• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KEDALAMAN AIR TANAH DI PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KEDALAMAN AIR TANAH DI PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK

MENGIDENTIFIKASI KEDALAMAN AIR TANAH DI

PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

Muhamad Yani 4211412075

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah

(7)

PERSEMBAHAN

Untuk Ayah, Ibu, dan Adik-adik Keluarga Fisika 2012

Keluarga KSGF Unnes Almamaterku

(8)

PRAKATA

Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Untuk Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang”.

Pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, dengan itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Dr. Sugianto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. 5. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., dosen pembimbing I yang telah membimbing dan

memberikan masukan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Khumaedi, M.Si., dosen pembimbing II yang telah membimbing dan

memberikan masukan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi ini 7. Dr. Ngurah Made DP, M.Si., dosen wali yang sering memberikan nasihat,

saran dan motivasi kepada penulis.

8. Kepala Lab. Fisika dan Teknisi Lab. Fisika Unnes yang telah membantu dan mempermudah dalam peminjaman alat Lab. Fisika untuk penelitian ini. 9. Coordinator Penulisan Skripsi, Sekretaris Jurusan Fisaka dan TU Jurusan

Fisika yang telah membantu kelancaran dalam administrasi penyusunan skripsi.

10. Dosen-dosen yang telah membekali ilmu baik berkaitan maupun tidak berkaitan dengan penelitian ini.

11. Kedua orang tua serta keluarga yang senantiasa memberikan nasihat, semangat dan doa kepada penulis.

(9)

ABSTRAK

Yani, Muhamad. (2019). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas untuk Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang. Skripsi, Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. pembimbing II Dr. Khumaedi, M.Si.

Kata Kunci: Geolistrik, Resistivitas, Air Tanah

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Penggunaan air semakin meningkat baik untuk keperluan kehidupan sehari-hari manusia, industri, pertanian, maupun peternakan. Akibat pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan daerah pemukiman juga semakin meningkat yang mengakibatkan konsumsi air bertambah sehingga persediaan air semakin terbatas. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas VES dengan konfigurasi Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger jarak elektroda tegangan jauh lebih kecil dari jarak elektroda arus. Pengambilan data menggunakan resistivitymeter Naniura NRD 22 S pada lima lokasi dengan panjang bentangan 200 m. Parameter yang terukur yaitu arus (I) dan beda potensial (V). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel, Ip2win, dan Rockworks. Hasil penelitian ini ditemukan lapisan batuan di bawah permukaan tanah antara lain lapisan top soil, lempung, dan pasir. Air tanah yang ditemukan merupakan akuifer dangkal yang diduga berada pada lapisan pasir dengan kedalaman 9,92 meter sampai 37,7 meter. Pemodelan 2D dan 3D dilakukan untuk mengetahui persebaran kedalam air tanah.

(10)

ABSTRAK

Yani, Muhamad. (2019). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas untuk Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang. Skripsi, Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. pembimbing II Dr. Khumaedi, M.Si.

Kata Kunci: Geolistrik, Resistivitas, Air Tanah

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Penggunaan air semakin meningkat baik untuk keperluan kehidupan sehari-hari manusia, industri, pertanian, maupun peternakan. Akibat pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan daerah pemukiman juga semakin meningkat yang mengakibatkan konsumsi air bertambah sehingga persediaan air semakin terbatas. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas VES dengan konfigurasi Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger jarak elektroda tegangan jauh lebih kecil dari jarak elektroda arus. Pengambilan data menggunakan resistivitymeter Naniura NRD 22 S pada lima lokasi dengan panjang bentangan 200 m. Parameter yang terukur yaitu arus (I) dan beda potensial (V). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel, Ip2win, dan Rockworks. Hasil penelitian ini ditemukan lapisan batuan di bawah permukaan tanah antara lain lapisan top soil, lempung, dan pasir. Air tanah yang ditemukan merupakan akuifer dangkal yang diduga berada pada lapisan pasir dengan kedalaman 9,92 meter sampai 37,7 meter. Pemodelan 2D dan 3D dilakukan untuk mengetahui persebaran kedalam air tanah.

(11)

ABSTRACT

Yani, Muhamad. (2019). Application of Geoelectrical Method to Identify the Depth of Groundwater in Tanah Mas Residence Semarang City. Skripsi, Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. First Supervisor Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. and Second Supervisor Dr. Khumaedi, M.Si.

Keywords: Geoelectrical, Resistivity, Groundwater

Water is the most basic needs by living things. The need of water tends to increase for daily life, industrial, agricultural, and livestock. Due to the population growth, then the need of settlements area are increasing. This means that water consumption will increase so the amount of water is getting limited. This study aimed to identify the depth of groundwater in Tanah Mas Residence, Semarang City. This research used Vertical Electrical Sounding (VES) method with Schlumberger configuration. In Schlumberger configuration the electrode voltage distance is much smaller than current electrode distance. Research data were taken by using resistivitymeter Naniura 22 S on five locations with stretch length of 200 meters. The data were processed using Microsoft Excel, Ip2win, and Rockworks software. The result of this study were found rock layers below the surface, included top soil, clay, and sand layers. The groundwater were found is a shallow aquifer which is thought to be in the sand layer with a depth of 9.92 – 37.7 meters. The data was modeled into 2D and 3D imaging to explain the distribution and depth of groundwater.

(12)

DAFTAR ISI Halaman JUDUL HALAMAN ... i PERNYATAAN ... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv PENGESAHAN ... v MOTTO ... vi PERSEMBAHAN ... vii PRAKATA ... viii ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Kota Semarang ... 7

2.1.1 Fisiografi ... 7 2.1.2 Geomorfologi ... 7 2.1.3 Stratigrafi ... 8 2.1.4 Struktur Geologi ... 9 2.1.5 Hidrologi ... 10 2.2 Air Tanah ... 10

(13)

2.2.1 Akuifer ... 11

2.2.2 Cekungan Air Bawah Tanah ... 12

2.3 Metode Geolistrik ... 12

2.3.1 Sifat Listrik Batuan ... 13

2.3.2 Resistivitas Batuan ... 14

2.3.3 Rumus-rumus Dasar Listrik ... 16

2.3.4 Aliran Listrik Dalam Bumi ... 18

2.3.5 Faktor Geomteri ... 20

2.3.6 Konfigurasi Schlumberger ... 22

2.3.7 Konsep Resistivitas Semu ... 25

III. METODE PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian ... 26

3.2 Alat Penelitian ... 27

3.3 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data ... 28

3.3.1 Lokasi Pengambilan Data ... 28

3.3.2 Waktu Pengambilan Data ... 29

3.4 Prosedur Pengambilan Data ... 29

3.5 Pengolahan Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 33

4.1.1 Hasil Pengukuran Lokasi Pertama ... 34

4.1.2 Hasil Pengukuran Lokasi Kedua ... 34

4.1.3 Hasil Pengukuran Lokasi Ketiga ... 35

4.1.4 Hasil Pengukuran Lokasi Keempat ... 35

4.1.5 Hasil Pengukuran Lokasi Kelima 36 4.2 Pembahasan ... 36

4.2.1 Pembahasan Resistivitas dan Litologi ... 38

4.2.2 Analisis dan Pembahasan 2 Dimensi ... 38

4.2.3 Analisis dan Pembahasan 3 Dimensi ... 43

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 46 V. KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Susunan Stratigrafi Daerah Semarang Bagian Utara ... 8

2.2 Variasi Resistivitas Batuan ... 15

2.3 Variasi Resitivitas Mineral ... 16

3.1 Spesifikasi Alat Geolistrik Naniura NRD 22 S ... 27

4.1 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 1 ... 34

4.2 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 2 ... 34

4.3 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 3 ... 35

4.4 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 4 ... 35

4.5 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 5 ... 36

4.6 Jenis Tanah atau Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Lokasi Penelitian ... 36

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Peta Hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya ... 1

2.1 Peta Geologi Semarang dan sekitarnya ... 9

2.2 Peta Aliran Air Tanah Regional Semarang dan sekitarnya ... 10

2.3 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang dan sekitarnya ... 11

2.4 Silinder Konduktor ... 16

2.5 Medium Homogen Isotropis dialiri Arus Listrik ... 17

2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi ... 20

2.7 Permukaan Equipotensial dan Arah Aliran Arus Listrik akibat Dua Sumber Arus (I dan – I) di Permukaan Bumi ... 20

2.8 Letak Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada Permukaan Bumi ... 21

2.9 Skema Konfigurasi Schlumberger ... 23

2.10 Konsep Resistivitas Semu dalam Lapisan Tanah ... 25

3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.2 Peralatan yang digunakan dalam Penelitian ... 28

3.3 Skema Alat Geolistrik ... 28

3.4 Peta Daerah Penelitian ... 29

3.5 Desain Survei Lintasan Penelitian ... 30

3.6 Tahapan Pengolahan Data Geolistrik ... 32

4.1 Striplog Titik Ukur Penelitian ... 38

4.2 Posisi Titik Ukur Penelitian ... 39

4.3 Cross Section Lintasan 2 dan Lintasan 1 ... 39

4.4 Cross Section Lintasan 3, 5, dan 4 ... 40

4.5 Cross Section Lintasan 2 dan Lintasan 3 ... 41

4.6 Cross Section Lintasan 1, 5, dan 3 ... 42

4.7 Cross Section Lintasan 2, 5 dan 4 ... 43

(17)

4.9 Model 3D Persebaran air tanah pada lapisan pasir daerah

penelitian (dari sisi tenggara) ... 44 4.10 Model 3D Stratigrafi daerah Penelitian (dari sisi barat daya) ... 45

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Pengamatan ... 51

2. Hasil Pengolahan Data Menggunakan Perangkat Lunak Ip2win ... 55

3. Data Inputan Perangkat Lunak Rockworks ... 58

4. Peta Dasar ... 60

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Semarang memiliki posisi astronomi pada gasris 6o 50’- 7o10’ LS, 109o 50’- 110o 35’ BT. Luas wilayah sekitar 373.67 km2 yang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Semarang yang merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Tengah adalah daerah industri terbesar di Jawa Tengah. Adanya kegiatan industri memberikan dampak positif dan negatif bagi penduduk. Dampak positif dari kegiatan pabrik industri yaitu memberikan keuntungan secara finansial dari segi banyaknya lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan masyarakat. Namun di sisi lain kegiatan industri ini memiliki dampak negatif yang menyebabkan berbagai kerusakan terhadap lingkungan, seperti penurunan kualitas lahan, penurunan kualitas air dan pencemaran air tanah.

Manusia dan semua makhluk hidup di bumi ini sangat membutuhkan air. Air merupakan sumber kehidupan bagi bumi, karena semua organisme makhluk hidup di bumi tersusun dari sel-sel yang berisi air (Kodoatie, 2008). Sebagai sumber daya air, air bawah tanah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sumber daya yang lain karena faktor-faktor sebagai berikut (Suharyadi, 1984):

(1) Air bawah tanah lebih baik kualitasnya atau lebih sehat karena telah mengalami proses filtrasi alamiah lebih jauh.

(2) Ketersediaan air bawah tanah lebih stabil sepanjang tahun dan tidak memerlukan tempat penyimpan (reservoir) yang besar.

(3) Di daerah yang tersedia air bawah tanah, mudah memperoleh dan tidak memerlukan sarana untuk penyalurannya.

Kota Semarang memiliki peta hidrologi yang dimanfaatkan untuk mengetahui produktifitas air tanah yang tersebar di seluruh wilayah Kota Semarang. Daerah Tanjung Mas, Genuk dan Semarang kota memiliki tingkat produktifitas air tanah yang tinggi dengan penyebaran yang luas. Daerah Tugu,

(20)

2

Ngaliyan, dan Gajahmungkur memiliki tingkat produktifitas air tanah produktif dengan penyebaran relatif luas, sedangkan daerah Boja dan Gunungpati memiliki tingkat produktifitas air tanah sedang dengan penyebaran luas. Gambar 1.1 menunjukan peta hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya.

Gambar 1.1 Peta Hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya

Berbicara tentang penyediaan kecukupan air bersih, pemerintah sudah memberikan otoritas dan tanggung jawab kepada institusi PDAM, akan tetapi pada kenyataannya belum mampu mememuhi secara memadai hingga saat ini. Keaadaan tersebut memotivasi masyarakat untuk mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, terutama memenuhi kebutuhan dunia industri dalam jumlah besar.

Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2008 menyebutkan bahwa penggunaan air tanah untuk berbagai keperluan (termasuk di dalamnya bagi sektor industri), merupakan pilihan ke dua, apabila air permukaan sudah tidak mencukupi, dengan syarat tetap memperhatikan upaya konservasi mencakup pencegahan kerusakan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan industri Kota Semarang sesungguhnya dapat dipenuhi dengan menggunakan air permukaan saja. Pada

(21)

3

kenyataannya, disinyalir seluruh sektor industri lebih memilih sumber daya air tanah untuk untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka di Kota Semarang.

Kebutuhan air bersih perpipaan bersumber dari 7 bangunan produksi dengan kapasitas total sebesar 58.436.208 m3. Kebutuhan air di Kota Semarang pada tahun 1999 sebesar 48.407.307 m3, pada tahun 2005 total kebutuhan naik menjadi 68.568.239 m3. Proyeksi kebutuhan air di Kota Semarang pada tahun 2030 mencapai 336 juta m3 lebih (termasuk tingkat kebocoran PDAM 25%). Jika dilihat pada data PDAM tentang pemakaian air, maka total pemakaian yang tercatat pada tahun 2008 adalah 34.277.257 m3, dimana 87% digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (Bappeda Kota Semarang, 2010).

Menilik kebutuhan air bersih masyarakat pada tahun 2005 dengan pemakaian air dari PDAM menunjukkan bahwa setengah dari kebutuhan kota dipenuhi melalui sumber non perpipaan baik dari air sumur dangkal, air tanah, maupun mata air yang ada. Fakta tersebut didukung studi yang dilakukan JICA (dalam Prihantoro, 2011), bahwa eksploitasi air bawah tanah di Semarang sebesar 0,43 juta m3/tahun pada 1990 dan meningkat sebsar 35,64 juta m3/tahun pada 1998. Menurut Dinas PSDA Semarang diperkirakaan terdapat sekitar 1.000 sumur ABT sampai saat ini baik yang berizin maupun tidak. Akibat pembagunan perubahan lahan dan perubahan iklim memberikan ancaman pengurangan air bersih pada masa yang akan datang, sehingga perlu dilakukan konservasi terhadap sumber daya air.

Berdasarkan penelitian Putro (2016) menggunakan metode geolistrik di disebutkan bahwa di perumahan Tanah Mas telah terjadi intrusi air laut. Secara keseluruhan intrusi air laut telah terdeteksi di bagian utara, bagian timur dan bagian selatan perumahan Tanah Mas dengan kedalaman intrusi 19 meter hingga 26 meter dari permukaan tanah (Supriyadi, Khumaedi, & Putro, 2107). Hal itu dikhawatirkan akan terjadi krisis air bersih di kemudian hari. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan air baku, irigasi dan industri maka perlu dilakukan survei geofisika untuk mengidentifikasi kedalaman air bawah tanah.

Metode yang digunakan adalah metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik

(22)

4

dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Metode geolistrik ini juga merupakan metode yang cukup banyak digunakan dan hasilnya cukup baik (Bisri, 1991). Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Penggunaan Vertical Electrictrical Sounding (VES) menjadi sangat populer untuk pencairan air tanah karena kesederhanaan teknik ini (Abdullahi et al., 2014). Selain sederhana dan efektif, teknik ini juga membutuhkan interpretasi yang mudah untuk studi air tanah (Adelusi et al., 2014). Studi di seluruh dunia juga mengungkapkan pentingmya metode ini dalam pemecahan permasalahan air tanah (Hussain et al., 2017). Berdasarkan pengamatan, sumber informasi dan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian tentang “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Untuk Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang ? 2. Bagaimanakah kondisi perlapisan bawah permukaan tanah di Perumahan

Tanah Mas Kota Semarang ?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini perlu adanya batasan masalah supaya penelitian tetap fokus pada objek yang ingin dikaji. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data di lapangan menggunakan metode resistivitas (geolistrik) dengan konfigurasi Schlumberger.

2. Kedalaman muka air tanah ditentukan berdasarkan besarnya nilai resistivitas lapisan batuan penyusun bawah permukaan.

(23)

5

3. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan Microsoft exel, Ip2win dan RockWorks.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka penelitian memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang. 2. Mengetahui kondisi perlapisan bawah permukaan tanah di perumahan Tanah

Mas Kota Semarang.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak, adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang.

2. Memperoleh inforamasi mengenai kondisi lapisan bawah permukaan tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang.

3. Data hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penelitian terkait masalah air tanah di Kota Semarang.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi disusun dan dibagi menjadi 3 bagian untuk memudahkan pemahaman tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian akhir.Pada bagian pembuka skripsi terdiri dari halaman judul, lembar pengesahan, pernyataan keaslian skripsi, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. Bagian inti skripsi meliputi:

Bab 1: Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

(24)

6

Bab 2: Tinjauan Pustaka memuat konsep, teori dan atau hasil penelitian yang disajikan secara ringkas tetapi jelas dan secara langsung mendasari pelaksanaan penelitian.

Bab 3: Metode Penelitian secara umum menampilkan cara pengumpulan, pengolahan data, dan analisis data.

Bab 4: Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini hasil penelitian ditampilkan secara urut sesuai urutan rumusan masalah, sedangkan pembahasan merupakan kumpulan argumen tentang penjelasan, relevansi, prediksi, manfaat dan atau keterbatasan hasil penelitian.

Bab 5: Penutup, bab ini berisi tentang simpulan serta saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Kota Semarang 2.1.1 Fisiografi

Letak geografi Kota Semarang merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak atau Grobogan dan ke arah Barat menuju Kabupaten Kendal. Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa tengah, tepatnya pada gasris 6o 50’- 7o10’ LS, 109o 50’- 110o 35’ BT dengan luas wilayah mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 km2. Secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam jalur dataran alluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter dan Rangkaian Pegunungan Serayu Utara (Van Bemmelen, 1949).

2.1.2 Geomorfologi

Daerah Semarang bagian utara didominasi oleh daratan alluvial pantai yang tersebar dari arah barat-timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter. Dataran alluvial tersebut dikontrol oleh endapan pantai dan sungai. Semarang bagian selatan didominasi oleh perbukitan dengan batuan breksi lahar vulkanik dengan pola penyebaran membentang dari arah utara-selatan. Batuan tersebut merupakan hasil erupsi Gunung Ungaran yang merupakan daerah tertinggi dari Semarang. Daerah perbukitan memiliki kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 m di atas permukaan air laut.

Secara umum sungai-sungai di Semarang mengalir kearah utara, yaitu ke Laut Jawa. Pola aliran sungai menunjukkan pola paralel dan beberapa berpola dendritik (tulang daun). Satuan morfologi dibedakan menjadi satuan daratan pantai (ketinggian 0 - 50 m di atas muka laut), satuan pebukitan (ketinggian 50 – 500 m), dan satuan kerucut gunung api dengan puncaknya Gunung Ungaran (2.050 m).

(26)

8

2.1.3 Stratigrafi

Batuan sedimen fasies laut berumur Tersier tersingkap di bagian tengah Semarang (Tinjomoyo dan Kalialang). Batuan sedimen fasies darat terdiri dari batupasir vulkanik, konglomerat, dan breksi vulkanik. Batuan ini ditemukan di sepanjang Sungai Garang dan Kripik. Endapan alluvial yang terdiri dari kerikil, pasir, pasir lanauan, lanau dan lempung menempati bagian utara daerah penelitian. Ketebalan endapan alluvial mencapai 50 m atau lebih.

Batuan yang berumur paling tua adalah batuan sedimen fasies laut (Formasi Kalibiuk), terdiri dari perselingan antara napal batupasir tufaan dan batupasir gampingan, yang secara keseluruhan didominasi lapisan napal. Satuan batupasir – breksi vulkanik (Formasi Damar) terletak tidak selaras di atas satuan batuan napal-batupasir gampingan (Formasi Kalibiuk) dan terletak tidak selaras dengan satuan batuan breksi vulkanik (Formasi Notopuro) yang berada diatasnya. Satuan batuan yang paling muda terdiri dari endapan dataran delta, endapan pasang surut, dan endapan alluvial sungai. Susunan stratigrafi bagian utara daerah Semarang dapat diamati pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Susunan Stratigrafi daerah Semarang Bagian Utara (Marsudi, 2001)

(27)

9

2.1.4 Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat di daerah studi umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar naik relatif berarah barat-timur sebagian agak cembung kearah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut – tenggara, sedangkan sesar turun relatif berarah barat – timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur Kuarter dan Tersier.

Sistem struktur geologi daerah perbukitan cukup kompleks yaitu terdiri dari struktur lipatan dan struktur sesar, terbentuk akibat tektonik yang terjadi pada jaman Tersier - Kuarter. Tektonik ini menyebabkan pensesaran dan pelipatan sedimen berumur Plestosin Akhir - Plestosin tengah. Kecendrungan sumbu lipatan dan bidang sesar berarah timur-barat, barat laut-tenggara, timur laut- barat daya. Sayap antiklin curam di bagian utara dan sinklin curam di bagian selatan.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang – Semarang (Thanden, Sumadirdja, & Richards, 1996), wilayah Semarang utara termasuk bagian dari Formasi Aluvium. Formasi Aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerikil. Peta Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar – Magelang, ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(28)

10

2.1.5 Hidrologi

Potensi air tanah di Kota Semarang bersumber pada sungai-sungai yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjir Kanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungdem dan lain sebagainya. Kali Garang yang bermata air Gunung Ungaran, alur sungainya memanjang kearah utara hingga mencapai Pegandan, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Peta Aliran Air Tanah di Kota Semarang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peta Aliran Air Tanah Regional Semarang dan sekitarnya (Marsudi, 2001)

2.2 Air Tanah

Air tanah merupakan air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah atau dalam retakan-retakan batuan. Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah dan berakhir di laut. Secara umum aliran air tanah dipengaruhi oleh kondisi topografi, geologi, permeabilitas dan porositas tanah. Daerah yang lebih tinggi merupakan

(29)

11

daerah imbuhan/pengisian air (recharge area), dan daerah yang rendah merupakan daerah keluaran (discharge area) (Rolia & Surandono, 2017).

Air tanah dapat ditemukan pada ruang berpori pada batuan sedimen dan lapisan lapuk, di lipatan dan celah batuan keras, pada zona patahan dan gua karst (Winami et al., 2014). Menurut Seyhan (1997: 256), air tanah ditemukan pada formasi geologi permeable (tembus air) yang dikenal sebagai akuifer (juga disebut reservoir air tanah, formasi pengikat air) yang merupakan yang memungkinkan jumlah air cukup besar untuk bergerak melaluinya. Air tanah juga ditemukan di akuiklud (dasar semi permeabel) yang mengandung air tetapi tidak mampu memindahkan jumlah air yang nyata. Akuifer ada yang terjadi secara alami dan beberapa dibuat oleh manusia (akuifer buatan). Akuifer juga yang biasa digunakan sebagai persediaan air bagi manusia (Bahri et al., 2017).

2.2.1 Akuifer

Akuifer adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang mengandung air dan dapat dirembesi air (Rolia & Surondono, 2017). Menurut Seyhan (1997: 259-260), ada 4 tipe akuifer utama.

(1) Akuifer tidak tertekan. Akuifer ini disebut juga akuifer bebas. Pada akuifer bebas hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeable yang dapat terisi oleh air atau jenuh air. Lapisan ini dibatasi oleh lapisan impermeabel pada bagian bawahnya. Batas atas akuifer berupa muka air tanah yang dalam keadaan setimbang dengan tekanan udara dan sangat dipengaruhi oleh keadaan curah hujan.

(2) Akuifer tertekan. Akuifer ini disebut juga akuifer artesis. Akuifer ini merupakan lapisan permeable yang sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik pada bagian atas maupun pada bagian bawah. Tingggi tekanan air pada akuifer tertekan disebut juga sebagai permukaan piezometric.

(3) Akuifer melayang. Akuifer ini merupakan kasus khusus dari akuifer tak terbatas yang terjadi dimana tubuh air tanah dipisahkan dari tubuh utama yang relatif kedap air dengan luas yang kecil.

(30)

12

(4) Akuifer semi-tertekan. Akuifer ini merupakan kasus khusus dimana akuifer bertekanan yang dibatasi oleh lapisan-lapisan semi-permeabel.

2.2.2 Cekungan Air Bawah Tanah

Cekungan air bawah tanah adalah 1suatu daerah tempat dijumpainya lapisan pengandung air (akuifer) dengan pasokan ABT yang memiliki perilaku tertentu dan kualitas tertentu pula. Cekungan air tanah Semarang Demak memiliki area yang cukup luas, yakni kurang lebih 1.386 km2 yang meliputi 321 km2 di wilayah Kota Semarang, 864 km2 di wilayah Kabupaten Demak, 190 km2 di Kabupaten Grobogan serta 11 km2 di Kabupaten Kendal. Peta cekungan air tanah di Kota Semarang dan sekitarnya ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang dan sekitarnya (Sihwanto & Sukrisno, 2000)

2.3 Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Pengukuran metode geofisika melibatkan pengukuran sifat-sifat fisika pada permukaan bumi untuk memperoleh informasi struktur dan komposisi dibawah permukaan bumi (Strelec et al., 2017). Pendeteksian di atas permukaan meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian

(31)

13

arus ke dalam bumi. Dalam penelitian ini, pembahasan dikhususkan pada metode geolistrik resistivitas.

Tujuan survei geolistrik resistivitas adalah untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan data resistivitas dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi (Putro et al., 2016). Pada metode geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial menggunakan dua elektroda (Supriyadi et al., 2017). Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektoda tertentu, dapat ditentukan variasi harga hanbatan jenis masing-masing lapisan bawah titik ukur.

Umumnya, metode resistivitas ini hanya untuk eksplorasi dangkal, sekitar 70 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena lemahnya arus listrik untuk jarak bentangan yang semakin besar. Karena itu, metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh eksplorasi minyak. Menurut Reynold (1997: 418), metode ini sering digunakan untuk penyeledikan air tanah, polusi air tanah, mencari lokasi patahan, ekplorasi mineral dalam tanah dan arkeologi.

Metode resistivitas didasarkan pada asumsi model bumi berlapis homogen isotropis. Metode ini juga efektif dalam eksplorasi air tanah, terutama ketebalan dan kedalaman air tanah (Khalil & Santos, 2013).

2.3.1 Sifat Listrik Batuan

Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan mempunyai sifat-sifat kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan ke dalamnya (Hendrajaya & Arif, 1990).

Arus listrik dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik (Telford, Geldart, Sheriff, & Keys, 1990, p. 284-286).

(32)

14

Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis).

Konduksi secara elektrolitik terjadi pada batuan atau mineral yang bersifat porous atau berpori-pori dan terisi oleh larutan elektrolit. Dalam hal ini arus listrik mengalir akibat dibawa oleh ion-ion elektrolit. Konduksi dengan cara ini lebih lambat daripada konduksi elektronik.

Konduksi secara dielektrik terjadi pada batuan atau mineral yang bersifat dielektrik terhadap arus listrik. Artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron berpindah dan berkumpul terpisah dari inti sehingga terjadi polarisasi.

2.3.2 Resistivitas Batuan

Resistivitas merupakan salah satu sifat fisis yang dimiliki batuan, yaitu, kemampuan untuk dilewati arus listrik, jika batuan makin sulit dilewati arus listrik maka semakin besar nilai resistivitas batuan tersebut (Suyanto & Utomo), 2014). Menurut Telford et al., (1990: 289), dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar pada 10-5 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan rentang resistivitas yang bervariasi pula. Resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari 1,6 x 10-8 Ωm (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).

Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas kurang dari 10-5 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 107 Ωm. Bahan semikonduktor berada diantara bahan konduktor dan isolator. Di dalam konduktor berisi banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionik sehingga elektoron-elektron valensi tidak bebas bergerak.

(33)

15

Secara umum berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:

(1) Konduktor baik : 10-8 < ρ <1 Ωm (2) Konduktor pertengahan : 1 < ρ <107 Ωm (3) Isolator : ρ >107 Ωm

Variasi resistivitas material batuan dan mineral ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Variasi resistivitas batuan (Telford et al., 1990: 290)

Batuan Resistivitas (Ωm)

Konglomerat 2 x 103 - 104

Batu pasir 1 – 6.4 x 108

Unconsolidated wet clay

(lempung basah tidak gabungan) 20

Marls 3 – 70

Lempung 1 – 100

Oil Sands 4 – 800

Tuffs 2 x 103 (basah) – 105 (kering)

Lava 102 – 5 x 104

Andesite 1,7 x 102 (basah) – 4,5 x 104 (kering)

(34)

16

Tabel 2.3 Variasi resistivitas mineral (Telford et al., 1990: 285) Resistivitas (Ωm)

Rentang Rata-rata

Fire Clay 30

Air Permukaan 10 – 100

Air Tanah (Ign.Rocks) 0,5 – 150 9

Air Tanah (Sediments) 1 – 100 3

Air Laut 0,2

2.3.3 Rumus-Rumus Dasar Listrik

Dalam metoda geolistrik ini digunakan definisi-definisi : a. Resistansi R = V/I dalam Ω

b. Resistivitas ρ = E/J dalam Ωm

c. Konduktivitas σ = 1/ρ dalam (Ωm)-1 dengan,

V : Beda potensial

I : Besar arus listrik yang mengalir E : Medan listrik

J : Rapat arus listrik (arus listrik persatuan luas)

Jika ditinjau dari suatu silinder konduktor dengan panjang L (m), luas penampang A (m2), dan resistivtas ρ (Ωm), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Silinder Konduktor (Haryanto, 2011) A

I

L Mineral

(35)

17

Resistansi R dapat dirumuskan:

A L

R (2.1)

Secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila luas penampang (A) berkurang maka resistansi juga meningkat. Tahanan jenis adalah resistivitas dalam Ωm, J adalah rapat arus (ampere/m2

) dan E adalah medan listrik (Hendrajaya et al., 1990).

Menurut Hukum Ohm resistansi R dirumuskan:

I V

R (2.2)

Dengan V adalah tegangan (volt) dan I adalah arus listrik (ampere), sehingga persaman 2.1 dan 2.2 tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:

IL VA

 (2.3)

Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resitansi (ρ)

E J A L V I VA IL                  1 (2.4)

Dengan J adalah rapat arus (A/m2) dan E adalah medan listrik (V/m).

2.3.4 Aliran Listrik Dalam Bumi

Jika ditinjau suatu medium homogen isotropik yang dialiri arus lisrik searah I (diberi medan listrik E) seperti pada Gambar 2.5.

(36)

18

Maka elemen arus listrik dl yang melalui elemen luas dA dengan kerapatan arus J adalah: A d J dI  .  (2.5) E J  (Hukum Ohm) (2.6)

Dengan σ adalah konduktivitas medium dalam volt/meter, maka besarnya medan listrik dapat dinyatakan dalam:

V

E (2.7)

Rapat arusnya menjadi: V

J  (2.8)

Jika di dalam medium tidak ada sumber arus, maka

J

. A

d

0

I

s

(2.9)

Sesuai Teorema Divergensi

sJ.dAv(.J)dV 0    (2.10)

Hukum kekekalan muatan ) .( .J   V    (2.11) 0 ) .(  2    VV (2.12) Karena  0,maka2V 0

Persamaan (2.12) disebut persamaan Laplace, dalam koordinat bola operator Laplacian berbentuk: 0 sin 1 sin sin 1 1 2 2 2 2 2 2 2                                V r V r r V r r r (2.13)

Karena anggapan dari sistem yang ditinjau maka potensial hanya merupakan fungsi dari jarak atau V(r), sehingga persamaan Laplace dalam koordinat bola menjadi: 0 2 2         dr dV r dr d V (2.14)

(37)

19

2 dr0 dr dV r (2.15)

C1 dr dV (2.16)

dr r C dr dV 2 1 (2.17)

dr r C r V 21 ) ( (2.18) 2 1 ) ( C r C r V   (2.19)

C1 dan C2 adalah konstanta sembarang. Nilai konstanta tersebut ditentukan

dengan menerapkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial V(r), yaitu: (1) Pada r (jarak sangat jauh)

, 0 ) (  V sehingga C2 0,   r C Vr  1

(2) Potensial disekitar titik arus permukaan bumi

Permukaaan yang dialiri arus I adalah permukaan setengah bola dengan luas 2 r

2

r I r V   2 ) (  (2.20) E J  r V I A I   r V I r I   2  2 r I V   2  I v r   2 (2.21)

Jika suatu elektroda arus ditempatkan di permukaan bumi dan konduktivitas udara nol, maka garis ekuipotensial yang terjadi akan membentuk permukaan setangah bola seperti pada Gambar 2.6.

(38)

20

Gambar 2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi (Kearey, 2013: 185)

2.3.5 Faktor Geometri

Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda arus disebut faktor geometri (Hendrajaya et al., 1990). Jika pada permukaan bumi diinjeksikan dua sumber arus yang berlawanan polaritasnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Permukaan Equipotensial dan Arah Aliran Arus Listrik akibat Dua Sumber Arus (I dan – I) di Permukaan Bumi Homogen

(Reynold, 1997: 425)

Besarnya potensial di suatu titik P adalah :

         2 1 ) ( 1 1 2 r r r I V    (2.22)

(39)

21

Dengan:

r1: Jarak dari titk P ke sumber arus positif r2: Jarak dari titk P ke sumber arus negatif

Jika ada dua titik yaitu P dan Q yang terletak didalam bumi tersebut, maka besarnya beda potensial antara titik P dan titik Q adalah:

Vpq = Vp - Vq                                 4 3 2 1 1 1 2 1 1 2 r r I r r I              4 3 2 1 1 1 1 1 2 r r r r I   (2.23) Dengan:

r3: Jarak dari titk Q ke sumber arus positif

r4: Jarak dari titk Q ke sumber arus negatif

Pada metode geolistrik, pengukuran potensial dilakukan dengan menggunakan dua buah elektroda potensial seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Letak Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada Permukaan Bumi (Reynold, 1997: 425)         BN AN BM AM I V 1 1 1 1 2  I V BN AN BM AM         1 1 1 1 2 

(40)

22 Dengan:       BN AN BM AM K 1 1 1 1 2 Atau              BN AN BM AM K 1 1 1 1 2 Maka I v k  

2.3.6 Konfigurasi Schlumberger

Berdasarkan konfigurasi elektroda-elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis metode geolistrik resistivitas, antara lain; konfigurasi Wenner Alfa, konfigurasi Wenner Beta, konfigurasi Wenner Gama, konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Sipole-dipole konfigurasi Pole-dipole, konfigurasi Pole-pole dan konfigurasi square. Dalam konfigurasi Schlumberger, keempat elektroda diposisikan secara simetris sepanjang garis lurus. Elektroda arus di bagian luar dan elektroda potensial di bagian dalam.

Aturan konfigurasi Schlumberger pertama kali diperkenalkan oleh Conrad Schlumberger, jarak elektroda potensial MN dibuat tetap sedangkan jarak AB yang diubah-ubah. Tetapi pengaruh keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB diubah pada jarak yang relatif besar maka jarak MN hendaknya diubah pula. Konfigurasi Schlumberger mendasarkan pengukuran kepada kontinuitas pengukuran dalam satu penampang dan hasilnya suatu penampang semu (pseudosection). Pengukuran ini dilakukan dengan membuat variasi posisi elektroda arus (AB) dan elektroda potensial (MN). Dalam konfigurasi Schlumberger, keempat elektroda diposisikan secara simetris sepanjang garis lurus, elektroda arus di bagian luar dan elektroda potensial di bagian dalam. Untuk mengubah rentang pengukuran kedalaman, elektroda arus dipindahkan ke

(41)

23

luar (menjauh), sementara elektroda potensial pada umumnya tertinggal pada posisi yang sama (tetap) (Obiajulu et al., 2016).

Konfigurasi Sclumberger ini dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρ) sebagai berikut: I v k  

Dengan K adalah faktor geometri dari konfigurasi elektroda yang digunakan di lapangan. Rumusan faktor geometri dapat dituliskan:

             BN AN BM AM K 1 1 1 1 2

Konfigurasi Schlumberger bertujuan untuk mengidentifikasi diskontinuitas lateral dan vertikal (anomali konduktif lokal). Pengukuran dengan konfigurasi ini menggunakan empat elektroda, masing-masing dua elektroda arus dan dua elektroda tegangan. Arus diinjeksikan melalui elektroda AB, dan pengukuran beda potensial dilakukan pada elektroda MN, jarak elektroda arus (AB) jauh lebih besar dari jarak elektroda tegangan (MN) (Telford et al., 1990). Skema elektroda arus dan elektroda potensial pada konfigurasi Schlumberger ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Skema Konfigurasi Schlumberger (Loke, 1996: 16)

Pada konfigurasi Schlumberger secara prinsip adalah mengubah jarak elektroda arusnya. Namun semakin jauh elektroda arus dari elektroda potensialnya maka potensial yang akan diterima oleh elektroda potensial akan mengecil. Dengan hal ini dapat dilakukan penjagaan sensitifitas pengukuran dengan memperluas jarak elektroda potensialnya. Dampak perubahan tersebut hanya berpengaruh terhadap kurva perhitungan yang akan overlap. Namun ini tidak akan berpengaruh terhadap kehomogenan resistivitas materialnya (Usman et al., 2017).

(42)

24

Konfigurasi Schlumberger VES sering digunakan karena dianggap memiliki keunggulan dibandingkan konfigurasi yang lain, seperti memiliki penetrasi kedalaman antara sepertiga sampai seperempat dari jarak elektroda total (Gilbert & Lawrence, 2017). Menurut Loke (1999: 15), pola sensitifitas untuk konfigurasi Schlumberger berbeda dengan konfigurasi Wenner khususnya pada kurva vertical di bawah pusat konfigurasi, ada sesuatu yang besar dari nilai sensitifitas yang tinggi yang berada di bawah elektroda M – N. kedalaman pertengahan (median depth) konfigurasi Schlumberger kira-kira 10% lebih besar dari pada konfigurasi Wenner, dan pada jarak elektroda yang sama kekuatan sinyal konfigurasi ini lebih kecil dari pada konfigurasi Wenner tetapi lebih tinggi dari pada konfigurasi dipole-dipole. Kelemahan dari konfigurasi ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

2.3.7 Konsep Resistivitas Semu

Dalam pengukuran nilai potensial yang diperoleh adalah nilai potensial untuk medium yang berlapis. Faktanya bumi terdiri dari beberapa lapisan dengan nilai ρ yang berbeda-beda, namun apabila mengansumsikan bumi sebagai medium yang mempunyai sifat homogen isotropik maka bumi dianggap terdiri dari lapisan yang sama (homogen) seperti pada Gambar 2.10 sehinga nilai resistivitas yang terukur di permukaan bumi bukanlah nilai resistivitas yang sebenarnya melainkan nilai resistivitas semu. Resistivitas semu yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan homogen (Rina, 2006).

(43)

25

Gambar 2.10 Konsep Resistivitas Semu dalam Lapisan Tanah

Misalkan dalam medium terdiri dari dua lapisan dan mempunyai resistivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2), namun dalam pengukuran medium ini

dianggap hanya terdiri dari atau lapisan homogen yang memiliki satu nilai resistivitas yaitu resistivitas semu ρa. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari

suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Konduktansi lapisan fiktif ini sama dengan jumlah konduktansi masing-masing lapisan yaitu σα = σ1+ σ2 (Haryanto, 2011).

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kedalaman air tanah menggunakan metode geolistrik di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang, maka dapat disimpulkan:

1. Kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang berada pada kedalaman 9,92 meter sampai 37,70 meter.

2. Lapisan bawah permukaan di Perumahan Tanah Mas tersusun dari lapisan top soil, lapisan lempung berisi air asin, lapisan lempung, dan lapisan pasir berisi air tanah.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Menghindari pengambilan data di area yang terdapat tiang listrik sehingga mendapatkan data yang baik tanpa gangguan arus dari luar.

2. Memperbanyak titik ukur di lokasi penelitian sehingga mendapatkan hasil yang merata dan panjang bentangan sesuai target yang diinginkan.

3. Menggunakan alat geolistrik jenis lain yang memiliki sensitifitas dan pembacaan data yang lebih akurat.

(45)

48

DAFTAR PUSTAKA

Abdullahi, M. G., Toriman, M. E., & Gasim, M. B. (2014). The Application of Vertical Electrical Sounding (VES) For Groundwater Exploration in Tudun Wada Kano State, Nigeria. International Journal of Engineering Research and Reviews, 2(4): 51-55.

Adelusi, A. O., Ayuk, M. A., & Kayode, J. S. (2014). VLF-EM and VES: an application to groundwater exploration in a Precambrian basement terrain SW Nigeria. Annals of Geophysics, 57(1): 1-11.

Bahri, F. A., Rismayanti, H. F., & Warnana, D. D. (2017). Groundwater Analiysis Using Vertical Electrical Sounding and Water Quality Tester in Sukolilo Area, Surabaya, East Java: Significant Information for Groundwater Resources. IPTEK Journal of Proceedings Series, 2(2): 74-78.

Bappeda. (2010). Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 2010 – 2030. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Semarang.

Bisri, M. (1991). Aliran Air Tanah. Malang: Brawijaya University Press.

Haryanto, A. (2011). Aplikasi Metode Resistivitas Menggunakan Geolistrik untuk Monitoring Intrusi Air Laut Skala Model. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Hendrajaya, L., & Arif, I. (1990). Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi: Metode Eksplorasi, Bandung: Laboratorium Fisika Bumi, Institut Teknologi Bandung.

Hussain, Y., Ullah, S.F., Akher, G., & Aslam, A. Q. (2017). Groundwater quality elevation by electrical resistivity method for optimized tubewell site selection in an ago-stressed Thal Doab Aquifer in Pakistan. Modeling Earth Systems and Environment, 3(1): 1-9.

Kearey, P., Brooks, M., & Hill, I. (2013). An Introdution to Geophysical Exploration (3rd ed.). Oxford: Jhon Wiley & Sons, Inc.

(46)

49

Khalil, M. A., & Santos, F. A. M. (2013). 2D and 3D resistivity inversion of Schlumberger vertical electrical soundings in Wadi El Natrun, Egypt: A case study. Journal of Applied Geophysics, 89(1): 116-124.

Kodoatie, J. K. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Andi.

Loke, M. H. (1999). Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering Studies: A Practical Guide to 2-D and 3-D Studies. Penang: Malaysia.

Marsudi. (2001). Prediksi Laju Amblesan Tanah di Daratan Alluvial Semarang Propinsi Jawa Tengah. Disertasi Institut Teknologi Bandung.

Obiajulu, O. O., Okpoko, E. I., & Mgbemena, C. O. (2016). Application of Vertical Electrical Sounding to Estimate Aquifer Characteristics of Ihliala and Its Environs, Anembra State, Nigeria. ARPN Journal of Earth Sciences, 5(1): 13-19.

Putro, A. S. P., Supriyadi, & Khumaedi. (2016). Application of 3D Resistivity Method for Distribution of Seawater Intrusion in The Tanah Mas Residential North Semarang. NATURAL B. 3(4): 298-302.

Reynold, J.M. (1997). An Introduction to Applied and Environtmental Geophysics. England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.

Rolia, E., & Surandono, A. (2017). Deteksi Keberadaan Akuifer Air Tanah Menggunakan Software Ip2win Dan Rockworks 2015. TAPAK [Teknologi Aplikasi Konstruksi]: Jurnal Program Studi Teknik Sipil, 6(1): 44-50.

Seyhan, E. (1997). Fundamental of Hydrology. Terjemahan. S. Subagyo. 1993. Dasar-Dasar Hidrologi. Cetakan Kedua. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Sihwanto & Sukrisno. (2000). Peta Pengendalian Air Tanah. Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan - Bandung.

(47)

50

Strelec, S., Mesec, J., Grabar, K. & Jug, J. (2017). Implementation of in-situ and Geophysical Investigation Methods (ERT & MASW) with The Purpose to Determine 2D Profile of Landslide. Acta montanistica Slovaca, 22(4): 345-358.

Supriyadi, Khumaedi, & Putro, A. S. P. (2017). Geophysical and Hydrochemical Approach for Seawater Intrusion in North Semarang, Central java, Indonesia. International Journal of GEOMATE: geotechnique, construction material and environment, 12(31): 133-139.

Suyanto, I., & Utomo, A. S. (2014). Analisis Data Resistivitas Dipole-dipole Untuk Identifikasi Dan Perhitungan Sumber Daya Asbuton Di Daerah Kabungka, Pasarwajo, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Fisika Indonesia, 17(50): 1-7.

Thanden R.E., N. Sumadirdja P.W. & Richards. (1996). Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa, skala 1:100.000. Bandung: Puslitbang Geologi.

Telford, W.M., L.P. Geldart,, R.E. Sheriff, & D.A. Keys. (1990). Applied Geophysics (2nd ed.). London: Cambridge University.

Usman, B., Manrulu, R. H., Nurfalaq, A., Rohayu, E. (2017). Identifikasi Akuifer Air Tanah Kota Palopo Menggunakan Metode Geolistrik Tanahan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Jurnal Fisika Flux, 14(2): 65-72.

Van Bemmelen, R. W. (1949), The Geology of Indonesia Vol. 1A: General Geology Adjaeent Archipelago. Government Printing Office. Martinus Nijhoff, The Hague, Netherlans.

Winami, E. A. T., Darsono, D., & Legowo, B. (2014). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Schlumberger Untuk Identifikasi Akuifer di Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Jurnal Fisika Flux, 11(2): 119-127.

Gambar

Tabel 2.1 Susunan Stratigrafi daerah Semarang Bagian Utara (Marsudi, 2001)
Gambar 2.1 Peta Geologi Semarang dan sekitarnya (Thanden et al., 1996)
Gambar 2.2 Peta Aliran Air Tanah Regional Semarang dan sekitarnya  (Marsudi, 2001)
Gambar 2.3 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang dan sekitarnya  (Sihwanto &amp; Sukrisno, 2000)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang signifikan variabel bebas X2 Kepuasan Kerja Guru terhadap variabel Y Kinerja Guru, berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh bahwa nilai korelasi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.

(3) Jalur Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan kuota 10% (sepuluh persen) memprioritaskan peserta didik yang berdomisili terdekat dengan

karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota / kabupaten sampai tingkat provinsi Pendapat sesuai dengan tema,

Selama perawatan ortodontik yang dapat bersosialisasi dengan baik sebanyak 76 orang ( 98,7%) sedangkan yang tetap tidak dapat bersosialisasi dengan baik selama

Tinggi pada fase vegetatif tanaman diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh, sedangkan pada fase generatif tinggi tanamn diukur sampai ruas teratas kedudukan bunga

Silika dapat meningkatkan kegiatan fotosintesis sehingga pertumbuhan tinggi tanaman semakin meningkat, sehingga tanaman yang diberi perlakuan pupuk nanosilika