JLBG
Journal of Environment and Geological Hazards
ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015
e-mail: jlbg_geo@yahoo.com - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg
Pentarikhan Radiokarbon dalam Penentuan Umur Aktivitas
Sesar Sumatra di Liwa, Lampung
Radiocarbon Dating for Sumatra Fault Activity Age
Determination in Liwa, Lampung
Darwin Alijasa Siregar dan Yudhicara Badan Geologi
Jalan Diponegoro No. 57 Bandung 40122 Indonesia
Naskah diterima 11 Oktober 2016, selesai direvisi 20 Februari 2017, dan disetujui 15 Maret 2017 e-mail: darwinalijasa@yahoo.com
ABSTRAK
Gempa bumi tahun 1994 di daerah Liwa dan sekitarnya merupakan gempa yang cukup besar dan memakan banyak korban jiwa. Untuk itu penelitian sesar aktif di daerah tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi. Metode pentarikhan radiokarbon dengan fase gas asetilena diperkenalkan dalam tulisan ini untuk menentukan umur absolut batuan atau endapan pada suatu singkapan paleoseismik, sehingga dapat merekonstruksi kejadian gempa bumi pada masa lampau, yang bersumber pada sistem tektonik sesar Sumatra yang terdapat di Liwa, Lampung. Metode ini memanfaatkan material yang mengandung unsur karbon radioaktif yang terdapat di dalam suatu percontoh batuan atau sedimen dengan kisaran umur tidak lebih dari 50.000 tahun BP (Before Present). Berdasarkan hasil pentarikhan tersebut diketahui aktivitas tektonik sesar Sumatra di daerah Liwa (Segmen Semangko) terjadi pada 5370 - 5280 ±120 tahun B.P. dan 2980 - 2880 ± 120 tahun B.P.
Kata kunci: gas asetilena, Liwa, Pentarikhan radio karbon, Sesar Sumatra ABSTRACT
The 1994 earthquake in Liwa and its surroundings is the most severe earthquake which caused many fatalities. Therefore a research of active faults has been done as an effort to mitigate the earthquake hazard. In this paper, dating method is introduced using asetilena gas phase which is one of dating methods applied to rocks or sediment from a paleoseismic exposure to reconstruct a paleo-earthquake event. This method uses material containing radioactive carbon and resulting the age that is no more than 50.000 BP (Before Present). This method determine that there is tectonic activity of Sumatra Fault in Liwa region, which occured in 5,370 – 5,280 ± 120 years B.P. and 2,980 – 2,880 ± 120 years B.P.
PENDAHULUAN
Liwa adalah suatu daerah di wilayah Lampung yang memiliki sejarah gempa besar yang memakan korban jiwa dan kerugian yang tidak sedikit. Daerah Liwa ini dilewati oleh sesar Sumatra pada Segmen Sesar Semangko (Katili dan Hehuwat, 1967). Gempa bumi yang pernah terjadi di daerah ini antara lain pada tahun 1933 dan 1994. Sesaat setelah gempa bumi Liwa tahun 1994, Tim Internasional melakukan penyelidikan Pasca Gempa bumi, lalu tahun 2013 kembali dilakukan penyelidikan terhadap gempa yang sama. Tujuan dari kedua penyelidikan tersebut adalah melakukan penelitian terhadap aktivitas Sesar Sumatra di daerah Liwa dan sekitarnya, yang salah satunya menggunakan metode paleoseismologi, yaitu studi mengenai peristiwa gempa bumi yang terjadi pada masa lampau. Dalam metode tersebut, dilakukan paritan (trenching) yang bertujuan untuk mengetahui stratigrafi suatu singkapan dan merekonstruksi kejadian gempa bumi yang mungkin terjadi pada masa lampau (Soehaimi drr., 2002; 2013).
Penentuan umur batuan atau endapan yang terdapat dalam paritan dilakukan dengan metode pentarikhan menggunakan radiokarbon. Metode ini bertujuan untuk mengetahui umur mutlak dalam kurun waktu yang sangat pendek dan muda, yakni pada kisaran 38.000 B.P. (Before Present), sehingga aktivitas geologi yang terekam dalam stratigrafi paritan dapat diketahui baik yang telah tersesarkan maupun yang belum tersesarkan oleh suatu struktur geologi dari waktu ke waktu.
Geologi
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi terpilih di sepanjang lajur sesar Sumatra segmen Semangko (Ranau – Suoh), tepatnya di Desa Hamkatir dan Desa Bawang Heni, Kabupaten Lampung Barat. Geologi sepanjang lajur sesar Sumatra segmen Semangko (Ranau – Suoh) terdiri atas tiga unsur pokok dan mendasar, yakni bentang alam, batuan, dan struktur geologi (Soehaimi drr., 2013). Bentang alam di sepanjang lajur sesar Sumatra segmen Semangko (Ranau – Suoh) ini memiliki ciri khusus berupa lembah bersungai, berawa dan lembah kering, dengan lereng lembah yang curam hingga landai dengan pola jurus memanjang berarah U330°T (barat laut – tenggara). Lembah Hamkatir tempat paritan paleoseismik dilakukan merupakan lembah asimetris yang lereng lembah
sebelah baratnya agak landai, sedangkan bagian timur berlereng terjal. Sementara Lembah Bawang Heni bersifat simetris, karena kedua sisi lembah bersudut lereng hampir sama.
Menurut Soehaimi drr. (2013), batuan dasar penyusun kedua lembah studi ini adalah pasir tufaan berwarna putih bersifat lepas, berbutir kasar hingga halus. Butiran kasar berukuran kerikil terdiri atas fragmen batuan dan pumis. Yang menutupi batuan dasar ini adalah endapan sungai, rawa, dan rombakan batuan di sekelilingnya. Endapan sungainya terdiri atas endapan alur sungai dan endapan limpah banjir berupa perselingan antara pasir kasar hingga halus, lempung hingga lanau. Sementara endapan rawa terdiri atas lempung hitam yang banyak mengandung sisa tanaman berupa ranting dan dedaunan. Struktur geologi utama yang dapat diamati pada kedua lokasi penelitian berupa kelurusan lembah berarah baratlaut – tenggara. Hasil kajian kinematika struktur geologi pada batuan dasar pasir tufaan memperlihatkan gerak sesar mendatar menganan. Struktur geologi sekunder dapat dijumpai juga di sepanjang lajur sesar ini berupa sesar mendatar dan sesar normal (turun). Sesar mendatar merupakan perkembangan lajur gerusan sesar utama, sedangkan sesar normal merupakan perkembangan lajur tarikan. Struktur lipatan tidak dapat diamati dengan baik di sepanjang lajur sesar ini karena fisik batuan penyusunnya yang bersifat lepas dan getas, sehingga tidak terjadi sistem lipatan.
METODE PENELITIAN
Metode penentuan umur dengan metode radiokarbon diaplikasikan dalam penelitian ini untuk mengetahui aktivitas geologi yang terekam dalam stratigrafi paritan dengan cara merekonstruksi suatu kejadian geologi berdasarkan umur perlapisan sedimen. Prinsip kerja metode radiokarbon tersebut adalah dengan asumsi bahwa setiap makhluk hidup yang mengandung karbon selalu berada dalam kesetimbangan dengan karbon-14 (C-14) di atmosfer. Artinya proporsi C-14 terhadap karbon udara relatif tidak berubah semenjak zaman purba, sehingga sisa aktivitas radioaktif suatu sampel yang mengandung karbon berkolerasi dengan umur sejak sampel tersebut tidak menunjukkan aktivitas kehidupan, yang dihitung berdasarkan pemakaian angka waktu paruh peluruhan C-14 (Nair drr., 1998).
Metode penentuan umur dapat dilakukan pada zat yang berbentuk padat, cair, dan gas. Fase gas adalah yang paling sering digunakan karena mempunyai ketelitian yang lebih baik walaupun preparasinya lebih sulit. Pengukuran pada fase gas dapat dilakukan dalam bentuk karbon dioksida (CO 2) atau gas asetilena (C2H2). Penggunaan gas asetilena bersifat relatif lebih stabil, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih teliti. Tahapan reaksi kimia pembuatan gas asetilena ini merupakan metode yang ditetapkan sebagai prosedur rutin untuk mengukur umur sampel di Laboratorium Radiokarbon, Pusat Survei Geologi, Bandung (Siregar, 1986).
Penentuan umur dengan metode radiokarbon ini telah dilakukan terhadap empat sampel organik yang diambil dari beberapa lokasi terpilih di daerah Liwa, Kabupaten Lampung Barat, dan sekitarnya. Pekerjaan laboratorium yang dilakukan tersebut yaitu mulai dari proses pencucian sampel, pembentukan karbonat, pengendapan stronsium karbonat, pembentukan karbida dengan memakai serbuk magnesium, sampai pekerjaan produksi gas asetilena (C2H2).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ada dua hal pokok yang dibahas dalam tulisan ini, yaitu: 1) penentuan umur berdasarkan Pentarikhanradiokarbon dan 2) aplikasinya dalam stratigrafi neotektonik di lajur sesar aktif Sumatra Segmen Semangko (Ranau – Suoh) pada lokasi Dusun Hamkatir dan Dusun Bawang Heni.
Analisis Pentarikhanradiokarbon dilakukan terhadap empat buah sampel jenis lempung
hitam yang banyak mengandung sisa tanaman dan lempung pasiran hitam kecoklatan yang juga mengandung sisa tanaman. Material lempung hitam dapat diukur umurnya karena mengandung karbon yang cukup melimpah. Jumlah kadar organik dalam lempung mengandung karbon yang tercampur bergantung pada lingkungan pengendapannya. Biasanya banyak sedikitnya kandungan karbon dicirikan oleh warna coklat kehitaman sampai hitam.
Keempat sampel tersebut diambil dari dua lokasi, yaitu di Dusun Hamkatir dan Dusun Bawang Heni. Pemercontohan dan hasil analisis umurnya dapat dilihat pada tabel.1.
Batuan tertua dalam paritan adalah pasir tufaan berbutir kasar hingga halus dan pasir konglomeratan berfragmen batuapung yang merupakan bagian dari Tufa Ranau yang berumur Pliosen Atas (Amin drr., 1994; Gafoer drr., 1994). Lapisan lempung hitam, yang kaya material organik dengan ketebalan 20 – 30 cm, menutupi lapisan ini. Hasil Pentarikhanradiokarbon pada lapisan tersebut menghasilkan umur 5.280 ± 120 tahun B.P. sampai 5.370 ± 120 tahun B.P.
Di atas lapisan lempung hitam ini dijumpai lapisan pasir tufaan mengandung kerikil batu apung dengan tebal 110 cm, sedangkan di atasnya terdapat lempung hitam kecoklatan yang mengandung banyak material organik dengan ketebalan bervariasi antara 50 – 120 cm (Soehaimi drr., 2013). Analisis radiokarbon terhadap lapisan tersebut menghasilkan umur 2.880 ± 120 tahun BP sampai 2.980 ± 120 tahun B.P. Lapisan lempung hitam dan lapisan lempung hitam kecoklatan mengandung
Kode
sampel Jenis sampel Berat sam-pel kering (gr) Endapan CaCO3 (gr) Faktor Endapan SrCO3 (gr) Produksi C2H2 (cmHg) Umur
AN 5 Lempung Hitam 76.2342 50.0342 1 62.0432 > 76 5.370 ± 120 tahun
BP
AN 7 Lempung Hitam 80.0675 53.1237 1 64.0562 > 76 5.280 ± 120 tahun
BP
AN 4 Lempung Coklat
Kehitaman 90.1258 49.5784 1 60.1278 >76 2.980 ± 120 tahun BP
AN 6 Lempung Coklat
Kehitaman 95.0458 51.3479 1 61.0438 >76 2.880 ± 120 tahun BP
material organik tersebut di atas terlihat tersesarkan oleh sesar yang berarah U110°T.
Secara berturut-turut, di atasnya ditutupi oleh lapisan lempung berwarna kelabu dengan sisipan lapisan pasir halus dan kasar dengan ketebalan 90 cm, lalu tanah penutup berwarna coklat kehitaman dengan ketebalan 10 cm mengandung sedikit akar tanaman. Sementara pada lapisan paling
atas dijumpai lempung pasiran berwarna coklat dengan tebal 90 cm yang banyak mengandung akar tanaman. Singkapan perlapisan batuan pada paritan dan sampel hasil pemboran dangkal dapat dilihat dalam Gambar 1 dan 2.
Berdasarkan hasil Pentarikhandari empat
sampel sedimen tersebut, diketahui bahwa
lapisan yang tersesarkan di bagian paling
Gambar 1. Sketsa penampang tegak paritan Sesar Sumatra Segmen Semangko di Dusun Hamkatir (Soehaimi, drr., 2002; 2013).
bawah dari penampang paritan memiliki umur
5.370 ± 120 tahun B.P. Hal ini menandakan
bahwa pensesaran pernah terjadi pada kurun
waktu tersebut yang dapat diasumsikan sebagai
kejadian Gempa bumi, sedangkan lapisan di
atasnya tersesarkan dengan indikasi umur
sampel 2.980 ± 120 tahun B.P. Ini menunjukkan
bahwa pada kurun waktu tersebut telah
terjadi pensesaran, dan pensesaran tersebut
memperlihatkan kemenerusan sesar hingga ke
lapisan yang lebih muda atau di atas lapisan
yang ditentukan umurnya. Dengan kata lain,
sesar tersebut memiliki umur yang relatif
lebih muda daripada umur lapisan batuan
yang dipotongnya. Hal ini menunjukkan telah
terbentuk sesar baru akibat peristiwa gempa
bumi yang berumur lebih muda daripada umur
batuan yang ditentukan umurnya, atau setelah
3.000 tahun.
KESIMPULAN
Penentuan umur batuan dengan menggunakan metode Pentarikhan radiokarbon, telah diapli-kasikan dalam kegiatan penelitian sesar aktif di daerah Liwa, Kabupaten Lampung, khususnya pada studi paleoseismik, untuk mengetahui kejadian geologi penampang stratigrafi suatu paritan. Berdasarkan rekonstruksi paleoseismik mengguna-kan metode penentuan umur radiokarbon ini diketahui bahwa sebelum Gempa bumi Liwa 1994, pernah terjadi peristiwa Gempa bumi lainnya, yaitu pada umur setelah 5.370 ± 120 tahun B.P. dan 2.980 ± 120 tahun B.P. dengan perbedaan waktu antara keduanya sekitar 2.400 tahunan.
Hasil studi ini menunjukkan adanya indikasi bahwa suatu peristiwa gempa bumi dapat menghasilkan sesar baru yang memotong lapisan batuan yang berumur tua menerus hingga ke lapisan batuan yang lebih muda di atasnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sangat berterimakasih kepada Kepala Pusat Survei Geologi, Kepala Laboratorium Pusat Survei Geologi dan Tim Penyelidikan Sesar di Wilayah Liwa, atas dukungan dan ijin penggunaan sampel untuk aplikasi metode hidrokarbon.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, T.C., Sidarto, S., Santoso, S., dan Gunawan, W. 1994. Geologi Lembar Kotaagung, Sumatera (The Geology of The Kotaagung Quadrangle, Sumatera), Lembar (Qudrangle) 1010, Sekala (Scale) 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi.
Gafoer, S., Amin, T. C. dan Pardede, R. 1994. Geologi Lembar Baturaja, Sumatera (The Geology of The Baturaja Qudrangle, Sumatera), Lembar (Quadrangle) 1011, Sekala (Scale) 1: 250.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi Nair, A.R., Sinha, U.K, Josep, T.B, dan Rao S.M., 1998.
Radiocarbon Dating up tp 37.000 Years Using CO2 Absorption Technique. Nuclear Geophysics 9 (3), 263-268.
Siregar, D.A, 1986. Training Report Radiocarbon Dating. The University of Tokyo, Geological Research and Development Centre, Bandung. Soehaimi, A., Widarto, D. S., Masturyono, M., dan
Effendi, I. 2002. The Seismotectonic Database as Main Parameters for Prediction of The Tectonic Earthquake Hazard Level at Liwa, West Lampung District. Proceedings Indonesian Association of Geologist. 1 : 265–276).
Soehaimi, A., Marjiyono, K., dan Muslim, D. 2013. The Sumatran Active Fault and Its Paleoseismicity. 4th International INQUA Meeting on Paleoseismology, Active Tectonics and Archeoseimology (PATA). Aachen.