BAB II
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Umum tentang Anemia
2.1.1 Definisi Anemia
Anemia adalah Kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)
dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tjakronegoro A,2001).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di bawah 11 gr %
pada trismester I dan II atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada
trimester II (Nugraheny , 2009).
Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan, dimana penyebab
anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah
merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah
(hematopoiesis yang tidak efektif). Seorang pasien dikatakan anemia bila
konsentrasi hemoglobin (HB) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct)
kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi HB kurang dari 11 g/dL atau Hct
HB kurang dari 10 gram/dl, disebut anemia sedang jika HB 7-8gr/dl, disebut
anemia berat jika HB kurang dari 6 gr/dl (Hanifah W,2008).
Uraian di atas menunjukkan bahwa anemia merupakan penyakit kekurangan
darah, dimana keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (HB)
dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia merupakan penyakit
darah yang sering ditemukan, dimana penyebabnya adalah perdarahan yang
berlebihan, rusaknya sel darah merah atau kekurangan pembentukan sel darah
merah (Mansoer A,2000).
2.1.2 Etiologi
Menurut Mansoer A,(2000) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi) 2. Kurang zat besi dalam diit 3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain 5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan
lain-lain
2.1.3 Manifestasi Klinis Anemia Pada Ibu Hamil
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun
(anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda (Nugraheny, 2009).
2.1.4 Bahaya Anemia Pada Ibu Hamil a. Bahaya anemia terhadap kehamilan
Resiko terjadi abortus,Persalinan permaturus ,Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, Mudah menjadi infeksi, Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr %), Mengancam jiwa dan kehidupan ibu, Mola hidatidosa,Perdarahan anterpartum,Ketuban pecah dini (Nugraheny ,2009).
b. Bahaya anemia terhadap janin
Abortus ,Terjadi kematian intra uteri, Berat badan lahir rendah (BBLR), Kelahiran dengan anemia, Dapat terjadi cacat bawaan.Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, Pertumbuhan janin terhambat (Nugraheny ,2009).
2.1.5 Komplikasi Anemia Dalam kehamilan
Komplikasi anemia pada umumnya kurangnya konsentrasi, daya tahan tubuh yang berkurang, sampai bisa menyebabkan gagal jantung (Mansoer A,2000).
2.1.6 Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut (Nugraheny ,2009), adalah
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil
dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero
sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/
hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan
zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran
pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002).
Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000
mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
(Nanda, 2009) Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat
dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa di dapatkan keluhan cepat
lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah
dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali
selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan
sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Hb 11 gr% : Tidak anemia 2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan 3) Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang 4) Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil ( Saifudin A.B,2002).
2. Anemia Megaloblastik
adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12 (Tjakronegoro A,2001). Menurut (Tjakronegoro A.2001) Pengobatannya, yakni:
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi (Tjakronegoro A.2001).
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital (Rahmawati E,2011).
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini (Tjakronegoro A.2001).
2.2 Ibu Hamil dalam Konsep Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Efendi, 2008).
Keperawatan kesehatan keluarga biasanya menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Keperawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat dengan sehat, sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sasaran/ penyalur. Dijelaskan pula bahwa masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga di sekitarnya atau masyarakat secara keseluruhan (Efendi N,2008).
Beberapa alasan keluarga untuk melakukan perawatan kesehatan, menurut (Efendi N, 2008) adalah sebagai berikut:
a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat;
b. Keluarga sebagai satu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya;
c. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya;
d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya;
e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk melakukan berbagai upaya kesehatan masyarakat;
Selanjutnya, keluarga mempunyai fungsi dan tugas dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya. Fungsi dan tugas tersebut menurut (Efendi N, (2008) sebagai berikut.
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya; b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat; c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit;
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga;
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
2.3 Teori Tentang Pengetahuan
Pengetahuan (asal kata ‘tahu’ (know) dapat diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Aspek yang termasuk dalam tingkatan ‘tahu’ ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Azwar S, 2005).
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo,(2003) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil “obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dijelaskan pula bahwa, sebelum orang mengadopsi perilaku baru berupa pengetahuan, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni:
a. Kesadaran (Awareness), bahwa orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu;
b. Interest atau ketertarikan kepada stimulus;
c. Evaluation, yakni kegiatan menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya;
d. Trial, yakni kegiatan mencoba perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap;
e. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Soekidjo,2003).
Uraian di atas menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu hasil setelah seseorang melakukan penginderaan melalui panca indera yang
dimilikinya manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan seseorang terhadap sesuatu obyek berkaitan erat dengan kesadaran, ketertarikan, stimulus, dan respon terhadap obyek itu, yang akhirnya mengharuskan seseorang tersebut bersikap (Notoadmodjo,2003).
Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.4 Teori Tentang Sikap
Selanjutnya, sikap atau attitude (Inggris) adalah cara bereaksi seseorang terhadap perangsang. Cara bereaksi dimaksud adalah cara seseorang memberi respon bila terkena suatu rangsangan, baik yang ditimbulkan oleh orang-orang di sekitarnya, benda-benda ataupun situasi-situasi yang mengenai dirinya. Sikap, sebagai hasil proses sosialisasi sangat berpengaruh pada respon seeorang terhadap obyek-obyek, orang, situasi atau kelompok orang di sekelilingnya (Saifudin A, 2005).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek Selanjutnya, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan
“pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (Soekidjo, 2003).
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi/reaksi terhadap suatu obyek, memihak / tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Saifudin, 2005). Dikatakan pula bahwa, sikap, senantiasa terarahkan terhadap sesuatu hal atau suatu objek tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada sikap tanpa objeknya. Sikap itu dapat terarahkan pada benda-benda, orang-orang, juga terhadap peristiwa-peristiwa, atau kejadian-kejadian yang tengah atau telah berlangsung, yang merupakan reaksi atau tanggapan terhadap keberadaan benda, orang, peristiwa ataupun kejadian-kejadian itu (Natawidjaya ,2008).
Sikap adalah kecendurungan memberikan reaksi positif atau negatif terhadap suatu stimulan atau kelompok stimuli. Dengan istilah lain, sikap dapat dikatakan sebagai respons yang konsisten terhadap suatu kategori stimuli. Dari aspek psikologis, sikap memiliki struktur tertentu (Natawidjaya ,2008).
(Saifudin A, 2005) menjelaskan bahwa struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, yaitu kognitif, afektif, dan konaktif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu yang bersikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konaktif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki.
Sikap merupakan salah satu faktor penting dalam menganalisa tingkah laku sosial manusia bahwa dengan mengetahui sikap seseorang maka dapat diramalkan kecenderungan perilakunya, pendirian dan keyakinan seseorang terhadap suatu objek sikap. Artinya pendirian, keyakinan dan kecenderungan berperilaku seseorang merupakan bagian dari sikap. Pendirian dan keyakinan itu merupakan hasil dari pengetahuan yang dimiliki seseorang melalui pengalamannya (Azwar S, 2005).
Selanjutnya, (Natawidjaya ,2008) mengemukakan bahwa sikap adalah kesediaan mental individu yang mempengaruhi, mewarnai bahkan menentukan kegiatan individu yang bersangkutan dalam memberikan respon terhadap objek atau situasi yang mempunyai arti baginya. Salah satu aspek penting dari sikap adalah berhubungan dengan perasaan seseorang dan dilihat dari rasa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Sikap merupakan tingkatan perasaan positif dan negatif yang berkaitan dengan suatu objek sikap. Di samping menunjukkan rasa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, sikap juga menunjukkan unsur evaluatif terhadap suatu objek sikap.
Sikap adalah pernyataan evaluatuif baik yang menguntungkan atau yang tidak menguntungkan mengenai suatu objek, orang atau peristiwa, Sikap umumnya akan mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Sikap seseorang terhadap objek tertentu kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk kegiatan, perbuatan atau perkataan (Natawidjaya ,2008).
Sikap seseorang terhadap suatu obyek dapatlah diukur menggunakan skala sikap. pengukuran sikap dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang menjadi
ciri dasar sikap. Dua ciri dasar sikap yaitu arah sikap dan derajat perasaan. Arah sikap adalah efek yang membekas yang dirasakan terhadap suatu objek sikap. Ciri ini dapat bersifat positif atau negatif. Sedangkan derajat perasaan terkait erat kekuatan atau kedalaman perasaan seseorang terhadap suatu objek (Saifudin A, 2005).
Berdasarkan pengertian di atas jelas bahwa pengetahuan berkaitan erat dengan kesadaran, ketertarikan, stimulus, dan respon terhadap sesuatu, yang akhirnya mengharuskan seseorang tersebut bersikap. Sedangkan sikap adalah kesediaan atau kecederungan mental seseorang terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga turut menentukan kegiatannya dalam merespon sesuatu tersebut. Sikap seseorang dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang menjadi ciri dasar sikap (Azwar S,2005).
2.5 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil pada Kejadian Anemia Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul, baik pada ibu maupun pada janin. Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin,meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Pudiastuti R.D ,2012).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil, seperti perbaikan asupan gizi, program pemberian besi, dan pemberian preparat besi jauh sebelum merencanakan kehamilan. Akan tetapi upaya-upaya tersebut belum memuaskan. Hal ini berarti bahwa selama beberapa warsa ke depan masih tetap akan berhadapan dengan anemia pada ibu hamil. Untuk maksud ini diperlukan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap kejadian anemia pada masa kehamilan.
Pengetahuan dimaksud dapat dimaknai sebagai kesadaran ibu hamil tentang kejadian atau penyakit anemia, merasa tertarik untuk mengetahui akibat penyakit
anemia, mencoba perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap untuk mencegah kejadian anemia, serta mengevaluasi dirinya tentang pengetahuannya terhadap kejadian anemia. Selanjutnya, berkaitan sikap terhadap kejadian anemia dapat dimaknai sebagai representasi terhadap apa yang dipercayai mengenai kejadian anemia, perasaan dalam menghadapi kejadian anemia, serta kecenderungan ibu hamil berperilaku tertentu untuk mencegah dan mengobati penyakit anemia (Azwar S, 2005).
2.6 Kerangka Teoritis
Gambar 2.1 Kerangka Teori 2.7 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep yang dapat dihubungakan dari penelitian ini adalah:
Varabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Pengetahuan dan Sikap Anemia pada Ibu
Hamil Anemia
Etiologi
ü Kurang gizi (malnutrisi) ü Kurang zat Besi
ü Malabsorbsi
ü Kehilangan darah banyak ü Penyakit-penyakit kronik
Klasifikasi Anemia ü Anemia Difisiensi zat besi ü Anemia Megaloblastik ü Anemia Hipoplastik ü Anemia Hemolitik Ibu Hamil Skala Ukur (Parameter HB) Pengetahuan Sikap
2.8 HIPOTESIS PENELITIAN
(Notoadmodjo S, 2003) Berdasarkan uraian teori-teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu:
H0 : Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan kejadian Anemia pada ibu hamil di Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan kejadian Anemia pada ibu hamil di Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.