• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Jawa Tengah. Posisi Kabupaten Wonogiri sangat strategis karena terletak di ujung selatan Propinsi Jawa Tengah dan diapit oleh Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif Kabupaten Wonogiri berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dan Kabupaten Pacitan di sebelah Selatan, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan kabupaten Karanganyar, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Ponorogo serta sebelah Barat Berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarakan Latitude atau letak lintang Kabupaten Wonogiri terletak pada 7º 32’ – 8º 15’ Lintang selatan dan Garis Bujur 110º 41’ – 111º 18’ Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 1.557-2.476 mm/ tahun dengan hari hujan antara 107-153 hari/tahun (Pemkab 2015). Wonogiri terdiri dari beberapa jenis tanah, sehingga pemanfaatnya juga berbeda-beda.

Sebagain besar lahan di Kabupaten Wonogiri tersebut dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan dan perkebunan. Luas lahan sawah di kabupaten Wonogiri tersebut sebesar 32.347 ha (17,9%) sedangkan lahan kering sebesar 149.889 ha (82,1%) (Dinas Pertanian 2012). Saat kemarau panjang yang sering terjadi di kabupaten Wonogiri mengakibatkan sawah diberokan, tercatat 26.159 ha atau sekitar 77% dari total luas sawah yang ada mengalami bero saat musim kemarau (Joglosemar 2011). Sawah yang di berokan merupakan sawah irigasi setengah teknis, sawah tadah hujan, sawah irigasi desa buatan warga. Tanah sawah menurut Direktorat Jendral Sarana dan Prasarana Pertanian (2011) menyebutkan bahwa sawah adalah lahan usaha tani yang secara fisik permukaan tanahnya rata, dibatasi oleh pematang /galengan sehingga dapat ditanami Padi. Menurut Notohadiprawiro penyiapan suatu lahan yang akan digunakan sebagai tanah sawah akan menyebabkan sifat-sifat fisika, kimia dan morfologi tanah berupa nyata. Keadaan tanah yang alami akan berubah menjadi keadaan tanah buatan yang menyimpang dari keadaan yang dikehendaki oleh pertanaman yang

(2)

lain. pengubahan tanah yang bolak balik secara tidak langsung merupakan suatu kegiatan manipulasi terhadap sumberdaya tanah yang mendalam. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa wilayah kecamatan Kabupaten Wonogiri, yaitu Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Selogiri, Kecamatan Ngadirojo, Kecamtan Girimarto, Kecamatan Nguntoronadi, Kecamatan Eromoko dan Kecamtan Jatiroto dengan total 11 titik sampel. Berikut adalah gambaran peta kerja survey di Kabupaten Wonogiri (lampiran 17).

Penentuan titik sampel tersebut beradasarkan overlay dari berberapa jenis peta, yaitu Peta jenis tanah, Peta curah hujan, Peta penggunaan lahan dan Peta kemiringan lereng yang kemudian membentuk Satuan Penggunaan Lahan (SPL) dengan skala 1:300.000. Pengambilan sampel titik pengamatan, dan pengukuran ditentukan dengan metode stratified random sampling yang artinya titik pengamatan lahan sawah di ambil secara acak namun tetap memperhatikan titik luasan yang dihasilkan dari overlay peta tersebut. Berdasarkan tabel 4 kondisi wilayah masing-masing titik sampel berbeda-beda, baik dari segi kemiringan tempat, luas wilayah, ketinggian tempat, jenis tanah dan tipe sawah. Lahan sawah yang dijadikan sebagai titik pengambilan sampel merupakan suatu daerah yang dianggap mewakili berdasarkan hasil overlay dari beberapa peta. Titik sampel yang telah didapatkan berdasarkan tabel 3 adalah sebanyak 11 titik yang tersebar pada 7 kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Sampel tanah yang diambil tersebut terletak pada ketinggian tanah yang berbeda-beda mulai dari yang terendah yaitu 134 mdpl di desa Garon Kecamatan Selogiri dan yang tertinggi yaitu 544 mdpl terletak pada desa Tambak Merang Kecamatan Girimarto. Lahan sawah yang ada di Kabupaten Wonogiri tersebut dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu: (a) datar (0-8%), (b) bergelombang (8-15%), (c) berbukit (15-30%). Kelerengan pada suatu tempat yang berbeda dapat mempengaruhi tingkat kesuburan dan kualitas tanah yang berbeda juga. Tanah yang terlalu miring salah satunya akan mengakibatkan rawan terjadi erosi yang dapat mengakibatkan hilangnya unsur hara pada saat pemupukan karena tercuci atau leaching. Tanah yang terlalu miring selain mengakibatkan mudah tererosi juga mudah untuk mengalami kerusakan pada sifat kimia tanah, biologi tanah, dan fisika tanah.

(3)

No Lokasi Ketinggian

tempat (mdpl) Letak astronomis

Ketebalan Solum

(cm) kemiringan

Muka air

tanah Jenis tanah

1 Selogiri desa Garon 134 110o 53’ 56,72”BT 07o 47’ 23,46”LS 30 10-23 % 3-5 Vertisol 2 Selogiri desa Alas ketu 164 110 o 51’56,70”BT 07o 48’ 25,01”LS 60 0-8 % 0-3 Vertisol 3 Ngadirojo desa Ngadirojo kidul 264 111 o 00’13,67”BT 07o 48’ 55,00”LS 60 15 % - Inceptisol 4 Wonogiri desa Tanjungrejo 156 110 o 57’50,0”BT 07o 46’ 58,01”LS 60 0-8 % 3-5 Vertisol 5 Girimarto desa Tambak Merang 544 110 o 57’50,04”BT 07o 46’ 58,62”LS 60 5-25 % - Inceptisol 6 Jatiroto desa Nyanggan 235 111 o 06’16,46”BT 07o 52’ 52,55”LS 60 0-8 % - Inceptisol 7 Eromoko desa Mandean 200 110 o 50’07,452”BT 07o 59’ 49,56”LS 40 0-8 % - Entisol 8 Nguntoronadi desa Kampleng 170 110 o 59’35,7”BT 07o 52’ 45,15”LS 60 8-15% 0-3 Inceptisol 9 Nguntoronadi desa Seruni 231 110 o 57’54,3”BT 07o 52’ 18,8”LS 60 0-8 % - Inceptisol 10 Nguntoronadi desa Sukoharjo 195 110 o 57’05,6”BT 07o 54’ 54,3”LS 60 0-8 % - Inceptisol 11 Nguntoronadi desa Krapyak 174 110 o 58’40,706”BT 07o 56’ 01,28”LS 60 0-8 % 3-5 Inceptisol

(4)

Tanah yang biasanya dimanfaatkan sebagai tanah sawah memiliki kemiringan yang relatif datar, meskipun terkadang berada pada lahan yang memiliki kemiringan agak curam, namun biasanya disiasati dengan penggunaan terasering pada lahan tersebut. Kemiringan suatu tempat dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat. Titik pengambilan sampel dilakukan pada beberapa jenis tanah yang berbeda di Kabupaten Wonogiri tersebut, yaitu ada 3 jenis tanah yang dapat ditemukan antara lain: Vertisol, Entisol dan Inceptisol. Vertisol merupakan tanah yang memiliki liat yang dapat mengembang adan mengkerut pada beberapa waktu dalam setahun, apabila musim hujan akan mengembang dan apabila musim kemarau akan mengembang. Tanah entisol merupakan tanah yang baru terbentuk dan tergolong tanah yang sangat muda dan baru mengalami perbentukan, tanah sawah di Wonogiri yang memiliki jenis entisol adalah tanah di Kecamatan Eromoko yang lokasinya berdekatan dengan Waduk Gajah Mungkur. Tanah Inceptisol adalah tanah yang yang memiliki epipedon okrik dan horison albik, tanah ini juga termasuk pada jenis tanah yang belum matang (immature) dengan dicirikan adanya perkembangan profil yang lebih lemah apabila dibandingkan dengan tanah yang sudah matang serta masih menyerupai sifat bahan induknya.

B. Hasil Analisis dan Hubungan antara Indikator Fisika Tanah, Kimia Tanah dan Biologi Tanah

Sebagian besar luasan lahan yang ada di Kabupaten Wonogiri dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Lahan pertanian yang sebagian besar terdiri dari sawah masih menerapkan sistem budidaya intensif, yang dicirikan dengan penggunaan bahan agrokimia dan pengolahan tanah pada seryap musim tanamnya. Penggunaan pupuk kimia masih diterapkan petani baik dalam jumlah besar maupun sedikit dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi padi yang dibudidayakan. Namun hal tersebut justru menimbulkan beberapa kerugian, diantaranya berkurangnya biodiversitas, degradasi tanah secara fisika, kimia dan biologi. Menurut Purwanto (2014) intensifikasi pertanian yang dilakukan petani dapat mempengaruhi jumlah dan penempatan sisa tanaman akibat adanya penggunaan bahan agrokimia dan pengolahan tanah, sehingga

(5)

perubahan yang terjadi tersebut dapat menentukan berkurangnya biodiversitas lahan.

Biodiversitas lahan suatu tanah terdiri dari makrofauna, mesofauna dan mikrofauna tanah. Makrofauna tanah menurut Purwanto (2014) meliputi herbivora, detrivora, predator dan kelompok tropik lainnya dengan ukuran (> 2 mm). Kelompok makrofauna tanah berfungsi untuk melakukan perbaikan struktur tanah, kapasitas infiltrasi dan pertukaran gas, sehingga seting sekali disebut sebagai “ecosystem engineer”. Pada beberapa titik sampel tanah di kabupaten Wonogiri ditemukan sedikit sekali fauna tanah yaitu meliputi cacing dan semut dengan jumlah yang hampir beragam antara beberapa titik sampel. Menurut Doube and Schmit (1997) bahwa kelimpahan cacing tanah dapat dipengaruhi oleh status bahan organik tanah, jenis dan kedalaman tanah, pH, kapasitas menahan air, curah hujan, suhu, jenis budidaya tanaman, jumlah sersah dan keberadaan predator. Jumlah biota dalam tanah dapat menenrtukan besar atau kecilnya nilai respirasi tanah tersebut. Tidak hanya analisis biologi tanah saja yang di lakukan pada penelitian ini, namun analisis dilakukan meliputi sifat tanah yang lainnya yaitu kimia tanah dan biologi tanah.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4, yaitu pada sampel 1 dan 2 nilai bahan organik rendah sedangakan pada sampel 3 sampai 11 bahan organik sedang. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan jumlah sersah pada masing-masing sampel berbeda-beda. Namun untuk sample tanah sawah tidak memiliki agregat dikarenakan pengelolahan lahan yang dilakukan secara intensif sehingga agreagat tanah menjadi rusak atau tidak mantap. Hal tersebut dapat dilihat dari data pengukuran kematapan agregat yang telah dilakukan dengan hasil bahwa agregat tanah sawah dikabupaten Wonogiri tersebut pada semua sample tanah yaitu tidak mantap. Selain dilakukan analisis bahan organik maka dilakukan juga analisis respirasi tanah dengan hasil yang sedang hingga tinggi, jumlah tanaman Padi yang banyak dengan jarak tanam yang tidak terlalu lebar menjadi salah satu faktor penyebabtingginya respirasi tanah tersebut.

(6)

Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Fisika, Kimia, Biologi Tanah Kabupaten Wonogiri

Sampel Permeabilitas Tekstur pH KTK

(cmol/ kg) C-Organik (%) N total (%) P tersedia (ppm) K tersedia (cmol/kg) Evolusi Co2 1 1,071 liat 6,8 3 9,532 1,72 0,714 7,242 0,604 0,49 2 1,061 liat 6,2 3 9,602 1,62 0,935 7,602 0,543 0,14 3 3,072 lempung berdebu 5,5 3 4,752 1,42 0,132 9,033 0,192 0,19 4 1,321 liat 6,3 3 9,422 1,62 0,724 12,554 0,904 0,48

5 3,712 lempung liat berdebu 5,9 3 7,342 1,52 0,805 8,783 1,435 0,09

6 3,842 lempung liat berdebu 6,2 3 6,682 1,42 0,855 9,173 0,433 0,02

7 8,112 lempung berpasir 5,7 3 8,392 0,71 0,764 7,032 0,192 0,16 8 6,142 lempung berdebu 5,9 3 9,902 1,12 0,915 8,623 0,232 0,04 9 3,072 lempung berdebu 6,2 3 12,112 1,42 0,744 8,083 0,433 0,35 10 9,522 lempung berdebu 5,8 3 8,372 1,42 0,885 8,683 0,192 0,15 11 4,772 lempung berdebu 5,2 2 11,982 0,81 0,965 7,682 1,035 0,34

Keterangan : KTK = Kapasitas Tukar Kation BO = Bahan Organik N = Nitrogen P = Fosfor K = Kalium 1 = sangat rendah 2 = rendah 3 = sedang 4 = tinggi 5 = sangat tinggi

(7)

Respirasi tanah adalah suatu proses pelepasan CO2 dari tanah ke atmosfer yang dihasilkan berdasarakan aktivitas mikroorganisme yang hidup ditanah dan sekitar perakaran tanaman. Tanah yang baik tentunya dalah tanah yang memiliki tingkat biodiverstas tanah yang tinggi, ditandai dengan beragamnya tingkat populasi fauna tanah. Tinggi atau rendahnya nilai suatu respirasi tanah dapat dipengaruhi oleh adanya faktor biologis, faktor lingkungan dan kegiatan manusia (Setyawan dan Hanun 2014).

Jumlah biomasa mikrobia akan menentukan cepat atau lambatnya proses dekomposisi bahan organik tanah sehingga secara tidak langsung akan dapat menentukan nisbah C/N rasio. Tinggi atau rendahnya bahan organik tanah dipengaruhi oleh kandungan dan jumlah sersah pada setiap lahannya. Bahan organik berfungsi untuk memperbaiki struktur dan agregat tanah. Struktur dan agregat tanah yang baik dapat menentukan jumlah pori dalam tanah (Sanchez 1976 cit Supriyadi 2008). Bahan organik dalam tanah yang tinggi dapat meningkatkan kapasitas mengikat dalam pembentukan agregat tanah sehingga terciptanya keseimbangan antara ruang makro pori dan ruang mikro pori.

Bahan organik yang telah terdekomposisi secara baik akan meningkatkan kandungan C/N rasio tanah. Pada analisis sifat kimia tanah dihasilkan bahwa bahan organik tanah berkorelasi negatif dengan nilai N total tanah namun sebaliknya korelasi antara bahan organik dan nilai P-tersedia dan K-tersedia menunjukkan hubungan positif. Dari hasil analisis dilaboratorium didapatkan bahwa jumlah N-total tanah tersebut tinggi di seluruh titik sampel. Tingginya nilai N-total tanah dipengaruhi sebagian besar oleh teknik budidaya tanaman padi yang dilakukan oleh petani, dimana dengan cara intensifikasi lahan. Intensifikasi lahan yang terjadi salah satunya ditandai dengan adanya penggunaan bahan agrokimia (pupuk anorganik dan pestisida) untuk mencapai jumlah produksi yang diinginkan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan petani pada saat survey dilapangan bahwa penggunaan pupuk Urea masih sangat tinggi dan tidak hanya dilakukan sekali saja saat musim tanam, sedangkan untuk pupuk kimia lainnya secukupnya saja. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium nilai N- Total tanah sangat tinggi di semua titik sampel tanah, nilai N-Total yang tinggi tersebut

(8)

merupakan salah satu dampak yang dihasilkan dari seringnya kebaiasaan petani dalam memupuk urea selama musim tanam. Pemupukan yang dilakukan tidak hanya menggunakan pupuk urea saja namun juga menggunakan pupuk KCL dan SP 36. Penggunaan pupuk kimia tersebut mengakibatkan tingginya nilai P-tersedia bagi tanaman di semua titik sampel tanah. Namun hal tersebut berbeda dengan jumlah kandungan K-tersedia yang ada ditanah yaitu berkisar rendah hingga tinggi. Penggunaaan pupuk kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi tanah, diantaranya terjadi degradasi lahan dengan ditandai menurunnya beberapa nilai dari beberapa indikator sifat tanah.

Permeabilitas adalah suatu ukuran terhadap kecepatan air yang dapat diloloskan oleh tanah. Berdasarkan hasil pengukuran di laboratorium dengan menggunakan ring sampel yang diperoleh saat survey, menunjukkkan hasil yang berbeda-beda menurut kriteria Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian (2006). Terdapat dua kelas yang digunakan, pada titik sampel 1,2 dan 4 memiliki permeabilitas yang agak lambat yaitu berkisar antara 0,5-2 cm/jam sedangkan untuk sampel tanah 7 dan 10 memiliki permeabilitas yang cepat yaitu >6,25. Dan untuk sample tanah yang lainnya memiliki kriteria sedang yaitu dengan kisaran antara 2-6,25. Cepat atau lambatnya permeabilitas tanah tersebut sangat dipengaruhi oleh fraksi pasir debu dan liat yang menyusun suatu tanah tersebut. Sampel tanah 7 memiliki permeabilitas yang cepat hal tersebut dikarenakan fraksi penyusun tekstur tanahnya cenderung didominasi oleh pasir, Tanah entisol yang biasa disebut dengan tanah muda memiliki kandungan pasir yang tinggi. Sedangkan pada sampel tanah 1,2 dan 4 memiliki permeabilitas yng agak lambat dikarenakan fraksi penyusun teksturnya lebih dominan oleh liat, hal tersebut dikarenakan pada sample tanah tersebut merupakan jenis tanah vertisol.

Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya permeabilitas tanah adalah kemantapan agregat. Kemantapan agregat menurut Papanicolau et al (2009) merupakan suatu gabungan dari partikel tanah yang disebabkan oleh adanya bahan organik di dalam tanah. Agregat tanah dapat rusak atau pecah akibat dari adanya aliran permukaan dan erosi tanah yang dapat terjadi ketika hujan turun.

(9)

Tingginya bahan organik yang hilang pada suatu tanah dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah tersebut. Kualitas tanah sendiri diperlukan untuk menilai atau mengevaluasi praktek budidaya yang selama ini digunakan pada suatu sistem pertanian. Berdasarkan hasil pengukukuran di laboratorium menunjukkan bahwa semua titik sampel tanah memiliki nilai kemantapan agregat yang tidak mantap. Nilai agregat yang tiadak mantap tersebut menjadi salah satu indikator adanya praktik budidaya yang berlebih atau intensif di lahan pengambilan sampel, hal tersebut didukung dengan pernyataan Quintero and Comerford (2013) bahwa agregat tanah akan tetap terjaga dengan baik apabila dilakukan pengolahan tanah yang minimum atau tanpa olah tanah.

Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya berdasar atas perbandingan jumlah butir pasir, debu dan liat yang menjadi penyusun tanah tersebut. Suatu tekstur tanah dapat dijadikan sebagai suatu penentu dari permeabilitas tanah. Tanah yang memiliki permeabilitas cepat artinya dapat meloloskan hara dan air dengan cepat pula, hal tersebut dikarenakan jumlah partikel atau butiran tanah didominasi oleh pasiran. Menurut Suriadikusumah (2010) tekstur tanah dan kelembaban merupakan dua karateristik yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, hal tersebut karena tekstur dan kelembaban akan menentukan penyediaan air bagi tanaman. Dengan mengetahui karateristik dari suatu lahan akan dapat memudahkan dalam menentukan komoditas pada suatu lahan, selain itu karateristik lahan tersebut akan dikelompokan menjadi kualitas tanah yang dapat menentukan kelas kemampuan tanahnya.

pH tanah menunjukan asam basa dari suatu larutan sebagai hasil dari adanya reaksi tanah dan dapat mempengaruhi reaksi lain yang ada di dalam tanah. Reaksi yang dapat dipengaruhi adalah laju dekomposisi bahan organik tanah, mineral, pembentukan mineral lempung dan pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman secara umum adalah tanh yang memiliki pH netral atau berkisar 7, namun untuk tanaman tertentu baiasanya pH yang ditemui adalah masam sebahai akibat dari pengolahan tanah yang dilakukan. Berdasar hasil analisis di laboratorium di dapatkan niali pH yang cenderung masam yaitu sekitar 5 hingga 6,2. Pada tanah sawah dengan penggenangan tanah selama kurun

(10)

waktu tertentu menyebabkan suasana anaerob yang dapat mengakibatkan pH tanah menjadi menurun.

KTK atau biasa disebut dengan kapasitas tukar kation merupakan banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah yang biasanya berkisar per 100 g. Kation yang telah terjerap merupakan kation yang sulit tercuci oleh air gravitasi, namun dapat diganti dengan kation lain yang ada di dalam tanah (Harjowigeno 2007). Air gravitasi yang dimaksudkan adalah air yang hilang dari tanah akibat dari adanya gaya gravitasi bumi. Nilai suatu KTK sangat erat hubungannnya dengan nilai suatu tingkat kesuburan tanah tersebut. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan nilai KTK pada semua sampel menunjukkan KTK yang rendah. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai KTK salah satunya adalah rendahnya bahan organik di semua sample tanah.

Sifat-sifat kimia tanah, fisika tanah dan biologi tanah tidak dapat dari hasil uji di lapang dan laboratorium dipengaruhi beberapa faktor penting, diantaranya faktor dari dalam tanah tersebut, faktor di atas tanah, baik dari lingkungan, manusia dan hewan yang hidup diatas tanah. Antara indikator tanah tersebut saling mempengaruhi sehingga mengakibatkan adanya korelasi atau hubungan keeratan. Hubungan antara masing-masing indikator memiliki kisaran nilai yang beragam, dan ada yang signifikan namun ada juga yang tidak sifnifikan. Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa korelasi yang tertinggi adalah antara C-organik tanah dan pH, N-Total dengan KTK, P-tersedia dengan bahan organik tanah, evolusi CO2 dengan KTK tanah dan ada juga korelasi negatif antara masing-masing indikator.

(11)

Permeabilitas pH KTK c-Organik N-Total P-Tersedia K-Tersedia Ph -0,524 KTK -0,068 0,099 C-Organik -0,638 0,697 -0,216 N-total 0,230 0,095 0,620 -0,193 P-Tersedia -0,247 0,102 -0,201 0,400 -0,185 K-Tersedia -0,408 -0,033 0,198 0,178 0,260 0,232 Evolusi CO2 -0,471 0,343 0,464 0,214 -0,149 0,207 0,248

Sumber : Analisis Data Minitab

Keterangan : KTK= Kapasitas Tukar Kation BO =Bahan Organik

N= Nitrogen P = Fosfor K = Kalium

(12)

Tanah sawah merupakan tanah yang pada umumnya memiliki lempung yang tinggi, disamping itu menurut Notohadiprawiro (2006) suatu tanah adalah pengahasil lempung alami baik dalam arti mineral aluminosilikat sekunder maupun semua zarah yang berdiamter kurang dari 2 mikron. Zarah yang terbentuk tersebut akan dapat menentukan reaktivitas tanah, reaksi yang dapat berlangsung meliputi reaksi antar muka (interface), sehingga apabila bermukaan jenis bahan penyusunnya besar maka akan besar pula muatan listrik total bahan penyusun tanah. Bahan penyusun tanah pada umumnya terdiri dari 5% bahan organik, 45% mineral dan 20-30% adalah air dan udara.

Bahan organik yang telah terdekomposisi secara baik akan meningkatkan kandungan C/N rasio tanah. Pada analisis sifat kimia tanah dihasilkan bahwa bahan organik tanah berkorelasi negatif dengan nilai N total tanah namun sebaliknya korelasi antara bahan organik dan nilai P-tersedia dan K-tersedia menunjukkan hubungan positif. Dari hasil analisis dilaboratorium didapatkan bahwa jumlah N-total tanah tersebut tinggi di seluruh titik sampel. Tingginya nilai N-total tanah dipengaruhi sebagian besar oleh teknik budidaya tanaman padi yang dilakukan oleh petani, dimana dengan cara intensifikasi lahan. Intensifikasi lahan yang terjadi salah satunya ditandai dengan adanya penggunaan bahan agrokimia (pupuk anorganik dan pestisida) untuk mencapai jumlah produksi yang diinginkan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan petani pada saat survey dilapangan bahwa penggunaan pupuk Urea masih sangat tinggi dan tidak hanya dilakukan sekali saja saat musim tanam, sedangkan untuk pupuk kimia lainnya secukupnya saja.

Reaksi tanah yang dapat dilihat dengan jelas adalah saat pengukuran nilai pH, yang akan menunjukan asam dan basa dalam tanah. pH yang asam tersebut memiliki korelasi yang positif dengan KTK dan N-total tanah. Semakin rendah pH suatu tanah maka semakin rendah nilai C-Organik, KTK dan N-Total tanah. Sebagai akibat dari adanya muatan yang tergantung pH larutan yang menentukan saat analisis di laboratorium. Tanah yang memiliki kandungan liat tinggi maka nilai KTK akan semakin besar, begitu pula dengan kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah yang tinggi akan mengakibatkan

(13)

kandungan KTK yang tinggi pula. Selain itu sifat tanah yang banyak mengandung lempung atau liat juga menyebabkan tanah tersebut lebih cenderung memiliki KTK yang tinggi.

C. Indeks Kualitas Tanah Sawah

Kualitas tanah merupakan suatu alat penilaian terhadap suatu praktek penggelolaan tanah secara kuantitatif, selain itu kualitas juga merupakan suatu gambaran terhadap keadaan lingkungan yang didasarkan pada pertimbangan dari sifat fisika, sifat biologi dan sifat kimia tanah tersebut (Karlen dan Mausbach 2001). Menurut Supriyadi et.al (2013) bahwa peran kunci kualitas tanah merupakan suatu alat untuk mewujudkan cita-cita pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Kualitas tanah tersebut akan berkaitan dengan adanya isu menyangkut ketahanan pangan , lingkungan yang berkelanjutan dan pangan yang aman dan berkualitas. Pangan yang sehat dan bergizi menjadi penting mengingat pola hidup sehat sudah mulai diterapkan oleh masyarakat luas. Pangan yang sehat tentunya berasal dari sistem pertanian yang sehat. Menurut Suntoro (2007) pertanian sehat pada prinsipnya adalah sistem pertanian yang dapat mempertahankan keberlanjutan kesuburan dan produktivitas tanah, menciptakan konservasi tanah dan mengurangi degradasi tanah.

Penentuan nilai atau indeks kualitas tanah menjadi penting sebab dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem pengelolaan tanahnya. Supriyadi et al (2013) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan suatu nilai dari kualitas tanah tersebut maka diperlukan pengkajian dan evaluasi dengan menggunakan indikator, kriteria dan nilai ambang batas dari tanah itu sendiri. Penafsiran indikator tersebut adalah sifat tanah yang dapat diukur dan dipantau dan mempengaruhi tanah untuk memenuhi fungsinya. Indikator kualitas tanah dipilih karena hubungan spesifik dari sifat tanah dengan kualitas tanah. Pengukuran dari kualitas tanah tersebut diawali dengan penentuan MDS menggunkan PCA. Berdasarkan tabel 6, terpilih PC 1 sampai PC 3 dengan kisaran nilai bobot indikator yang berbeda-beda. Pemilihan PC tersebut dilakukan dengan memilih nilai eigen >1.

(14)

Tabel 6. Hasil Analisis MDS (Minimum Data Set) menggunakan PCA Nilai eigen Proporsi Kumulatif 2,7678 0,346 0,346 1,9260 0,241 0,587 1,1390 0,142 0,729 Variabel Permeabilitas Ph KTK C-organik N total P tersedia K Tersedia Evolusi CO2 -0,519 0,431 0,033 0,501 -0,114 0,293 0,239 0,369 0,014 -0,058 -0,668 0,191 -0,569 0,201 -0,289 -0,260 -0,029 -0,568 -0,082 -0,184 -0,086 0,481 0,627 0,064 Sumber : Analisis data dengan Software Minitab

Hasil dari pengolahan data dapat dilihat pada tabel 7 yang menunjukkan bahwa MDS untuk sampel tanah Wonogiri ada 4 yaitu C-Organik,pH, P-Tersedia, K tersedia, (Tabel 6). Pada PC 1 terdapat dua indikator yang digunakan sebagai MDS, hal tersebut dikarenakan tingginya nilai korelasi antara C-Organik dengan pH. Semakin besar nilai Ph tanah mendekati netral maka kandungan C-organik tanah juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan perombakan bahan organik dengan bantuan mikrobia akan semakin cepat pada pH mendekati netral. Indikator kualiatas tanah dapat ditentukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Kualitas tanah sangat erat kaitannya dengan kesehatan tanah hal tersebut dikarenakan tanah yang memiliki kualitas yang baik adalah tanah yang memiliki kesehatan yang baik. Menurut The National Resources Conservation Service (NRCS dalam Guino et al. 2009) mengartikan bahwa kualitas tanah atau kesehatan tanah memiliki kemiripan, namun menambahkan sifat bawaan dan dinamis pada definisi kualitas tanah. Kesehatan tanah adalah konsep yang berhubungan dengan integrasi dari sifat kimia, fisika dan biologi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan.

Indikator-indiikator tanah yang dijadikan MDS merupakan indikator yang telah terpilih pada masing masing PC dengan nilai tertinggi. PC yang digunakan adalah PC 1 dengan nilai indikator tertinggi adalah C-Organik dengan nilai 0,501 dan nilai tertinggi kedua pH dengan nilai 0,431 dan pada PC 2 nilai

(15)

tertinggi pada P-tersedia yaitu senilai 0,201 pada PC 3 indikator yang memiliki nilai tertinggi adalah K-Tersedia dengan nilai 0,627. Untuk mendapatkan bobot akhir MDS maka proporsi masing-masing PC dibagi dengan total proporsi. Semua bobot akhir MDS kualitas tanah yang telah diperoleh tersebut kemudian dikalikan dengan skoring sehingga selanjutnya dapat dilakukan perhitungan kualitas tanah. Hasil dari perhitungan kualiatas tanah tersebut kemudian dikelaskan menurut Cantu et.al. Pembagian kulaitas tanah tersebut menjadi 5 yaitu sangat baik, baik, sedang, rendah dan sangat rendah. Untuk mendapatkan nilai indeks antara 0-1 (normalisasi Sqi) di hitung dengan cara membagi nilai Sqi masing-masing sampel dengan nilai Sqi tertinggi (Tabel 7).

Menurut Supriyadi et al (2014) bahwa kumpulan data minimal tidak selalu mengarahkan seluruh sifat tanah yang relevan untuk setiap wilayah sistem pertanian. Tiap kumpulan data minimal dimaksudkan dalam wilayah khusus atau peta unit tanah dan termasuk sifat-sifat tanh yang relevan pada tipe tanah , sistem pertanian dan penggunaan lahan dari tanah yang dievaluasi. Kumpulan data yang telah diperoleh tersebut dapat membantu mengidentifikasi indikator yang relevan yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara indikator terpilih pada suatu jenis tanah. Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui nilai indeks kualitas tanah pada masing-masing sampel tanah dengan kisaran yang berbeda. Dan untuk mengetahui sumbangan indikator yang paling berpengaruh pada nilai indeks kualitas tanah dapat dilihat pada gambar 2.

Tabel 7. Nilai Kualitas Tanah pada Masing-Masing Titik Pengambilan Sampel

PCA TITIK SAMPEL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Si MDS C-organik pH p-tersedia K-Tersedia 0,237 0,237 0,330 0,194 2 3 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 4 4 2 3 3 5 2 3 2 3 1 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 1 2 2 5 SQI 2,6 2,4 2,6 3,3 3,2 2,8 2,0 2,6 2,8 2,6 2,4 Normalisasi SQi 0,5 0,5 0,5 0,7 0,6 0,5 0,4 0,5 0,6 0,5 0,5 Kriteria S S S B B S S S B S S Kelas 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3

(16)

Gambar 2. Sumbangan Indikator Terpilih terhadap Indeks Kualitas Tanah ( Soil Quality Index) Tanah Sawah

Kualitas tanah disetiap daerahnya berbeda-beda tergantung karateristik dan pengolahan yang dilakukan pada tanah tersebut, namun dari hasil survey dan analisis di lapangan terdapat dua jenis kualitas tanah di Kabupaten Wonogiri (Tabel 8) yaitu sedang dan baik menurut cantu 2007 dan masuk pada kelas 3 dan 2. Menurut Kennedy and Pependick 1996 dalam Purwanto 2009, menyebutkan bahwa kualitas tanah merupakan perpaduan antara sifat kimia, biologi dan fisika tanah sehingga agar tanah tersebut berfungsi efektif maka ketiga komponen tersebut harus disetarakan. Berdasarkan tabel 8 bahwa kualitas tanah yang paling tinggi adalah pada titik 4 desa Tanjungrejo kecamatan Wonogiri dengan nilai SQI yaitu 0,7 sedangkan titik sampel yang memiliki nilai indeks kualitas tanah sawah paling rendah adalah sampel 7 di Desa Mandean Kecamatan Eromoko dengan nilai indeks 0,4. Tingginya nilai indeks kualitas tanah sawah di titik sampel 4 tersebut dikarenakan tingginya nilai pengharkatan dari P-tersedia dan K-Tersedia pada daerah tersebut. Sedangkan pada sampel tanah 7 memiliki kualitas tanah yang paling rendah diantara sample tanah yang lain dikarenakan rendahnya nilai skoring K-Tersedia dan C-Organik yang dijadikan MDS.

Kualitas tanah yang sedang dan baik pada titik sampel tersebut dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan bagi

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 In d e ks K u al itas Tan ah Titik Sampel K-TERSEDIA P-TERSEDIA ph C-ORGANIK

(17)

pemerintah serta selajutnya dapat diinformasikan kepada petani sebagai eksekutor. Kualitas tanah yang rendah dengan nilai c-organik dan K-tersedia yang rendah merupakan salah satu contoh bahwa pada daerah tersebut perlu adanya perbaikan tanah yang dapat meningkatkan nilai kualitas tanah pada masa yanga akan datang. Penurunan kualitas tanah yang telah terjadi secara global ini menurut Teshafunega (2014) menjadikan beberapa indikator kualitas tanah dapat dijadikan sebagai suatu penentu pengelolahan tanah yang dapat dilakukan petani mendatang selain itu juga sebagai informasi kepada pemerintah terkait dalam menentukan kebijakan penggunaan lahan yang tepat. Weinhold (2009) menyebutkan bahwa praktik pengelelolahan lahan akan mempengaruhi fungsi dari tanah tersebut, seringkali petani mengelolah tanah dengan frekuensi pengelolahan yang sering untuk meningkatkan pendapatan dengan cara meningkatkan jumlah produksi tanaman sehingga hal tersebut dapat merubah fungsi tanah dari yang semestinya, fungsi tanah tidak dapat diukur dengan mudah namun dapat menggunakan indikator untuk mengukur pendugaan perubahan fungsi tanah tersebut.

Melihat perubahan-perubahan fungsi tanah dengan didukung data kulitas tanah di kabupaten Wonogiri tersebut memberikan cukup bukti terhadap gambaran kondisi tanah saat ini. Pengelolaahan tanah yang terlalu intensif tersebut kurang baik terhadap keberlanjutan sistem pertanian sehingga perlu adanya tindakan nyata baik dari pemerintah maupun bagi petani itu sendiri. Tindakan yang dapat dijadikan solusi untuk menjaga kualitas tanah tetap baik adalah dengan menggunkan bahan pembenah tanah dan menambahkan bahan organik tanah, mikroba-mikroba yang ada dalam tanah dapat berkembang dengan baik, selain itu dapat dilakukan pengelolahan tanah secara minimum, seperti halnya meniru sistem di hutan, dimana input yang diberikan ditekan secara minimal sehingga membiarkan alam yang bekerja. Menurut Suprayogo et.al bahwa tanah hutan memiliki laju infiltrasi yang tinggi dan makroporositas yang banyak dengan didukung tingginya aktivitas biologi dalam tanah dan turnover perakaran, sehingga tanah bisa menyimpan air lebih banyak dan fungsi tanah tetap terjaga.

(18)

D. Korelasi Nilai Kualitas Tanah dengan Data Produktivitas Padi

Padi merupakan tanaman semusim yang menjadi sumber bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Padi sawah dibudidayakan secara tergenang selama kurun waktu tertentu. Proses penggenangan tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan sifat-sifat kimia tanah, fisika dan morfologi tanah yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman padi. Perbuhan sifat kimia yang terjadi antara lain yaitu penurunan kadar oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, Reduksi besi (Fe) dan mangan (Mn), peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen, peningkatan ketersediaan fosfor.

Tanah sawah yang digunakan sebagai titik pengambilan sampel merupakan tanah sawah irigasi dan hanya beberapa yang tadah hujan. Tanah sawah irigasi dengan sistem budidaya intensif menurut Dobermann and Fairhust (2000) dapat mengahasilkan produksi dengan kisaran 10-15 ton/ ha. Yang dimaksudkan dengan budidaya pada lahan sawah irigasi yang intensif adalah penanaman padi secara terus menerus dengan penggunaan pupuk N yang tinggi. Morfologi tanaman padi yang menyangkut bentuk dan struktur luar organ tanaman. Akar tanaman padi berfungsi sebagai penguat/ penunjang tanaman untuk tumbuh tegak dan dapat digunakan untuk menyerap hara dari dalam tanah kenudian dapat di lanjutkan ke organ tanaman yang lainnya. Menurut Makarim (2009) akar tanaman padi merupakan akar serabut. Oleh karena tidak memiliki pertumbuhan sekunder maka akar padi tidak banyak berubah sejak tumbuh. daun padi tumbuh apda batang yang berselang seling pada tiap bukunya, dengan daun teratas yang dimiliki tanaman padi disebut dengan daun benderayang posisi nampak berbeda dengan daun yang lainnya. Pada setiap batang tanaman padi terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dengan daun anakan yang tumbuh pada buku. Pada saat permulaan stadium pertumbuhan batang terdiri atas pelepah-pelepah daun dan raus-ruas yang bertumouk padat, ruas tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia reproduktif. Kualitas benih padi yang baik dan perawatan yang sesuai akan dapat menhasilkan padi dengan produksi sesuai dengan keinginan.

(19)

Produksi padi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, untuk faktor internal tersebut salahsatunya dipengaruhi oleh hasil fotosintat tanaman. Hasil fotosintat tanaman telah digunakan sebagian dalam proses respirasi dan akan di salurkan ke bagian tanaman baik berupa daun, batang, malai dan akar. Pada setiap fase tanaman padi tersebut banyaknya jumlah fotosintat yang disalurkan berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan pada saat fase vegetatif akan lebih banyak yang digunakan di daun pada saat fotosintesis, sedangkan pada saat fase generatif akan lebih banyak ke malai yang selanjutnya digunakan untuk pengisian gabah. Banyak sedikitnya fotosintat yang di gunakan untuk pengisian gabah akan menentukan tinggi rendahnya produksi padi per satuan luasnya. Untuk mengetahui besarnya produktivitas tanaman Padi di Kabupaten Wonogiri selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Produktivitas Padi Sawah pada Beberapa Kecamatan Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2009-2013

No Kecamatan Produktivitas Padi sawah tahun 2009-2013 Ton/ha Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 1 Nguntoronadi 5,676 5,410 5,186 6,121 5,255 5,53 2 Eromoko 6,395 5,340 5,025 5,844 6,271 5,775 3 Selogiri 6,601 6,587 5,603 6,046 6,190 6,205 4 Wonogiri 5,563 5,127 4,574 5,792 6,150 5,441 5 Ngadirojo 5,198 5,807 5,670 5,540 5,650 5,573 6 Jatiroto 5,622 5,747 5,614 5,408 5,811 5,64 7 Gririmarto 6,302 6,026 5,362 5,910 5,939 5,908 Sumber : Wonogiri Dalam Angka Tahun 2010;2011;2013; 2014 , BPS

Wonogiri merupakan salah satu lumbung Padi yang ada di Jawa Tengah dengan tinggat produktivitas yang sedang hingga tinggi, hal tersebut dikarenakan sebagian besar luas lahan yang ada di daerah Wonogiri dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Dengan keragaman wilayah di kabupaten tersebut menyebabkan beragam pula besaran produktivitas padi pada masing-masing kecamatan. Produktivitas padi tertinggi terletak pada Kecamatan Selogiri dengan mencapai total produktivitas sebesar 6,205 ton/ha/th dan total produksi tertinggi kedua adalah Kecamatan Girimarto dengan produktivitas mencapai

(20)

5,908 ton/ha/th. Sedangkan produktivitas terendah terletak pada Kecamatan Wonogiri dengan nilai 5,441 ton/ha/th (tabel 9).

Produktivitas suatu tanaman pada suatu wilayah seringkali dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam melihat pendugaan terhadap permasalahn terkait degradasi lahan yang sedang terjadi sekarang ini. Menurut Costanza et al 1992 dalam Bastida et al 2006 mengartikan bahwa degradasi lahan akan berdampak pada hilangnya fungsi vital misalnya saja dalam hal menyediakan dukungan fisik, air dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, regulasi air pada lingkungan tersebut dan pembersihan efek berbahaya dari kontaminan dengan proses fisika, kimia biologi. Untuk melihat pengaruh nilai kualitas tanah terhadap produktivitas padi, dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Hubungan antara nilai Indeks Kualitas Tanah Sawah dengan Produktivitas Padi Di Kabupaten Wonogiri

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat hubungan antara nilai indeks kualitas tanah dengan nilai produktivitas padi dapat dilihat bahwa produktivitas yang tinggi berbanding terbalik dengan tingginya nilai suatu kualitas tanah walaupun korelasi yang dihasilkan tidak signifikan. Tingginya produktifitas namun kualitas tanahnya kurang baik merupakan salah satu gambaran nyata bahwa tanah yang dilakukan budidaya secara intensif untuk meningkatkan produktifitas padi dengan tidak memperhatikan konsep pertanian berkelanjutan

y = -0,5411x + 6,001 R² = 0,0197 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6 6,1 6,2 6,3 0 0,2 0,4 0,6 0,8 Pr o d u kt iv itas Pad i

Nilai Indeks Kualitas Tanah

PRODUKTIVITAS Linear

(21)

akan menurunkan kualitas tanah. Praktik budidaya petani selama ini dengan cara penambahan bahan kimia guna meningkatkan produktivitas tanaman akan dapat mengakibatkan menurunnya nilai dari kualitas tanah pada masa yang akan datang. Selain itu tingginya nilai produktivitas tanaman selain dipengaruhi oleh kualitas tanah, juga dapat dipengaruhi oleh faktor iklim, budidaya petani dan umur pemanfaatan lahan sawah tersebut. Menurut Doran et.al (1996) menjaga kualitas tanah dibawah penggunaan lahan secara intensif dan perkembangan ekonomi yang berjalan cepat merupakan suatu tantangan utama terhadap penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Gambar

Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Fisika, Kimia, Biologi Tanah Kabupaten Wonogiri
Gambar 2. Sumbangan Indikator Terpilih terhadap Indeks Kualitas Tanah ( Soil  Quality Index) Tanah Sawah
Gambar  4.  Hubungan  antara  nilai  Indeks  Kualitas  Tanah  Sawah  dengan  Produktivitas Padi Di Kabupaten Wonogiri

Referensi

Dokumen terkait

Proses sinter dan pelarutan karbonat ini dikembangkan untuk mendapatkan bentuk logam busa yang sesuai dengan yang diinginkan (net near shape) sesuai dengan ciri-ciri produk

MAMPU dalam persekitaran yang terkawal, selamat, berasaskan standard dan amalan terbaik global telah menyediakan perkhidmatan pengkomputeran awan di Pusat Data Sektor Awam (PDSA)

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata dan frasa yang terdapat dalam teks bernuansa keagamaan:

Hasil identifikasi dan hasil perhitungan kelimpahan predator yang terdapat pada tanaman padi dengan agroekosistem yang berbeda secara keseluruhan kelimpahan tertinggi pada

 Lokasi ruang P3K harus berada dekat dengan ruang ganti atau ruang bilas dan direncanakan untuk tipe A, B, dan C minimal 1 unit yang dapat melayani 20.000 penonton dengan

Selain perawatan HIV/AIDS dengan metode ARV, terdapat metode SEFT (Spritual Emotional Freedom Technique) dalam penelitian Pujiati & Febita (2019) mengatakan

Pendidikan Karakter Melalui Dolanan Anak - Ki Priyo Dwiarso Halaman 13 Duh Gusti Yang Maha Agung yang nitahkan bumi langit, Hanya Tuhan Yang Maha Kua- 2. sa, Hanya Tuhan Yang

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Matematika yang siginifikan antara kelompok siswa