis tangker ini membuat kapal ini memiliki banyak spesifikasi khusus baik dalam perencanaan, struktur bangunan, sistem-sistem yang berkerja, juga dalam kelasifikasinya.
Setiap jenis kapal akan memiliki risiko yang berbeda-beda. Dalam pembangunannya setiap kapal akan memiliki konstruksi dan peralatan yang spesifik sesuai dengan kegunaan/pemakaian kapal tersebut. Kapal tanker sebagai kapal yang membawa bahan-bahan mudah terbakar sangat riskan terhadap kebakaran dan ledakan. Kasus kebakaran kapal tanker hampir setiap tahun terjadi di Indonesia. Tanggal 28 Agustus 2010 kapal MT Gagasan Perak terbakar di terminal khusus Kangean Energy
Indonesia LTD., perairan Pulau Sepanjang, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur, kemudian tanggal 23 September 2011 kapal tanker/FSO Lentera Bangsa pengangkut crude oil terbakar di perairan kepulauan seribu tepatnya di area pengeboran minyak CNOOC SES LTD., yang mengakibatkan 4 orang terluka dan 1 orang hilang serta terhentinya produksi minyak. Berdasarkan laporan kecelakaan dan investigasi oleh KNKT, tahun 2007-2012 kasus kecelakaan kapal tanker sebanyak 6 kasus, 2 kasus tubrukan, 1 kasus kapal terbalik dan 3 kasus disebabkan karena kapal terbakar/meledak
Berkaitan dengan kejadian kecelakaan kapal yang terjadi pada kapal-kapal tanker tersebut, terutama kejadian yang paling sering terjadi yaitu kebakaran pada kapal tanker, dibutuhkan sebuah pencegahan baik berupa sistem manajemen maupun sistem proteksi kebakaran yang ada di kapal serta kemampuan nahkoda dan awak kapal untuk dapat menanggulangi kejadian kebakaran di kapal, agar akibat dari kejadian kebakaran tersebut seperti korban jiwa, kerugian materi non materi dan pencemaran dapat perkecil atau bahkan dihilangkan.
Terkait dengan kasus kebakaran yang terjadi pada kapal-kapal tanker pengangkut crude oil, maka penulis ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan kasus kebakaran kapal yaitu dengan melakukan evaluasi sistem proteksi aktif, system proteksi pasif dan sistem tanggap darurat kebakaran yang ada di kapal tanker. Penulis memilih kapal tanker X milik PT. ADY yang beroprasi diwilayah laut Indonesia yang mengangkut Crude Oil sebagai tempat penelitian.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif melalui observasi lapangan serta melakukan telaah dokumen yang tersedia diperusahaan guna menilai sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang ada di Kapal tanker X dibandingkan dengan standar SOLAS 74.
Unit yang diteliti meliputi komponen kelengkapan sistem proteksi aktif, yaitu : detektor, alarm, sprinkler, hidran dan APAR, sistem proteksi pasif, yaitu : jalan keluar darurat, pintu darurat, tangga darurat, sekoci, pelampung, jaket pelampung, kompartemenisasi dan tempat berhimpun serta sistem tanggap darurat
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa, data primer yang diperoleh dari hasil observasi dilapangan, data sekunder yang didapatkan berupa spesifikasi kapal dan alat diambil dari dokumen perusahaan yang menunjang data penelitian.
Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara dan observasi dengan menggunakan instrument berupa checklist. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari dokumen perusahaan yang terkait dengan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Data-data yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan dan analisa untuk dibandingkan dengan standar internasinal. Acuan yang digunakan peneliti sebagai pembanding adalah SOLAS 74.
3. Hasil Penelitian
3.1 Layout Kapal Tanker X
Gambar 1.1 Layout Kapal Tanker X Sumber : PT. Ady
3.2 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran
Berdasarkan hasil observasi dan identifikasi bahaya yang dilakukan penulis dilokasi penelitian, diketahui bahwa terdapat bebrapa sumber bahaya yang ada di kapal tanker X yaitu: kebocoran pada tangki muatan yang berisi crude oil yang mngandung uap atau gas yang mudah terbakar, hubungan pendek arus listrik pada instalasi listrik yang dipakai pada peralatan elektronik di kapal, radiasi panas yang berlebihan dari peralatan yang dioperasikan di kapal seperti, mesin utama, cerobong, mesin pendingin kapal dan alat masak.
Terdapat beberapa barang terbuat dari bahan mudah terbakar yang dapat berfungsi sebagai bahan bakar seperti, meja kerja nahkoda, meja dan kursi di ruang makan, meja di ruang meeting dan furniture di ruang tidur yang terbuat dari kayu.
3.3 Spesifikasi dan Identifikasi Bahaya Crude Oil yang diangkut Kapal Tanker X
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Ady, data spesifikasi crude oil yang diangkut oleh kapal tanker X sebagai berikut, nama bahan yang diangkut adalah crude oil, berbentuk cair atau liquid,berasal dari daerah Lalangan Propinsi Jambi.
Crude oil merupakan campuran dari berbagai macam hydrocarbon seperti carbon, hydrogen, dan beberapa oksigen dan sulfur. Bentuk fisik berupa cairan gelap, lengket, bersifat highly flammable. Rentang dari hydrocarbon crude oil termasuk small ringed benzene, toluene, xylen, kerosene, dan naphthylene (yang bisa menguap pada suhu kamar), sehingga perlu penanganan khusus untuk mengangkutnya, seperti yang terdapat di kapal tanker X yang sudah mempunyai sistem inert gas untuk mengatasi penguapan dan kadar oksigen yang berlebihan pada crude oil yang diangkut. Prinsip kerja sistem Inert gas tersebut adalah menjaga kestabilan kandungan udara di dalam tanki muat agar tidak terjadi reaksi antara campuran udara yang dapat menyebabkan api yang dapat menyebabkan kebakaran.
Jika terjadi kebocoran pada saat pengangkutan crude oil dapat mencemari lingkungan dan dapat menimbulkan efek toksik terhadap mahluk hidup. Komponen benzene dan beberapa komponen crude oil dikenal sebagai karsinogen yang dapat menyebabkan kanker.
3.4 Mapping bahaya kebakaran di kapal tanker X.
Pada kapal tanker X telah dilakukan mapping terhadap bahaya kebakaran yang mungkin terjadi, keterangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1.2 Mapping bahaya kebakaran kapal tanker X Sumber: PT. Ady
Berdasarkan mapping yang dilakukan titik bahaya kebakaran berada di main deck/mezzanine deck tepatnya tempat dimana hose connector untuk bongkar muat crude oil berada yang terhubung langsung ke tangki muat. Titik ini dinyatakan sebagai daerah yang paling rawan terjadi kebakaran karena ketika proses bongkar muat rawan terjadi kebocoran pada hose connector sehingga bisa terjadi ceceran dan keluarnya gas dari crude oil yang dimuat dan berpotensi menimbulkan api, karena gas bercampur dengan udara sehingga pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan api 3.5 Klasifikasi zona di kapal tanker X
Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian pemeliharaan kapal, klasifikasi zona di kapal tanker X dibagi menjadi: 1) zona public merupakan ruangan di kapal yang biasa dipakai untuk menerima orang dari luar kapal (ruang tunggu atau ruang tamu di kapal), di zona ini diperbolehkan untuk merokok; 2) zona privat merupakan seluruh ruangan di kapal yang tidak boleh di akses oleh orang dari luar kapal (restricted area), seperti: ruang mesin, ruang navigasi, ruang kontrol panel, dll; zona ini merupakan zona zero toleran terhadap api; 3) zona service merupakan area dimana dilakukannya kegiatan bongkar muat crude oil dan kegiatan mooring unmooring yaitu di main deck dan haluan Kapal, zona ini merupakan zona zero toleran terhadap api.
4. Pembahasan
4.1 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif 4.1.1 Detektor dan Alarm Kebakaran
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 2 point yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: 1) tidak terdapatnya detector gas yang terpasang secara permanen; 2) terdapat 1 detektor yang jaraknya 30cm, seharusnya berjarak minimal 0,5 m.
4.1.2 Hidran dan Fire Pump
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat satu poin yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu, tidak terdapatnya petunjuk pemakaian untuk nozzle.
4.1.3 Sprinkler
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 1 point yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: tidak adanya sistem drainase di salah satu ruangan yang terdapat sistem sprinkler.
4.1.4 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 1 point yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: tidak dilakukan penandaan pada APAR yang telah diperiksa.
4.1.5 Gas Lembam (Inert Gas System)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan fakta bahwa walaupun kapal tanker X ini mempunyai DWT dibawah 20,000 ton, tetapi kapal tanker X ini sudah dilengkapi dengan inert gas system. hal ini sudah cukup memenuhi salah satu syarat dari SOLAS’74 yaitu point 5.5.1.2 Bagi kapal tanker yang melakukan pembersihan tangki kargo (tank Cleaning) dari minyak mentah (crude oil) harus dilengkapi dengan sistem gas inert sesuai dengan Fire Safety Sistem Kode.
4.2 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
4.2.1 Escape (Jalan Keluar, Pintu, Tangga Darurat dan Petunjuk Arah)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 2 point yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: 1) Ada tangga yang tidak
dilengkapi dengan lampu emergency (tangga di kamar mesin); 2) Tidak semua tanda rute terbuat dari bahan yang dapat memendarkan cahaya.
4.2.2 Penerangan Darurat (Emergency Lighting)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, penerangan darurat yang terdapat di kapal tanker X sudah sesuai dengan standar SOLAS’74.
4.2.3 Tempat Berhimpun (Muster Stastion)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 1 point yang belum sesuai dengan SOLAS’74 yaitu: tangga embarkation station yang menuju life boat hanya mempunyai satu (1) akses.
4.2.4 Pelampung (lifebuoy) dan Jaket Pelampung (life jacket)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, pada kapal tanker X terdapat 4 point yang belum sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: 1) Kapal tanker X tidak memiliki lifebuoy yang mempunyai minimal 2 self activating smoke signal, hanya memiliki lifebuoy dengan lampu; 2) Hanya lifebuoy with igniting light yang dimiliki dan didistribusikan dan tempatkan di kedua sisi kapal 3) pada engine control station tidak terdapat Lifejacket; 3) Lifejacket tidak mempunyai sandaran untuk menahan kepala; 4) tidak terdapat informasi yang lengkap pada Lifejacket.
4.2.5 Kompartemenisasi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, kompartemenisasi yang terdapat di kapal tanker X sudah sesuai dengan standar SOLAS’74.
4.2.6 Sekoci (Lifeboat)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, sekoci yang terdapat di kapal tanker X sudah sesuai dengan standar SOLAS’74.
4.3 Sistem Tanggap Darurat
4.3.1 Organisasi Penanggulngan Kebakaran
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, sudah terdapat organisasi penaggulangan kebakaran di kapal tanker X, hal ini sesuai dengan standar SOLAS’74.
4.3.1 Prosedur Penanggulangan Kebakaran
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, sudah terdapat prosedur penaggulangan kebakaran di kapal tanker X, hal ini sesuai dengan standar SOLAS’74.
4.3.2 Latihan Penanggulangan Kebakaran dan keadaan darurat
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa, sudah dilakukannya latihan penaggulangan kebakaran dan keadaan darurat di kapal tanker X, hal ini sesuai dengan standar SOLAS’74.
5. Kesimpulan
Dari hasil penelitian evaluasi sistem penaggulangan kebakaran di kapal tanker X, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Berdasarkan hasil identifikasi sumber-sumber bahaya di kapal tanker X, didapatkan tiga (3) unsur segitiga api yang dapat mendukung terjadinya kebakaran sebagai berikut: Unsur bahan bakar (benda padat, gas mudah terbakar dan cairan mudah terbakar), Unsur sumber ignisi (api terbuka, energy listrik dan radiasi panas), Unsur Oksigen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan klasifikasi sumber kebakaran menurut menurut NFPA 1, kapal Tanker X mempunyai sumber kebakaran A, B dan C karena memiliki sumber kebakaran dari benda padat, gas, cair dan listrik. Sedangkan berdasarkan Kepmenaker No.Kep-186/MEN/1999, kapal tanker X memiliki klasifikasi bahaya kebakaran berat. 2) Untuk sarana proteksi kebakaran aktif, ada beberapa penilaian yang tidak sesuai dengan standar SOLAS’74 yaitu: a) kapal tanker X tidak mempunyai detektor untuk mendeteksi kebocoran gas yang terpasang secara permanen, tapi hanya mempunyai detektor gas yang portabel; b) jarak detektor yang seharusnya 0,5 m dari dinding ruangan, di kapal tanker X detektor ada yang berjarak 30 cm dari dinding ruangan terletak di ruang peta yang berukuran 1,5m x 0,5m; c) tidak terdapat petunjuk pemakaian untuk nozzle, menurut seharusnya disediakan panduan pemakaian nozzle yang ditempel berdekatan dengan tempat nozzle diletakkan; d) tidak terdapat alat ukur tekanan pada setiap katup stop pada sistem sprinkler, hanya terdapat satu didekat pompa. seharusnya alat ukur disediakan disetiap katup stop, hal ini untuk memudahkan pengecekan pada saat pemeliharaan; d) hanya sebagian ruang saja yang mempunyai saluran drainase, seharusnya semua ruangan yang terdapat sistem sprinkler mempunyai saluran drainase; e) tidak dilakukan penandaan pada APAR yang sudah diperiksa, seharusnya diberikan tag card pada setiap APAR agar dapat mempermudah pencatatan dan pengecekan. 3) untuk sarana proteksi kebakaran pasif terdapat beberapa yang tidak sesuai dengan
standar SOLAS’74 yaitu; a) ada tangga yang tidak dilengkapi dengan emergency lighting seperti tangga di ruang mesin, seharusnya semua tangga di berikan emergency lighting; b) tidak semua tanda rute terbuat dari bahan yang dapat memendarkan cahaya, seharusnya tanda rute terbuat dari bahan yang dapat menyala dalam keadaan gelap, sehingga ketika teerjadi kebakaran awak kapal dapat dengan mudah mengikuti jalur evakuasi dengan melihat tanda rute yang dapat terlihat walaupun dalam keadaan gelap; c) tangga embarkation station yang menuju life boat hanya mempunyai satu (1) akses, seharusnya tangga embarkation station memiliki 2 akses, agar proses evakuasi dapat lebih cepat dilakukan; d) kapal tanker X tidak memiliki lifebuoy yang mempunyai self activating smoke signal, Kapal tanker X hanya memiliki lifebuoy with igniting light, seharusnya disediakan lifebuoy yang mempunyai self activating smoke signal; e) pada control station tidak terdapat lifejacket, seharusnya lifejacket disediakan disetiap ruangan di kapal; f) lifejacket tidak mempunyai sandaran kepala, sebaiknya disediakan lifejacket yang memenuhi standar yaitu yang mempunyai sandaran kepala; g) pada lifejacket hanya terdapat nama pabriknya saja, sebaiknya memilih lifejacket yang memenuhi standar SOLAS’74; 4) untuk sistem tanggap darurat yang ada di kapal tanker X sudah memenuhi standar SOLAS’74. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sistem kebakaran Aktif dan sistem kebakaran pasif di kapal tanker X belum sesuai dengan standar SOLAS’74. Hal ini sangat berbahaya karena kapal tanker X memiliki klasifikasi kebakaran berat dan klasifikasi sumber kebakaran A,B dan C dan mengingat kapal tanker x ini menganngkut crude oil sehiingga kemungkinan untuk terjadi kebakaran sangat tinggi.
6. Saran
1) Berusaha untuk memenuhi semua requiremant yang ditentukan distandar yang dipakai di kapal tanker X yaitu SOLAS’74 dan standar lainnya; 2) Melakukan identifikasi bahaya serta penanggulangannya dan dimasukkan kedalam program K3 yang ada di kapal; 3) Meningkatkan kualitas pemeliharaan terhadap sarana proteksi aktif maupun sarana protrksi pasif; 4) Selalu melakukan pengetesan terhadap sarana proteksi aktif maupun sarana protrksi pasif secara berkala dan oleh petugas yang kompeten dibidangnya; 4) Pengawasan oleh pihak manajemen pusat terhadap berjalannya manajemen di kapal; 5) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan setiap awak kapal dengan memperbanyak sesi latihan dari 1 bulan sekali menjadi 1 bulan 2 kali dengan mendatangkan orang yang ahli dibidangnya; 6) Sebaiknya dibuat manajemen atau bagian khusus yang bertugas untuk memelihara sarana proteksi kebakaran yang ada; 7) Membuat sistem inventory
atau pencataatan terhadap semua peralatan penanggulangan kebakaran dan keadaaan darurat, termasuk PPE, breathing aparatus, serta kelengkapan kapal lainnya secara rutin dan berkala. 7. Kepustakaan
[1] Darurat (Emergency Palnning and Respone), Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
[2] Khaddaf, Asnawi. 2013. Kapal terbakar dua ABK hilang. Metrotvnews.com.
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/29/6/150171/Kapal-Terbakar-Dua-ABK-Hilang (diakses pada tanggal 13 Juni 2013).
[3] KNKT. 2012. Analisis Data Kecelakaan dan investigasi Transportasi Laut Tahun 2007-2011. Jakarta: Media release laut
[4] Kristyarini. 2011. KM Kirana IX Terbakar di Tanjung Perak. Kompas.com.
http://regional.kompas.com/read/2011/09/28/08075662/KM.Kirana.IX.Terbakar.di.Tanjung.Pe rak (diakses pada tanggal 13 juni 2013).
[5] Nedved, Milos, Dr dan Imamkhasani, Soemanto, Dr. 2001. Dasar. Dasar-Dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian Bahaya Besar, Jakarta.
[6] Pusdiklat Ahli Pelayaran. 1998. Fire Prevention and Fire Fighting, Jakarta: Modul Pelatihan. [7] Permennaker RI No.04/Men/1980. 1980. Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan, Jakarta.
[8] Perda DKI Jakarta No.3. 1992. Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah DKI Jakarta, Jakarta.
[9] Pusdiklatkar. 2006. Perilaku Api, Jakarta: Modul Pelatihan.
[10] Resolution MSC 98(73). 2000. International Code For Fire Safety System London.
[11] Suprapto, Hadi. 2011. Tanker Terbakar, CNOOC Hentikan Produksi. Vivanews.com.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/250273-tanker-milik-trada-maritime-terbakar (diakses pada tanggal 14 Juni 2013).
[12] Standar Nasional Indonesia No.03- 03-3985-2000. 2000. Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung, Jakarta.
[13] Tio. Kusuma. P. 2013. Inert Gas System (sistem Gas Lembam)
http://tio52aip.blogspot.com/2013/02/inert-gas-system-sistem-gas-lembam.html (diakses pada tanggal 16 Juni 2013).
[14] Triyono, Agus. 2001. Teknik Penanggulangan Bahaya Kebakaran di Perusahaan, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja
[15] UU RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. [16] UU RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Nasional
[17] ______ 2009. Safety At Life At Sea (SOLAS). Consolidation Edition. Fifth edition International Maariitime Organization.
[18] _____ 2010. Peraturan Safety At Life At Sea (SOLAS) Maritim World.web.id