• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Kondisi Iklim Negeri Porto Desa Warialau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Kondisi Iklim Negeri Porto Desa Warialau"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL PENELITIAN

4.1. Kondisi Iklim Negeri Porto

Iklim yang terdapat di Kecamatan Saparua adalah iklim tropis dan iklim musim. Oleh karena luasnya wilayah ini dimana pulau-pulau yang tersebar dalam jarak yang berbeda-beda, sehingga iklim yang terjadi di Kecamatan Saparua adalah iklim musiman. Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober. Musim ini adalah musim kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Pebruari. Musim hujan pada bulan April sampai bulan September dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Musim Pancaroba dalam bulan Maret/April dan Oktober/Nopember. Bulan April sampai Oktober bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora. Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominan 61%. Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominant 28%.

Keadaan curah hujan secara umum dapat digambarkan antara 3000 – 4500 mm pertahun terdapat di Kecamatan Saparua. Suhu rata-rata untuk tahun 2008 sesuai data Stasiun Meterologi Amahai adalah 26,2 ºC dengan suhu minimum absolute rata-rata 22,8ºC dan suhu maksimum absolute rata-rata 30.6ºC. Rata-rata Kelembapan Udara relatif 83.3%; Penyinaran matahari rata-rata 64,7 %; dan tekanan udara rata-rata 1.013,3 milibar. Berdasarkan klasifikasi agrklimate menurut Oldeman (1980), Maluku Tengah terbagi dalam empat zone agroklimat dimana Kecamatan Saparua termasuk dalam kategori Zone III.1 yakni : bulan basah 5 – 6 bulan dan kering < 2 bulan.

Desa Warialau

Iklim yang terdapat di kepulauan Aru dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian di Bagian Timur

(2)

dan Benua Australia di bagian Selatan, sehingga sewaktu-waktu terjadi perubahan. Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan April sampai Oktober . Musim ini adalah musim Kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Pebruari. Musim hujan pada bulan Desember sampai Pebruari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Musim Pancaroba berlangsung dalam bulan Maret/April dan Oktober/ Nopember. Bulan April sampai Oktober, bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora. Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominan 61%. Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominan 28%. Berdasarkan klasifikasi Agroklimat menurut Oldeman (1980), Kepulauan Aru terbagi dalam dua Zona Agroklimat C2 bulan basah 5 - 6 bulan dan kering 2-3 bulan.

4.2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Teripang 4.2.1. Komposisi Sumberdaya Teripang

Dari hasil pengambilan contoh teripang di Negeri Porto, diperoleh 8 jenis teripang yang tergolong ordo Aspidochirotida yang terdiri dari 2 famili dan 4 genera (Tabel 7). Kedelapan jenis tersebut yaitu Actinopyga miliaris, A.lecanora, Bohadschia marmorata, Bohadschia sp, Holothuria edulis, H.fuscogilva, H.atra dan Stichopus variagatus. Dari kedelapan jenis ini, 1 jenis termasuk kategori mahal (utama), 2 jenis kategori sedang dan 5 jenis kategori murah. Sebaliknya di Desa Warialau diperoleh 10 jenis teripang yaitu Actinopyga miliaris,A.lecanora, A.echinities, Bohadschia marmorata, Bohadschia sp,B.argus Holothuria edulis, H.scabra, Stichopus chloronotus dan Thelenota ananas.

Kesepuluh jenis tersebut terdiri dari kategori mahal (utama) 2 jenis, sedang 3 jenis dan 5 jenis murah (Tabel 8).

(3)

Tabel 7. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Negeri Porto

Kelas Ordo Famili Genera Spesies Kategori Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidea Actinopyga

Bohadschia Holothuria A.miliaris A.lecanora B.marmorata Bohadschia sp H.edulis H.fuscogilva H.atra Sedang Sedang Murah Murah Murah Mahal Murah Stichopodidae Stichopus S.variagatus Murah

Tabel 8. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Desa Warialau

Kelas Ordo Famili Genera Spesies Kategori Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidea Actinopyga

Bohadschia Holothuria A.miliaris A.lecanora A.echinities B.marmorata Bohadschia sp B.argus H.edulis H.scabra* Sedang Sedang Sedang Murah Murah Murah Murah Mahal Stichopodidae Stichopus S.chloronotus Murah Thelenota T.ananas* Mahal

4.2.2.Kepadatan Sumberdaya Teripang

Di Negeri Porto, Kepadatan tertinggi ditemukan pada Bohadschia marmorata yaitu sebesar 0.0321 ind/m2 dengan kepadatan relatif 62.79%, sedangkan kepadatan tertendah ditemukan pada Stichopus variagatus yaitu sebesar 0.0005 ind/m2 (0.93%) (Gambar 6). Dari Gambar 6, terlihat bahwa kepadatan relatif antara setiap jenis teripang yang ada di Negeri Porto mempunyai perbedaan yang relatif jauh, yaitu Bohadschia marmorata 62.79%, sedangkan ketujuh jenis lainnya mempunyai nilai kepadatan relatif dibawah 15%. Sebaliknya di Desa Warialau kepadatan tertinggi ditemukan pada spesies Holothuria scabra yaitu 1.000 ind/m2 (65.00%), sedangkan kepadatan terendah ditemukan pada Actinopyga echinities sebesar 0.022 ind/m2 dengan kepadatan relatif 1.4286% (Gambar 7). Dari Gambar 7, juga menunjukan hal yang sama yaitu kepadatan

(4)

relatif dari Holothuria scabra sangat tinggi yaitu 65% dan kesembilan jenis lainnya mempunyai nilai kepadatan relatif dibawah 10%.

0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300 0.0350 Bohad schia m armora ta Bohad schia s p Actino pyga m iliaris Actino pyga le canora Holoth uria e dulis Holoth uria fu scogilv a Holoth uria a tra Sticho pusvar iegate s Jenis Teripang K ep ad at an (I nd /m 2 ) 0.0000 10.0000 20.0000 30.0000 40.0000 50.0000 60.0000 70.0000 K ep ad at an R el at if (% )

Kepadatan Kepadatan relatif

Gambar 6. Grafik Kepadatan dan Kepadatan Relatif Sumberdaya Teripang di Negeri Porto 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 Actin opyg a mili aris Boha dsch iama rmora ta Actin opyg a ech initie s Holot huria eduli s Boha dschia sp Holot huria scabra Thele nota anan as Actin opyg a leca nora Boha dsch iaar gus Stich opus chlor onatu s Jenis Teripang K ep ad at an (I nd /m 2) 0.0000 10.0000 20.0000 30.0000 40.0000 50.0000 60.0000 70.0000 K ep ad at an R el at if (% )

Kepadatan Kepadatan Relatif

Gambar 7. Grafik Kepadatan dan Kepadatan Relatif Sumberdaya Teripang di Desa Warialau

Secara keseluruhan kepadatan sumberdaya teripang di Negeri Porto yang terdiri dari 8 jenis yaitu 0.051 ind/m2, sedangkan di Desa Warialau yang terdiri

(5)

10 jenis yaitu sebesar 1.539 ind/m2. Teripang diberbagai wilayah Indonesia memperlihatkan kepadatan yang sangat rendah, bervariasi antara 0.003-2.98 individu/m2 (Tabel 9). Tabel 9 menunjukan hasil pengamatan kepadatan teripang di berbagai lokasi di Indonesia yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dari Tabel 9 ini terlihat bahwa untuk Provinsi Maluku, kepadatan teripang sangat tinggi untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Tanimbar Selatan), Maluku Tenggara (Teluk Un) dan Kepulauan Aru (Desa Warialau) yaitu dengan kepadatan berkisar antara 1.539-2.75 ind/m2, sebaliknya di Kabupaten Maluku Tengah, kepadatan jenis teripang dibawah 1 ind/m2

Tabel 9. Kepadatan Teripang di Berbagai Lokasi Pengamatan

Lokasi Kepadatan

(Ind/m2) Referensi

Abubu, Nusalaut, Maluku Sopura, Kolaka, Sulawesi Waisisil, Saparua, Maluku Bunaken, Sulawesi Utara Yamdena, Tanimbar Selatan Batunampar, Lombok P.Pari, Kepulauan Seribu Sapeken, Kangean, Madura Lembata, Flores Timur

Teluk Un, Pulau Dulah, Maluku

Desa Ihamahu & Kampung Mahu, Saparua Desa Tuhaha, Saparua

Desa Ouw, Saparua

Desa Makariki, Pulau Seram Desa Rutong, Kota Ambon Negeri Porto, Saparua, Maluku*) Desa Warialau, Kep. Aru, Maluku*)

0.079 0.003-0.4 0.88 2.98 2.75 0.19 0.24 30 0.61 2.34 0.029 0.23 0.024 0.331 0.024 0.051 1.539 Matahurila, D (2001)

Mangawe, A.G dan

R.Daud (1988) Andamari, R. et al (1989) Tamanampo,J.F.W.S.et al (1989) Rumahpurute Boedje (1990)

Prahoro,P dan Suprapto (1991) Pralampita, W.A.et al (1992) Suprapto et al (1992) Nuraini, S.et al (1992) Radjab, A.W (1996) Berhitu, 2001 Sahetapy, 2001 Hutubessy, 2001 Thenu, 2003

Ayal & Souhoka, 2004 Penelitian ini

Penelitian ini

Untuk nilai potensi teripang di negeri Porto yaitu 12.240 individu, sedangkan untuk desa Warialau yaitu 172.368 individu. Dari kedua nilai potensi ini terlihat bahwa potensi teripang di Desa Warialau lebih tinggi sekitar 14 kali, meskipun luas wilayah yang diijinkan untuk melakukan penelitian lebih kecil dari

(6)

Negeri Porto, karena desa Warialau sedang melakukan waktu “tutup sasi” teripang.

4.2.3. Frekuensi Kehadiran Sumberdaya Teripang

Spesies yang memiliki frekuensi kehadiran yang tinggi di Negeri Porto yaitu Bohadschia marmorata dengan nilai frekuensi kehadiran sebesar 0.5357 dan frekuensi kehadiran relatif sebesar 57.6923% dan disusul oleh Holothuria edulis dengan nilai frekuensi kehadiran 0.1488 (16.0256%). Sementara spesies dengan nilai frekuensi kehadiran yang terendah yaitu Stichopus variagatus dengan nilai frekuensi kehadiran dibawah 0.0060 dan frekuensi kehadiran relatif 0.6410% (Tabel 10). Di Desa Warialau, frekuensi kehadiran tertinggi diwakili oleh Holothuria scabra dengan nilai frekuensi kehadiran 0.6154 dan frekuensi kehadiran relatif 54.3689%, sedangkan Actinopyga echinities merupakan jenis dengan nilai frekuensi kehadiran terendah yaitu 0.0220 dan frekuensi kehadiran relatif yaitu 1.9417% (Tabel 11).

Tabel 10. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Negeri Porto

Jenis Nilai

Frekuensi Kehadiran Frek.Kehadiran Relatif (%) Bohadschia marmorata Bohadschia sp Actinopyga miliaris Actinopyga lecanora Holothuria edulis Holothuria fuscogilva Holothuria atra Stichopus variagatus 0.5357 0.0234 0.0893 0.0417 0.1488 0.0476 0.0357 0.0060 57.6923 2.5641 9.6154 4.4872 16.0256 5.1282 3.8462 0.6410 Jumlah 0.9286 100

(7)

Tabel 11. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Desa Warialau

Jenis Nilai

Frek.Kehadiran Frek.Kehadiran Relatif (%) Actinopyga miliaris Bohadschia marmorata Actinopyga echinities Holothuria edulis Bohadschia sp Holothuria scabra Thelenota ananas Actinopyga lecanora Bohadschia argus Stichopus chloronotus 0.0549 0.0549 0.0220 0.0769 0.0549 0.6154 0.0989 0.0440 0.0769 0.0330 4.8544 4.8544 1.9417 6.7961 4.8544 54.3689 8.7379 3.8835 6.7961 2.9126 Jumlah 1.1319 100

4.2.4 Habitat Sumberdaya Teripang

Penyebaran teripang berdasarkan habitatnya terlihat begitu variasi mulai dari rataan pasir, zona lamun, Zona Algae, Tubir dan Lereng (Tabel 12.) Zona rataan pasir hanya ditemukan 3 jenis yaitu Bohadschia marmorata, Bohadschia sp dan Actinopyga miliaris. Pada zona ini ketiga jenis harus beradaptasi pada kondisi kekeringan saat surut terendah. Selanjutnya pada zona lamun dengan jenis yang dominan yaitu Enhalus acioroides dan Thalassia hemprichii ditemukan 4 jenis teripang antara lain, Bohadschia marmorata, Actinopyga miliaris, Holothuria edulis dan Holothuria atra. Keempat jenis teripang yang ada pada zona ini harus dapat beradaptasi ketika air surut terendah, biasanya masih tersisa air setinggi 20 cm. Untuk zona pertumbuhan algae, mempunyai substrat berupa campuran pasir dan pecahan karang. Jenis Algae yang ditemukan teripang yaitu jenis Sargassum sp dan Laminaria sp, sedangkan jenis teripang yang ada pada zona ini adalah Bohadschia sp, Actinopyga miliaris dan Holothuria edulis. Selanjutnya pada zona tubir, ditutupi oleh substrat keras berupa pecahan kerang, karang mati dan bongkah karang. Teripang yang ditemukan pada zona ini adalah

(8)

Actinopyga lecanora, Bohadschia.marmorata, Bohadschia sp, Holothuria edulis, H.fuscogilva H.atra dan Stichopus variagatus. Untuk zona lereng terumbu, ditumbuhi oleh berbagai koloni karang batu, karang lunak dan spons. Substrat pada zona ini, umumnya berupa substrat keras yang terdiri dari pecahan karang, boulders dan diantara koloni karang masih terdapat pasir karang. Jenis teripang yang ditemukan antara lain, Actinopyga lecanora, Bohadschia.marmorata, Bohadschia sp, Holothuria edulis, H.fuscogilva, dan H.atra.

Penyebaran jenis-jenis teripang secara vertikal (per petak pengamatan) di Negeri Porto terlihat bahwa tiap kuadrat pengamatan secara vertikal, ditemukan 2-5 jenis teripang dengan jumlah total untuk semua area pengamatan 6-27 jenis (Gambar 8). Dari Gambar 8, terlihat bahwa semakin ke arah laut jenis teripang semakin banyak dan jumlah per jenis semakin kecil. Bohadschia marmorata dan Holothuria edulis merupakan dua jenis yang ditemukan menyebar secara merata pada tiap kuadrat pengamatan, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua jenis ini mempunyai habitat mulai dari perairan dangkal sampai dalam. Bohadschia marmorata, dapat ditemukan pada rataan pasir, zona lamun, tubir dan lereng terumbu, sedangkan Holothuria edulis menyebar mulai dari habitat lamun, algae, tubir dan lereng terumbu. Stichopus variagatus merupakan jenis yang penyebaran secara vertikal sangat terbatas, yaitu hanya pada daerah tubir karang.

Tabel 12. Penyebaran Teripang Berdasarkan Zonasi di Negeri Porto

No Jenis Teripang

Zonasi Rataan

Pasir

Zona

Lamun Zona Algae Tubir Lereng

1. Bohadschia marmorata 2. Bohadschia sp 3. Actinopyga miliaris 4. Actinopyga lecanora 5. Holothuria edulis 6. Holothuria fuscogilva 7. Holothuria atra 8. Stichopus variagatus

(9)

0 5 10 15 20 25 Ju m la h In di vi du ya ng di te m uk an (e ko r)

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Kuadrat (Jarak Secara Vertikal)

Bohadschia marmorata Bohadschia sp Actinopyga miliaris Actinopyga lecanora Holothuria edulis Holothuria fuscogilva Holothuria atra Stichopus variegates

Gambar 8. Jumlah individu dari masing-masing jenis teripang yang ditemukan berdasarkan petak pengamatan (secara vertikal) di Negeri Porto

Di Desa Warialau Penyebaran teripang berdasarkan habitat cukup bervariasi yaitu dari rataan pasir, zona lamun, zona algae, tubir dan lereng (Tabel 13). Empat jenis ditemukan pada zonasi rataan pasir, tiga jenis pada zona lamun, lima jenis pada zona algae, sembilan jenis di zonasi tubir serta tujuh jenis di lereng terumbu. Pada zonasi lamun, jenis lamun yang dominan yaitu Thalassia hemprichii, Cymodeocea rotundata dan Enhalus acoroides. Selanjutnya pada zonasi algae, didominasi oleh algae jenis Gracilaria, Sargassum sp dan Laminaria sp.

Penyebaran jenis-jenis teripang secara vertikal (per petak pengamatan) di Desa Warialau terlihat bahwa tiap kuadrat pengamatan secara vertikal, ditemukan 1-5 jenis teripang dengan jumlah total untuk semua area pengamatan 3-18 jenis (Gambar 9). Selain itu dari pengamatan secara vertikal dapat dilihat juga bahwa semakin ke arah laut jumlah jenis yang ditemukan semakin banyak dan jumlah untuk setiap jenis semakin rendah. Holothuria scabra merupakan jenis yang daerah penyebarannya cukup luas yaitu mulai dari petak pengamatan pertama sampai kesebelas, hal ini dimungkinkan karena dapat beradaptasi pada habitat yang bervariasi mulai dari rataan pasir, zona lamun, zona algae dan tubir terumbu. Selanjutnya jenis yang penyebarannya sempit yaitu Actinopyga lecanora dan A.echinities, hal ini disebabkan karena adaptasi habitat tidak terlalu bervariasi. Actinopyga lecanora mempunyai habitat hanya pada zonasi tubir dan

(10)

lereng terumbu dan Actinopyga echinities, habitatnya pada zona algae, hingga tubir dan lereng terumbu.

Tabel 13. Penyebaran Teripang Berdasarkan Zonasi di Desa Warialau

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Ju m la h In di vi du ya ng di te m uk an (e ko r)

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII Kuadrat (Jarak Secara Vertikal)

Actinopyga miliaris Bohadschia marmorata Actinopyga echinities Holothuria edulis Bohadschia sp Holothuria scabra Thelenota ananas Actinopyga lecanora Bohadschia argus Stichopus chloronatus

Gambar 9. Jumlah individu dari masing-masing jenis teripang yang ditemukan berdasarkan petak pengamatan (secara vertikal) di Desa Warialau

4.2.5. Faktor-Faktor Lingkungan bagi Pertumbuhan Teripang

1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan

Dalam penelitian ini, parameter fisik-kimia perairan yang diukur karena merupakan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan teripang

No Jenis Teripang

Zonasi Rataan

Pasir

Zona

Lamun Zona Algae Tubir Lereng

1. Actinopyga miliaris 2. Actinopyga echinities 3. Bohadschia marmorata 4. Holothuria edulis 5. Bohadschia sp 6. Holothuria scabra 7. Thelenota ananas 8. Actinopyga lecanora 9. Bohadschia argus 10. Stichopus chloronotus

(11)

yaitu suhu permukaan air laut, derajat keasaman, kadar garam, oksigen terlarut, kecerahan dan arus.

a. Suhu

Dari hasil pengukuran suhu di lapangan terlihat bahwa kisaran suhu untuk Negeri Porto yaitu berkisar antara 27-300C, dengan rerata 28.50C, serta untuk Desa Warialau dengan kisaran 27-300C dengan rerata 28.80C. Menurut Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997, kisaran suhu untuk persyaratan budidaya teripang yaitu 24-300C dan kedua lokasi memenuhi persyaratan tersebut.

b. Derajat Keasaman (pH)

pH perairan untuk Negeri Porto yaitu memiliki nilai kisaran 7.8-8.4 dengan nilai rerata 8.3. Selanjutnya untuk Desa Warialau mempunyai kisaran pH 7.1-7.4 dengan rerata 7.2. Apabila mengacu pada persyaratan budidaya teripang menurut Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997, dimana nilai pH 6.5-8.5, maka dapat diakatkan untuk persyaratan derajat keasaman (pH) maka kedua lokasi memenuhi syarat.

c. Kadar Garam (Salinitas)

Distribusi salinitas di perairan pesisir dan laut juga merupakan salah satu faktor oseanografi yang turut mempengaruhi eksistensi sumberdaya hayati di perairan pesisir dan laut. Data tentang salinitas memberikan justifikasi tentang kondisi kadar garam suatu perairan. Untuk Negeri Porto, kisaran nilai salinitas 30-34 ‰, dengan rerata 32.6‰. Selanjutnya untuk Desa Warialau salinitas berkisar antara 33-35‰ dengan rerata 33.4‰. Menurut Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997, teripang dapat menyesuaikan diri pada kadar garam (salinitas) 28-33‰. Air laut umumnya mempunyai salinitas antara 33-37 ‰ dan di perairan pantai berkisar antara 32-35 ‰ (DKP, 2004). Dengan mengacu pada persyaratan alami untuk pertumbuhan teripang, maka dapat dinyatakan bahwa kisaran salinitas dari kedua lokasi yang memenuhi persyaratan untuk budidaya teripang.

(12)

d. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) sangat dibutuhkan untuk kehidupan organisme akuatik. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesa tanaman akuatik, dimana jumlahnya tidak tetap karena tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer atau melalui difusi udara yang masuk ke dalam air dengan jumlah yang terbatas. Konsentrasi DO pada lapisan kolom air permukaan di laut untuk Negeri Porto berkisar 6-8.6, dengan nilai rerata 8.1, sedangkan untuk Desa Warialau 7.2-7.5 serta nilai rerata 7.3. Menurut Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997 oksigen terlarut untuk budidaya teripang berkisar antara 4-8. Dengan demikian dapat terlihat bahwa kedua lokasi mempunyai nilai DO yang sesuai untuk budidaya teripang.

e. Kecerahan

Hasil pengukuran kecerahan untuk dua lokasi yaitu Negeri Porto dan Desa Warialau, menunjukan bahwa tingkat kecerahan kisarannya cukup berbeda, yaitu 16-27 m dengan rerata 21.6 meter untuk Negeri Porto dan 6-16 m dengan rerata 11 m untuk Desa Warialau. Jika disesuaikan dengan persyaratan untuk budidaya teripang menurut Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997, nilai kecerahan lebih dari 5 meter. Dengan demikian maka kecerahan pada kedua lokasi memenuhi persyaratan untuk budidaya teripang. Di lokasi perairan yang memilki tingkat kecerahan yang tinggi maka penentrasi cahaya matahari kedalam kolom perairan cukup baik sehingga proses fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan oksigen, guna menopang kehidupan diperairan.

f. Arus

Dari hasil perhitungan kecepatan arus permukaan di Negeri Porto dan Desa Warialau terlihat bahwa keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu 0.3 m/s dengan rerata 0.3 m/s. Untuk budidaya teripang kecepatan arus berkisar antara 0.3-0.5 m/s (Martoyo, et al 2002 dan Wibowo, et al, 1997). Dengan mengacu pada nilai tersebut, maka untuk Negeri Porto dan Desa Warialau, budidaya

(13)

teripang dapat dilakukan karena mempunyai kecepatan arus yang masuk dalam interval pertumbuhan optimal teripang.

Dari keenam faktor lingkungan yang diukur diatas terlihat bahwa budidaya teripang untuk kedua lokasi dapat dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat bahwa semua faktor-faktor utama yang menentukan budidaya teripang menurut Martoyo et al, 2002 dan Wibowo et al, 1997, dapat terpenuhi baik di Negeri Porto maupun Desa Warialau (Tabel 14).

Tabel 14. Kelayakan Parameter Lingkungan untuk Budidaya Teripang

Parameter

Porto Warialau Persyaratan Budidaya

Kisaran Rerata Kisaran Rerata Martoyo, et al,

2002 Wibowo, et al, 1997 Suhu (0C) pH Salinitas (‰) DO Kecerahan (m) Arus (m/s) 27-30 7.8-8.4 30-34 6-8.6 16-27 0.3 28.5 8.3 32.6 8.1 21.6 0.3 27-30 7.1-7.4 33-35 7.2-7.5 6-16 0.3 28.8 7.2 33.4 7.31 11 0.3 24-30 6.5-8.5 28-32 4-8 > 5m 0.3-0.5 27-30 6.5-8.5 29-33 4-8 > 5 m 0.3-0.5

2. Kondisi Substrat yang sesuai bagi Pertumbuhan Teripang

Hasil analisis sedimen pada Negeri Porto dan Desa Warialau, dilakukan pada beberapa lokasi (titik pengamatan) yang mewakili substrat yang dominan yaitu rataan pasir, lamun dan rumput laut (algae), sedangkan untuk tubir dan lereng terumbu, tidak diambil untuk analisa sedimen karena diwakili oleh substrat yang keras.

Secara menyeluruh hasil analisis menunjukan bahwa pada kedua lokasi substrat didominasi oleh sedimen berupa pasir kasar atau Coarse Sand (1 mm). Sebaran sedimen berada pada kisaran ukuran pasir yaitu sebesar 92.07% di negeri Porto dan 94.11% di desa Warialau. Untuk lokasi penelitian di Porto dominasi pasir kasar berkisar antara 37.72 – 46.53 % (rerata 41.70%), sedangkan lokasi Warialau antara 44.75 – 49.24 % (rerata 47.49%), selanjutnya diikuti oleh pasir sedang pada negeri Porto dengan rerata 31.26% dan Desa Warialau 20.99% (Tabel 15).

(14)

Tabel 15. Persentase Rata-Rata Kondisi Sedimen Pada Stasiun Pengamatan Butiran Ukuran Butiran (mm) Persentase Sedimen/Stasiun(%) P1 P2 P3 W1 W2 W3 Granules Very Coarse Sand

Coarse Sand Medium Sand

Fine Sand Very Fine Sand

Silt Clay 4 2 1 0.5 0.25 0.125 0.064 ≤0.038 7.40 15.44 37.72 29.30 6.86 3.05 0.22 0 3.97 11.26 40.85 40.86 2.98 0.09 0 0 12.21 17.57 46.53 23.62 0.07 0 0 0 4.02 20.68 44.75 20.69 0.00 4.44 5.42 0 3.92 20.97 49.24 21.53 2.67 1.66 0.01 0 4.30 22.16 48.48 20.74 3.27 1.06 0 0 Total 100 100 100 100 100 100

Keterangan : P= Porto, W=Warialau

4.3 Sebaran Frekuensi Panjang Sumberdaya Teripang

Sebaran panjang dari setiap teripang berbeda-beda baik di negeri Porto maupun Desa Warialau. Data sebaran panjang merupakan data panjang setiap jenis teripang yang ditemukan pada setiap kuadrat. Sebaran panjang digunakan untuk membandingkan ukuran tingkat kematangan gonad beberapa jenis teripang yang ditemukan di kedua lokasi penelitian. Keempat jenis teripang yang terwakili dari kedua lokasi merupakan jenis dengan kategori mahal, sedang, murah dan yang memiliki kepadatan tertinggi. Untuk negeri Porto diwakili oleh Bohadschia marmorata, Holothuria fuscogilva, Actinopyga miliaris dan Holothuria atra (Gambar 10, Tabel 16). Di Desa Warialau diwakili oleh Holothuria scabra, Actinopyga echinities, Actinopyga miliaris dan Thelenota ananas (Gambar 11, Tabel 17).

(15)

0 10 20 30 40 50 60 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 301-350 351-400 401-450 Panjang Teripang (mm) F re k u e n s i (e k o r)

Gambar 10. Sebaran Ukuran Panjang Bohadschia marmorata di Negeri Porto

Tabel 16. Ukuran Panjang dan Frekuensi Beberapa Jenis Teripang di Negeri Porto

Jenis Ukuran Panjang

(mm) Frekuensi (ekor) Holothuria fuscogilva 166-248 404 8 1 Actinopyga miliaris 74-90 264-383 13 4 Holothuria atra 183-205 246-270 5 2 0 5 10 15 20 25 30 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 301-350 Panjang Teripang (mm) F re k u e n s i (e k o r)

(16)

Tabel 17. Ukuran Panjang dan Frekuensi Beberapa Jenis Teripang di Desa Warialau.

Jenis Ukuran Panjang

(mm) Frekuensi (ekor) Actinopyga echinities 98-173 2 Actinopyga miliaris 105-275 5 Thelenota ananas 97-332 11 4.4 Perikanan Teripang Hasil Tangkapan

Negeri Porto, yang terletak di pulau Saparua yang merupakan daerah sebaran teripang, telah terjadi penurunan teripang akibat adanya upaya tangkap yang tinggi. Tingginya upaya tangkap ini disebabkan karena adanya kebijakan Pemerintah Negeri yang menerapkan sistem lelang atau kontrak, sehingga menyebabkan pengontrak dapat mengambil sumberdaya yang ada sesuai keinginan dan kemampuannya. Penurunan sumberdaya teripang ini terlihat di tahun 2005. Data hasil tangkapan teripang di negeri Porto, tidak ada pencatatan yang sistematis, namun jika diestimasi secara sederhana untuk data tangkapan teripang tahun 2004-2007 terlihat bahwa terjadi penurunan hasil tangkap setiap tahun berkisar antara 33.33%-50% bahkan jika diamati secara saksama maka dapat dikatakan bahwa hasil tangkapan di tahun 2007 hanya sekitar 10% dari hasil tangkapan tahun 2004 (Gambar 12).

Upaya penangkapan terdiri dari dua kelompok nelayan dan masing-masing berjumlah lima orang. Penangkapan biasanya tidak dilakukan pada bulan Juni-Juli, karena kondisi laut yang tidak memungkinkan dengan ketinggian gelombang tinggi 3-4 meter dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Selain itu pada bulan Desember juga aktifitas penangkapan sangat rendah bahkan hampir tidak ada karena menjelang perayaan natal serta kondisi laut yang kurang bersahabat juga.

Penangkapan teripang oleh para nelayan teripang ini dilakukan dengan cara sederhana yaitu diambil secara langsung dengan tangan dan menggunakan alat penjepit yang terbuat dari bambu bulu dengan panjang 1,5-4 meter, sedangkan mata penjepit terbuat dari besi. Perahu yang digunakan mempunyai ukuran

(17)

panjang 4-6 meter dan ada yang menggunakan motor tempel dan ada yang menggunakan kekuatan nelayan dalam mendayung.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 2004 2005 2006 2007 Tahun H a s il T a n g k a p a n (k g k e ri n g )

Gambar 12. Hasil Tangkapan Teripang di Negeri Porto Tahun 2004-2007

Operasi penangkapan dilakukan biasanya pada saat air laut mulai surut, baik pada pagi maupun malam hari, dengan lama operasi 4-6 jam. Untuk operasi malam hari digunakan lampu petromak sebagai alat penerangan. Teripang ditangkap dengan menggunakan alat penjepit, namun posisi nelayan tetap diatas perahu. Ketajaman penglihatan sangat diperlukan pada saat operasi malam hari. Karena biasanya teripang akan bersembunyi di bawah substrat tempat hidupnya atau bersembunyi disekitar batu karang. Untuk perairan dangkal, langsung ditangkap dengan tangan. Operasi tangkapan akan berhenti bila hasil tangkapan dirasakan cukup banyak, air mulai pasang atau keadaan cuaca yang tidak memungkinkan seperti hujan, ombak yang tidak memungkinkan lagi untuk aktivitas penangkapan.

Untuk Desa Warialau, tidak ada pencatatan hasil tangkapan teripang, hal ini disebabkan karena pelaksanaan waktu tutup dan buka sasi, tidak secara teratur, namun bisa mencapai 3-5 tahun sekali serta didasarkan pada kesepakatan bersama antara masyarakat dengan pemerintah desa. Hasil tangkapan teripang tahun 2006, pada saat buka sasi yaitu sebanyak 4.800 kg. Jumlah hasil tangkapan ini didasarkan pada perhitungan dengan estimasi sederhana, yang didasarkan dengan waktu buka sasi 2 minggu (12 hari, karena hari minggu dilarang beraktifitas)

(18)

masing-masing penduduk usia dewasa diberi kesempatan mengambil teripang sebanyak 1 bakul (± 1 kg kering), jumlah penduduk dewasa sekitar 400 orang (umumnya semua penduduk akan berkumpul ketika acara buka sasi). Aturan yang sama tetap diberlakukan, sehingga diperkirakan jumlah tangkapan tidak berbeda jauh setiap waktu buka sasi, yang kadang mengalami perubahan yaitu jumlah penduduk yang terlibat dalam proses penangkapan teripang.

Nilai Jual Teripang

Hasil tangkapan teripang yang dihasilkan di Pulau Saparua termasuk didalamnya Negeri Porto, biasanya dijual ke pedagang pengumpul di Saparua maupun dijual langsung ke Kota Ambon. Teripang merupakan sumberdaya yang sangat diminati sehingga permintaan terhadap sumberdaya ini cukup tinggi baik jenis yang termasuk kategori tinggi, sedang maupun mahal. Untuk hasil tangkapn teripang yang ada di Provinsi Maluku (contohnya Kota Ambon dan Dobo) umumnya diekspor ke Surabaya, namun harga teripang di Kota Ambon lebih rendah (Gambar 13). Dari Gambar 13 terlihat bahwa, harga teripang tertinggi untuk kategori besar (ukuran 15-20 cm yang mencapai berat 1 kg) yaitu jenis Actinopyga lecanora dengan harga Rp.200.000, sedangkan harga terendah untuk ukuran kecil yaitu Rp.20.000.

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 Boha dschia marm orata Actin opyg amilia ris Holot huria eduli s Boha dsch iasp Actin opyg alec anor a Holot huria fusco gilva Holot huria atra Stich opus varia gatus Jenis Teripang N ila iJ ua l( Rp /k g ke ri ng ) Besar Sedang Kecil

Gambar 13. Nilai Jual Sumberdaya Teripang di Kota Ambon

Harga teripang yang tertinggi untuk Provinsi Maluku, yaitu di Kepulauan Aru khususnya di Dobo. Meskipun harga juga bervariasi berdasarkan ukuran, namun Holothuria scabra merupakan jenis yang mempunyai nilai jual tertinggi

(19)

yang mencapai harga Rp.750.000 untuk ukuran besar, sedangkan ukuran sedang Rp.600.000 dan ukuran kecil Rp.500.000. Jenis dengan nilai jual terendah yaitu Bohadschia argus dan Stichopus chloronatus yaitu dengan nilai jual untuk ukuran besar Rp.100.000, sedangkan ukuran kecil Rp.25.000 (Gambar 14).

-100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 Holot huria scabr a Actin opyg amilia ris Actin opyg aech initie s Holot huria eduli s Boha dsch iasp Actin opyg alec anor a Boha dsch iama rmor ata Thele nota anan as Boha dsch iaarg us Stich opus chlor onatu s Jenis Teripang N ila iJ ua l( Rp /k g ke ri ng ) Besar Sedang Kecil

Gambar 14. Nilai Jual Sumberdaya Teripang di Dobo, Kepulauan Aru

Dari Gambar 13 dan Gambar 14, terlihat bahwa teripang yang ada Negeri Porto merupakan teripang dengan kategori sedang sampai murah dan teripang yang bernilai tinggi atau mahal sudah sulit ditemukan dan juga jumlah teripang yang ada mulai menurun, hal ini cukup berbeda jika dibandingkan dengan teripang di desa Warialau. Setiap jenis teripang yang mempunyai nilai ekonomis, mempunyai harga jual berbeda-beda sesuai dengan ukurannya yaitu besar, sedang dan kecil. Biasanya penentuan kategori ukuran didasarkan pada ukuran (cm) yang mencapai berat 1 kg kering ataupun jumlah individu teripang yang mencapai berat 1 kg kering (Tabel 18).

Tabel 18. Kategori Ukuran Beberapa Jenis Teripang

Jenis Teripang Ukuran (1kg kering)

Besar Sedang Kecil

Holothuria scabra 3 ekor 4 ekor 6 ekor

Bohadschia marmorata 20 cm 15 cm 5 cm

Bohadschia sp 20 cm 15 cm 5 cm

Stichopus variagatus 15-20 cm Tidak ada ukuran sedang 2cm

Holothuria atra Hanya ada satu ukuran saja

Holothuria edulis Hanya ada satu ukuran saja

Actinopyga lecanora 15 cm 12 cm 7 cm

(20)

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 4.5.1. Sosial Ekonomi

Pada umumnya masyarakat Negeri Porto mempunyai mata pencaharian yang bervariasi yang dimulai dengan petani pemilik lahan dengan persentase tetinggi serta disusul dengan PNS, Pensiunan, Pedagang, Nelayan, dan lainnya. Dari pekerjaan yang bervariasi maka cukup juga mempengaruhi pendapatan mereka. Tingkat pendapatan masyarakat Porto bervariasi yaitu antara kurang dari Rp.250.000-lebih dari Rp.1.000.000 per bulan (Tabel 19). Dari Tabel 19, terlihat bahwa besar pendapatan tertinggi masyarakat negeri Porto yaitu pada selang Rp.400.000-Rp.499.000 (34.29%), sedangkan yang terendah yaitu pada besar pendapatan kurang dari Rp.250.000 (5.43%). Jika kisaran besar pendapatan diperkecil, maka dapat dijelaskan bahwa kisaran pendapatan kurang dari Rp.500.000 sebesar 58.57%, sedangkan besar pendapatan lebih dari sama dengan Rp.500.000 yaitu sebesar 41.43%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setengah dari penduduk bekerja pendapatannya dibawah Rp.500.000 dan hampir sebagian penduduk lainnya pendapatannya lebih dari Rp.500.000 atau pendapatan yang kurang dari sama dengan Rp.1.000.000 sebanyak 84.29%, sedangkan pendapatan lebih dari Rp.1.000.000 sebanyak 15.71%. Untuk nelayan teripang di negeri Porto, jika diestimasi pendapatannya secara sederhana, dari hasil tangkapan pada tahun 2007 sebanyak 180 kg kering dan nilai jual teripang ukuran besar rata-rata berkisar Rp.200.000-Rp.300.000/kg kering, dengan jumlah nelayan teripang 10 orang, maka pendapatan bisa mencapai Rp. 300.000/bulan.

Tabel 19. Besar Pendapatan Masyarakat di Negeri Porto dan Desa Warialau

Besar Pendapatan (Bln) Negeri Porto Desa Warialau

Jiwa (%) Jiwa (%) < Rp.250.000 Rp.250.000-Rp.299.000 Rp.300.000-Rp.399.000 Rp.400.000-Rp.499.000 Rp.500.000-Rp.1.000.000 >Rp.1.000.000 19 25 41 120 90 55 5.43 7.14 11.71 34.29 25.71 15.71 45 80 34 27 18 10 21.03 37.38 15.89 12.62 8.41 4.67 Jumlah 350 100 214 100

(21)

Untuk Desa Warialau, kisaran pendapatan tertinggi yaitu pada kisaran Rp.250.000-Rp.299.000 (37.38%). Lebih singkat, dapat dijelaskan bahwa kisaran pendapatan kurang dari Rp.500.000 sebesar 86.92%, sedangkan besar pendapatan sedangkan besar pendapatan lebih dari sama dengan Rp.500.000 yaitu sebesar 13.08%. Dengan demikian terlihat bahwa besar pendapatan penduduk bekerja di Desa Warialau sangat rendah. Jika diestimasi pendapatan penduduk desa Warialau pada saat buka sasi, dengan jumlah tangkapan 4.800 kg kering dan harga rata-rata Rp.750.000/kg, dengan jumlah penduduk ± 400 orang, maka besar pendapatan yaitu Rp.750.000/bulan. Dalam kenyataannya pendapatan yang ada, tidak menjadi sumber pendapatan utama, karena tidak setiap tahun dilakukan penangkapan karena sedang “tutup sasi”. Tingginya pendapatan penduduk pada saat “buka sasi” karena jenis yang ditemukan termasuk kategori mahal maupun sedang serta dalam jumlah dan ukuran yang besar.

4.5.2. Kelembagaan

Negeri Porto

Pada rezim otonomi daerah yang dimulai setelah diterapkannya UU nomor 22 Tahun 1999, sistem pemerintahan desa mengalami perubahan yaitu dikembalikan menjadi sistem pemerintahan negeri. Nama wilayah administratif berubah dari desa menjadi negeri demikian pula organisasi pemerintahannya. Adapun struktur pemerintahan negeri pada rezim otonomi daerah pada Negeri Porto (Gambar 21).

Sistem pemerintahan desa pada rezim otonomi daerah memberikan kemungkinan perubahan struktur dan penyelenggaraan desa ke depan sangat mungkin sesuai dengan aspirasi dan karakteristik lokal, dimana sistem pemerintahan desa dikembalikan pada sistem pemerintahan negeri. Supardal et al, (2005) mengatakan bahwa UU No.22 Tahun 1999 dimungkinkan adanya perbedaan menyangkut nama kelembagaan desa yang ada. Dengan demikian nilai-nilai lokal, tradisi, adat istiadat dimunculkan kembali selama masyarakat menganggap akan mendukung efektivitas dan efisiensi pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan diberlakukan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004, maka semangat dan keinginan masyarakat untuk memberlakukan

(22)

sistem adat dapat terakomodasi. Pada rezim otonomi daerah dimana pelakasanaan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yaitu pada Raja dan Kewang diharapkan dapat berjalan dengan baik.

Gambar 15. Struktur Pemerintahan di Negeri Porto

Desa Warialau

Desa Warialau masih menganut sistem pemerintahan desentralisasi, dimana Kepala Desa merupakan pemimpin tertinggi dalam desa (Gambar 22). Meskipun telah terjadi perubahan sistem pemerintahan menjadi otonomisasi, namun dalam kenyataannya Desa Warialau masih menganut sistem yang lama. Keunikan dari model pemerintahan di Desa Warialau yaitu masih mempertahankan adat istiadat dengan sangat teguh meskipun menganut sistem desentralisasi.Struktur organisasi pemerintahan desa terdiri dari kepala desa, sekretaris desa, Badan Perwakilan Desa, Kepala-kepala urusan dan kepala dusun. Setiap unit organisasi mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing yang berbeda. Kepala desa merupakan penguasa tunggal di desa baik pada struktur pemerintahan desa tetapi juga pada organisasi sosial kemasyarakatan di desa.

Sekretaris BPD Kaur Umum Kaur Pembangunan Kaur Pemerintahan Raja Kep Soa Wattimury Kep Soa Polnaya Kep Soa Tetelepta Kep Soa Sahertian Kep Soa Aponno Kep Soa Latuihamallo Masyarakat

(23)

Gambar 16. Struktur Pemerintahan di Desa Warialau Sekretaris BPD Kaur Umum Kaur Pembangunan Kaur Pemerintahan Kepala Desa Kepala Dusun Kepala Dusun Kepala Dusun Kepala Dusun Kepala Dusun Masyarakat

Keterangan : Garis Komando

Gambar

Tabel 7. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Negeri Porto
Gambar 6. Grafik Kepadatan dan Kepadatan Relatif Sumberdaya Teripang di Negeri Porto 0.00000.20000.40000.60000.80001.00001.2000
Tabel 10. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Negeri Porto
Tabel 11. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Desa Warialau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian tentang pengaruh ekstrak berbagai varietas daun tembelekan ( Lantana camara Linn.) terhadap penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai penunjuang

Dalam pelaksanaan agama (baca Hindu) diperlukan berbagai ritual keagamaan yang merupakan suatu ritual mengorbankan sifat “kebinatangan” dalam diri manusia. Sifat tersebut

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Magister Teknik pada Kekhususan Manajemen Proyek Program Studi Teknik Sipil Program Pasca Sarjana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran IPA merupakan skenario pembelajaran yang disusun oleh guru yang telah memiliki pemahaman tentang

Kemudian hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan hasil analisis prin- cipal component regression untuk mengetahui metode mana yang lebih baik dalam

Penelitian ini menggambarkan, bahwa remaja putri dengan obesitas cenderung memiliki karakteristik harga diri rendah, sehingga tidak maksimal dalam mengaktualisasikan

Kegiatan Koordinasi Kegiatan Pengembangan Tanaman Tahunan Untuk Fasilitasi Identifikasi Pendayagunaan Sumber Daya Tahun 2014 di Pusat dibiayai melalui DIPA Direktorat Jenderal

Pembuatan medium percobaan ini dengan menggunakan NA (Nutrient Agar) instant yang tersedia, dimana dalam pembuatannya terlebih dahulu dengan cara menimbang bahan