• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI BAcILLus ThuRIngIEnsIs DARI BERBAGAI HABITAT

DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS

TERHADAP JENTIK NYAMUK AEdEs AEgypTI

Esti Rahardianingtyas,

Rendro Wianto

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga

Email: rahardian.esti@gmail.com

ISOLATION OF BAcILLLus ThuRIngIEnsIs FROM DIFFERENT HABITS

IN THE DISTRICT MAGELANG AND MAGELANG MULTICIPALITY AND PATHOGENICITY

AGAINST AEdEs AEgypTI LARVAE

Abstrak

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya pengendalian vektor penyakit tersebut adalah pengendalian terhadap jentik Aedes aegypti menggunakan Bacillus thuringiensis yang efektif dan aman bagi lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi B. thuringiensis yang toksik terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti di berbagai lokasi di Kabupaten dan Kota Magelang. Dua puluh enam sampel tanah diambil dari 10 lokasi diisolasi dan diidentifikasi.di laboratorium mikrobiologi, B2P2VRP Salatiga diperoleh 40 isolat B thuringiensis, dimana 29 isolat yang didapat memiliki toksisitas ˃50% terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti sedangkan sebelas isolat yang didapat memiliki toksisitas ˂50% terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti. Isolat dengan toksisitas 90% diisolasi dari sampel tanah yang diambil dari habitat makam. Perlu dilakukan penelitian uji serologi dari isolat yang patogenisitasnya ˃50%.

Kata kunci: Habitat, Isolasi, B. thuringiensis, Ae. aegypti Abstract

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a health problem in Indonesia, transmited by Aedes aegypti. One of vector control method against Aedes aegypti larvae has conducted using Bacillus thuringiensis due to safe for the environment. The objectives of this study was to isolate and identify B. thuringiensis which toxic to Ae. aegypti larvae at various habitat and ecosystem in the District Magelangand magelang multicipality. Twenty-six soil samples collected from 10 locations were isolated and identified in the microbiology laboratory, Institute for Vector and Reservoir Control Research and Development, Central Salatiga. Twenty-six soil samples and 40 isolates were identified positive of B thuringiensis, 29 isolates had ˃50% toxicity and 11 isolates had ˂50% toxicity. Isolate with 90% toxicity were isolated from resting place ecosystem.Serological research needs to be conducted to identify the pathogenicity of isolates with ˃ 50% toxicity against Ae. aegypti larvae.

Keywords: Habitat, Isolation, B. thuringiensis, Ae.aegypti

Submitted: 17 Maret 2014, Review 1: 13 April 2014, Review 2: 1 Mei 2014, Eligible article: 25 Mei 2014

PENDAHULUAN

Kasus demam berdarah dengue (DBD) dilaporkan pada tahun 1968, dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Pre va lensi penyakit tersebutdilaporkan selalu meningkat setiap tahun

bahkan menimbulkan kematian dan sering terjadi kejadian luar biasa. Pada tahun 2004, kasus DBD dilaporkan di 334 Kabupaten/Kota di Indonesia, tahun 2007 terjangkit di 465 dan tahun 2009 meluas lagi menjadi 497 Kabupaten Kota. (Pusat Data Survelence Epidemiologi, 2010)

(2)

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, ditularkan oleh nyamuk vektor, Aedes aegypti dan Aedes albopictus. (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008) Upaya penangulangan DBD selama ini dilakukan dengan pengendalian nyamuk vektor, baik stadium dewasa maupun jentiknya. (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008)

Upaya pengendalian jentik cukup efektif dan aman bagi masyarakat dan lingkungan menggunakan Bacillus thuringiensis. B. thuringiensis merupakan bakteri gram positif dan bersifat fakultatif anaerob (Bahagiawati. 2002). Sejumlah strain B. thuringiensis menunjukkan aktif mengendalikan inverterbrata khususnya larva dari insekta ordo Lepidoptera, Diptera, Coleoptera dan Nematoda (WHO, 1999). Sifat patogen B. thuringiensis berasal dari kristal protein mengandung toksin (di Alam masih bersifat protoksin), karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga. Protoksin ini berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Interaksi ini menyebabkan terbentuknya pori-pori pada sel membran saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik sel tersebut. Keseimbangan osmotic sel terganggu, sehingga terjadi pembengkakan dan pecah, menyebabkan kematian serangga (Hofte, H and H.R. whitely, 1989).

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) telah berhasil mengisolasi B. thuringiensis H-14 isolat Salatiga da-ri tanah di wilayah Kota Salatiga, dan diketahui tok si sitasnya tinggi terhadap jentik Ae. aegypti, An. aconitus dan Cx.quenquefasciatus (Blondine, 2003). Keanekaragaman flora dan fauna Indonesia, memungkinkan adanya isolat dari B. thuringiensis yang memiliki toksisitas tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi B. thuringiensis memiliki toksisitas yang tinggi terhadap jentik nyamuk vektor DBD. BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi B2P2VRP Salatiga dengan jenis penelitian eksperimental murni. Populasi digunakan dalam penelitian ini adalah jentik Ae. aegypti instar III akhir, hasil pemeliharaan di laboratorium B2P2VRP. Pengambilan sampel pada kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan secara com pletely randomized sampling. Hal ini disebabkan percobaan bersifat homogen. Randomisasi dilakukan dengan menempatkan perlakuan secara random terhadap unit percobaan. (Finney,D.J.,”1971)

Ulangan atau replikasi

Banyaknya ulangan untuk uji patogenisitas dihitung

menurut rumus (Kemas,A.H.1993) sebagai beri kut:

(t – 1) (r – 1) > 15 (9 – 1) (r – 1) > 15 r > 2.8 ~ 3 Keterangan: t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan Cara Kerja

1. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut : permukaan tanah yang akan diambil sebagai sampel dibersihkan dari rumput, kerikil dan akar tanaman, kemudian dibuat lubang diameter 5 – 10 cm dan kedalaman sampai 10 cm dari permukaan dan dilakukan pengukuran pH tanah. Sampel tanah diambil 10 – 20 gram, disimpan di kantong plastik dan diberi label berisi keterangan: kode/ No. Urut pengambilan tanah, tanggal pengambilan, kode habitat, lokasi dan pH. Sampel tanah disimpan dalam box pada temperatur kamar.

2. Proses Isolasi B. thuringiensis

Proses isolasi dilakukan dengan cara menimbang satu gram sampel tanah, kemudian ditambah 10 ml air suling dan didiamkan selama 5-6 menit. Dari sampel tesebut dibuat seri pengeceran 10-1 – 10-5, kemudian

ma sing-masing dipanaskan pada suhu 700 C selama

15 menit. Tujuan dipanaskan untuk menghambat per-tum buhan bakteri non spora seperti Pseudomonas, Proteus dan Coliform. Masing-masing seri pengeceran diinokulasikan pada media agar nutrien ( NA) berisi bahan bacto beef exctract 3 gram, bacto peptone 5 gram dan bacto agar 15 gram per 1 liter aquadest), kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 300C. Koloni

tersangka B. thuringiensis dilakukan pengecatan de-ngan menggunakan metode Chilcott & Wigley (1988) untuk mendeteksi kristal protein. Cara pengecatan ada lah dengan membuat preparat olesan dari koloni patogen, ditetesi dengan “Naphtalen black” selama 2 menit dan “Gurr’s improved R66 Giemsa” selama 1 menit. Dilakukan pengamatan dibawah mikroskop pada perbesaran 1000 kali, untuk melihat adanya kristal protein. Koloni terdeteksi adanya positif, dibuat biakan murni pada media agar nutrien dan diinkubasi pada suhu 300C selama 48 jam.

3. Uji Hayati (Bioassay Test)

Diambil 2 ose penuh kultur murni dari media NA dan dimasukkan ke dalam gelas gojog ukuran 250 ml

(3)

yang diisi dengan 50 ml TPB, sampel tersebut digojog dengan menggunakan penggojog pada suhu kamar selama 48 jam. Sebanyak 15 ml sampel (sudah digojog) dimasukan ke dalam mangkok plastik diisi dengan 150 ml air suling dan 20 ekor jentik Ae. aegypti instar III akhir. Kontrol disiapkan mangkok plastik diisi dengan 150 ml air suling dan 20 ekor jentik Ae. aegypti instar III. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Pengamatan kematian jentik dilakukan setelah ke-24 pemaparan Perhitungan persen kematian jentik Ae. aegypti uji dilakukan dengan rumus:

Jumlah jentik mati

x 100 %

Jumlah jentik uji

Apabila kematian jentik pada kontrol 5-20%, angka kematian jentik uji dikoreksi dengan rumus Abbott: AK (%) Uji – AK (%) Kontrol

AKk (%) = --- x 100

100 % - AK (%) Kontrol

Keterangan:

AKk : Angka Kematian koreksi AK : Angka Kematian jentik

Analisis dilakukan secara diskriptif berdasar hasil uji patogenitas

HASIL

Hasil penelitian diperoleh 40 isolat positif B. thuringiensis dari 26 sampel tanah diisolasi, yaitu 7 isolat dari Desa Blondo, Kabupaten Mungkid (tanah makam/bawah pohon beringin (Ficus benjamina), kebun rambutan/lubang pohon (Nephelium lappaceum)/ lubang pohon jengkol (Pothecellobium jiringa), lubang pohon kelengkeng (Dimocarpus longan), 1 isolat dari Desa Bumirejo, (kebun rambutan/lubang pohon rambutan), 5 isolat dari Desa Mendut, (tempat wisata Mendut/lubang pohon beringin, 5 isolat dari Desa Tingal kulon, Wanurejo Borobudur ( kebun ketela pohon (Manihot utilissima)/lubang pohon beringin,lubang pohon sonokeling (Dalbergia latifolia),lubang pohon kelapa (Cocos nucifera) 2 isolat dari Desa Mungkidan, Danurejo (perkantoran.lubang pohon beringin), 2 isolat dari Desa Ngadiarum, Soropadan (perkantoran dan lapangan tembak/bawah pohon trembesi), 5 isolat dari Desa Ngadirejo 3, Salaman (tanah makam/bawah pohon jangkang (Sterculia foetida), celah bawah pohon beringin), 3 isolat dari Desa Kajoran (tanah makam/ bawah pohon trembesi (Albizia saman), kebun salak

(Salacca zalacca)/tanah pohon suren (Toona sinensis) mati, 9 isolat dari Desa Tegalsari, Bandongan (Tanah makam/celah bawah pohon beringin dan bulunya, lubang pohon pakis (Diplazium esculentum), di atas pohon mindi (Melia azedarach), 1 isolat dari lokasi alun-alun Kota Magelang (lapangan atau alun-alun/ lubang pohon beringin.

Isolasi 11 sampel tanah dari ekosistem makam diper oleh 20 isolat, 9 sampel tanah dari ekosistem per kebunan diperoleh 10 isolat, 3 sampel tanah dari ekosistem candi mendut diperoleh 5 isolat, 2 sampel tanah dari ekosistem perkantoran diperoleh 4 isolat, 1 sampel tanah dari ekosistem lapangan diperoleh 1 isolat. Hasil pengujian patogenisitas menunjukkan 29 isolat dengan patogenisitas ˃50 % (51,11% -90%) dan 11 isolat ˂50 % (0% – 48,89 %) terhadap jentik Ae. aegypti. Sembilan belas isolat yang memiliki patogenisitas ˃50% diisolasi dari ekosistem makam, 6 isolat dari ekosistem kebun, 3 isolat dari ekosistem perkantoran dan 2 isolat dari ekosistem taman wisata candi mendut. Empat isolat memiliki patogenisitas ˂50% diisolasi dari ekosistem perkebunan, 3 isolat dari ekosistem Candi Mendut, 2 isolat dari ekosistem makam dan masing-masing 1 isolat dari ekosistem perkantoran dan lapangan/alun-alun. Isolat hasil isolasi dari eko-sis tem makam memiliki toksisitas 90% sedangkan isolat yang diisolasi dari ekosistem lapangan memiliki toksisitas 0%. Patogenisitas dua isolat diperoleh dari pemeriksaan satu sampel tanah di lokasi perkantoran Mungkid memiliki toksisitas 63,33% dan 10 %. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh pemeriksaan isolat sampel tanah diambil dari kebun salak, kajoran (66,67 % dan 46,67 %).

PEMBAHASAN

Sampel tanah dalam penelitian ini diambil dari habitat pohon karena tanah merupakan habitat alami B. thuringiensis. Spora B. thuringiensis mampu bertahan

lama di tanah dan akan berkecambah jika terdapat nutrisi (Martin & Travers, 1989). Tanahdi bawah pohon, cabang dan lubang pohon sudah tua, tanah becek, tempat perkembangbiakan jentik nyamuk maupun jentik sakit merupakan sampel tanah digunakan untuk isolasi B. thuringiensis (Blondine, 2013).

Hasil pemeriksaan terhadap sampel tanah di lokasi berbeda dengan habitat sama menunjukkan perbedaan jumlah isolat diperoleh. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi lingkungan berbeda, seperti: pH tanah, suhu dan kelembaban udara serta cahaya matahari mempengaruhi perkembangan dan keberadaan B. thuringiensis pada habitat tertentu (Khetan, S.K., 2001). Tersedianya

(4)

Tabel 1. Hasil uji patogenisitas B. thuringiensis dari berbagai habitat tanah di Kabupaten dan Kota Magelang terhadap jentik Ae. aegypti

No Ekosistem Habitat Jumlah Uji Patogenisitas Sampel Isolat Positif I II

1 Makam Pohon Beringin

- Bawah pohon beringin 4 8 8 (53,33 -76,67)

- Lubang pohon beringin 1 1 1 (66,67)

Pohon Pakis

- Lubang pohon pakis 2 6 5 (63,33-90,0) 1 (23,33)

Pohon Mindi

- Atas pohon mindi 1 2 2 (73,33-86,67)

Pohon Jangkang

- Bawah pohon jangkang 2 2 1 (80,0) 1 (46,67)

Pohon Mahoni

- Bawah pohon mahoni 1 1 1 (60,0)

2 Perkebunan Pohon Jengkol

- Lubang pohon jengkol 1 1 1 (6,67)

Pohon Kelengkeng

- Lubang pohon kelengkeng 1 1 1 (20,0)

Pohon Rambutan

- Lubang pohon rambutan 1 1 1 (75,56)

Pohon Suren

- Tanah pohon suren mati 1 2 1 (66,67) 1 (46,67)

Pohon Beringin

- Lubang pohon beringin 2 2 1 (71,11), 1 (33,33)

Pohon Sonokeling

- Lubang pohon sonokeling 2 2 2 (51,11-82,22)

Pohon Kelapa

- Lubang pohon kelapa 1 1 1 (60,0)

3 Candi Mendut Pohon Beringin

- Lubang pohon beringin 3 5 2 (57,76-60,0) 3 (35,56-48,89) 4 Perkantoran Pohon Beringin

- Lubang pohon beringin 1 2 1 (63,33) 1 (10,0)

Pohon Trembesi

- Bawah pohon trembesi 1 2 2 (63,33-76,61)

5 Lapangan / alun-alun Pohon Beringin

- Lubang pohon beringin 1 1 1(0,0)

26 40 29 (51,11-86,67) 11 (6,67-48,89)

I = Jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk selama 24 jam ˃50% II = Jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk selama 24 jam ˂50%

(5)

nutrisi juga merupakan salah satu faktor populasi B. thuringiensis ada di alam. (F. Al Momami and M. Obeidat, 2011)

Perbedaan patogenisitas isolat dari habitat ber-beda atau sama disebabkan perber-bedaan serotipe B. thu ringiensis. Perbedan kondisi lingkungan masing-masing habitat mempengaruhi variasi genetik B thu-ringiensis (F. Almomami and M. Obeidat, 2011). WHO (1999) telah dilaporkan bahwa B thuringiensis memiliki 67 serotipe yang diklasifikasikan secara fenotipe berdasarkan sequence dari gen penyandi produksi kristal protein toksin. Kristal protein berbeda berpengaruh terhadap suseptibilitas inang dan toksisitas serotipe B. thuringiensis. Berdasar komposisinya B. thuringiensis mempunyai bentuk kristal protein toksin bervariasi (WHO,1999). Kristal protein toksik terhadap ordo Diptera berbentuk lonjong, kubus, jajaran genjang dan bulat (Gholamreza et all, 2007). Perbedaan jumlah kristal protein toksin dimakan jentik juga merupakan faktor penyebabkan perbedaan patogenisitas. Jentik Ae.aegypti mempunyai kebiasaan makan di dasar habitat perkembangbiakan sehingga perbedaan tingkat pengendapan membuat kristal protein toksin yang ada di zona makan jentik berbeda (Blondine Ch P dan Umi Widiastuti, 1994).

KESIMPULAN

Dua Puluh Enam sampel tanah diisolasi dan diidentifikasi diperoleh 40 isolat B thuringiensis, dimana 29 isolat yang didapat memiliki toksisitas ˃50% terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti sedangkan sebelas isolat yang didapat memiliki toksisitas ˂50% terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian uji serologi dari isolat yang patogenisitasnya ˃ 50%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penelitian ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Blondine Ch P, M.Kes, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang atas bantuan dan fasilitas da-lam pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih, disampaikan juga kepada semua pihak yang telah aktif membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis Sebagai Bioinsektisida. Bulletin AgroBio. 5(1):21-28

Blondine Ch. P, 2013. Efikasi Bacillus Thuringiensis 2 Isolat Serotipe H-10 Galur Lokal Terhadap Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus. Jurnal Vektora. Vol 5, No.1: 28-33

Blondine Ch. P dan Umi Widiastuti. 1994. Pencarian dan Isolasi Serta Peengujian Potensinya Sebagai Pengendali Jentik Nyamuk. Buletin Penelitian Kesehatan.22(1): 18 - 24.

Blondine Ch. P, Widyastuti U, Widiarti, Sukarno, Subiantoro.1998/1999. Uji Serologi Isolat Bacillus thuringiensis dan Patogenisitasnya Terhadap Jentik Nyamuk Vektor Buletin Penelitian Kesehatan. 26 (2 &3): 91-98.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (Psn-DBD) Dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku

(Communication For Behavioral Impact),

Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

F. Al. Momami and M. Obeidat, 2011. Abundance and Serotyping of pathogenic isolates of Bacillus thuringiensis isolated from Ajloun Forests. Journal Of Biodiversity and Ecologycal Science. Vol 1, issue 4:16-21

Finney,D.J.,”1971. Probit Analysis”, 3 rd,ed.,Cambridge Univ.Press.London.

Gollamreza Salehi Jouzani, Ali Pourjan Abad, Ali Seifinejad, Rasoul Marzban, Khalil Kariman and Bahram Maleki, 2007. Distribution And Diversity Of Dipteran-Specific Cry And Cyt Genes In Native Bacillus thuringiensis Strain Obtained From Different Ecosystem Of Iran. J Ind Microbiol Biotechnol (2008) 35: 83-94 Hofte, H and H.R. whitely, 1989. Insecticidal Crystal

Protein Of Bacillus thuringiensis. Microbial. 53:42-255

Kemas,A.H.1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press, Jakarta

Khetan, S.K., 2001. Microbial Pest Control. Marcel Dekker, Inc. USA

Phyllis A. W. Martin and Russell S. Travers, 1989. Applied And Environmental Microbiology. Vol. 55, No. 10 P. 2437-2442

(6)

Pusat Data Survelence Epidemiologi, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi. Kementrian kesehatan RI, Jakarta .

WHO, 1999. Microbial Pest Control Agent “Bacillus Thuringiensis”.WHO, Jeneva.

Gambar

Tabel 1.   Hasil uji patogenisitas B. thuringiensis dari berbagai habitat tanah di Kabupaten dan Kota Magelang  terhadap jentik  Ae

Referensi

Dokumen terkait

kebutuhan konsumen, keyakinan konsumen bahwa brand tersebut sesuai dari pada brand lain yang baru muncul dan keyakinan konsumen bahwa brand tersebut dapat memenuhi

Persamaan dengan penelitaian yang akan dilakukan adalah pada metode penelitian yang digunakan, sedangkan perbedaannya yaitu pada subjek penelitian, tujuan penelitian,

Kombinasi pra-perlakuan jamur dan gelombang mikro menyebabkan terjadinya kehilangan berat pada sampel (Gambar 4.1), dengan kehilangan berat pada inokulum 10% lebih

Dalam menjalankan fungsi wahana kerja sama kelompok tani diharapkan mampu menciptakan suasana saling kenal, saling percaya, mempercayai dan selalu berkeinginan untuk bekerja sama;

Sedangkan tinjauan hukum Islam tentang jual beli dedeh sebagai pakan ternak lele yang terjadi di Desa Tanjung Sari dianggap sah menurut hukum Islam berdasarkan

syariah compliance yang dituangkan dalam penelitian dengan judul “ Analisis Pengaruh Pengungkapan Syariah Compliance Dalam Meningkatkan Kepuasan Nasabah ” (Studi Pada Bank

Dari data yang terkumpul, maka didapat kesimpulan bahwa sistem pakar yang akan dirancang dapat menggunakan metode fuzzy, hal ini dikarenakan bahwa para pakar selalu

Hasil ini menyatakan variabel-variabel independen yang dicakup dalam persamaan dari penelitian ini (yaitu: Komite Audit, Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional dan