• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI KCP BUKITTINGGI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI KCP BUKITTINGGI SKRIPSI"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Perbankan Syariah

Oleh:

DESMI SATRIANA NIM. 1730401030

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i

dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Fokus penelitian ini adalah pelaksanaan pembiayaan murabahah bil

wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pembiayaan murabahah bil wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi di tinjau dari Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 serta keunggulan dan kelemahan pelaksanaan pembiayaan murabahah bil wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukitinggi. Jenis penelitian ini adalah field research yaitu penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik dan alat pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui observasi awal, wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data tertulis pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah memakai metode triangulasi, lalu penarikan kesimpulan untuk menyimpulkan semua imformasi yang didapat.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa, dilihat pada pelaksanaan pembiayaan murabahah bil wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor. 04/DSN-MUI/IV/2000 akan tetapi, terdapat beberapa kelemahan yaitu: Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi melakukan akad wakalah setelah akad

murabahah serta pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi tidak meminta

kwitansi pembelian barang atau jasa kepada nasabah dan nasabah juga tidak memberikan kepada pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi hal ini belum sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang

murabahah. Keunggulan dan kelemahan dalam pembiayaan murabahah bil wakalah keunggulan pembiayaan murabahah proses transaksinya cepat, akurat

dan terpercaya nasabah mudah mendapatkan pencairan dana dalam pembiayaan

murabahah. Sementara kelemahan praktek wakalah pada produk pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi masih banyak nasabah

yang tidak paham dengan produk-produk pembiayaan dan tidak peduli hal tersebut. Bahkan ada yang berprinsip yang penting mendapatkan pembiayaan, dan kurang terbukanya nasabah tentang kondisi riil usaha yang akan dibiayai Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi. Dimana seharusnya adanya keterbukaan nasabah kepada pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dan Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi juga memberikan imformasi dan menjelaskan kepada nasabah terkait apa saja produk-produk pembiayaan.

(6)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Defenisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Bank Syariah ... 9

2. Konsep Pembiayaan ... 12

3. Konsep Murabahah ... 16

4. Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah ... 26

5. Konsep Wakalah ... 29

6. Konsep Murabahah Bil Wakalah ... 36

7. Jaminan ... 40

8. Konsep Akad dan Multi Akad ... 40

(7)

v

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51

E. Teknik Analisis Data ... 52

F. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 56

A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 56

1. Sejarah PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 56

2. Visi dan misi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 57

3. Moto, Slogan dan Tagline PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 58

4. Struktur Organisasi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 58

5. Tugas dan Wewenang Manajemen... 60

6. Produk-produk PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 62

B. Hasil Penelitian ... 67

1. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi di Tinjau dari Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ... 67

2. Keunggulan dan kelemahan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 74

C. Pembahasan ... 76

1. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi di Tinjau dari Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ... 76

2. Keunggulan dan kelemahan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 84

(8)

vi LAMPIRAN

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pembiayaan Nasabah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi... 4

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 50

Tabel 4.1 Presentase Margin Murabahah ... 72

Tabel 4.2 Angsuran Murabahah dengan perhitungan Flat ... 73

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah di Perbankan ... 23 Gambar 2.2 Skema Murabahah Bil Wakalah ... 39 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ... 59 Gambar 4.2 Standar Operasional Pembiayaan Murabahah Bill Wakalah Bank

Syariah Mandiri KCP Bukittinggi... 69 Gambar 4.3 Alur Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah ... 76

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

intermediary. Artinya, lembaga Bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya

berkaitan dengan masalah uang. Oleh karena itu, usaha Bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama (Muhamad, 2004:1).

Bank syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut Bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.

Semakin berkembangnya kondisi ekonomi syariah di Indonesia, semakin banyak pula produk-produk yang dikeluarkan oleh Perbankan Syariah sebagai penggerak roda ekonomi syariah. Perbankan syariah memiliki produk-produk yang tidak hanya terdiri dari satu akad, bahkan mengandung beberapa akad. Akad merupakan kontrak antara dua belah pihak. Akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu (Karim, 2014:65).

Setiap produk atau transaksi yang dimiliki lebih dari satu akad, akad-akad tersebut dilakukan secara bersamaan atau setidaknya setiap akad yang terdapat dalam suatu produk tidak dapat ditinggalkan, sebab akad yang satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan.

(12)

Murabahah berasal dari perkataan Ribh yang berarti pertambahan. Secara

umum diartikan sebagai suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati harga jual dan jangka waktu pembayarannya oleh kedua pihak (Iska, 2012:200).

Murabahah adalah akad jual beli yang disepakati antara Bank syariah

dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank ( harga beli Bank dari pemasok+ margin keuntungan) pada waktu kesepakatan yang telah di tentukan (Lukman Hakim, 2017:7).

Jenis barang yang diperjual belikan dalam transaksi murabahah ini ada yang berbentuk konsumtif, seperti untuk kendaraan bermotor, rumah dan sebagainya, ada juga dalam bentuk produktif. Dalam aktivitas jual beli dengan cara mewakilkan kepada nasabah untuk memilih barang yang diinginkan, bentuk transaksinya adalah dengan sistem akad wakalah. Pihak bank seterusnya akan meminta invoice (faktur pesanan) sebagai bukti pembelian barang tersebut (Iska, 2012:305).

Al-Wakalah atau al-wikalah bermakna penyerahan, pendelegasian, dan

pemberian mandat. Jadi yang dimaksud secara syara‟ ialah pelimpahan kekuasaan atau wewenang oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan. Akad wakalah dilakukan sebelum berlakunya akad murabahah secara formal. Sebelum akad formal itu dilaksanakan, perlu diadakan pembicaraan awal antara penabung dengan pihak bank tentang kualifikasi, harga barang dan kemungkinan nilai mark-upnya yang dapat dirundingkan. Setelah tercapainya kesepakatan, penabung yang mewakili pihak bank akan membeli barang sesuai dengan pembicaraan dan kesepakatan kedua belah pihak. Berdasarkan call memo atau invoice (faktur pesanan) yang diserahkan oleh penabung, akan dibuat berita acara pembelian secara formal, seperti jenis barang, harga barang, dan nilai

(13)

mark-upnya yang ditetapkan (diistilahkan juga dalam transaksi itu dengan margin atau

keuntungan Bank), disamping ada juga uang muka (urbun) (Antonio, 2010:121).

Wakalah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian atau perbaikan

atas nama orang lain, dengan kata lain menunjukan seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain (Nuhyatia, 2013:95).

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam fatwa DSN MUI No. 04/DSNMUI/IV/2000 Ketentuan pertama poin 9 “Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank” (Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000). Pemberian kuasa wakalah dari bank kepada nasabah atau pihak ketiga manapun, harus dilakukan sebelum akad jual beli murabahah terjadinya. Dalam kenyataannya, aka

d murabahah sering kali mendahului pemberian wakalah dan dropingg dana untuk pembelian barang atau jasa.

Bank Indonesia (BI) nampaknya juga cukup tegas dalam hal ini. Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang standarisasi akad, BI menegaskan kembali penggunaan media wakalah dalam murabahah pada pasal 9 ayat 1 butir d yaitu dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah wakalah untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank. Bahkan dalam bagian penjelasan PBI tersebut ditegaskan bahwa akad wakalah harus dibuat terpisah dengan akad murabahah. Lalu ditegaskan, yang dimaksud secara prinsip barang milik bank dalam ditujukan pada akad murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kwitansi pembelian.

Pada produk penyaluran dana atau financing di Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi produk yang sering ditawarkan adalah pembiayaan murabahah. Pelaksanaan pembiayaan murabahah masih terkesan belum sesuai teori dengan prakteknya. Bahwa dalam melakukan pembiayaan murabahah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi dilaksanakan dalam satu transaksi dengan akad wakalah,

(14)

dan pada terjadinya akad barang yang diperjual belikan itu belum tampak bentuk fisiknya. Hal ini tentunya bertentangan dengan sistem murabahah dalam Perbankan Syariah dimana subjek penjualan (barang atau komoditas) hendaknya dimiliki oleh penjual Bank dan penjual seharusnya mampu mengirimkannya kepada pembeli nasabah.

Tabel 1.1

Jumlah Pembiayaan Nasabah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi Bulan Januari-Desember 2020 No Bulan Tahun Jumlah Nasabah Pembiayaan Murabahah Jumlah Pembiayaan Murabahah 1 Januari 2020 9 Orang Rp. 90.000.000 2 Februari 2020 8 Orang Rp. 86.000.000 3 Maret 2020 10 Orang Rp. 97.000.000 4 April 2020 11 Orang Rp. 90.000.000 5 Mei 2020 10 Orang Rp. 98.000.000 6 Juni 2020 12 Orang Rp. 90.000.000 7 Juli 2020 13 Orang Rp. 100.000.000 8 Agustus 2020 15 Orang Rp. 120.000.000 9 September 2020 14 Orang Rp. 110.000.000 10 Oktober 2020 15 Orang Rp. 140.000.000 11 November 2020 16 Orang Rp. 150.000.000 12 Desember 2020 18 Orang Rp. 155.000.000

Sumber data:(Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi)

Pada Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah pemberian pembiayaan yang diberikan Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi kepada nasabah dengan pembiayaan perbulan yang nilainya cukup besar dan mengalami kenaikan perbulannya. Salah satu syarat dalam pemberian pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ini harus menjadi nasabah di Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi.

Junisepmandha Idham yang merupakan Branch Manager di Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi. Menjelaskan pelaksanaan akad murabahah dan akad

wakalah dilakukan pada saat pelaksanaan pembiayaan murabahah. Bank Syariah

Mandiri KCP Bukittinggi dan nasabah melakukan akad murabahah terlebih dahulu setelah berakhir akad murabahah kemudian melakukan akad wakalah untuk mewakilkan pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dalam penggandaan

(15)

barang atau jasa. Alasan dari adanya wakalah dalam pembiayaan murabahah karena Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi tidak memungkin untuk pembelian barang atau jasa dan keterbatasan waktu untuk mengawal proses pembelian barang oleh nasabah (Wawancara: Junisepmandha Idham, Branch Manager Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi, 12 Maret 2020, 14:00 WIB).

Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi juga memberikan kepercayaan kepada nasabah untuk pembelian barang, pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi juga tidak mengambil kwintansi pembelian barang atau jasa. Dimana seharusnya pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi melakukan akad

wakalah terlebih dahulu setelah itu baru melakukan akad murabahah dan

mengambil kwitansi pembelian barang atau jasa yang diberikan nasabah sebagai bukti transaksi pembiayaan murabahah. Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi juga tidak menghubungi supplier sebelum melaksanakan akad wakalah, sehingga nasabah yang akan memilih sendiri supplier dimana nasabah akan membeli barang atau jasa, tanpa ada pendampingan dari pihak Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi, setelah mendapatkan pencairan dari Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi (Wawancara: Junisepmandha Idham, Branch Manager Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi, 12 Maret 2020, 14:00 WIB).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa pelaksanaan pembiayaan

murabahah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi terlihat tidak sesuai

prosedur antara praktek dilapangan. Ketidaksesuaian ini berawal dari adanya pelaksanaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah. Akad wakalah dalam transaksi murabahah dapat terjadi melalui proses perwakilan yang terjadi antara pihak nasabah dengan pihak Bank. Beranjak dari itu penulis ingin meneliti lebih dalam lagi di Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dengan judul “Pelaksanaan

Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi ”.

(16)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat oleh penulis maka fokus penelitian permasalahan adalah “Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil

Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi”.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian pada penelitian yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi di tinjauan dari Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000?

2. Keunggulan dan kelemahan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembiayaan Murabahah Bil

Wakalah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi di tinjauan dari Fatwa

DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000.

2. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pelaksanaan pembiayaan

Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Upaya yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dalam pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi.

(17)

2. Secara Praktis

a. Bagi pihak Bank Syari‟ah Mandiri

Sebagai acuan yang membangun untuk meningkatkan upaya yang dilakukan oleh Bank Syari‟ah Mandiri KCP Bukittinggi dalam pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi.

b. Bagi praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Bank Syariah Mandiri dalam rangka upaya yang dilakukan oleh pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi.

c. Bagi pembaca

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam dunia Perbankan Syari‟ah.

d. Bagi penulis

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan penulis tentang pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi. Dan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

F. Definisi Operasional

Menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang tercantum di dalam judul penelitian sebagai berikut:

Pelaksanaan adalah proses, cara pembuatan melaksanakan rancangan keputusan. Pelaksanaan yang penulis maksud disini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan operasional pembiayaan murabahah mulai dari proses pengajuan pembiayaan, pencairan, dan pelunasan pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi.

(18)

Murabahah adalah akad jual beli suatu barang yang bersifat amanah dengan

menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sesuai dengan keuntungan (margin) yang disepakati. (Antonio, 2010:101). Akad murabahah yang dimaksud penulis disini adalah akad yang dilakukan antara nasabah dan Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dalam pembiayaan Murabahah.

Al-Wakalah bermakna penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat. Jadi

yang dimaksud secara syari‟ah ialah pelimpahan kekuasaan atau wewenang oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan (Antonio, 2010:120). Wakalah yang dimaksud penulis disini adalah pelimpahan wewenang dari pihak Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dalam pembiayaan murabahah kepada nasabah yang melakukan pembiayaan.

Pembiayaan Murabahah adalah produk penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk transaksi jual beli. Atau jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak Bank dengan nasabah dimana pembayarannya dilakukan cicilan atau angsuran (Karim, 2014:113).

Jadi, pelaksanaan pembiayaan Murabahah Bil Wakalah yang dimaksud penulis disini adalah pelaksanaan pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri KCP Bukittinggi dalam bentuk akad murabahah yang mana disertai dengan akad

(19)

9 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

Landasan teori merupakan fondasi sebuah bangunan. Bangunan akan terlihat kokoh jika fondasinya kuat, begitupula dengan Skripsi. Landasan teori perlu ditegakan agar penelitian memiliki dasar yang kokoh, dan benar.

1. Bank Syariah

Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang plus dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat minus dana yang berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadist.

a. Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Bank Syariah sering dipersamakan dengan bank tanpa bunga. Bank tanpa bunga merupakan konsep yang lebih sempit dari Bank Syariah, ketika sejumlah instrumen atau operasinya bebas dari bunga. Bank Syariah, selain menghindari bunga, juga secara aktif turut berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial (Ascarya, 2010:4).

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau Bank Syariah disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga Perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-quran dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

(20)

pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Wilardjo, 2005:1-10).

Berdasarkan penjelasan diatas penulis simpulkan Bank Syariah adalah bank yang aktifitasnya meninggalkan masalah-masalah riba. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan Al-quran dan Hadist Nabi SAW. Dalam tata cara bermu‟amalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

b. Landasan Hukum Pendirian Bank syariah

Upaya intensif pendirian Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang mengatur deregulasi industri Perbankan di Indonesia, dan para ulama waktu itu telah berusaha mendirikan Bank bebas bunga. Kehadiran Bank Syariah pada perkembangannya telah mendapat pengaturan dalam sistem Perbankan nasional. Pada tahun 1990, terdapat rekomendasi dari MUI untuk mendirikan Bank syariah, tahun 1992 dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatur bunga dan bagi hasil.

Dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatur Bank beroperasi secara ganda (dual system Bank), dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 yang mengatur kebijakan moneter yang didasarkan prinsip syariah, kemudian dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia tahun 2001 yang mengatur kelembagaan dan kegiatan operasional berdasarkan prinsip syariah, dan pada tahun 2008 dikeluarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pengaturan (regulasi) Perbankan Syariah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi stakeholder dan memberikan keyakinan kepada

(21)

masyarakat luas dalam menggunakan produk dan jasa Bank syariah (Soemitra, 2011:333).

c. Prinsip Bank Syariah

Prinsip-prinsip Bank Syariah diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Prinsip Keadilan (adl)

Yaitu menempatkan sesuatu yang hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada bank yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai porsinya.

2) Prinsip Keseimbangan (tawazun)

Yaitu meliputi aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan, dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.

3) Prinsip kemaslahatan (maslahah)

Yaitu segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan kolektif serta harus memenuhi 3 unsur yakni kepatuhan syariah (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan dalam semua aspek secara keseluruhan dan tidak menimbulkan kemudaratan.

4) Prinsip universalisme (alamiyah)

Yaitu sesuatu dapat dilakukan dan diterima oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil a‟lamin).

d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah

Bank Syariah mempunyai dua peran utama, yaitu: sebagai badan usaha (tamwil) dan badan sosial (maal). Sebagai badan usaha, Bank Syariah mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai manajer investasi, investor, dan jasa pelayanan. Sebagai manajer investasi, Bank Syariah melakukan penghimpunan dana dari para investor atau nasabahnya dengan prinsip wadi'ah yad dhamanah (titipan), mudharabah (bagi hasil) atau

(22)

ijarah (sewa). Sebagai investor, Bank syariah melakukan penyaluran dana

melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. Sebagai penyedia jasa Perbankan, Bank Syariah menyediakan jasa keuangan, jasa nonkeuangan, dan jasa keagenan. Pelayanan jasa keuangan antara lain dilakukan dengan prinsip wakalah (pemberian mandat), kafalah (Bank garansi), hiwalah (pengalihan utang), rahn (jaminan utang atau gadai), qardh (pinjaman kebajikan untuk dana talangan), sharf (jual beli valuta asing), dan lain-lain.

Pelayanan jasa nonkeuangan dalam bentuk wadi'ah yad amanah (safe

deposit box) dan pelayanan jasa keagenan dengan prinsip mudharabah muqayyadah. Sementara itu, sebagai badan sosial, Bank syariah

mempunyai fungsi sebagai pengelola dana sosial untuk penghimpunan dan penyaluran zakat, infak, dan sadaqah (ZIS), serta penyaluran qardhul

hasan (pinjaman kebajikan).

Diantara peranan Bank Syariah adalah :

1) Memurnikan operasional Perbankan Syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat.

2) Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas segmen dan pangsa pasar Perbankan Syariah.

3) Menjalin kerja sama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat Islam (Ascarya, 2010:13-14).

2. Konsep Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan merupakan aktivitas Bank Syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan

(23)

yang diberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan (Ridwan, 2004:163).

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah yang mewajibkan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kristiyanto, 2010:105).

Menurut UU No. 7 Tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah menyediakan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil (Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1992).

b. Landasan Hukum pembiayaan

Al-Qur‟an Qs. Shaad: 24



































































(24)

Artinya:"Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan

meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.

Maksud ayat di atas, adalah saudaramu telah menzholimimu, atas permintaannya itu. Kebanyakan orang yang kerjasama dalam harta, biasanya saling menyalahi satu sama lain. Kecuali orang-orang beriman dan beramal saleh. Mereka tidak akan menzholimi siapapun, namun mereka sedikit sekali.

c. Jenis-jenis Pembiayaan

Menurut sifatnya penggunaannya pembiayaan dapat di bagi menjadi dua hal, yaitu:

1) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang diajukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

2) Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua hal sebagai berikut:

a) Pembiayaan modal kerja pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan seperti peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) atau secara kualitatif (mutu hasil produksi), keperluan perdagangan atau peningkatan kedudukan dari suatu barang. Misalnya menambah jumlah produksi yang akan dijual, menciptakan kualitas barang yang akan diperdagangkan.

(25)

b) Pembiayaan investasi pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan itu. Dari pembiayaan tersebut digunakan agar dana menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, seperti halnya menambah menanam modal dalam mencari keuntungan (Muhammad, 2014:302).

d. Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan pencapaian Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya dalam mendapatkan sumber dana dalam pembiayaan, ada beberapa tujuan pembiayaan pada Perbankan Syariah diantaranya:

1) Pemilik, bagi yang memiliki diharapkan akan memperoleh hasil, atau dari sumber pendapatan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Kemudian akan menuai dari hasil investasi yang sudah disimpan sejak lama pada lembaga keuangan tersebut.

2) Pegawai, bagi pegawai yang mengelola lembaga keuangan tersebut mendapatkan kesejahteraan, dan menambah ladang kebaikan dalam melayani pembiayaan selama masih bekerja dilembaga keuangan tersebut.

3) Masyarakat

a) Pemilik dana sebagai pemilik, maka mereka mempunyai hak akan bagi hasil dari dana yang sudah diinvestasikan kedalam lembaga keuangan tersebut.

b) Debitur yang bersangkutan lembaga keuangan sebagai debitur yang menyediakan dana yang dapat dimanfaatkan berbagai kebutuhan baik dalam menjalankan usahanya (sektor produktif) atau dalam pengadaan barang yang diinginkan (sektor konsumtif), mereka sangat terbantu dengan adanya pembiayaan pada lembaga keuangan.

c) Masyarakat umumnya konsumen barang-barang yang dibutuhkan mereka merupakan perolehan dari hasil pembiayaan.

(26)

d) Dampak dari penyediaan pembiayaan Pemerintah terbantu dengan

adanya pembiayaan, dapat mengakomodir pembangunan

perekonomian negara, disamping produk pembiayaan masih banyak yang berupa pengenaan pajak didalam poduk tertentu didalam lembaga keuangan.

e) Lembaga Keuangan bagi lembaga yang bersangkutan, dari hasil pembiayaan yang disalurkan diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan mengembangkan usahanya, serta tetap kompeten dan menjaga integritas lembaga (Kasmir, 2012:85).

e. Fungsi Pembiayaan

1) Meningkatkan daya guna uang. 2) Meningkatkan daya guna barang. 3) Meningkatkan peredaran uang. 4) Menimbulkan kegairahan berusaha. 5) Stabilitas ekonomi.

6) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional (Muhammad, 2014:35)

3. Konsep Murabahah

a. Pengertian Murabahah

Akad Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli. Dalam akad murabahah, penjual (dalam hal ini adalah bank) harus memberi tahu harga poduk yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Saat ini, produk inilah yang paling banyak digunakan oleh Bank Syariah karena paling mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk pembiayaan lainnya (Rianto, 2012:149).

(27)

Murabahah dalam perspektif fiqh merupakan salah satu dari bentuk

jual beli yang bersifat amanah (bai‟ al-amanah). Suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan. Murabahah diartikan sebagai suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam pembentuk pembelian atas suatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Objeknya untuk kebutuhan sehari-hari (Wiroso, 2010:14).

Sedangkan menurut Muhammad Syafi‟i Antonio murabahah adalah jual beli barang atau jasa dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual memberitahu harga produk yang dibeli kepada calon nasabah dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya yang akan disepakati oleh calon nasabah (Antonio, 2001:101).

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan oleh keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty

contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh) (Karim, 2010:113).

Murabahah dalam konsep Perbankan Syariah merupakan jual beli

barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual atau Bank harus memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada Bank Syariah maupun Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (Antonio, 2009:102).

(28)

Menurut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 102 paragraf 5: murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. Definisi tersebut menunjukan transaksi akad murabahah, tidak harus dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus kemudian hari.

Jadi dari pengertian di atas, penulis simpulkan murabahah adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya. Sehingga yang menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. b. Landasan Hukum 1) Al-Qur‟an a) Surat Al-Baqarah : 275













Artinya:”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba”.(QS. Al-Baqarah (2):275).

Murabahah dalam ayat di atas dirujuk pada lafaz

عيبل أ

yang berarti jual beli. Dimana salah satu bentuk jual beli adalah

(29)

tambah dengan keuntungan yang disepakati. Hukum jual beli dalam ayat di atas adalah halal, sehingga hukum murabahah juga halal sebagaimana halalnya jual beli karena murabahah adalah pembagian jual beli.

b) Surat Annisa ayat 29:

















































Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Murabahah dalam ayat di atas dapat dirujuk pada lafaz ةَرَجِت yang berarti perniagaan. Defenisi perniagaan adalah semua transaksi yang dilakukan untuk tujuan komersial atau untuk memperoleh keuntungan berdasarkan kerelaan kedua belah pihak. Dimana salah satu bentuk tijarah adalah murabahah. Jadi dapat disimpulkan bahwa, usaha manusia yang dibenarkan dalam memperoleh harta yaitu dengan cara perniagaan yang berdasarkan kerelaan kedua belah pihak, dimana salah satu bentuknya adalah melalui jual beli murabahah.

2) Hadits

Hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum pembiayaan

(30)

ح

د

ث ن

لا ا

ح

س

ن

ب

ن

ع

ِل

ا ل

خ

ل

ل

ح

د

ث ن

ا ِب

ش

ب

ن

ث

ِب

ت

ا ل

ز ب

را

ح

د ث

ن

ه ا

ص

ب ن

ا ل

ق

ِ ِسا

ع

ن

ع

ب ِد

ال ر

ح

ِن

ب

ِن

د

وا

د

ع

ن

ص

ِحىِلا

ب

ِن

ص

ه ي

ب

ع

ن

ا ِب

ي ِه

ق

لا

ق

لا

ر

س

لو

ِالل

ص

ل

الل

ع

ل ي

ِه

و

س

لّ

ث

ل

ث

ِف

ِ ي

ن

لا

ب

ك ة

لا

ب ي

ع

ا

ل

ِع ي ب لِل لَ ِت ي ب لِل ِ يِْع شل ِبِ ب لا ط ل خَأ و ة ض را ق م لا و ل جَأ

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al

Khallal berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Tsabit Al Bazzar berkata, telah menceritakan kepada kami Nashr bin Al Qasim dari „Abdurrahman bin Dawud dari Shalih bin Shuhaib dari Bapaknya ia berkata, “Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda:”Tiga hal yang di dalamnya terdapat berkah: jual beli yang memberi tempo, peminjaman, dan campuran gandum dengan jelai untuk konsumsi orang-orang rumah bukan untuk dijual.”(H.R Ibnu

Majah No 2280).

Murabahah merupakan jual beli barang harga asal dengan

tambahan keuntungan yang disepakati yang pembayarannya secara kredit yang dimaksud dalam hadits tersebut salah satunya adalah

murabahah. Jual beli secara kredit merupakan salah satu pekerjaan

yang diberkati, maka begitu juga dengan murabahah

(Sudarsono,2005:62). 3) Ijma‟ para Ulama

Ulama Islam telah berkonsensus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, jual beli

murabahah adalah salah satu akad yang digunakan untuk mendapatkan

secara sah. Dengan demikian, maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Rukun dan Syarat Murabahah

Adapun rukun-rukun murabahah sebagai berikut: 1) Penjual (Ba‟i)

Adalah pihak yang memiliki objek barang yang akan diperjual belikan. Dalam transaksi Perbankan Syariah, maka pihak penjualnya adalah Bank Syariah.

(31)

2) Pembeli (Musytari)

Merupakan pihak yang ingin memperoleh barang yang diharapkan, dengan membayar sejumlah uang tertentu kepada penjual. Pembeli dalam aplikasi Bank Syariah adalah nasabah.

3) Objek Jual Beli (Mabi‟)

Merupakan barang yang akan digunakan sebagai objek transaksi jual beli.

4) Harga (Tsaman)

Setiap transaksi jual beli harus disebutkan dengan jelas harga jual yang disepakati antara penjual dan pembeli.

5) Ijab Qabul Merupakan kesepakatan penyerahan barang dan penerimaan barang yang diperjualbelikan. Ijab Qabul harus di sampaikan secara jelas atau dituliskan untuk ditandatangani oleh penjual dan pembeli.

Syarat dari akad murabahah antara lain:

a) Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli. Hal ini adalah logis, karena harga yang akan dibayar pembeli kedua atau nasabah didasarkan pada modal si pembeli awal atau bank.

b) Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c) Pihak yang berakad pihak yang melakukan akad harus ikhlas dan

memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi jual beli, misalnya sudah cakap hukum.

d) Obyek jual beli barangnya ada atau ada kesanggupan dari penjual untuk mengadakan barang yang akan dijual. Bila barang belum ada, dan masih akan diadakan, maka barang tersebut harus sesuai dengan pernyataan penjual (jenis, spesifikasi, dan kualitasnya).

e) Kontrak harus bebas riba.

f) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

(32)

g) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang (Antonio, 2010:35).

d. Macam-Macam Murabahah

1) Murabahah tanpa pesanan murabahah tanpa pesanan adalah jenis jual beli murabahah yang dilakukan dengan tidak melihat adanya nasabah yang memesan (mengajukan pembiayaan) atau tidak, sehingga penyediaan barang.

2) Murabahah berdasarkan pesanan sedangkan yang dimaksud dengan

murabahah berdasarkan pesanan adalah jual beli murabahah yang

dilakukan setelah ada pesanan dari pemesan atau nasabah yang mengajukan pembiayaan.

3) Murabahah berdasarkan cara pembayaran ada dua macam yaitu pembayaran secara tunai pembayaran secara cicilan. Pembayaran secara tunai dalam Perbankan jarang sekali digunakan karena nasabah yang mengajukan pembiayaan biasanya tidak bisa membeli barang secara tunai (Muthaher, 2012:59-60).

e. Skema Pembiayaan Murabahah

Akad murabahah digunakan oleh bank untuk menfasilitasi nasabah yang melakukan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan akan barang konsumsi seperti rumah, kendaraan atau alat transportasi, alat-alat rumah tangga, dan sejenisnya termasuk renovasi atau proses membangun, pengadaan barang dagangan, bahan baku atau bahan pembantu produksi, serta barang modal seperti pabrik, mesin dan sejenisnya serta barang lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan disetujui oleh bank. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia Perbankan pada umumnya. Secara Umum, aplikasi Perbankan dari murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut:

(33)

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Murabahah dalam Perbankan

2. Akad jual beli

6.Bayar

5.Terima Barang

3.Beli Barang 4.Kirim

Sumber: Antonio, hal. 107

Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan proses pembiayaan

murabahah sebagai berikut:

1) Negoisasi dan Persyaratan, pada tahap ini melakukan negoisasi dengan pihak bank yang berhubungan dengan spesifikasi produk yang diinginkan oleh nasabah, harga beli dan harga jual, jangka waktu pembayaran dan pelunasan, serta persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Bank Syariah.

2) Bank membeli produk atau barang yang sudah disepakati dengan nasabah tersebut bank biasanya membeli ke supplier.

3) Akad jual beli, setelah Bank membeli produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah, maka selanjutnya Bank menjualnya kepada nasabah disertai dengan penandatanganan akad jual beli antara Bank dan nasabah, pada akad tersebut dijelaskan

hal-NASABAH 1.Negosiasi dan

persyaratan

SUPPLIER

(34)

hal yang berhubungan dengan jual beli murabahah, rukun dan syarat-syaratnya yang harus dipenuhi.

4) Supplier mengirim produk barang yang dibeli oleh bank ke alamat nasabah sesuai dengan akad perjanjian yang telah disepakati antara bank dan nasabah sebelumnya.

5) Tanda terima barang dan dokumen, ketika barang sudah sampai ke alamat nasabah, maka nasabah harus menandatangani surat tanda terima barang, dan mengecek kembali kelengkapan dokumen-dokumen produk atau barang tersebut.

6) Proses selanjutnya adalah nasabah membayar harga produk barang yang dibelinya dari bank, biasanya pembayaran dilakukan secara angsuran cicilan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati sebelumnya.

Berdasarkan skema dapat disimpulkan bahwa transaksi jual beli

murabahah dapat dicairkan setelah akad perjanjian jual beli murabahah ditandatangani dan bank sudah menerima

dokumen-dokumen bukti transaksi dan penyerahan barang dari supplier kepada nasabah selaku wakil bank. Bank langsung membayar harga pembelian barang kepada supplier, sedangkan nasabah membayar pembelian barang tersebut kepada Bank dengan cara angsuran.

f. Resiko Pembiayaan Murabahah

Resiko-resiko harus diantisipasi dalam pembiayaan murabahah diantaranya adalah:

1) Default atau kelalaian adalah nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

2) Fluktuasi harga komperatif, ini terjadi bila harga sesuatu barang dipasar naik setelah Bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.

3) Penolakan nasabah, yaitu barang yang dikirim bisa saja ditolak nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam

(35)

perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya, karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

4) Dijual karena murabahah bersifat jual beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut, termasuk menjualnya. Jika demikian, resiko default akan besar. (Antonio, 2009:107)

g. Implementasi Akad Murabahah dalam Produk Pembiayaan Perbankan Syariah

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 pasal 9 ayat 1 yang menjelaskan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

1) Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.

2) Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.

3) Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4) Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

5) Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau

urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh

nasabah.

6) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai bank.

(36)

7) Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.

8) Angsuran pembiayaan selama periode akad harus dilakukan secara proporsional.

Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

a) Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah.

b) Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya

4. Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah ini adalah sebagai berikut: (Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000) a) Pertama: Ketentuan umum murabahah dalam Bank Syariah:

1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah Islam. 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang

telah disepakati kualifikasinya.

4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

(37)

5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank.

b) Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah

1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

2) Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

4) Dalam jual beli ini Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

(38)

6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, Bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka

8) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

9) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

c) Ketiga : Jaminan dalam Murabahah

1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

d) Keempat : Utang dalam Murabahah

1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi

murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan

nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, Ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran

berakhir, Ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

(39)

e) Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah

1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

f) Keenam : Bangkrut dalam Murabahah

a) Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, Bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

5. Konsep Wakalah

a. Pengertian Wakalah

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti

menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil-wakil, Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-Hifdh). Menurut kalangan syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain

(al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa

digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup (Karim, 2014, hal. 19).

Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau

penerapan keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain. Akad Wakalah adalah akad yang memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam posisi melakukan kegiatan tersebut (Antonio, 2010:240-243).

(40)

Akad wakalah adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya. Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf). Pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Berdasarkan di atas, penulis simpulkan wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung peralihan wewenang kepada orang lain. Berkenaan dengan akad wakalah ini para ulama sudah sepakat mengenai bolehnya akad wakalah karena dalam prakteknya di Perbankan Syariah akad ini dipergunakan untuk kegiatan tolong menolong, akad ini diperbolehkan karena konsep dari kegiatan tolong menolong dan dalam dunia Perbankan Syariah, akad ini dipergunakan sebagai wadah untuk mempertemukan pihak yang mempunyai modal dengan pihak yang memerlukan modal, dan Bank mendapat fee dari jasa tersebut.

b. Dasar Hukum Wakalah

1) Al-Quran a) Surat Al-Kahfi :19















































































(41)

Artinya:“Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka

saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah (Al

Kahfi:19).

Dalam ayat di atas sudah dijelaskan pendelegasian wewenang dalam“maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”.

b) Surat Al-Baqarah ayat 283:



































































Artinya:”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak

secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

(42)

2) Hadist

Hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wakalah yaitu:

ر ن

ا

ِالل ل و س

َأ و ِه ي ل ع ل ص

لّ س و ِ ِلِ

ل ج ر و ِعِفا ر بَِأ ث ع ب

نم

ِرا ص هَلأْأ

ة ه و م ي م ها ج و ز ف

ور( ِثِرا ح لا ت نِب

ا

ام ه

لك

)اط ولم في

Artinya:”Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu

Rafi‟ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawinkan qabul perkawinan Nabi dengan) dengan Maimunah binti al-Harits”.(HR. Malik dalam al-Muththa‟).

3) Ijma para Ulama

Para ulama sepakat wakalah diperbolehkan. Bahkan mereka cenderung mensunahkan dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta‟awun atau tolong-menolong atas kebaikan dan taqwa.

4) Fatwa DSN-MUI

Landasan hukum pemberlakuan wakalah dalam akad Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:

a) Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 tentang wakalah.

b) Fatwa DSN-MUI No: 34/DSN-MUI/IX/2002, tanggal 14 September tentang Letter of credit (L/C) Impor Syariah.

c) Fatwa DSN-MUI No: 35/DSN-MUI/IX/2002, tanggal 14 September tentang Letter of credit (L/C) Ekspor Syariah.

d) Fatwa No: No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil

ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. c. Rukun Wakalah

Adapun rukun wakalah adalah sebagai berikut: 1) Adanya pihak yang mewakilkan (muwakkil) 2) Adanya pihak yang mewakili (wakil)

3) Adanya objek urusan tugas yang diserahkan (taukil) 4) Adanya akad (kesepakatan) kedua belah pihak.

(43)

Akad wakalah sudah dicantumkan kesepakatan tentang bentuk, jenis, dan waktu pelaksanaan tugas yang diwakili, sehingga dalam hal ini dapat saja ditentukan besarnya upah (fee) atas pelaksanaan tugas oleh pihak yang mewakili (wakil) sehubung dengan permintaan dari pihak yang mewakilkan (muwakkil) (Anshori, 2010:152).

d. Syarat-syarat Wakalah

Wakalah hanya sah jika syarat-syaratnya terpenuhi. Syarat-syaratnya

sebagai berikut: 1) Syarat Muwakkil

Disyaratkan, bahwa orang yang mewakilkan (muwakkil) merupakan pemilik yang sah untuk melakukan tindakan hukum terhadap obyek

wakalah (muwakkal fih).

2) Syarat Wakil

Si wakil disyaratkan seorang yang akil. Tidak boleh seorang anak kecil yang mewakilkan, harus cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya dan wakil adalah seorang yang diberi amanat.

3) Hal-hal yang diwakilkan

Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili tidak bertentangan dengan syariah Islam dan dapat diwakilkan menurut syariah Islam (Ismail, 2011:105-106).

e. Jenis-jenis Wakalah

Wakalah dalam fiqh berdasarkan ruang lingkupnya.

1) Wakalah almutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan.

2) Wakalah al-muqayyadah, penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu.

3) Wakalah al-amanah, perwakilan yang lebih luas dari al-muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al-mutlaqah (Anshori, 2010:153).

(44)

f. Berakhirnya Wakalah

Akad wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:

1) Meninggalnya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah seorang yang masih hidup.

2) Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang berakad mempunyai akal.

3) Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al-wakalah tidak berfungsi lagi.

4) Pemutusan oleh orang yang mewakili terhadap wakil sekalipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi‟i dan Hambali) sedangkan menurut Mazhab Hanafi wakil wajib mengetahui hal itu, maka tindakan itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.

5) Wakil memutuskan sendiri, menurut Mazhab Hanafi tidak perlu orang yang mewakili mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak menjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 6) Keluarnya orang yang mewakili dari status pemiliknya (Sjahdeini,

2014:400).

g. Aplikasi Wakalah pada Bank Syariah

Wakalah dalam aplikasi Perbankan Syariah terjadi apabila nasabah

memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariahdan Letter Of Credit Eksport Syariah), Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi Syariah. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Dalam pelaksanaannya di Perbankan Syariah akad wakalah memiliki berbagai bentuk dalam pelayanan jasa Perbankan yang dapat berbentuk sebagai berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Barito Kuala dalam usaha pembangunan khususnya pembangunan desa melalui PKK yang bekerjasama dengan Dinas Instansi terkait untuk menetapkan Desa tersebut

1) Faktur penjualan tunai (FPT) : merupakan dokumen yang berfungsi merekam informasi yang diperlukan manajemen mengenai penjualan tunai. Dokumen ini diisi oleh

Pada percobaan ini, senyawa kompleks perseitol· K + ( 2 ) yang diisolasi dari benalu alus diuji- coba aktivitasnya sebagai inhibitor terhadap sintesis protein oleh sel kanker

Nilai kompaksi tanah asli yang distabilisasikan dengan overboulder asbuton dan zeolite .... Nilai CBR Pemeraman 0

sah dan hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut merupakan anak sah menurut Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam.7 Putusan Mahkamah

Perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing yang dikembangkan dan telah divalidasi oleh para ahli menunjukkan hasil yaitu bahwa validasi silabus, RPP, LKS,

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yunica (2014) yang menunjukkan hasil p- value 0,001 yang berarti mempunyai hubungan bermakna

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa dalam masalah ini terdapat satu kesimpulan bahwa permasalahan konflik Poso awalnya adalah