• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran Debris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aliran Debris"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 BAB 1

KLASIFIKASI ALIRAN DEBRIS KLASIFIKASI ALIRAN DEBRIS

1.1

1.1 Fenomena Fenomena Aliran Aliran Sedimen Sedimen MasifMasif

Terdapat berbagai fenomena gerakan sedimen masif (volume sedimen sangat besar), baik Terdapat berbagai fenomena gerakan sedimen masif (volume sedimen sangat besar), baik terjadi di dasar laut maupun di muka bumi. Berbagai klasifikasi mengenai gerakan sedimen terjadi di dasar laut maupun di muka bumi. Berbagai klasifikasi mengenai gerakan sedimen masif telah dilakukan oleh beberapa peneliti.

masif telah dilakukan oleh beberapa peneliti. TakahashiTakahashi. 2001, mengklasifikasikan gerakan. 2001, mengklasifikasikan gerakan sedimen masif yang terdiri dari material granular (partikel padat berukuran mulai dari bubuk sedimen masif yang terdiri dari material granular (partikel padat berukuran mulai dari bubuk sampai dengan bongkahan-bongkahan material hasil erupsi gunungapi) berdasarkan sampai dengan bongkahan-bongkahan material hasil erupsi gunungapi) berdasarkan mekanisme penyebab sedimen massif tersebut bergerak, seperti Gambar-1.

mekanisme penyebab sedimen massif tersebut bergerak, seperti Gambar-1.

Gambar-1 ; Kemiripan dan perbedaan mekanisme gerakan sedimen masif Gambar-1 ; Kemiripan dan perbedaan mekanisme gerakan sedimen masif

Gerakan sedimen masif dapat dibagi menjadi : runtuh, meluncur dan mengalir. Pada Gerakan sedimen masif dapat dibagi menjadi : runtuh, meluncur dan mengalir. Pada umumnya, gerakan sedimen masif sangat berbahaya dan merusak. Dalam Gambar-1 umumnya, gerakan sedimen masif sangat berbahaya dan merusak. Dalam Gambar-1 dikemukakan delapan klasifikasi sedimen massif ditinjau dari aspek spesifiknya. Lima dikemukakan delapan klasifikasi sedimen massif ditinjau dari aspek spesifiknya. Lima klasifikasi yang berada di bagian atas, menunjukan bahwa partikel sedimen massif bergerak klasifikasi yang berada di bagian atas, menunjukan bahwa partikel sedimen massif bergerak secara tersebar dalam suatu bentuk aliran. Tiga klasifikasi berada di bagian bawah, secara tersebar dalam suatu bentuk aliran. Tiga klasifikasi berada di bagian bawah, menunjukan bahwa sedimen massif bergerak dalam bentuk aliran campuran sedimen dan air. menunjukan bahwa sedimen massif bergerak dalam bentuk aliran campuran sedimen dan air. Apabila aliran yang terbentuk tersebut bersifat kaku dan licin, akan bergerak secara Apabila aliran yang terbentuk tersebut bersifat kaku dan licin, akan bergerak secara meluncur di permukaan tanah. Apabila luncuran sedimen tersebut menjadi sangat bebas tanpa meluncur di permukaan tanah. Apabila luncuran sedimen tersebut menjadi sangat bebas tanpa hambatan dan di bagian dasarnya mengalami proses pencairan (liquifaksi) pada saat hambatan dan di bagian dasarnya mengalami proses pencairan (liquifaksi) pada saat meluncur, terjadi gerakan yang cepat (mobilitas tinggi), sehingga dapat disebut sebagai meluncur, terjadi gerakan yang cepat (mobilitas tinggi), sehingga dapat disebut sebagai luncuran debris. Apabila seluruh partikelnya basah oleh air disebut sebagai aliran debris. luncuran debris. Apabila seluruh partikelnya basah oleh air disebut sebagai aliran debris.

(2)

Dengan demikian arah garis panah dari tanah longsor ke luncuran debris menunjukan proses terbentuknya aliran debris. Kandungan air dalam sedimen sangat diperlukan dalam proses liquifaksi (pencairan). Sehingga ketika terjadinya luncuran debris skala besar sebagaimana  bongkah-bongkah timbunan hasil erupsi gunungapi pada saat mulai meluncur harus mengandung cukup air, paling tidak di bagian bawah. Apabila tanah longsor volumenya kecil, meskipun kandungan airnya sedikit akan berubah menjadi aliran debris karena mungkin ada tambahan air dari luar. Empat klasifikasi mengenai aliran granular (butiran) kering, aliran priklastik, luncuran salju, dan aliran debris inersia sangat tumpang tindih. Pada umumnya, kemiripan mekanisme yang menyebabkan gerakan (ditulis dalam huruf miring) ke empat jenis aliran tersebut, seperti; gaya akibat adanya tumbukan elastic antar partikel- partikel, gaya akibat adanya olakan (turbulensi) partikel-partikel, dan gaya akibat adanya dorong-mendorong rangkaian partikel-partikel yang bergerak beriringan (quasi-static skeleton), Namum demikian gaya yang dominan yang mempengaruh setiap jenis aliran tidak sama. Terminologi yang ditulis dengan huruf miring di setiap klasifikasi menunjukan kondisi material dan media yang ada dalam setiap jenis aliran. Selain gaya-gaya tersebut, perlu diketahui bahwa aliran piroklastik tipe G.Merapi berasal dari luncuran bongkahan-bongkahan kubah lava, terjadinya lapisan fluidisasi (cairan) dalam aliran piroklastik tersebut disebabkan oleh keluarnya gas yang berasal dari dalam bongkahan-bongkahan kubah lava itu sendiri saat terjadi pemecahan akibat saling berbenturan. Dalam kasus luncuran salju, effek kohesif (kelekatan) partikel-partikel salju menyebabkan terbentuknya bola salju yang menggelinding di permukaan licin hamparan salju sangat mempengaruhi mobilitas luncuran salju tersebut (Takahashi and Tsujimoto 1999; Takahashi 2001). Dalam kasus, aliran debris inersia, effek melayang dan kemungkinan effek loncatan partikel-partikel dalam cairan interstisial (campuran air dan lumpur halus) dan effek tumbukan antar partikel-partikel yang sedikit lebih besar serta effek-efek lainnya menyebabkan percepatan aliran debris inersia. Apabila aliran debris mengadung lebih banyak partikel-partikel halus, seperti lempung dan lendut maka membentuk cairan interstial yang kental (campuran lempung, lendut dan air) dalam  jumlah yang sangat besar. Hal ini menyebabkan sukar terjadi turbulensi dan effek tumbukan antar partikel-partikel sangat kecil, sehingga aliran debris mengalir secara laminar atau  perlahan-lahan ( Phillips et al. 1992). Dengan demikian, secara umum yang membedakan

antara aliran debris kental dengan aliran debris inersia hanyalah jumlah partikel-partikel yang  bergerak secara melayang. Aliran debris kental, pada umumnya mudah dibedakan dengan

luncuran debris, aliran piroklastik dan luncuran salju sebagaimana ditunjukan Gambar-1. 1.2 Definisi Aliran Debris

Fenomena aliran debris telah dibahas sebagaimana item (1) tersebut di atas. Aliran debris kurang lebih adalah aliran sedimen bercampur air yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan akan menpunyai mobilitas besar seiring dengan membesarnya pori-pori sedimen yang dipenuhi oleh air (Takahashi, 2007). Kekuatan mobilitas aliran debris dapat dibuktikan dengan membandingkan koefisien kekasaran bebagai aliran massa sedimen lainnya seperti dikemukakan dalam Gambar-2.

(3)

Gambar-2 ; Koefisien kekasaran ekuivalen aliran debris, tanah longsor/luncuran debris dan aliran piroklastik. Data aliran debris di Jepang ( Chigira, 2001), aliran debris lainnya ( Inverson, 1997), tanah longsor lainnya ( Hsu, 1975), aliran  piroklastik ( Kaneko dan Kamata, 1992)

Meskipun konsep koefisien kekasaran ekuivalen hanya terdiri dari sedikit parameter (Campbell et al. 1995, Takahashi,  2006), namun konsep ini banyak digunakan untuk menjelaskan mobilitas sedimen massif. Sebagaimana ditunjukan dalam Gambar-2, koefisien kekasaran ekuivalen didifinisikan sebagai tangent sudut kemiringan mulai dari elevasi deposisi sedimen sampai dengan posisi bongkah tanah yang longsor. Dalam keseluruhan  proses mulai dari saat bongkah tanah longsor sampai terdeposisi, tenaga potensial bongkah

tanah yang longsor berubah menjadi tenaga kinetic dan dipakai sebagai tenaga untuk melawan pergeseran antara bongkah tanah longsor dengan permukaan tanah dengan melakukan penghancuran (deformasi) secara internal. Dengan demikian, sudut elevasi lintasan harus diukur dari pusat deposisi sedimen sampai ke pusat bongkah tanah sebelum longsor. Oleh karena hal ini sulit dilakukan, maka dipakai jarak antar a lokasi tanah longsor ke lokasi pengendapan (deposisi) tanah longsor tersebut.

Beberapa hasil plot data tanah longsor/luncuran debris skala besar menunjuka koefisien kekasaran ekuivalen berkurang seiring dengan bertambahnya volume material. Untuk volume sedimen kurang dari satu juta meter kubik, koefisien kekasaran ekuivalennya sebesar 0,6, seperti halnya benda yang keras meluncur di lantai yang keras. Apabila volumenya membesar sampai dengan seratus juta meter kubik atau lebih, pergerakannya menjadi sangat pendek dan lambat, terutama di permukaan yang datar. Plot data yang sangat tersebar disebabkan terutama oleh perbedaan mobilitas yang tergantung oleh banyak sedikitnya kandungan air dalam material. Plot data aliran piroklastik dalam Gambar-2 diperoleh dari penelitian ketika terjadi keruntuhan kubah lava G. Unzen  (Jepang), data lainnya diperoleh dari runtuhnya timbunan material hasil letusan didaerah puncak gunung akibat hempasan lateral ketika gunungapi tersebut erupsi. Dalam kasus kubah lava runtuh, maka garis sudut kemiringan diukur dari puncak kubah lava sebelum runtuh, Sedang dalam kasus endapan hasil erupsi yang runtuh, maka garis sudut kemiringan diukur dari elevasi tertinggi dari endapan material hasil letusan tersebut. Setiap terjadi aliran piroklastik, aliran ini mempunyai mobilitas yang  besar mekipun volume materialnya sedikit. Sebagaimana dikemukakan dalam Gambar-2, aliran debris mempunyai mobilitas yang jauh lebih besar dari aliran piroklastik maupun tanah longsor. Hal ini menunjukan, bahwa kandungan air dalam material menyebakan mobilitas yang sangat besar untuk semua jenis aliran massa sedimen.

(4)

1.3 Klasifikasi Berdasarkan Fenomena Aliran Debris 1.3.1 Aliran debris batu

Berdasarkan fenomena kejadian aliran debris, Takahashi, 2007 mengklasifikasika menjadi aliran debris batu, aliran debris lumpur dan aliran debris kental. Meskipun proses terjadinya aliran debris batu skala besar belum pernah diamati, namum aliran debris batu skala kecil telah dapat diamati secara teliti di daerah aliran sungai  Kamikamihorizawa (Okuda et al. 1978). Foto yang menggambarkan karakteristik aliran debris batu yang terjadi di daerah aliran sungai tersebut di atas dikemukakan dalam Foto-1.

Foto-1 ; Aliran debris batu yang terjadi di sungai  Kamikamihorizawa  3 Agustus 1976, Okuda et al. 1977

(Takahashi, 2007)

Beberapa saat setelah terjadi hujan sangat lebat, terjadi aliran sungai berwarna keruh dan dipenuhi sedimen dengan partikel-partikel mulai dari kurang dari sepuluh centimeter sampai dengan 1 meter. Aliran ini merupakan aliran kuasi-tetap tampa gelombang dan ternasuk dalam kategori aliran debris. Aliran mulai terbentuk di pertemuan sungai dan mengalir dengan kecepatan kurang-lebih 5 m/dt dalam waktu 5-10 detik.

Dari laporan tersebut diperoleh informasi bahwa aliran debris terjadi karena aliran permukaan akibat turunnya hujan deras, bukan disebabkan oleh tanah longsor yang berubah menjadi aliran sedimen.

(5)

Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh informasi mengenai karakteristik aliran debris batu sebagai berikut;

1) Bagian depan aliran debris terdiri dari batu-batu berukuran besar dengan kandungan sedikit air, mengalir menyerupai mesin pengebor serta ketebalan alirannya meningkat sangat cepat.

2) Bagian depan aliran debris tersebut hanya berlangsung beberapa detik, kemudian diikuti aliran lumpur yang lama kelamaan mengecil seiring dengan turunnya debit aliran.

3) Kecepatan terbesar terjadi di bagian tengah aliran.

Beberapa kawat sensor aliran debris yang dipasang di sepanjang sungai  Kamikamihorizawa dan waktu saat bagian depan aliran debris memutuskan kawat sensor tersebut direkam, agar kecepatan dan waktu perjalanan aliran debris dapat diketahui. Data hasil pengamatan 14 aliran debris dikemukakan dalam Gambar-3 ; (A) data mengenai perubahan kecepatan lintasan (translasi) aliran debris sepanjang sungai, (B) perubahan elevasi dasar sungai selama 15 tahun (Oktober 1962  –  Oktober 1977), dimana positif berarti terjadi agradasi dan negatif  berarti terjadi degradasi, (C) slope memanjang sungai Oktober 1977. Titik 0 berada disekitar

ujung hilir daerah pengendapan (deposisi) aliran debris.

Gambar-3 ; Perubahan kecepatan lintasan aliran debris sepanjang sungai

Pengalaman yang penulis peroleh pada saat terjadi aliran lahar (anggap aliran ini dapat dikategorikan sebagai aliran debris batu) setelah terjadi erupsi G. Merapi bulan Oktober 2010, sebagai berikut; Setelah aliran debris lumpur terjadi aliran debris batu. Aliran debris yang mengalir di K. Putih di lereng G. Merapi selama bulan Januari s/d Februari 2011 (kurang lebih tiga bulan setelah erupsi di bulan Oktober 2010 tersebut di atas) sebagian besar

(6)

materialnya berupa batu-batu berdiameter mulai dari ukuran kecil sampai dengan lebih dari 4 m. Aliran debris semacam menyerupai aliran batu-batu dan sangat merusak. Aliran debris tersebut, melimpas dan menimbun jembatan jalan nasional route Magelang-Yogyakarta di Desa Jumoyo dan sekitarnya serta menimbulkan kerusakan yang hebat, sebagaimana ditunjukan Foto-2. Pada saat mengalir, batu-batu besar terkumpul di bagian depan. Batu-batu  besar bergerak menggelinding di permukaan aliran lahar. Apabila permukaan tanah menjadi data atau kemiringannya kecil, satu per satu batu-batu besar berhenti menggelinding dan segera tertimbun sementara oleh material yang lebih kecil. Semakin kecil ukuran material semakin jauh mengalir, sehingga batu-batu besar tersebut muncul kembali, namun sudah tidak bergerak lagi. Di daerah pengendapan aliran lahar, semakin ke hulu ukuran batu yang  berhenti semamkin besar. G. Yakedake erupsi Juni 1972, sesaat setelah erupsi sering terjadi aliran debris, tetapi frekuensi semakin lama semakin jarang terjadi, Di wilayah G. Merapi, dua bulan setelah G. Merapi erupsi bulan Oktober 2010, terjadi 20 kali banjir lahar di K. Putih. Aliran lahar ini melewati dan menimbun jalan raya nasional route Magelang-Yogyakarta di Desa Jumoyo dengan ketinggian lebih dari 3 m, sehingga sangat merugikan kelancaran transportasi. Suasana banjir lahar di jalan tersebut dikemukakan dalam Foto-2.

Foto-2 ; Endapan aliran debris batu di sekitar jembatan jalan raya Magelang-Yogyakarta di Desa Jumoyo ( Foto dari Kantor PPK  Penanggulangan Banjir Lahar G. Merapi)

1.3.2 Aliran debris lumpur turbulen

Timbunan abu volkanik disebabkan oleh erupsi gunungapi. Timbunan ini sangat mudah tererosi oleh aliran permukaan akibat curah hujan, meskipun curah hujannya kecil. Hasil erosi abu volkanik oleh aliran permukaan menyebabkan terjadinya aliran debris lumpur. Meskipun aliran debris lumpur mengandung partikel-parrtikel yang lebih besar seperti pasir, kerikil dan  batu berbagai ukuran, namum partikel yang dominan adalah material abu volkanik dan karakternya berbeda dengan aliran debris batu. Aliran debris lumpur yang terjadi kurang lebih tiga bulan setelah erupsi G. Merapi dikemukakan dalam Foto-3. Menurut Takahashi,

(7)

2007, aliran semacam ini sangat turbulen (berolak) mulai dari bagian depan sampai di ujung hilir aliran, sehingga diklasifikasikan sebagai aliran debris lumpur turbulen.

Foto-3 ; Aliran debris lumpur yang terjadi dua bulan setelah erupsi G. Merapi October 2010 di K. Boyong dan K. Pabelan. Mengacu ke pendapat Takahashi, 2007, aliran semacam ini diklasifikasikan sebaai aliran debit lumpur turbulen ( Foto dari Kantor PPK Penanggulangan Banjir Lahar G.  Merapi, Kementerian PU.)

Berdasarkan penelitian di Jepang, contoh sedimen lumpur yang diambil di sungai  Nojiri  bagian hilir diperoleh informasi; konsentrasi partikel padat berkisar antara 35-72% dan diameter butiran berkisar antara 0,3-1,0 mm, dimana 10-30% berdiameter kurang dari 0,1 mm. Oleh karena aliran berlangsung sangat berolak (turbulen), maka rumus Manning dapat diterapkan untuk menentukan koefisien kekasar alirannya, U   = (1/nm) H a2/3 I 1/2 dimana U 

adalah kecepatan rata-rata aliran (m/dt), Ha adalah kedalaman aliran (m) dan  I   adalah kemiringan dasar sungai. Di sungai Nojiri, I  = 1/18 dan diperoleh koefisien kekasaran aliran, nm pada saat sebelum debit puncak, debit puncak, setelah debit puncak dan saat aliran terkecil

sama dengan 0,030; 0,022; 0,027 dan 0.020. Hal ini hampir sama dengan koefisien kekasaran aliran air (Ohsumi Work Office 1988). Sebagaimana diketahui, koefisien kecepatan aliran, ψ = U /u* dimana u* = ( gH a I )1/2  adalah kecepatan geser dan  g   adalah percepatan akibat gaya

gravitasi, di sungai Nojiri, ψ = 10-20. 1.3.3 Aliran debris Kental

Team Takahashi bekerjasama dengan Institut Lingkungan Hidup dan Penanggulan Bencana Daerah Pengununan, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina dan Kementerian Konservasi Cina selama 8 tahun sejak 1991 untuk meneliti mekanisme aliran debris kental. Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian dan Pengamatan Aliran Debris  Dongchuan yang merupakan salah satu pusat penelitian milik institute tersebut di atas. Daerah aliran sungai yang menjadi  pusat penelitan dan pengamatan aliran debris adalah salah satu anak sungai  Xiaojiang  (salah satu dari klas satu anak sungai  Jinsha) yaitu sungai  Jiangjia.  Daerah aliran sungai  Jiangjia mempunyai luas 46,8 km2  dengan panjang sungai utama 13,9 km terbagi menjadi 3.269 m yang merupakan daerah hulu dengan elevasi yang tinggi, 1.024 m merupakan daerah hilir dengan elevasi rendah dan bermuara di sungai  Xiaojiang . Topografi daerah aliran sungai  Jiangjia  mempunyai kemiringan yang tinggi. Hampir 60% daerah aliran sungai tersebut merupakan daerah tanah longsor dan terdapat lebih dari satu milyar meter kubik endapan debris yang siap mengalir apabila turun curah hujan ( Wu et al. 1990). Aliran debris skala sangat besar terjadi lebih dari 10 kali dalam setahun. Pengamatan dan pengambilan contoh sedimen aliran debris dilakukan di ruas sungai yang lurus sepanjang 200 m, lebar 20 m s/d 40 m, kedalaman 5-6 m dan kemiringan dasar sungai 6%.

(8)

Aliran debris di sungai  Jiangjia sangat terkenal karena mempunyai tipe aliran debris sangat kental dan berlangsung berulang dalam satu kejadian, seperti dikemukakan dalam Foto-4. Aliran debris sangat kental hanya ada di sungai tersebut. Dalam satu peristiwa, terjadi aliran debris berulang-ulang sebanyak sepuluh sampai 100 kali dengan interval kurang dari 10 detik sampai dengan kurang dari satu menit seperti gelombang air laut di pantai. Secara garis besar,  proses aliran debris kental diawali dengan turunya hujan lebat, sesaat kemudian terjadi aliran debris turbulen yang mengandung sedimen dengan kerapatan 1,0-1,5 t/m3, selanjutnya terjadi lagi aliran debris dengan kerapatan sedimen 1,8 t/m3. Aliran debris yang pertama mengalir sepanjang puluhan meter sampai dengan dua ratusan meter, kemudian berhenti dan mengendap. Sebelum terjadi aliran debris, permukaan palung sungai sangat kasar dan tidak  beraturan. Setelah aliran debris pertama mengendap, permukaan palung sungai menjadi halus dan teratur. Aliran debris berikutnya mengalir lebih jauh dari aliran debris yang pertama, karena tertolong oleh pernukaan palung sungai yang telah halus, seperti mengalir tampa hambata, Aliran ini kemudian mengendap di hilir endapan aliran pertama. Kejadian ini  berlangsung berulang ulang, sehingga permukaan palung sungai semakin naik dan semakin halus. Ketebalan endapan mencapai 1m, tergantung pada kerapatan sedimennya. Kerapatan sedimen sampai pada tahap ini berkisar antara 1,8-2,3 t/m3. Kemungkinan hal ini terjadi karena suplai sedimen dari daerah hulu sangat banyak. Apabila terjadi hujan lagi, maka terjadi aliran banjir dengan kosentrasi sedimen yang luar biasa besar (hiper konsentrasi), karena banjir yang terjadi mengerosi endapan debris sebelumnya sampai dasar palung sungai kembali kasar dan tidak beraturan seperti semula. Tetapi elevasi dan profil memanjang dasar  palung serta lebar palung berubah tidak seperti semula.

Statistik data menunjukan bahwa sekali peristiwa aliran debris berlinsung berlangsung selama  puluhan menit sampai puluhan jam, namun yang paling sering terjadi berlansung selama dua  jam. Selain itu, semakin tinggi kedalaman aliran debris, semakin cepat bagian depan aliran debris mengalir, dan gelombang aliran yang besar cenderung memakan aliran gelombang yang kecil. Disamping itu pula, semakin tinggi kerapatan sedimen (semakin kental), semaikin  panjang lintasan aliran debris semakin pendek. Panjang lintasan aliran-aliran debris kecil  berkisar antara 30-100 m dan lintasan yang terpanjang berkisar antara 200-500 m.

1.4 Klasifikasi Berdasarkan Mekanika Aliran Debris

Analisa mekanika aliran debris memerlukan perhitungan gaya-gaya yang bekerja dalam aliran debris. Oleh karena aliran debris terdiri dari partikel kasar dengan konsentrasi yang tinggi bercampur air atau lumpur halus, maka gaya-gaya yang bekerja dalam aliran disebabkan oleh, antara lain;

1) tumbukan antar partikel-partikel kasar;

2) olakan partikel kasarl bercampur lumpur halus;

3) kelekatan antar partikel-partikel karena konsentrasi partikel-partikel kasar lebih tinggi dibandingkan partikel-partikel yang lebih disekitarnya;

4)  perubahan cairan interstisial (air campur lumpur halus yang sangat kental) menjadi  partikel-partikel padat dan air;

5) gerakan partikel-partikel padat dalam cairan.

Sudah dipostulasikan bahwa karakteristik aliran tergantung laju geser d u/d z, diameter partikel yang mewakili d  p, kedalaman aliran h, kerapatan partikel σ , kerapatan aliran interstisial (air

campur lumpur halus) ρ, percepatan akibat gaya gravitasi  g , kekentalan cairan interstisial μ, konsentrasi volume partikel kasar dalam aliran C , koefisien pemisahan partikel e, dan koefisien kekasaran antar partikel-partikel tan ϕ. Dalam hal ini u adalah kecepatan aliran pada ketinggian z  diukur tegak lurus dari dasar sungai. Gaya-gaya dalam aliran debris adalah gaya geser dan tekanan, dan gaya-gaya mempunyai demensi  ML-1T -2 yang mana L adalah panjang, T  adalah waktu, dan M  dimensi massa.

(9)

Pertukaran momentum dalam peristiwa tumbukan antar partikel menyebabkan gaya tumbukan semakin besar. Sehingga besarnya gaya-gaya tersebut sangat tergantung banyak sedikitnya (frekuensi) tumbukan yang terjadi antara dua lapisan aliran partikel yang berbeda. Hal ini sudah dipostulasikan bahwa gaya-gaya terse but merupakan fungsi dari laju pergeseran dan konsentrasi partikel dalam aliran debris. Berdasarkan pertimbangan kondisi tersebut dan analisa demensi, maka gaya geser yang disebabkan oleh tumbukan antar partikel-partikel T c

dirumuskan sebagai berikut;

(1) dalam hal ini, ƒ(C ,e) adalah fungsi dari C   dan e. Fungsi ini semakin besar seiring membesarnya nilai C  dan e.

Gaya yang disebabkan oleh turbulensi T t sesuai dengan mekanika fluida dirumuskan sebagai

 berikut;

(1.2) dalam hal ini,  ρm  adalah kerapatan cairan interstisial, l   adalah panjang campuran. Jika

kandungan partikelnya besar dan konsentrasinya juga besar, maka jarak antar dua partikel sebagaimana dipostulasikan oleh  Inverson  (1997) sebesar l ~ d  p  dan  ρm  sama dengan

kerapatan cairan interstisial ρ. Tetapi dalam kasus aliran debris lumpur tubulen, jika seluruh alirannya turbulen, maka jarak antar dua partikel sama dengan l ~ h dan ρm adalah kerapatan

campuran di seluruh bagian aliran.

Statis-kuasi kekasaran Coulomb di ketinggian  z  disebabkan oleh kontak terus-menerus antar  partikel-partikel T  sq disebabkan oleh berat total partikel yang tenggelam di atas ketinggian z

dirumuskan sebagai berikut;

(1.3) Gaya geser yang disebabkan oleh perubahan aliran untuk cairan menurut Newton;

(1.4)  Iverson (1997) mencatat bahwa gaya interaksi antara partikel padat dan air dipengaruhi oleh  permiabilitas ruang pori antar partikel. Gaya ini terjadi karena efek ikatan antar  partikel. Gaya efek ikatan ini tidak diperhitungkan (diabaikan), karena pemisahan partikel- partikel dalam cairan yang kental dapat dilakukan, sebagaimana rumus (1.4).

Rasio antara gaya inersia butiran T c dan gaya geser kekentalan T  fq yang dirumuskan sebagai

 berikut;

(1.5)

Rasio tersebut di atas dikenal sebagai bilangan Bagnold . Dalam aliran debris inersia bilangan  Bagnold  sangat besar.

Rasio antara gaya turbulen campuran T t  dan gaya inersia butiran T c  tidak mempengaruhi

aliran debris , jika l ~ d  p, tetapi jika l sama dengan h (dalam kasus campuran skala besar),

rasion tersebut menjadi

 ;

(10)

dalam hal ini, kedalaman relative h/d  p  merupakan index yang menentukan apakah suatu

aliran debris merupakan aliran debris batu atau ali ran debisr lumpur. Jika l  sama dengan h, rasion antara T t dan T fg dirumuskan sebagai berikut;

(1.7)

Dimana U   adalah kecepatan rata-rata di suatu penampang melintang aliran yang tidak lain merupakan bilangan  Renold . Bilangan Renold merupakan indek untuk mengklasifikasikan apakah suatu aliran bersifat turbulen atau laminar.

Rasio antara T c dan T sq mengindikasikan hubungan antara gaya inersia tumbukan butiran dan

gaya geser statis kuasi Coulomb. Agar gaya geser statis kuasi Coulomb  tetap berlangsung, maka partikel harus selalu menempel (kontak), meskipun posisinya terus berubah-ubah. Kondisi seperti ini memerlukan persyaratan konsentrasi partikel padat harus lebih besar dari suatu batas konsentrasi C 3. Menurut  Bagnold  (1966), hal ini akan terjadi jika C  lebih besar

dari 0,51 untuk pasir pantai, tetapi sebenarnya hal ini tergantung komposisi ukuran partikel. Untuk partikel yang tersebar merata, batas konsentrasi menjadi lebih besar, karena partikel kecil akan menduduki ruang pori antar partikel yang lebih besar. Dalam kondisi konsentrasi  partikel yang rapat, gaya-gaya lainnya menjadi kecil, kecuali T sq  dan aliran bersifat statis

kuasi. Menurut Iverson (1997) rasio antara T c dan T sq dirumuskan sebagai berukut;

(1.8) dimana N  adalah jumlah partikel diatas ketinggian z . Gaya tumbukan butiran jauh lebih kecil dari gaya geser Coulomb, jka N Sav (bilangan Savage) lebih kecil 0,1. Hal ini karena banyak

aliran debris mempunyai N Sav lebih kecil dari 0,1.

Pembahasan tersebut di atas menjelaskan adanya dua jenis aliran debris, yaitu; aliran debris statis-kuasi (butiran menempel terus menerus meskipun posisinya berubah-ubah) dimana gaya geser Coulomb  dominan dan aliran debris dinamis. Aliran debris flow dinamis dibedakan menjadi tiga jenis. Jika gaya tumbukan antar partikel dominan, maka aliran debris merupakan aliran batu-batu. Jika gaya turbulen campuran dominan, maka aliran denbrisnya merupakan aliran lumpur. Jika gaya kekentalan dominan, maka aliran debrisnya merpakan aliran debris kental. Jika konsentrasi patikel melebihi batas konsentrasi C 2, maka

kemungkinan aliran debrisnya merupakan aliran debris dinamis mupun aliran debris statis kuasi dan tidak terjadi perubahan posisi partikel, sehingga material menjadi kaku (rigid). Sebagaimana dikemukakan oleh  Bagnold  (1966); batas konsentrasi untuk pasir pantai sama dengan 0,56.

Jika aliran debris terbentuk secara penuh, partikel-partikel akan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran, maka konsentrasi partikel akan melebihi batas. Nilai batas ini tiadak dapat ditemtukan secara statis geometri alami, sebagaimana halnya dengan seperti C 2 dan C 3, tetapi

dapat ditentukan secara dnamis. Apabila konsentrasi pertikel lebih kecil dari nilai batas tersebut, partikel tidak tersebar merata di seluruh penampang sungai, tetapi terkumpul di lapisan bawah dari aliran debris flow. Aliran debris semacam ini disebut sebagai aliran debris  belum matang menurut Takahashi  (1982). Klasifikasi aliran debris berdasarkan mekanika

(11)

Gambar-4 ; Kriteria berbagai aliran zat padat campur air

Sumbu tegak adalah skala rata-rata konsentrasi partikel kasar dalam aliran. Skala terbawah ditempati aliran yang tidak mengandung partikel, maka aliran berupa air saja atau lumpur halus. Dalam suatu aliran, gaya geser berasal dari gaya tubule Renold dan gaya kekentalan cairan, diman semakin besar derajat kekentalan, semakin besar peranan gaya kekentalannya. Sehingga, aliran berubah dari laminar (perlahan-lahan) menjadi turbulen (berolak) atau sebaliknya sepanjang sumbu mendatar. Skala rasio terakhir dari sumbu horizontal adalah T  fq/T t   yang merupakan bilangan  Reynold . Sehingga bilangan  Reynold   berubah sepanjang

sumbu horizontal. Notasi T   adalah total gaya-gaya yang berada di dalam aliran. Jika konsentrasi partikel padat semakin besar, tetapi masih lebih kecil dari 0,02 ( Takahashi , 1991) aliran mengandung angkutan material dasar sungai atau material suspensi tergantung  pada turbulensi atau kekentalan cairannya, meskipun terdapat juga partikel  –  partikel yang  bertumbukan, tapi jumlahnya sangat kecil. Jika konsentrasi partikel semakin besar, tetapi lebih kecil dari 0.02, aliran menjadi aliran debris belum matang, tumbukan antar partikel

(12)

lebih dominan tapi hanya berada di lapisan bagian bawah (dekat dengan dasar sungai), Jika konsentrasi partikel kasar semakin besar, tetapi lebih kecil C 3, aliran menjadi aliran debris

dinamis. Dalam keadaan seperti ini, gaya-gaya yang dominan mungkin gaya tumbukan antar  partikel kasar, gaya tubulensi campuran atau gaya kekentalan. Dalam kondisi yang

sedemikian ini, gaya statis-kuasi yaitu gaya yang timbul akibat geseran partikel-partikel yang menempel terus-menerus meskipun posisinya berubah-ubah tidak mungkin dominan. Dengan demikian, sub klasifikasi aliran debris dapat dilakukan berdasarkan diagram seperti Gambar-3. Garis yang membentuk bidang segitiga, masing masing adalah T c , T t dan T fq menempati

seratus persen total gaya-gaya yang ada dalam aliran debris, T . Salah satu garis segitiga tersebut merupakan bilangan  Reynold   seperti tersebut di atas. Untuk rasio T  /T dan T t c /T ,

maka T t / T c sama dengan f (C ,e)(h/d  p)2, sedang untuk rasio T c /T and T fq /T  maka T c /T fq  sama

dengan bilangan  Reynold . Sehingga, ketiga garis segitiga tersebut masing-masing mewakili kedalaman relatif h/d  p  , bilangan  Bagnold   dan bilangan  Reynold . Jika bilangan  Bagnold 

 besar, maka kedalaman relatif kecil, maka terjadi aliran debris batu. Jika bilangan Bagnold  dan bilangan  Reynold   kecil, maka terjadi aliran debris kental. Jika kedalaman relatif dan  bilangan Reynold   besar, maka terjadi aliran lumpur turbulen. Dengan demikian, area dekat

dengan ke tiga rasio tersebut diatas, masing-masing merupakan area aliran debris batu, aliran debris kental dan aliran debris lumpur dan sisa area yang berada di tengah-tengah segitiga merupakan area aliran debris hybrid dari ke tiga aliran debris tersebut. Perubahan area dari setiap jenis aliran tersebut tergantung konsentrasi partikel C . Jika konsentrasi semakin besar dan melampaui C 3, maka gaya-gaya tumbukan, turbulen dan keketalan menjadi kecil,

sehingga gaya statis kuasi Coulomb mendominasi aliran, maka terjadi aliran statis kuasi. Jika konsentrasi menjadi lebih besar dari C 2, material menjadi rigid. Oleh karena gaya tumbukan

 partikel dan gaya turbulen campuran disebabkan oleh gerakan inersia, maka aliran-aliran debris yang dekat dengan garis kedalanan relatif, yaitu; aliran debris batu, aliran debris hybrid dan aliran debris lumpur turbulen dapat disebut sebagai aliran debris inersia. Aliran debris inersia mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan aliran debris kental. Aliran-aliran yang dekat dengan garis bilangan  Reynold   mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan aliran debris batu, karena alirannya didominasi partikel halus, aliran semacan ini sering disebut sebagai aliran dengan konsentrasi partikel yang sangat tinggi atau aliran hiper konsentrasi. Salah satu aliran lumpur yang mempunyai bilangan  Reynold  kecil adalah aliran debris yang terjadi di dataran tinggi Ocher  (China) dan aliran debris lumpur yang mempunyai  bilangan  Reynold   besar adalah aliran banjir sungai Yellow (Cina) yang mengangkut banyak sekali sedimen. Sebagai contoh, kerapatan partikel aliran debris batu di sungai  Kamikamihorizawa (Jepang) sebesar 1,5-1,85 t/m3, setara dengan konsentrasi 35-62 %. Aliran debris kental di sungai  Jiangjia (Cina) mempunyai kerapatan partikel sebesar 1,7-2,3 t/m3, setara dengan konsentrasi 45-75 %. Aliran debris lumpur turbulen di sungai  Nojiri (Jepang) mempunyai konsentrasi 61 %, setara dengan kerapatan partikel sebesar 1,98 t/m3 (Takahashi, 2007).

1.5 Klasifikasi berdasarkan sudut pandang lainnya

Klasifikasi aliran debris berdasarkan sudut pandang lainnya sudah barang tentu dimungkinkan. Di Cina, aliran debris diklasifikasika menjadi alir an lumpur berbatu dan aliran air berbatu, hal ini tergantung cairan instisialnya, apakah dominan air atau dominan lumpur halus. Aliran lumpur berbatu dibedakan lagi berdasarkan kerapatan material; aliran debris cair (1,3-1,8 t/m3), aliran debris kuasi kental (2,0-2,3t/m3), aliran debris kental ( > 2,3t/m3). Kerapatan material merupakan hal yang penting dalam mengklasifikasikan alira debris, tapi tidak boleh hanya didasarkan kepada kerapatannya saja. Klasifikasi berdasarkan penyebab dan proses terjadinya sering digunakan. Faktor-faktor penyebab aliran debris; (1) curah hujan lebat, (2) es atau salju yang mencair (3) gempabumi (4) erupsi gunungapi, (5) dinding danau yang runtuh.

(13)

Aliran debris yang terjadi di lereng gunungapi disebabkan tidak hanya oleh aliran permukaan akibat turunya hujan lebat, tetapi juga karena meluapnya air danau kawah, seperti yang terjadi di G. Galunggung, Tasikmalaya (Mugiono, 1980). Aliran debris yang terjadi di daerah gunungapi sering disebut sebagai ”lahar ”  (istilah asli Indonesia). Apabila termperatur material masih panas disebut lahar panas. Material lahar berasal dari endapan piroklastik dan abu volkanik; Lahar panas yang terjadi di kali Gendol pada desember 2007, materialnya  berasal dari piroklastik erupsi G, Merapi bulan Mei 2006. Meskipun sudah hampir dua t ahun,

materialnya masih panas, seperti yang dikemukakan dalam Foto-4.

Foto-4 ; Lahar panas K. Gendol,, 20 Desember 2006 (atas) dan Februari 2011 (bawah) ( Foto dari Kantor PPK Penanggulangan Banjir Lahar G. Merap i, Kementerian PU.)

Apabila temperatur material sudah dingin disebut sebagai lahar dingin. Aliran debris yang sering terjadi di Sumatera Barat disebut “galodo” dan materialnya berasal dari bahan rombakan patahan besar Bukit Barisan.

Referensi

Dokumen terkait

Pusat informasi pengunjung yang dibangun tidak perlu terlalu luas yang terpenting adalah tersedianya informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang bisa didapat dengan

Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan spirit mutu pendidikan di lembaga pendidikan Islam saat ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Dewan Keamanan PBB telah memberikan kebijakan berupa sanksi seperti resolusi-resolusi yang terkait dengan pengembangan

Kelompok kontrol terdiri dari kelompok yang menggunakan metode pembelajaran dengan demonstrasi langsung sedangkan kelompok perlakuan terdiri dari kelompok yang

Dari perhitungan nilai error keempat metode peramalan, dapat ditentukan metode peramalan terbaik dengan nilai error yang terkecil yang nantinya digunakan sebagai input dalam

ujan meru terhadap d fisien Limp lir DAS. h Hujan kan adalah hujan DA i sebesar 4,7 mm/hari p ntuk intens mm/jam den asiun hujan upakan fak debit punc pasan DAS ilayah DAS Gung

Kewajiban yang pertama-tama adalah memandikannya, yang melakukan adalah keluarga terdekat, yaitu suami, atau istri, termasuk muhrim. Apabila dari keluarga yang