• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek masuk ke dalam bentuk folklor lisan yaitu nyanyian rakyat. Tetapi, teks dari lagu ini sendiri dipandang sebagai ragam puisi lisan. Penganalisisan data yang telah peneliti lakukan bermuara pada beberapa simpulan berikut ini.

1) Pada analisis struktur, ditemukan hal-hal antara lain:

a) Analisis struktur terdiri atas bentuk dan formula bahasa dari lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek.

(1) Teks lagu Ayun Ambing memiliki bentuk puisi tradisional, yaitu jumlah larik di setiap bait yang sama. Teks Ayun Ambing terdiri atas 24 larik yang terangkum dalam 3 bait. Dari analisis sintaksis, teks lagu Ayun Ambing terdiri atas beberapa jenis kalimat. Seluruh kalimat dalam teks lagu Ayun Ambing adalah kalimat minor dengan berbagai pola kalimat. Persamaan diantara semua pola ini adalah tidak adanya subjek dalam kalimat. Contohnya kalimat dengan fungsi predikat dalam kalimat ‘yun’ (larik ke-1), ‘ari ayun-ayun ambing’ (larik ke-2) dan ‘henteu pegat mikaèling’ (larik ke-14). Terdapat dua subjek yang dilesapkan dalam teks lagu Ayun Ambing ini. Pada bait ke-1 sampai dengan bait ke-2, subjek yang

(2)

dilesapkan mengacu pada anak yang sedang dinyanyikan lagu pengantar tidur oleh pelaku (orang yang menyanyikan lagu). Sedangkan pada bait ke-4, subjek yang dilesapkan mengacu pada pelaku yang menyanyikan lagu. Subjek dalam bait ke-3 ini mengacu pada ibu. Hal ini berdasarkan pada isi bait ke-3. Predikat dalam teks lagu Ayun Ambing didominasi oleh peran perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa lagu Ayun Ambing menggambarkan aktivitas ibu/pengasuh mengayun-ayun sang anak agar tertidur. Hampir seluruh kalimat dalam lagu Ayun Ambing adalah kalimat deklaratif. Teks lagu Ayun Ambing bercerita tentang aktivitas meninabobokan anak. Dalam teks lagu Ayun Ambing terjadi pengulangan larik baik intra dan antar bait. Formula dalam lagu Ayun Ambing ini adalah kata ‘ayun’ dengan berbagai formulaik. Kata ‘ayun’ dalam lagu Ayun Ambing ini juga dirangkaikan dengan imbuhan. Hal ini dapat dilihat dalam kata ‘diayun’. Pengulangan larik-larik yang dilakukan secara konstan/tetap dan tidak mengubah kalimat, baik intra dan antar bait merupakan formula bahasa yang menunjukkan bahwa formula dalam lagu Ayun Ambing ini bukan hanya kata ‘ayun’ tetapi juga terdapat formula kalimat. Formula ini juga menekankan pada aspek irama. Frase-frase yang berulang bukan saja berguna untuk pendengar melainkan juga lebih berguna untuk pencerita/penutur.

(3)

(2) Teks lagu Nelengnengkung terdiri atas 4 bait yang memiliki 4 larik di dalamnya. Setiap larik memiliki 8 suku kata. Kalimat-kalimat dalam lagu Nelengnengkung adalah kalimat minor dengan berbagai pola kalimat. Contohnya kalimat dengan pola P-O (predikat-objek yang terdapat dalam kalimat ‘geura nyari elmu luhung’ (kalimat ke-3) dan kalimat ‘geura ngamulyakeun indung’ (kalimat ke-4). Predikat dalam teks lagu Nelengnengkung memiliki kategori verba dan peran harapan. Lagu ini menceritakan harapan dan doa yang dilantunkan penutur untuk sang anak. Formula utama pada lagu Nelengnengkung adalah kata ‘geura’. Kata ‘geura’ terdapat dalam larik ke-2 sampai dengan larik ke-4 di setiap bait. Kata ‘geura’ menjadi formulaik di awal setiap larik.

(3) Teks lagu Dengkleung Dengdek terdiri atas 4 larik dalam 1 larik. Lagu Dengkleung Dengdek memiliki pola seperti pantun melayu, yaitu ada kalimat sampiran dan isi. Dalam bahasa Sunda sendiri, bentuk ini dinamakan kakawihan wangun paparikan. Kakawihan wangun paparikan adalah kawih yang bentuknya seperti paparikan, ada cangkang (tempat) dan isi. Berikut adalah lirik lagu Dengkleung Dengdek dibagi berdasarkan cangkang (tempat) dan isinya. Pola kalimat dalam lagu Dengkleung Dengdek beragam, yaitu kalimat dengan pola subjek-predikat, kalimat dengan pola predikat-subjek dan kalimat dengan pola predikat. Larik pertama sampai dengan larik ketiga dalam lagu Dengkleung Dengdek

(4)

merupakan kalimat berita. Larik terakhir ‘ulah pati diheureuyan’ adalah kalimat seru yang berupa larangan. Dalam lagu Dengkleung Dengdek, kata ‘dengkleung’ menjadi formula karena mengalami pengulangan dalam satu larik. Lagu Dengkleung Dengdek memiliki pola seperti pantun dan pembentukan isi ini ditentukan oleh rima yang ada di dalamnya.

b) Analisis formula bunyi terdiri atas rima serta asonansi dan aliterasi yang terdapat dalam teks lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung dan Dengkleung Dengdek.

(1) Dalam teks lagu Ayun Ambing terdapat rima akhir, rima dalam dan rima tidak sempurna. Rima dalam lagu Ayun Ambing memunculkan efek suasana tertentu. Rima akhir dalam teks lagu Ayun Ambing menimbulkan efek suasana tenang dan damai sehingga membuat pendengarnya mengantuk. Asonansi dan aliterasi dalam teks lagu Ayun Ambing membentuk efek suasana tertentu. Vokal yang paling dominan dalam teks adalah vokal /a/, /i/, dan /u/. Vokal /a/ dalam teks menghasilkan bunyi yang berbeda-beda sesuai dengan konsonan yang dipasangkan dengannya. Vokal /a/ dalam teks Ayun Ambing menghasilkan bunyi rendah yang memiliki efek tenang dan damai. Vokal /i/ menghasilkan nada tinggi. Nada-nada tinggi vokal /i/ sering dipasangkan dengan konsonan nasal /ŋ/ sehingga menghasilkan nada tinggi yang mendengung dan menciptakan

(5)

efek mengantuk. Vokal /u/ dalam teks menghasilkan nada tinggi dan sering dikombinasikan dengan konsonan /y/ dan konsonan /n/, sehingga menciptakan bunyi tinggi yang mengayun dan mengalami tekanan di akhir. Bunyi ini menghasilkan efek damai. Konsonan yang paling dominan dalam teks adalah konsonan nasal /ŋ/, dan konsonan nasal /n/. Konsonan /n/ dalam teks menghasilkan bunyi sengau dan pada beberapa kata, konsonan /n/ memberi penekanan pada vokal yang berada di depannya. Konsonan /ŋ/ memberikan suara dengung. Hal ini menunjang salah satu kegunaan lagu Ayun Ambing karena dengan nada-nada mendengung si pendengar tersugesti untuk mengantuk.

(2) Dalam teks lagu Nelengnengkung terdapat rima akhir dan rima mutlak. Rima dalam lagu Nelengnengkung memunculkan efek suasana tertentu. Rima dalam lagu Nelengnengkung menciptakan efek suasana damai. Asonansi dominan dalam lagu Nelengnengkung adalah vokal /a/, /e/, /ə/, /e/ atau /ε/, /i/. Vokal /a/ menghasilkan bunyi rendah yang ringan dan menimbulkan efek suasana riang. Vokal /ε/ dan /i/ menghasilkan bunyi nyaring yang menimbulkan efek suasana riang. Hal ini menunjukkan bahwa Nelengnengkung adalah lagu yang ceria dan cocok untuk dipakai sebagai lagu pengantar tidur. Vokal /e/ dan /ə/ menghasilkan bunyi berat yang menimbulkan efek suasana serius dan khidmat. Suasana serius dan khidmat dalam lagu ini hadir karena banyak terdapat doa dan harapan

(6)

orang tua dalam setiap lariknya. Aliterasi dominan pada lagu ini adalah konsonan /n/, /ŋ/, /l/, /k/, /g/, /r/, dan /m/. Konsonan nasal /ŋ/ menghasilkan bunyi dengung di setiap akhir larik. Bunyi dengung ini menimbulkan suasana damai yang dapat menyebabkan pendengarnya mengantuk. Konsonan lainnya menghasilkan efek yang beragam bila dipadukan dengan vokal atau konsonan.

(3) Dalam teks lagu Dengkleung Dengdek terdapat rima akhir dan rima mutlak. Rima akhir dalam lagu Dengkleung Dengdek menciptakan efek suasana serius. Asonansi yang dominan dalam lagu ini adalah /a/, /e/, dan /ε/. Vokal /a/ menghasilkan bunyi ringan dan suasana riang. Vokal /e/ menghasilkan bunyi yang berat dan efek suasana yang serius. Vokal /ε/ menghasilkan bunyi nyaring. Ketiga vokal dominan ini menunjukkan bahwa lagu Dengkleung Dengdek adalah lagu riang tetapi di dalamnya juga terdapat peringatan dan keseriusan. Aliterasi yang dominan dalam lagu Dengkleung Dengdek adalah konsonan /k/.

c) Analisis formula irama

(1) Lagu Ayun Ambing memiliki nada-nada yang panjang. Di akhir larik terjadi peninggian nada. Peninggian nada ini bertujuan untuk menghadirkan efek suasana yang damai sehingga menyebabkan pendengarnya rileks dan dapat menyebabkan kantuk. Selain penaikan

(7)

nada, dalam lagu Ayun Ambing juga terdapat nada yang menurun. Penurunan nada ini bertujuan untuk menggambarkan kegelisahan penutur/ibu. Secara keseluruhan, lagu Ayun Ambing didominasi oleh nada-nada panjang dan sedang. Pola irama pendek-sedang-panjang sering kali ditemukan dalam larik lagu ini. Selain itu, larik yang mengalami pengulangan dilantunkan dengan nada yang sama.

(2) Lagu Nelengnengkung memiliki didominasi oleh nada pendek dan sedang. Lagu Nelengnengkung memiliki tempo penuturan yang lebih cepat dibandingkan lagu Ayun Ambing. Pada akhir larik terjadi peninggian nada. Hal ini menciptakan efek suasana riang.

(3) Lagu Dengkleung Dengdek didominasi dengan nada pendek dan sedang serta mengalami penekanan pada akhir larik. Lagu Dengkleung Dengdek dilantunkan dengan tempo cepat. Irama dalam lagu Dengkleung Dengdek menciptakan efek suasana serius. Akan tetapi irama dalam lagu ini juga dapat membuai pendengarnya karena temponya yang cepat.

d) Analisis majas

(1) Dalam teks lagu Ayun Ambing terdapat majas paralelisme, anafora, dan hiperbola. Paralelisme merupakan bentuk majas perulangan yang dominan muncul pada teks. Paralelisme terjadi pada larik utuh atau sebagian larik. Larik utuh misalnya ‘ari ayun-ayun ambing’, dan

(8)

‘diayun-ayun ku samping’. Larik-larik tersebut mengalami perulangan antarbait. Bentuk paralelisme lain terjadi pada perulangan sebagian bagian larik. Misalnya ‘diayun mah’, dan ‘diayun-ayun ku samping’. Bentuk-bentuk paralelisme bukan hanya pada pengulangan satu kalimat utuh saja, tetapi juga pada pengulangan sebagian larik di seluruh tubuh teks. Selain paralelisme, pada teks lagu Ayun Ambing ini juga digunakan repetisi anafora. Anafora merupakan jenis pengulangan satu kata secara utuh pada awal beberapa larik. Kata ‘diayun’ yang mengalami repetisi anafora ini menimbulkan efek bunyi. Selain itu pengulangan utuh kata ini pun menegaskan bahwa lagu Ayun Ambing adalah sebuah aktivitas. Majas lainnya yang terdapat dalam lagu Ayun Ambing adalah hiperbola. Hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan sesuatu. Dalam teks lagu Ayun Ambing, majas ini terdapat dalam dua larik terakhir bait ke-3, yaitu ‘beurang peuting dipieling’ dan ‘dedeuh asih tanpa tanding’.

(2) Dalam teks lagu Nelengnengkung terdapat majas paralelisme, anafora dan hiperbola. Paralelisme merupakan bentuk majas perulangan yang dominan muncul pada teks. Paralelisme dalam lagu Nelengnengkung terdapat pada pengulangan larik ‘nelengnengkung nelengnengkung’, ‘geura gede geura jangkung’di setiap awal bait. Anafora merupakan jenis pengulangan satu kata secara utuh pada awal beberapa larik. Dalam lagu

(9)

Nelengnengkung, kata ‘geura’ mengalami pengulangan di larik ke-2 sampai dengan larik ke-4 setiap bait.

(3) Dalam teks lagu Dengkleung Dengdek terdapat majas preterito. Preterito adalah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Ancaman pada lagu Dengkleung Dengdek awal lagu ini tercipta ditujukan untuk pemerintah kolonial Belanda akan tetapi hal ini tidak ditampilkan secara terang-terangan.

e) Analisis tema

(1) Dalam teks lagu Ayun Ambing terdapat 6 isotopi, yaitu isotopi pekerjaan, isotopi waktu, isotopi benda, isotopi kasih sayang, isotopi kegundahan, dan isotopi kekuatan. Isotopi-isotopi tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas dan dari pembentukan motif-motif tersebut dapat disimpulkan bahwa lagu Ayun Ambing merupakan lagu yang menceritakan aktivitas ibu/pengasuh dalam mengasuh anaknya didasari oleh rasa cinta dan sayangnya kepada sang anak.

(2) Dalam teks lagu Nelengnengkung terdapat 6 isotopi, yaitu isotopi: pekerjaan, harapan/doa, tujuan, sifat, tempat, dan musikalitas. Isotopi-isotopi tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas dan dari pembentukan motif-motif tersebut

(10)

dapat disimpulkan bahwa lagu Nelengnengkung merupakan lagu tentang doa ibu untuk anaknya agar selamat dunia dan akhirat.

(3) Dalam teks lagu Dengkleung Dengdek terdapat 5 isotopi, yaitu isotopi: pekerjaan, harapan/doa, tujuan, sifat, tempat, dan musikalitas. Isotopi-isotopi tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas dan dari pembentukan motif-motif tersebut dapat disimpulkan bahwa lagu Dengkleung Dengdek merupakan lagu yang lahir sebagai ancaman kepada orang lain untuk tidak mengganggu sesuatu yang berharga milik si penutur.

2) Proses penciptaan lagu-lagu kelonan pada masyarakat kota Ciamis ini terjadi secara spontan. Lagu Ayun Ambing, Nelengnengkung dan Dengkleung Dengdek telah ada sejak lima generasi terdahulu. Proses pewarisan lagu-lagu ini terjadi saat penyaji terdahulu menyanyikan lagu ini dan didengar oleh penutur yang lain sehingga dia mengetahui dan sering menggunakan nyanyian ini. Pewarisan ini tidak selalu terjadi dengan sempurna. Bahan yang tidak lengkap atau karena keterbatasan pengetahuan dari penyaji terdahulu membuat lagu-lagu ini yang terserap oleh pendengar tidak lengkap. Hal ini disebabkan pendengar lagu-lagu ini tidak dituntut untuk menghafal lagu tersebut. Pewarisannya terjadi tanpa paksaan sehingga tidak ada upaya khusus pendengar untuk menghafalnya. Oleh karena itu saat pendengar berubah peran menjadi penyaji selanjutnya, bahan yang

(11)

disajikan tidak lengkap atau hanya disajikan sebagian. Hal ini berkaitan dengan proses pewarisannya itu sendiri, tetapi karena si penyaji kedua telah mengetahui formula dari lagu itu, dia bisa menciptakan syair baru dengan berpatok pada formula yang telah ada.

3) Konteks penuturan lagu-lagu kelonan ini dituturkan saat akan menidurkan anak. Agar cepat terlelap, pengasuh/ibu biasanya mendendangkan sebuah lagu pengantar tidur. Waktu penuturan lagu-lagu ini adalah waktu anak tertidur. Selain saat dituturkan, terjadi interaksi langsung antara penutur dan pendengar. Lagu-lagu kelonan ini biasanya didendangkan penutur sambil menggendong anak yang sedang ditidurkan. Contohnya lagu Ayun Ambing dinyanyikan oleh penutur sambil menggendong si anak menggunakan kain samping. Samping adalah kain panjang yang digunakan sebagai alat untuk menggendong si anak.

4) Lagu-lagu kelonan ini diciptakan dengan fungsi utama yaitu lagu yang berfungsi untuk membuai anak hingga tertidur. Akan tetapi lagu-lagu ini memiliki fungsi lainnya. Lagu kelonan pada masyarakat kota Ciamis ini memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

a) Lagu Ayun Ambing memiliki beberapa fungsi. Lagu Ayun Ambing memiliki fungsi rekreatif. Lagu Ayun Ambing memiliki fungsi rekreasi karena Ayun Ambing memiliki nada yang lembut sehingga menciptakan ketenangan khususnya untuk si pendengar (anak) dan penutur (ibu). Lagu Ayun Ambing sebagai pembangkit semangat. Dalam syair Ayun Ambing sendiri tidak terdapat kata-kata

(12)

yang membangkitkan semangat secara eksplisit. Akan tetapi, dengan fungsinya yang pertama yaitu fungsi rekreasi, lagu ini dapat membuat perasaan menjadi damai. Bila perasaan kita telah tentram dan kita merasa kesukaran telah menghilang, maka semangat akan tumbuh kembali. Lagu Ayun Ambing sebagai alat memelihara sejarah setempat, klen, dan sebagainya. Ayun Ambing adalah sebuah nyanyian rakyat yang berasal dari budaya Sunda. Pengguna lagu Ayun Ambing adalah masyarakat Sunda. Di dalam lagu Ayun Ambing penutur (ibu) berperan sebagai pembimbing pendengar (anak). Adanya pewarisan lagu ini pun menjadi salah satu bentuk memelihara budaya setempat (lokal). Lagu Ayun Ambing sebagai alat pendidik anak. Lagu Ayun Ambing memiliki fungsi sebagai alat pendidik anak karena dalam lagu Ayun Ambing memberikan nasihat-nasihat kepada anak.

b) Lagu Nelengnengkung memiliki beberapa fungsi. Lagu Nelengnengkung

memiliki fungsi rekreatif. Lagu Nelengnengkung memiliki fungsi rekreasi

karena saat lagu didendangkan, baik penutur (pengasuh/ibu) dan anak merasa terhibur. Lagu Nelengnengkung berisi harapan-harapan penutur untuk sang anak. Diiringi nada-nada menyenangkan, harapan ini disampaikan. Lagu

Nelengnengkung sarana pembangkit semangat. Lagu Nelengnengkung

memiliki fungsi sebagai sarana pembangkit semangat karena lagu ini berisi harapan-harapan sang penutur untuk sang anak. Melalui lagu ini, harapan menjadi semangat baru untuk penutur (pengasuh) dan petutur (anak) untuk

(13)

menjalani hari. Lagu Nelengnengkung sebagai sistem proyeksi (protective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi ini tergambar dari teks yang dituturkan serta konteks penuturan teks. Lagu Nelengnengkung berisi harapan. Teks lagu Nelengnengkung berisikan harapan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Lagu Nelengnengkung sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device). Melalui lagu Nelengnengkung, anak diajarkan untuk berbakti dan berbuat baik kepada orangtuanya (terutama ibu). Salah satu bakti anak kepada orang tua yang tergambar dalam teks lagu Nelengnengkung adalah dengan menuntut ilmu yang tinggi sehingga dapat mengangkat harkat dan derajat orang tua. Pendidikan budi pekerti ini menjadi pendidikan dasar yang tergambar dalam lagu Nelengnengkung.

c) Lagu Dengkleung Dengdek memiliki beberapa fungsi. Lagu Dengkleung

Dengdek memiliki fungsi rekreatif. Lagu Dengkleung Dengdek memiliki

fungsi rekreatif saat lagu ini dituturkan penutur untuk meninabobokan anak. Seperti lagu kelonan lainnya, lagu Dengkleung Dengdek dituturkan dengan tujuan agar anak rileks dan mengantuk. Lagu Dengkleung Dengdek sendiri memiliki bentuk Kakawihan wangun paparikan yaitu kawih yang bentuknya seperti paparikan, ada cangkang (tempat) dan isi. Oleh karena itu, saat lagu Dengkleung Dengdek didendangkan, penutur (pengasuh) dan petutur (anak) terhibur melalui nyanyian. Selain itu, penutur melepaskan kegundahan hatinya

(14)

melalui nyanyian. Lagu Dengkleung Dengdek sebagai pembangkit semangat. Fungsi ini timbul karena adanya fungsi rekreatif. Fungsi rekreatif membuat penutur dan petutur rileks dan tentram. Bila perasaan kita telah tentram dan kita merasa kesukaran telah menghilang, maka semangat akan tumbuh kembali. Oleh karena itu, walau tidak mengeksplisitkan maksud pembangkitan semangat ini, lagu ini memiliki fungsi untuk membangkitkan semangat.

5.2 Saran

Penelitian lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung dan Dengkleung Dengdek ini hanya terbatas pada analisis struktur, proses penciptaan, konteks penuturan dan fungsi yang ada dalam ketiga lagu. Kajian ini masih terbuka untuk dikaji dengan pendekatan lainnya. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung dan Dengkleung Dengdek penuh dengan “aroma” khas ibu. Sosok seorang ibu yang selalu menjaga dan mengayomi anaknya serta mencurahkan kasih sayang tiada batasnya menjadi tema umum dari ketiga lagu ini. Oleh karena itu, sangat memungkinkan kajian ini dibedah dengan pendekatan feminis yang memfokuskan kajian pada peranan “ibu” dalam ketiga lagu kelonan ini dan lagu-lagu pengantar tidur lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucap puji syukur pada ALLAH SWT atas rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH

Peneliti hanya membahas literasi informasi dalam kaitannya dengan perpustakaan serta membahas literasi informasi pustakawan di Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta

(2) Dalam hal Wajib Pajak telah membuka Rekening Khusus untuk pengalihan dana dari luar wilayah NKRI berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai

Made Wena, Strategi Pembelajaran …2.. dan mampu membuat keputusan rasional terkait kapan tiap strategi yang ada dianggap paling efektif untuk dilaksanakan. Dengan

Sikap jujur dibiasakan dengan cara guru harus berkerja sama dengan orang tua untuk memantau siswa, misalnya jika di sekolah maka tugas guru untuk memantau siswa bersikap jujur

Di dalam kelas dimulai dari guru mengucapkan salam, menyapa anak, berdo‟a dan bernyanyi (kegiatan rutin), absensi, dan tanya jawab mengenai tema pada hari ini.

Pembentukan Peraturan Presiden No.45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung merupakan satu gagasan program dan peraturan yang

Sebagaimana telah dijelaskan di depan, ilmu pengetahuan merupakan suatu rangkaian kegiatan (atau proses) yang dilakukan manusia, terutama dengan meng- gunakan akal