• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU SKRIPSI"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU

(Studi Kasus Sekolah Sultan Iskandar Muda)

SKRIPSI

OLEH :

SAHAYU SURBAKTI 130406048

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU

(Studi Kasus Sekolah Sultan Iskandar Muda)

SKRIPSI

OLEH :

SAHAYU SURBAKTI 130406048

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU

(Studi Kasus Sekolah Sultan Iskandar Muda)

SKRIPSI

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

SAHAYU SURBAKTI 130406048

IR. N. VINKY RAHMAN, M.T

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PERNYATAAN

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN SEKOLAH TERPADU

(Studi Kasus Sekolah Sultan Iskandar Muda)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2018 Penulis

Sahayu Surbakti

(5)

Judul Skripsi : Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Sekolah Terpadu (Studi Kasus : Sekolah Sultan Iskandar Muda)

Nama Mahasiswa : Sahayu Surbakti Nomor Pokok : 130406048 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. N. Vinky Rahman, M.T NIP : 196606221997021001

Ketua Departemen

Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., PhD., IPM NIP : 196370161998022001

Tanggal Lulus : 19 Juli 2018

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Juli 2018

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. N. Vinky Rahman, M.T

Anggota Komisi Penguji : 1. DR. Imam Faisal Pane, S.T., M.T 2. DR Amy Marisa, S.T., M.Sc., PhD

(7)

SURAT HASIL PENILAIAN SKRIPSI

Nama : Sahayu Surbakti

NIM : 130406048

Judul Skripsi : Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Sekolah Terpadu (Studi Kasus : Sekolah Sultan Iskandar Muda)

Rekapitulasi Nilai :

Deng

an ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :

Medan, Juli 2018 Ketua Departemen

Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., PhD., IPM NIP : 196370161998022001

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah hi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu besar yaitu nikmat Iman dan Islam. Dan tak lupa pula syukur atas segala ridho dan karuniaNya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat beriring salam penulis persembahan kepada Rasul junjungan, pemimpin kaum muslim seluruh dunia baginda Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul “Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Sekolah Terpadu (Studi Kasus Sekolah Sultan Iskandar Muda)”. Sekolah Sultan Iskandar Muda merupakan sekolah tempat penulis menuntut ilmu sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).

Penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang telah berpulang ke sisi Nya, Almarhum ayah tercinta Abdul Aziz Surbakti dan Almarhumah ibu Enny Mahyuny Br.

Tampu Bolon yang telah melahirkan dan membesarkan serta mengajarkan penulis tentang arti sebuah perjuangan hidup. Mendidik penulis menjadi pribadi yang kuat dan semangat hingga sampai saat ini bisa berdiri di kaki sendiri.

(9)

2. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Dosen Pembimbing atas kesediaanya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, memberikan arahan, bimbingan, masukan serta motivasi kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak DR. Imam Faisal Pane, S.T., M.T dan Ibu Amy Marisa, S.T., M.Sc., PhD sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran selama siding.

4. Ibu Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., PhD., IPM sebagai Ketua Jurusan dan Ibu Beny O.Y Marpaung, S.T., M.T., PhD sebagai Sekretaris Jurusan Arsitektur.

5. Ibu Hilma Tamiami, S.T., M.Sc., PhD, selaku dosen perwalian, Bapak Ir.

Rudofl Sitorus, MLA, Bapak Agus Johnson Sitorus, S.T., M.T yang mana keduanya pernah mengulurkan tangannya ketika penulis sempat terpuruk.

6. Bapak dr. Sofyan Tan sekeluarga, Kak Tracey dan Davin, yang telah penulis anggap seperti saudara, sosok motivator bagi penulis. Yang menolong penulis untuk bisa sekolah. Bapak J.Anto, Ibu Finche, S.E., M.Psi, Ibu Amelinda Beatrice Alnoria, S.Psi, Bapak Edy Jitro Sihombing, M.Pd, Kak I-Think, Nak Wedok, paman yang berada di Jakarta, Paman Aris, Alm. Azrur Rusydi, Bapak Berlim yang telah memberikan info beasiswa Bidikmisi kepada penulis. Bang Lando yang telah membantu penulis memilihkan dan memesankan laptop, seluruh teman staff pegawai di YP. Sultan Iskandar Muda.

7. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak adik-adik kandung Nur Rahmadhany Surbakti, Nur’aini Surbakti dan Syahpitri Surbakti. Kedua

(10)

adik yang merasakan langsung pahit manisnya perjuangan kami bersama sejak ayah meninggal sampai ibu pun akhirnya meninggal. Bersama kami memperjuangkan cita-cita. Saudara kandungku yang selalu mendukung penulis, berjuang bersama penulis dalam menjalani kehidupan tanpa kedua orang tua. Juga abang ipar Musa Afrendy beserta keponakan-keponakan Dandy Denis Putra Affandy dan Randy Setiawan. Seluruh keluarga Surbakti, Uwak, Om, Ibu, Bapak, Bunde.

8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen, staff tenaga pendidik dan tenaga kependidikan Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh teman – teman seperjuangan Stambuk 2013, Ina, Fatimah, Andre, Imanta, Eric dan semuanya. Kakak abang kandung senior 2010 Bang Fikar yang pernah berkunjung ke rumah. Seluruh adik stambuk 2014 yang telah menjadi teman selama 4 tahun. Sarika, Hira, Yuni, Sakinah, Beby, Elky dan semuanya. Juga Kak Reni yang senantiasa mendengar curhatan hati penulis di kampus, yang suka nemani penulis ngopi bareng.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Namun demikian, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan menjadi referensi bagi peneliti sejenis lainnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullah hi wabarakatuh

Medan, Juli 2018 Hormat Saya

(11)

ABSTRAK

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN SEKOLAH TERPADU

(Studi Kasus: Sekolah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda)

Abstrak. Saat ini, pembangunan sekolah semakin cepat dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ini karena pentingnya pendidikan publik untuk kesejahteraan.

Pemerintah telah membuat strategi pendidikan untuk mengurangi kemiskinan dan masalah sosial dengan pendidikan berkualitas. Kebakaran di sekolah memiliki tingkat risiko dan bahaya yang tinggi karena mereka dapat menyebabkan kerugian material dan korban jiwa. Sistem proteksi kebakaran pasif adalah upaya pencegahan kebakaran. Tujuan dari sistem perlindungan pasif adalah untuk memfasilitasi masyarakat dan pemadam kebakaran dalam memadamkan api, sehingga api tidak membesar ke bangunan lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran pasif di gedung sekolah dengan studi kasus di Sekolah Sultan Iskandar Muda menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process. Kemudian, berikan rekomendasi desain yang sesuai dengan teori. Metode ini dapat digunakan untuk penelitian lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa objek penelitian cukup sesuai dengan teori sistem ptotection api pasif lingkungan.

Kata Kunci : Proteksi kebakaran pasif, Sekolah, AHP

(12)

ABSTRACT

EVALUATION OF PASSIVE FIRE PROTECTION SYSTEM INTEGRATED SCHOOL BUILDINGS

(Case Study : Sultan Iskandar Muda School)

Abstract. At present, the construction of schools is accelerating and spread in various regions in Indonesia. This is because of the importance of public education for welfare. The government has made an education strategy to reduce poverty and social problems with quality education. Fires in schools have a high level of risk and danger because they can cause material loss and loss of life.

Passive fire protection systems are fire prevention efforts. The purpose of the passive protection system is to facilitate the community and firefighter in extinguishing the fire, so that fire does not enlarge to other buildings. The purpose of this study was to evaluate the level of reliability of passive fire protection systems in school buildings with a case study at Sultan Iskandar Muda School using the Analytical Hierarchy Process Method. Then, provide design recommendations that are in accordance with the theory. This method can be used for other studies. The results of this study indicate that the object of research is quite in accordance with the theory of environmental passive fire ptotection systems.

Keyword: Passive fire protection, School, AHP

(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………...

ABSTRAK ………...

ABSTACT ………...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……….

1.2. Rumusan Masalah ………

1.3. Tujuan Penelitian ………...

1.4. Manfaat Penelitian ………

1.5. Batasan ……….…

1.6. Kerangka Berfikir ……….

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka ………..

2.2. Pengertian Bangunan Gedung ………..

2.2.1. Klasifikasi Bangunan Gedung ………..

2.2.2. Bangunan Sekolah Terpadu ………..

2.3. Kebakaran ……….

2.3.1. Pengertian Kebakaran ………...

2.3.2. Klasifikasi Kebakaran ………...

2.3.3. Teori Api ………...

2.3.4. Penyebab Kebakaran ………

2.3.5. Perambatan Api dalam Bangunan ………

2.3.6. Bahaya Kebakaran ………

2.4. Sistem Proteksi Kebakaran ………...

2.4.1. Sistem Proteksi Aktif……….

i iv v vi x xii

1 6 7 7 7 8

9 12 12 16 17 17 17 19 20 22 24 25 26

(14)

2.4.2. Sistem Proteksi Pasif ………....

2.4.2.1. Sarana Evakuasi ………..

2.4.2.1.1. Jalur Evakuasi Vertikal (Jarak Antar Tangga) ………

2.4.2.1.2. Jalur Evakuasi Horizontal (Koridor) … 2.4.2.1.3. Keberadaan Tangga Darurat …………..

2.4.2.2. Site Bangunan ……….

2.4.2.2.1. Jarak Kantor Pemadam Kebakaran …..

2.4.2.2.2 Lebar Jalan Pemadam Kebakaran di Sekitar Site ………

2.4.2.2.3. Area Parkir dan Akses Pemadam …….

2.4.2.2.4. Jarak Antar Bangunan ………..

2.4.2.2.5. Area Evakuasi di Site (Titik Kumpul di Luar Bangunan ……….

2.4.2.2.6. Ketersediaan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran ………..

2.4.2.3. Konstruksi Tahan Api ………...

2.4.2.3.1. Dinding ……….

2.4.2.3.2. Pintu dan Jendela ………..

2.4.2.3.3. Atap dan Plafon ……….

2.5. Metode AHP ………...

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ………..

3.2. Variabel Penelitian………….……….

3.3. Lokasi Penelitian …...

3.4. Waktu Penelitian ……….…………..

3.5. Metode Pengolahan Data ………

3.5.1. Sumber Data ……….

3.5.2. Pengumpulan Data ………...……….

3.5.3. Pengolahan Data ………...

27 28

28 29 29 32 32

33 34 36

36

36 37 40 40 41 41

48 48 49 50 51 51 51

(15)

3.5.4. Pengolahan AHP ………..

3.5.4.1. Kerangka Kerja AHP ………..

3.5.4.2. Langkah-langkah Pengolahan dengan AHP ……

3.5.4.2.1. Penentuan Variabel ……….

3.5.4.2.2. Penentuan Sub Variabel ……….

3.5.4.2.3. Pengurutan Kepentingan Variabel dan Sub Variabel ………...

3.5.4.2. 4. Membuat Matriks Awal ……….

3.5.4.2.5. Membuat Matriks Normalisasi ……..

3.5.4.2.6. Memberikan Nilai Ketersediaan Variabel ……….

3.5.4.2.7. Menentukan Penilaian Keandalan ….

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Sekolah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. ………..

4.2. Analisa Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Sekolah Sultan Iskandar Muda ………

4.2.1. Sarana Evakuasi ………...

4.2.1.1. Jalur Evakuasi Vertikal (Jarak Antar Bangunan) ….

4.2.1.2. Jalur Evakuasi Horizontal (Koridor) ……….

4.2.1.3. Keberadaan Tangga Darurat ……….

4.2.2. Site Bangunan ………...

4.2.2.1. Jarak Kantor Pemadam Kebakaran ………..

4.2.2.2 Lebar Jalan Pemadam Kebakaran di Sekitar Site … 4.2.2.3. Area Parkir dan AksesPemadam ………..

4.2.2.4. Jarak Antar Bangunan ………..

4.2.2.5. Area Evakuasi di Site (Titik Kumpul di Luar

Bangunan ………..

4.2.2.6. Ketersediaan Pasokan Air Pemadam Kebakaran ….

4.2.3. Konstruksi Tahan Api ……….

53 53 54 54 54

56 57 58

59 60

61

62 62 62 63 65 66 66 67 68 70

71 72 72

(16)

4.2.3.2. Pintu dan Jendela ………..

4.2.3.3. Atap dan Plafon ………

4.3. Hasil Pengolahan AHP Ms. Office Excel ………..

4.4. Hasil Penilaian Keandalan ……….

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ………

5.2. Rekomendasi ……….

5.3. Saran ………..

LAMPIRAN ……….

DAFTAR PUSTAKA ………..

73 74 74 79

80 83 86

88 97

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Klasifikasi Kebakaran NFPA ………

Tabel 2.2. Tabel Klasifikasi Kebakaran di Indonesia ………

Tabel 2.3. Tabel Standart Jarak Minimum Antar Bangunan ……….

Tabel 2.4. Tabel Tipe Konstruksi Tahan Api ……….

Tabel 2.5. Tabel Tipe Konstruksi yang Diperlukan ………..

Tabel 2.6. Tabel Skala Kepentingan ………..

Tabel 2.7. Tabel Contoh Pengisian Kolom Matriks Awal AHP ……

Tabel 2.8. Tabel Contoh Pengisian Kolom Matriks Normalisasi AHP ………...

Tabel 3.1. Tabel Variabel dan Sub Variabel Penelitian ……….

Tabel 3.2. Tabel Urutan Kepentingan Variabel ………..

Tabel 3.3. Tabel Urutan Kepentingan Sub Variabel ………...

Tabel 3.4. Tabel Skala Nilai Ketersediaan Sub Variabel …………...

Tabel 3.5. Tabel Skala Penilaian Keandalan ………..

Tabel 4.1. Tabel Analisa Jarak antar Tangga ……….

Tabel 4.2. Tabel Keberadaan Tangga Darurat ………

Tabel 4.3. Tabel Lebar Jalan Pemadam Kebakaran di Sekitar Site … Tabel 4.4. Tabel Standart Jumlah Minimal antar Bangunan ………..

Tabel 4.5. Tabel Matriks Awal Variabel ………

Tabel 4.6. Tabel Matriks Normalisasi Variabel ……….

18 18 36 37 38 45 46

46

48 56 57 59 60

62 65 67 70 74 75

(18)

Tabel 4.7. Tabel Matriks Awal Sub Variabel dari Variabel Sarana Evakuasi ……….

Tabel 4.8. Tabel Matriks Normalisasi Sub Variabel dari Variabel Sarana Evakuasi ……….

Tabel 4.9. Tabel Matriks Awal Sub Variabel dari Variabel Site Bangunan ………..

Tabel 4.10. Tabel Matriks Normalisasi Sub Variabel dari Variabel Site Bangunan ………

Tabel 4.11. Tabel Matriks Awal Sub Variabel dari Variabel

Konstriksi Tahan Api ……….

Tabel 4.12. Tabel Matriks Normalisasi Sub Variabel dari Variabel Kontruksi Tahan Api ……….

Tabel 4.13. Tabel Nilai Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran ..

Tabel 4.14. Tabel Hasil Skala Penilaian Keandalan ……….

Tabel 5.1. Tabel Uji Coba Nilai Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Setelah Dilakukan Perbaikan Sesuai

Rekomendasi ……….

Tabel 5.2. Tabel Skala Penilaian Keandalan ………..

75

76

76

77

77

78 78 79

87 87

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Gambar Free Triangle ………...

Gambar 2.2. Gambar Detail Rel Pegangan Tangan ………...

Gambar 2.3. Gambar Tangga Kebakaran yang Dilengkapi Pintu Darurat, Lift Kebakaran dan Hidran ………..

Gambar 2.4. Gambar Posisi Perkerasan pada Bangunan ………

Gambar 2.5. Gambar Tanda Bukaan ………..

Gambar 2.6. Gambar Ukuran Akses Bukaan Petugas Pemadam Kebakaran ………...

Gambar 2.7. Gambar Contoh Ilustrasi Gambaran Hirarki AHP pada Alternatif Pemilihan ………...

Gambar 3.1. Gambar Gedung Sekolah Sultan Iskandar Muda ………

Gambar 3.2. Gambar Peta Lokasi Penelitian ………...

Gambar 3.3. Gambar Denah Fungsi Site ……….

Gambar 3.4. Gambar Dimensi Site ………..

Gambar 3.5. Gambar Ilustrasi Pengerjaan Data dengan AHP ……….

Gambar 3.6. Gambar Kerangka Kerja AHP ………

Gambar 4.1. Gambar Letak dan Jarak Antar Tangga ………..

Gambar 4.2. Gambar Posisi dan Dimensi Koridor ………..

Gambar 4.3. Gambar Posisi Koridor yang Tidak Terhubung ……….

Gambar 4.4. Gambar Salah Satu Koridor Gedung B ……….

20 31

31 33 35

35

42

49 49 50 50 52 53

63 64 64 64

(20)

Gambar 4.5. Gambar Salah Satu Tangga Gedung D, E ……….

Gambar 4.6. Gambar Peta Lokasi dan Jarak Kantor Pemadam Kebakaran ke Site ………..

Gambar 4.7. Gambar Jalan Besar Masuk ke Lokasi Bangunan ……..

Gambar 4.8. Gambar Siteplan Sultan Iskandar Muda ………

Gambar 4.9. Gambar Parkiran Mobil ……….

Gambar 4.10. Gambar Parkiran Sepeda Motor ……….

Gambar 4.11. Gambar Jarak Bangunan Studi Kasus dengan Bangunan Lain ………...

Gambar 4.12. Gambar Lapangan Utama Sekolah ……….

Gambar 4.13. Gambar Denah Lapangan Utama Sekolah ………..

Gambar 4.14. Gambar Kusen dan Jerjak Jendela ………..

Gambar 5.1. Gambar Contoh Desain Pos Pemadam Kebakaran di Deli Serdang ………..

Gambar 5.2. Gambar Desain Sepeda Pemadam Kebakaran ………..

Gambar 5.3. Gambar Desain Tangga dan Peletakannya ……….

Gambar 5.4. Gambar Denah Peletakan dan Sumber Pasokan Air Pemadam Kebakaran ……….

Gambar 5.5. Gambar Desain Plafond an Jendela……….

Gambar 5.6. Gambar Posisi Pos Pemadam Kebakaran ………...

Gambar 4.1. Gambar Letak dan Jarak Antar Tangga ………..

65

66 67 68 69 69

70 71 71 73

84 84 88

89 90 91

(21)

Gambar 5.7. Gambar Desain Jalur Masuk Gang ………....

Gambar 5.8. Gambar Desain Koridor Lantai 2, 3 Penghubung Gedung B, C, D dan E, Desain Parkir dan Desain Jalur Evakuasi Denah Tipikal ………

Gambar 5.9. Gambar Desain Pemisah Jalan Masuk dan Keluar Kendaraan ………...

Gambar 5.10. Gambar Desain Denah Ruang Kelas Tipikal ………….

Gambar 5.11. Gambar Potongan Satu Bangunan Sekolah 5 Lantai …..

Gambar 5.12. Gambar Desain Tampak Depan dan Belakang Satu Bangunan Sekolah 5 Lantai ………

92

93

94 95 95

96

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan di desa dan kota saat ini semakin meningkat, terutama pembangunan fasilitas pendidikan. Terlebih sekarang Pemerintah telah menjadikan pendidikan sebagai strategi dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan masalah sosial masyarakat lainnya. Maka dari itu perizinan pembangunan gedung sekolah saat ini sudah sangat mudah. Baik pihak negeri maupun swasta saat ini saling berlomba untuk membangun sekolah. Karena subsidi dana dari Pemerintah sangat besar untuk tunjangan pendidikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berupa uang tunai yang dikelola sekolah dalam pemenuhan fasilitas sekolah, Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau dikenal juga dengan istilah PIP, yaitu tunjangan pendidikan yang diberikan langsung kepada siswa/i bersangkutan setiap semester. Maka dari itu pembangunan sekolah pada masa kini juga sangat menakjubkan. Bahkan sebuah sekolah bisa terlihat semegah hotel, apartemen ataupun mall yang menjadi pusat perhatian masyarakat.

Banyaknya bangunan besar berupa sekolah harus diperhatikan keamanan dan keselamatannya, melihat begitu kompleks serta intensitas pengguna bangunan yang cukup lama. (http://www.mediaindonesia.com/read/detail/115639- problematik-kartu-indonesia-pintar).

(23)

Bahaya kebakaran bisa terjadi kapan saja, dimana saja, bahkan di hutan, kantor- kantor, perumahan, gedung-gedung tinggi yang sudah memiliki fasilitas sistem proteksi kebakaran. Agar kebakaran dapat dicegah dan ditangani dengan baik, maka perlu diketahui standar–standar serta peraturan yang berlaku terkait masalah kebakaran tersebut. Menurut Dinas Pencegahan dan Pemadan Kebakaran (P2K) Kota Medan dalam wawancara dengan salah satu surat kabar terbitan Rabu, 3 Januari 2018, sepanjang tahun 2016 tercatat telah terjadi 246 kasus kebakaran dan dari awal 2017 sampai akhir 2017 telah terjadi 197 kasus kebakaran di kota Medan dengan kerugian materi sebesar kurang lebih 939 triliun untuk jangka waktu 2 tahun terakhir. Meskipun berbagai peraturan terkait kebakaran telah disusun di dalam Undang Undang, namun masalah kebakaran selalu menjadi ketakutan masyarakat itu sendiri. (P2K Kota Medan, 2018)

Kebakaran merupakan suatu permasalahan yang tidak bisa lepas dari manusia.

Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran tidak hanya berupa kerusakan bangunan saja, melainkan kerugian yang menyangkut moral dan jiwa manusia.

Selain itu, yang harus diperhatikan adalah kerugian material dan nyawa. Beberapa penyebab kebakaran antara lain rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya kebakaran, kurangnya kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menanggulangi bahaya kebakaran, sistem pengamanan kebakaran yang belum terwujud dan terintegritas, rendahnya prasarana dan sarana sistem proteksi kebakaran bangunan yang memadai dan tepat guna. (Ramli S, 2010)

(24)

Kebakaran dapat mengakibatkan kematian dan dapat menyebabkan keruntuhan struktur bangunan yang tentu membahayakan. Kegagalan pengendalian kebakaran dalam bangunan seringkali terjadi disebabkan karena unsur desain bangunan yang kurang baik. Kurangnya keandalan sistem proteksi kebakaran yang terdapat pada fasilitas sebuah bangunan. Selain itu, dalam kasus kebakaran suatu bangunan tidak hanya dinilai dari sistem proteksi kebakarannya yang sudah standar saja.

Untuk beberapa bangunan yang dilihat tingkat bahaya kebakaran terhadap penghuni dan aspek lainnya pada bangunan juga menjadi penilaian. Artinya, sebuah bangunan yang jika dalam kasus kebakaran akan dengan mudah melakukan evakuasi para pengguna bangunan, bisa saja dinilai baik. (Ramli S, 2010)

Kasus kebakaran yang umumnya terjadi biasanya karena adanya hubungan arus pendek listrik, kebocoran gas yang merupakan kelalaian masyarakat itu sendiri.

Kebakaran merupakan bencana yang banyak disebabkan oleh kelalaian manusia (man made) dengan dampak kerugian harta benda, stagnasi usaha, terhambatnya perekonomian dan pemerintahan serta korban jiwa. Data menunjukkan kejadian kebakaran yang menimpa bangunan perumahan/permukiman penduduk pada umumnya terbakar habis karena menggunakan bahan/elemen yang mudah terbakar. Sedangkan pada bangunan gedung dengan rangka beton masih meninggalkan sisa rangka fisik. (Analisadaily Medan, 2017).

(25)

Keselamatan penghuni yang berada di dalam bangunan dan lingkungannya harus menjadi pertimbangan utama terhadap bahaya kebakaran. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No 186 Tahun 1999, pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja dan pengendalian setiap bentuk energi, penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi serta pengendalian penyebaran asap, panas dan gas. Setiap bangunan umum yang berpenghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas minimal 5.000 m2 diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran. Meskipun tingkat kesadaran akan pentingnya sistem proteksi kebakaran semakin meningkat, namun masih banyak dijumpai bangunan-bangunan yang tidak dilindungi dengan sarana proteksi kebakaran, atau sarana. (Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, Nomor 20 Tahun 2009.)

Pemilihan sekolah terpadu sebagai studi kasus penelitan ini karena mengingat masih sedikit penelitian yang mengangkat sekolah sebagai kasus penelitian.

Padahal bangunan sekolah juga perlu diperhatikan keselamatannya akan kebakaran. Sekolah merupakan bangunan yang didirikan dengan tujuan yang sama untuk seluruh sekolah di dunia, yaitu menciptakan generasi Bangsa yang dapat melanjutkan perjuangan membangun Negara menjadi jauh lebih baik dari yang sekarang. Di Indonesia sendiri pendidikan sudah dipandang menjadi sesuatu yang wajib dijalani seluruh masyarakat mulai dari usia 5 tahun sampai dewasa.

Bahkan program wajib belajar 9 tahun telah dirubah menjadi wajib belajar 12

(26)

tahun. Berarti wajib belajar bagi seorang generasi bangsa adalah sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam prakteknya bahkan banyak syarat penerimaan lapangan pekerjaan adalah lulusan Sarjana. Berarti dalam tulisan wajib belajar 12 tahun sedangkan dalam praktek ada beberapa yang mengharuskan S1.

Maka dari itu, pembangunan sekolah atau sarana pendidikan juga semakin meningkat. Kebutuhan ruang belajar yang semakin banyak menjadikan sekolah terbangun besar dan megah dengan fasilitas yang sangat lengkap. Jika sudah sampai tahap demikian, maka bahaya kebakaran tentu juga semakin besar. Karena sebuah bangunan sekolah yang memiliki fasilitas lengkap harus difasilitasi dengan sistem proteksi kebakaran yang cukup andal seperti ruang belajar full AC, laboratorium komputer yang banyak, ruang tata usaha yang memerlukan instalasi listrik dalam skala besar, kantin yang membutuhkan asupan gas yang juga sangat besar dan aspek lainnya yang manjadi sumber bahaya kebakaran.

Sekolah terpadu merupakan sekolah yang diselenggarakan berada dalam satu komplek dan dikelola secara terpadu dari aspek kurikulum, pembelajaran, guru, sarana dan prasarana, managemen, dan evaluasi sehingga menjadi sekolah yang efektif dan berkualitas. Keberadaan sekolah terpadu yang memuat banyak siswa dari segala umur membuat penulis ingin mengidentifikasi keandalan sistem proteksi kebakaran yang telah ada di studi kasus sekolah terpadu terkait yaitu

(27)

Sekolah Sultan Iskandar Muda. Selain karena kasus – kasus kebakaran yang telah terjadi di beberapa bangunan lain dan masalah kompleks nya kegiatan sebuah sekolah terpadu, latar belakang penulis mengambil judul dan studi kasus ini adalah salah satunya sebagai wujud rasa terima kasih, perduli dan bakti penulis kepada sekolah Sultan Iskandar Muda yang mana sekolah Sultan Iskandar Muda merupakan tempat penulis menuntut ilmu sejak tingkat Sekolah Mengah Pertama (SMP) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagai alumni, penulis ingin memberikan ilmu dan wawasan mengenai bahaya dan pengetahuan mengenai kebakaran sebuah bangunan. Secara langsung dapat menjadi referensi bagi sekolah untuk menerapkan sistem proteksi kebakaran yang andal dan secara tidak langsung dapat dipelajari oleh seluruh siswa/i, guru, staff. Mengingat sekolah Sultan Iskandar Muda sekarang telah menjadi sekolah yang sangat besar, berlantai 5 dengan fasilitas yang sangat lengkap dan proses pembelajaran dari pagi sampai sore hari. Aktifitas siswa, guru, staff bahkan orang tua cukup tinggi.

(http://adefansera.blogspot.co.id/2011/01/sekolah-terpadu.html)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana mengetahui keandalan sistem proteksi pasif kebakaran pada fasilitas bangunan Sekolah Terpadu.

b. Bagaimana rekomendasi desain sistem proteksi pasif kebakaran pada bangunan Sekolah Terpadu.

(28)

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengevaluasi keandalan sistem proteksi pasif kebakaran pada fasilitas bangunan Sekolah Terpadu.

b. Rekomendasi desain sistem proteksi pasif kebakaran pada bangunan Sekolah Terpadu.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :

a. Penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dalam memecahkan suatu masalah identifikasi keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan Sekolah Terpadu.

b. Membantu dalam menentukan perencanaan yang dapat menyelesaikan suatu masalah keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan Sekolah Terpadu.

c. Menjalin kerjasama antar peneliti tentang keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan.

d. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para peneliti sendiri dan peneliti lain mengenai keandalan sisitem proteksi kebakaran pada bangunan.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Objek penelitian terkait Sekolah Terpadu adalah Sekolah Sultan Iskandar Muda yang memiliki fasilitas pendidikan dari Tingkat TK, SD, SMP, SMA/SMK di satu komplek gedung.

(29)

b. Variabel yang diidentifikasi adalah komponen sistem proteksi kebakaran pasif.

c. Variabel sistem proteksi pasif yang diidentifikasi yaitu berupa Sarana Evakuasi, Site Bangunan dan Konstruksi Tahan Api.

1.6. Kerangka Berfikir

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan kebakaran gedung , antara lain : Pertama, Fatma Lestari dkk (2011), dengan penelitiannya yang berjudul Kajian Keselamatan Kebakaran pada Lima Sekolah Dasar di DKI Jakarta menyatakan bahwa keselamatan kebakaran di sekolah-sekolah dasar sangat buruk karena hampir semua komponen keselamatan kebakaran yang meliputi sarana proteksi kebakaran, akses mobil pemadam kebakaran, sarana penyelamatan jiwa dan manajemen keselamatan kebakaran gedung (MKKG) masih belum diimplementasikan.

Kedua, Primanda Arief dkk (2014), dengan penelitiannya yang berjudul Evaluasi Penerapan Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Rumah Sakit R.S. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharsono Surakarta meyatakan bahwa semua komponen sistem proteksi kebakaran yang meliputi akses dan pasokan air untuk pemadan kebakaran, sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif, utilitas bangunan, dan nilai keandalan sistem keselamatan bangunan (NKSKB) yang diterapkan pada rumah sakit tersebut memiliki keandalan yang baik.

Ketiga, Lily Christiani P ( 2011) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Pelaksanaan Fire Management pada Hotel di Surakarta d engan Mengukur

(31)

Tingkat Keamanan Hotel menyatakan bahwa penerapan sistem proteksi aktif dan pasif cukup memenuhi syarat sesuai dengan peraturan, analisis penerapan peraturan sistem proteksi aktif dan pasif yang berarti cukup memenuhi peraturan pelaksanaan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran sudah dilakukan dengan rutin, dan ketersediaan alat pemadam kebakaran yang cukup berpengaruh pada keamanaan staff hotel.

Keempat, Dwiyoga Noris Indrawijaya (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Keandalan Bangunan Gedung (Studi Kasusu Bangunan Gedung Laboratorium Teknik Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakrta).

Penilaian tingkat keandalan meliputi arsitektur 97,01 % (andal), Strultur 99,24%

(andal), Utilitas dan proteksi kebakaran 98,52% (kurang andal), Aksesibilitas 75,50 % (kurang andal) dan Tata banguna dan lingkungan 100% andal.

Kelima, Rr. Aryu Diah Parwitasari (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Tingkat Kepentingan Persepsi Peng guna Bangunan terhadap Fire Management Rumah Sakit di Kota Surakarta menyatakan bahwa penerapan sistem proteksi aktif dan pasif cukup memenuhi syarat sesuai dengan peraturan sesuai dengan analisis penerapann peraturan sistem proteksi aktif dan pasif yang menunjukan 3 skala Likert yang berarti cukup memenuhi peraturan, pelaksanaan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran sudah dilakukan dengan rutin, dan sarana proteksi yang menurut keluarga pasien dan karyawan RS menjadi prioritas utama untuk dibenahi dan dilengkapi oleh pihak RS.

(32)

Keenam, Ludi Mauliana Safaat (2015) dengan judul penelitiannya Gambaran Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD Fatmawati Jakarta Maret 2015. Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Gedung IGD Fatmawati Jakarta tergolong baik.

Ketujuh, Djaka Anugrah Hidayat, Suroto, Bina Kurniawan (2017) dengan judul penelitiannya Evaluasi Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Ditinjau dari Sarana Penyelamatan dan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran di Gedung Lawang Sewu Semarang. Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Gedung Lawang Sewu tergolong baik.

Kedelapan, Tika Oktaviani (2017) dengan judul penelitiannya Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Lingkungan Pada Perumahan, studi kasus Perumnas Helvetia Medan. Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Gedung Lawang Sewu tergolong sangat buruk sekali.

Kesembilan, Stephanie (2017) dengan Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakran Bangunan, Studi Kasus Millennium ICT Centre. Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen sistem proteksi pasif kebakaran yang tidak memenuhi persyaratan.

(33)

2.2. Pengertian Bangunan Gedung

Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, naik hunian atau tem pat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

2.2.1. Klasifikasi Bangunan Gedung

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008, diklasifikasikan kelas Bangunan atau pembagian bangunan bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan sebagai berikut :

a. Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

 Kelas 1a: bangunan hunian tunggal yang berupa:

 satu rumah tunggal; atau

 satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing

bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, atau villa.

 Kelas 1b: rumah asrama atau kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari

(34)

12 orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

b. Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

c. Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:

 rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

 bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

 bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

 panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

 bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

d. Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

e. Kelas 5: Bangunan kantor adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

f. Kelas 6: Bangunan Perdagangan adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

 ruang makan, kafe, restoran; atau

(35)

 ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau

 tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau

 pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

g. Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:

 tempat parkir umum; atau

 gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

h. Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemprosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

i. Kelas 9: Bangunan Umum Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

 Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium;

 Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

j. Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:

(36)

1. Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya;

2. Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus .Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d.

10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

l. Bangunan yang penggunaannya insidentil. Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

m. Klasifikasi jamak. Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

 bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10 % dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya;

 Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;

 Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan di mana ruang tersebut terletak.

(37)

2.2.2. Bangunan Gedung Sekolah Terpadu

Sekolah terpadu merupakan sekolah yang diselenggarakan berada dalam satu komplek dan dikelola secara terpadu dari aspek kurikulum, pembelajaran, guru, sarana dan prasarana, managemen, dan evaluasi sehingga menjadi sekolah yang efektif dan berkualitas. Kualitas yang dimaksud adalah sekolah memenuhi Standart Nasional Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya, meliputi kompetensi lulusan, isi, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan lulusan yang bersaing di dunia kerja. Di samping itu, sekolah terpadu diharapkan mampu mengembangkan budaya sekolah dan lingkungan sekolah yang mendukung ketercapaian standar nasional. Bangunan sekolah terpadu berada di satu kawasan mencakup semua Unit Satuan Pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK bahkan dari PG/TK. Sekolah terpadu mengedepankan prinsip seamless education yatu pendidikan yang saling berkesinambungan dan terpadu. Building image menjadi satu bagian yang utuh.

Ada beberapa keunggulan dari sekolah terpadu diantaranya :

a. Adanya keterpaduan dan proses yang berkesinambungan antara pelaksanaan, pembelajaran SD yang berlanjut ke SMP dan berlanjut ke SMA atau SMK.

b. Sarana dan prasarana yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, sehingga penggunaanya lebih efisien, efektif dan ekonomis.

(38)

c. Guru dan staff dapat saling memperkuat dan mensinkronkan isi dan model pembelajaran, sehingga prosesnya mejadi berkelanjutan atau tidak terputus pada jenjang yang berikutnya.

d. Siswa setelah lulus dapat melanjutkan pendidikannya sampai jenjang SMA/SMK di satu sekolah yang sama tanpa khawatir dengan proses adaptasi lagi, sehingga semangat bersekolah dan kompetensi yang dikembangkan menjadi berkelanjutan.

2.3. Kebakaran

2.3.1. Pengertian Kebakaran

Menurut NFPA (National Fire Protection Association) kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana be rtemunya 3 buah unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.

Sedangkan menurut Perda DKI No. 3 Tahun 1992 Kebakaran adalah suatu peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda.

2.3.2. Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran merupakan penggolongan jenis bahan yang terbakar.

Dengan adanya pengklasifikasian tersebut dapat mempermudah dalam pemilihan media pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran.

(39)

Klasifikasi kebakaran juga berguna untuk menentukan sarana proteksi kebakaran untuk menjamin keselamatan nyawa tim pemadam kebakaran.

a. Klasifikasi National Fire Protection Association (NFPA) Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran NFPA

Kelas Jenis Contoh

Kelas A Bahan Padat

Kebakaran dengan bahan bakar padat biasa (ordinary)

Kelas B Bahan Cair Kebakaran dengan bahan bakar cair atau bahan yang sejenis (flammable liquids)

Kelas C Listrik Kebakaran listrik (energized electrical equipment) Kelas D Bahan

Logam Magnesium, potassium, titanium (Sumber : NFPA)

b. Klasifikasi Indonesia

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per -04/

MEN/1980, tanggal 14 April 1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia Kelas Jenis Contoh

Kelas A Bahan

Padat Kebakaran dengan bahan bakar padat bukan logam Kelas B Bahan Cair Kebakaran dengan bahan bakar cair atau gas mudah

terbakar

Kelas C Listrik Kebakaran instalasi bertegangan Kelas D Bahan

Logam Kebakaran dengan bahan logam

(Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

(40)

2.3.3. Teori Api

Defenisi api menurut National Fire Protection Associantion (NFPA) adalah suatu massa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan dalam proses kimia oksidasi yang berlangsung dengan cepat disertai pelepasan energy atau panas. Timbulnya api ini sendiri disebabkan oleh adanya sumber panas yang berasal dari berbagai bentuk energi yang dapat menjadi sumber penyulutan dan segitiga api.

Contoh sumber panas :

a Bunga api listrik dan busur listrik b Listrik statis

c Reaksi kimia d Gesekan (friction)

e Pemadatan (compression) f Api terbuka (open flame)

g Pembakaran spontan (spontaneous combustion) h Sinar matahari

Soehatman Ramli menjelaskan bahwa api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bakar dengan oksigen dan bantuan panas, teori ini dikenal dengan segitiga api (free triangle).

Menurut teori ini kebakaran terjadi karena adanya riga faktor yang menjadi unsur api yaitu :

1. Bahan bakar (Fuel), yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair, atau gas yang dapat terbakar yang bercampur dengan oksigen dari udara.

(41)

2. Sumber panas (Heat), yaitu yang merupakan pemicu kebakaran dengan energi yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan dan oksigen dari udara.

3. Oksigen, terkadang dalam udara. Tanpa adanya atau oksigen, maka proses kebakaran tidak dapat terjadi.

Gambar 2.1. Free triangle (Sumber :

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16328/BAB%20III.pdf?s equence=7&isAllowed=y)

2.3.4. Penyebab Kebakaran

Menurut Suma‟mur (1997) dalam Gytha (2010) mengatakan bahwa terdapat beberapa peristiwa yang menjadi penyebab kebakaran, antara lain:

1 Nyala api dan bahan-bahan yang pijar

Suatu benda padat bila ditempatkan dalam nyala api, suhu benda tersebut akan naik dan mulai terbakar. Api akan menyala terus sampai benda terbakar habis.

Kemungkinan terbakarnya suatu benda padat bergantung pada sifat benda tersebut sendiri. Benda pijar akan menyebabkan terbakarnya benda lain bila bersentuhan langsung dengannya.

(42)

2 Penyinaran

Semua sumber panas dapat memancarkan gelombang elektromagnetis berupa sinar infra-merah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka suhu benda tersebut akan terus naik dan pada akhirnya menyala.

3 Peledakan uap atau gas

Campuran uap atau gas yang mudah terbakar dengan oksigen akan menyala.

Jika campuran tersebut mengenai benda pijar atau nyala api, api akan menjalar dengan cepat dan dapat meledak pada kadar tertentu.

4. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu dari zat yang mudah terbakar ataupun noktah cair berupa suspensi di udara memliki sifat seperti campuran gas/uap dan udara yang dapat meledak.

5 Percikan api

Percikan api dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan terbakarnya campuran gas, uap atau debu dan udara.Pada umumnya, percikan api tidak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Percikan api dapat terbentu sebagai akibat dari arus listrik atau listrik statis dari gesekan 2 benda yang bergerak.

(43)

6 Terbakar sendiri

Kebakaran sendiri dapat terjadi pada bahan bakar mineral padat atau zat organik bila peredaran udara cukup untuk melakukan proses oksidasi namun tidak cukup untuk mengeluarkan panas yang ada. Tingkat kelembaban dapat mempercepat peristiwa ini.

7 Reaksi kimiawi

Beberapa reaksi kimiawi dapat menghasilkan panas yang cukup untuk menyebabkan kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi dapat menyebabkan terbakarnya zat organik.

8 Peristiwa-peristiwa lainnya

Gesekkan antara 2 benda dapat menimbulkan panas dan menurunkan koefisien gesekkan. Sewaktu panas yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas, kebakaran dapat terjadi misalnya pada mesin yang kurang minyak.

2.3.5. Perambatan Api dalam Bangunan

Kebakaran terjadi dari percikan api, api dapat cepat membesar dengan cepat atau secara perlahan-lahan tergantung pada situasi dan kondisi yang mendukung.

Seperti jenis bahan yang terbakar, suplai oksigen yang panas dan tinggi. Fase ini disebut pertumbuhan api (growth stage).

(44)

Api dengan singkat dapat berkobar besar, tetapi dapat juga berkembang perlahan.

Pada saat ini api menuju tahap sempurna dengan temperatur mencapai (1000 oF).

Selanjutnya jika kondisi mendukung, maka api akan berkembang menuju pncaknya. Semua bahan bakar yang ada akan dilahap dan kobaran api akan membumbung tinggi.

Setelah mencapai puncaknya, dan bahan bakar mulai menipis api akan menurun intensitasnya yang disebut dengan fase pelapukan api (decay). Api mulai membentuk bara – bara, dan produksi asap semakin meningkat karena kebakaran tidak lagi sempurna.

Temperatur kebakaran mulai menurun. Ruangan akan dipenuhi oleh gas – gas hasil kebakaran yang siap meledak atau tersambar ulang atau disebut back draft.

Terjadi letupan – letupan kecil di beberapa tempat.Udara panas didalam juga mendorong aliran oksigen masuk ke daerah kebakaran karena tekanan udara lebih rendah dibanding tekanan udara luar. Namun secara perlahan dan pasti, api akan berhenti total setelah semua bahan yang terbakar musnah. Proses pemadam paling efektif dilakukan pada fase pertumbuhan. Api masih kecil dan dapat dipadamkan dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) atau alat pemadam sederhana seperti karung basah, ember air, dan lainnya. Akan tetapi, jika api telah berkobar besar, kebakaran akan sulit dimatikan dan memerlukan upaya dan alat yang lebih handal baik kualitas dan kuantitasnya. (Soehatman Ramli, 2010).

(45)

2.3.6. Bahaya Kebakaran

Berdasarkan Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, perlu diperhatikan urut-urutan bahaya yang timbul akibat adanya kebakaran adalah:

1. Bahaya kepanikan 2. Bahaya asap/gas beracun 3. Bahaya panas api.

Bahaya kebakaran merupakan bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadinya kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditmbulkan (Kepmen PU RI No.

26/PRT/M/2008). Kebakaran dapat membahayakan manusia, kerusakan harta benda dan struktur bangunan. Bahaya api meliputi bahaya thermal (suhu dan nyala api) serta non thermal (asap dan gas beracun).

Adapun beberapa bahaya kebakaran menurut Ramli (2010), yaitu:

 Terbakar api secara langsung

Pada saat terjebak dalam api yang sedang berkobar, panas yang tinggi dapat menyebabkan luka bakar. Luka bakar merupakan jenis luka berupa kerusakan jaringan ataupun kehilangan jaringan yang diakibatkan oleh sumber panas/suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, dan radiasi.

(46)

 Menghirup asap

Penyebaran asap lebih cepat bila dibandingkan dengan menjalarnya api.

Oleh karena itu, sekitar 50%-80% kematian pada saat kebakaran disebabkan oleh penghirupan asap yang berlebihan. Jenis asap dan gas beracun yang dihasilkan pada saat kebakaran berbeda-beda tergantung dari material barang yang terbakar. Gas racun berbahaya yang paling sering dihasilkan pada saat kebakaran adalah karbon monoksida (CO).

 Bahaya lain akibat kebakaran

Pada saat terjadinya kebakaran, selain bahaya api dan asap, bahaya lain juga dapat muncul, misalnya saja kejatuhan benda akibat runtuhnya struktur bangunan. Bahaya ini dapat mengancam keselamatan penghuni dan pemadam kebakaran. Selain itu, bahaya lain dapat bersumber dari ledakan benda yang ada.

 Trauma akibat kebakaran

Hal-hal yang terjadi saat kebakaran misalnya terperangkap dalam api dapat mengakibatkan trauma. Korban trauma kerap merasa panik dan kehilangan konsentrasi dan hal ini dapat berujung fatal

2.4. Sistem Proteksi Kebakaran

Definisi Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana,

(47)

baik yang terpasang maupun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, maupun cara – cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Sistem proteksi kebakaran digunakan untuk mendetek si dan memadamkan kebakaran sedini mungkin deng an menggunakan peralatan yang digerakkan secara manual dan otomatis.

Menurut Pd T – 11 – 2005 – C tentang Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Gedung, komponen utilitas antara lain :

a. Sistem Proteksi Aktif , komponennya yaitu deteksi dan alarm kebakaran, siames connection, pemadam api ringan, hidran gedung, spinkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap, pembuangan asap, lift kebakaran, cahaya darurat, listrik darurat, dan ruang pengendali operasi

b. Sistem Proteksi Pasif , komponennya yaitu kelengkapan tapak, komponen sarana penyelamatan, ketahanan api dan stabilitas, kompartemenisasi ruang, serta pada perlindungan bukaan.

2.4.1. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sarana proteksi kebakaran yang harus digerakkan dengan sesuatu untuk berfungsi memadamkan kebakaran. Sebagai contoh, hidran pemadam harus dioperasikan oleh personil untuk dapat menyemprotkan api. Spinkler otomatis yang ada di gedung dan bangunan juga

(48)

harus digerakkan oleh sistem otomatisnya untuk dapat bekerja jika terjadi kebakaran. (Soehatman Ramli,2010).

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti spinkler, pipa tegak, dan selang kebakaran, serta pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008).

2.4.2. Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang menjadi satu kesatuan (inherent) atau bagian dari suatu rancangan atau benda. Sebagai contoh, dinding kedap api merupakan bagian dari struktur bangunan untuk meningkatkan ketahanan terhadap kebakaran. (SoehatmanRamli,2010). Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunanan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta pelindungan terhadap bukaan. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008). Sistem proteksi pasif merupakan sarana, sistem atau rancangan yang menjadi bagian dari sistem sehingga tidak perlu digerakkan secara aktif.

(49)

Pedoman dalam penelitian ini mengacu kepada Teri Sistem Proteksi Pasif Kebakaran pada Peraturan Menteri Umum No. 26/prt/m/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan lingkungan dan SNI yang terkait studi kasus Sekolah Terpadu Sultan Iskandar Muda adalah sebagai berikut :

2.4.2.1. Sarana Evakuasi

Menurut SNI 03-1746-2000 bahwa Sarana dan Prasarana Jalur Evakuasi meliputi Tangga kebakaran, Jalur Evakuasi Vertikal dan Horizontal, Assembly Point, Pintu Kebakaran, Signage, dan Pengeras Suara. Adapun dari sumber lain yaitu Peraturan Menteri PU, pada umumnya sama dengan yang ada pada SNI. Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat.

Komponen dari sarana evakuasi terdiri dari :

2.4.2.1.1. Jalur Evakuasi Vertikal (Jarak Antar Tangga)

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan jalur akses dan ditentukan jarak antar tangga di setiap bangunan. Tangga harus mudah dilihat dan dicapai (dilengkapi dengan penunjuk arah). Dan minimal harus terdapat 2 tangga yang dapat difungsikan sebagai tangga darurat/tangga kebakaran. Menurut Djaya Cipta Pratama dan Jiwangga yang tercantum pada SNI 03 1746 Tahun 1990, dinyatakan bahwa jarak pencapaian

(50)

ke tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruangan efektif, maksimal 25 m apabila tidak dilengkapi dengan sprinkler dan maksimal 40 m apabila dilengkapi spinkler.

2.4.2.1.2. Jalur Evakuasi Horizontal (Koridor)

Berdasarkan Kepmen PU No. 1 Tahun 2000 dan penelitian Sugiono Po, dikatakan bahwa Koridor umum adalah koridor tertutup, jalan dalam ruang/ gang/lorong atau sejenis, yang menjadi jalan ke luar atau penghubung dari 2 atau lebih unit hunian tunggal ke eksit di lantai tersebut, atau yang disediakan sebagai eksit dari suatu bagian dari setiap tingkat menuju ke jalan ke luar. Sedangkan persyaratannya lebar koridor tidak kurang dari 2,2 m. Koridor juga dirancang terhubung pada seluruh bagian bangunan dan tangga kebakaran/darurat.

2.4.2.1.3. Keberadaan Tangga Darurat

Tangga kebakaran adalah suatu tempat yang menghubungkan ruangan bawah dengan ruangan diatasnya yang juga berfungsi sebagai tempat melarikan diri dari gangguan bahaya kebakaran (Dwi Tanggoro, 2000:43).

Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga kebakaran dilindungi oleh saf tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau ujung atas struktur penutup. Tangga darurat dibuat untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau luka-luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat kebakaran (Ketentuan Teknis Pengamanan

(51)

Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000).

Dalam pemasangan jalan keluar atau jalan penyelamatan (emergency exit) berupa tangga kebakaran (fire escape) ataupun peruntukan tangga darurat harus memperhatikan syarat-syarat, yaitu :

 Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai ketahanan kebakaran selama 2 jam.

 Tangga dipisahkan dari ruangan-ruangan lain dengan dinding beton yang tebalnya minimum 15 cm atau tebal tembok 30 cm yang mempunyai ketahanan kebakaran selama 2 jam.

 Bahan-bahan finishing, seperti lantai dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak licin, susuran tangan terbuat dari besi.

 Lebar tangga minimum 120 cm (untuk lalu lintas 2 orang ).

 Harus dapat dilewati minimal oleh 2 orang bersama-sama atau lebar bersih tangga minimal 120 cm.

 Untuk anak tangga, lebar minimum injakan tangga 27,9 cm, tinggi minimum 10,5 cm, tinggi maksimum 17,8 cm dan jumlah 2R + G ≤ 70cm.

 Harus mudah dilihat dan dicapai (dilengkapi dengan penunjuk arah). Jarak maksimum dari sentral kegiatan 30 m atau antar tangga 60 m.

 Persyaratan tangga kebakaran, khususnya yang terkait dengan kemiringan tangga, jarak pintu dengan anak tangga, tinggi pegangan tangga dan lebar serta ketinggian anak tangga, dapat dilihat pada gambar berikut :

(52)

Gambar 2.2 Detail rel pegangan tangan (Sumber : SNI 03 – 1746 – 2000)

Gambar 2.3 Tangga kebakaran yang dilengkapi pintu darurat, lift kebakaran dan hidran

(Sumber : Jimmy S Juwana, 2005)

(53)

2.4.2.2. Site Bangunan

Dalam perencanaan bangunan penting untuk memperhatikan daerah lingkungan sekitar bangunan agar menciptakan desain bangunan dengan lingkungan yang mendukung aktifitas sekitar bangunan. Pengaturan lingkungan bangunan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan blok dan kemudahan pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan, jarak bangunan, dan kelengkapan lingkungan lainnya yang mendukung proses evakuasi serta manajemen penyelamatan kebakaran bangunan.

2.4.2.2.1. Jarak Kantor Pemadam Kebakaran ke Site

Upaya penyelamatan kebakaran agar tidak menyebar ke bangunan lain maka tindakan yang terutama dilakukan adalah upaya pemadaman api. Upaya pemadaman api difasilitasi oleh keberadaan Pemadam Kebakaran.

Berikut Standar perletakan pos pemadam kebakaran dalam skala kota berdasarkan beberapa sumber :

1. Berdasarkan Kepmen PU No.11/KPTS/2000 Ketentuan teknis manajemen penanggulaan kebakaran di perkotaan, yaitu :

 Daerah yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.

 1 (satu) pos pemadam melayani maksimum 3 kelurahan.

2. Berdasarkan standar Pd M-01-2004-C yang telah melakukan pengujian di kota Bandung menyimpulkan bahwa daerah yang sudah terbangun harus mendapat

(54)

perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 1,5 km.

3. Berhubungan dengan jarak, kecepatan mobil pemadam kebakaran juga berpengaruh terhadap ketepatan waktu mobil sampai di tempat kejadian kebakaran. Berdasarkan NFPA 1231 Standard on Water Supplies for Suburban and Rural Fire Fighting edisi 1993, kecepatan normal dan kecepatan aman kendaraan adalah 35 mil/jam atau 56,4 Km/Jam.

2.4.2.2.2. Lebar Jalan Pemadam Kebakaran di Sekitar Site

Berdasarkan SNI lebar jalan untuk dilalui pemadam kebakaran minimal 4 meter.

Beberapa persyaratan lain berdasarkan Kepmen PU No. 10 Tahun 2000 tentang lebar jalan pemadam kebakaran adalah sebagai berikut :

Untuk Bangunan operasional tinggi dengan lebar jalan masuk 4 m, tinggi bangunan kurang dari 10 m tidak perlu diberi perkerasan asalkan dapat dicapai pada jarak 45 m dari jalur masuk mobil pemadam kebakaran.

1. Dengan bangunan yang tingginya lebih dari 10 m maka perkerasan wajib diberi perkerasan untuk semua jalan.

Gambar 2.4. Posisi perkerasan pada bangunan (Sumber : Kepmen PU No 10 Tahun 2000)

(55)

2. Lebar minimum lapis perkerasan 6 m dan panjang minimum 15 m. Bagian- bagian lain dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil pemadam kebakaran lebarnya tidak boleh kurang dari 4 m.

3. Lapis Perkerasan harus dibuat dari metal, paving blok, atau lapisan yang diperkuat agar dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran.

2.4.2.2.3. Area Parkir dan Akses Pemadam Kebakaran di Sekitar Bangunan Bangunan harus bisa di akses Pemadam Kebakaran dari segala arah agar pemadaman api bisa merata. Tersedia pula parkir khusus Mobil Pemadam Kebakaran, dalam kondisi kebakaran parah memerlukan beberapa unit pemadam kebakaran.

Menurut Kepmen PU 10-2000 dan PU No. 26 PRT M 2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan syarat akses dan parkir yang sesuai untuk dilalui Pemadam Kebakaran adalah sebagai berikut :

1. Tersedia area Parkir pemadam kebakaran di sekitas bangunan

2. Akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan selama bangunan gedung dihuni atau dioperasikan.

3. Akses Petugas Pemadam Kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan "AKSES PEMADAM KEBAKARAN –

(56)

JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm. Ketentuan ini tidak dipersyaratkan untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal satu atau dua keluarga.

Gambar 2.5. Tanda Bukaan (gambar dan tulisan berwarna merah) (Sumber : Kepmen PU No 10 Tahun 2000)

4. Ukuran Akses Petugas Pemadam Kebakaran tidak boleh kurang dari 85 cm lebar dan 100 cm tinggi, dengan tinggi ambang bawah tidak lebih dari 100 cm dan tinggi ambang atas tidak kurang dari 180 cm di atas permukaan lantai bagian dalam.

Gambar 2.6. Ukuran Akses Bukaan Petugas Pemadam Kebakaran (Sumber : Kepmen PU No 10 Tahun 2000)

5. Semua sisi bangunan tidak terhalang bangunan lain, harus bisa dilalui Mobil

(57)

2.4.2.2.4. Jarak Antar Bangunan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan jalur akses dan ditentukan jarak antar bangunan seperti pada gambar berikut.

Tabel 2.3. Standart jarak minimum antar bangunan

No Tinggi Bangunan Gedung (m) Jarak Minimum Antar Bangunan (m)

1 s/d 8 3

2 > 8 s/d14 > 3 s/d 6

3 > 14 s/d 40 > 6 s/d 8

4 > 40 > 8

(Sumber :Kepmen PU No. 10 Tahun 2000 & Tulisan mahasiswa Arsitektur USU, Sugiono PO Stambuk 2005)

2.4.2.2.5. Area Evakuasi di Site (Titik Kumpul di Luar Bangunan)

Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Titik kumpul dibuat untuk tempat evakuasi sementara yang bisa menampung seluruh penghuni bangunan ketika terjadi kebakaran yang letaknya berada di luar bangunan dan mudah dijangkau (paling dekat dengan bangunan).

2.4.2.2.6. Ketersediaan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran di Sekitar Site

Untuk memenuhi kecukupan air Pemadam Kebakaran perlu ketersediaan pasokan air yang cukup yang berada tidak jauh dari site.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang tidak konsisten dalam penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap CSR mendorong perumusan masalah, yaitu apakah karakteristik

Alpha Cipta Computindo, pelanggan yang sudah menjadi anggota dapat menggunakan layanan Q & A (Question & Answer) untuk mengajukan berbagai pertanyaan atau meminta

2 Dalam rangka memperingati hari Asma sedunia tahun 2017 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Malang mengajak para dokter umum untuk menambah pengetahuan dan

Kebutuhan air irigasi pada saluran sekunder Daerah Irigasi Hilir Tanjung Kota Padang Panjang mengikuti jadwal tanam yang dilakukan di lokasi studi dengan interval

Tentu saja masih ada suatu masalah di dalamnya, semua hadirin yang telah memperoleh Fa dan semua orang yang Xiulian di dalam Dafa tentu tahu, kalian di

1) Setelah melakukan pengkajian pada dua orang klien yang menderita penyakit DHF dengan masalah kekurangan volume cairan didapatkan data: pasien dalam keadaan lemah,

Walaupun dari pemeriksaan mikros- kopis sudah tidak ditemukan elemen jamur, namun secara klinis masih ditemukan adanya bercak yang gatal di daerah bokong dan paha, sehingga

Dengan memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul