• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. II. RUMUSAN MASALAH 2.1. Apa yang dimaksud dengan kista? 2.2. Apa saja klasifikasi kista rahang? 2.3. Bagaimana cara penanganannya?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. II. RUMUSAN MASALAH 2.1. Apa yang dimaksud dengan kista? 2.2. Apa saja klasifikasi kista rahang? 2.3. Bagaimana cara penanganannya?"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Kista merupakan suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalam dilapisi oleh epitelium, dan pusatnya terisi cairan atau bahan semisolid. Tandanya, bila epitelium tumbuh dalam suatu masa sel, bagian pusat kehilangan sumber nutrisi dari jaringan periferal. Perubahan ini menyebabkan nekrosis di pusat suatu kavitas terbentuk, dan terciptalah suatu kista. Kista rongga mulut dapat diklasifikasinkan kedalam dua kelas yaitu kista odontogenik dan kista non odontogenik. Selain itu kista odontogenik juga dapat terjadi selama proses perkembangan maupun karena inflamasi.

Kista dirawat dengan prosedur pembedahan enukleasi maupun dengan marsupialisasi. Dalam melakukan prosedur pembedahan seorang klinisi juga harus mempertimbangkan kondisi kesehatan umum pasien yang nantinya dapat mempengaruhi kesuksesan perawatan.

II. RUMUSAN MASALAH

2.1. Apa yang dimaksud dengan kista? 2.2. Apa saja klasifikasi kista rahang? 2.3. Bagaimana cara penanganannya? III. TUJUAN MAKALAH

3.1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan kista; 3.2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi kista rahang;

3.3. Untuk mengetahui dan memahami tata laksana penanganan kista. IV. MANFAAT MAKALAH

Dapat mengetahui dan memahami kista rahang dan mampu merealisasikan dalam bidang kedokteran gigi.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. KISTA RONGGA MULUT 2.1. Definisi

Kista adalah rongga patologik yang dapat berisi cairan, semisolid/semifluid, atau gas yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun darah. Kista dapat terjadi dianatara tulang atau jaringan lunak. Dapat asymptomatic atau dapat dihubungkan dengan nyeri dan pembengkakan. Pada umumnya kista berjalan lambat dengan lesi yang meluas.

Mayoritas kista beukuran kecil dan tidak menyebabkan pembengkakan di permukaan jaringan. Apabila tidak ada infeksi, maka secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas jelas. Pembesaran kista dapat menyebabkan asimetri wajah, pergeseran gigi yang terlibat, hilangnya gigi yang berhubungan atau gigi tetangga.

Dilihat dari gambaran radiograf, terlihat radiolusen yang dikelilingi lapisan radioopak tipis, dapat berbentuk unilokular atau multilokular.

2.2. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi kista odontogenik yang ditemukan, namun klasifikasi yang disarankan adalah klasifikasi kista rahang yang dimodifikasi dari klasifikasi yang disarankan oleh WHO (1992), adalah sebagai berikut:

A. BEREPITEL

I. Kista karena kelainan perkembangan (developmental) a. Berasal dari gigi (odontogenik)

- Kista dentigerous (folikular) - Kista erupsi

- Kista primordial (keratokista) - Kista gingival pada bayi

(3)

- Kista odontogenik berkalsifikasi - Kista odontogenik glandular

b. Bukan berasal dari gigi (non odontogenik) - Kista globulomaksilaris

- Kista nasolabialis

- Kista median mandibular - Kista palatinus median - Kista duktus nasopalatinus II. Kista peradangan (Inflamasi)

a. Kista radikuler (apikal) b. Kista residual

c. Kista paradental B. TIDAK BEREPITEL

I. Kista tulang sederhana (kista traumatic tulang, kista hemorhagik tulang) II. Kista tulang aneurisme

2.3. TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda klinis dari kista bergantung dari besarnya kista tersebut. Kista yang kecil dan belum mendesak tulang rahang, tidak memberi tanda-tanda klinis, kecuali pada kista periodontal, bila dijumpai gigi yang nonvital, dapat diduga kemungkinan adanya kista.

Kista yang besar dan mulai mendesak tulang alveolus, baru memberi tanda-tanda klinis berupa benjolan ditulang rahang dan asimetri pada wajah.

Intra oral pada palpasi dapat teraba : - Fluktuasi

- Krepitasi - Benjolan keras

(4)

Biasanya kista yang kecil tidak memberi gejala subjektif. Gejala pertama yang dirasakan pasien adalah rasa sakit dan pembengkakan bila kista meradang atau pasien akan menjumpai benjolan disulcus vestibularis.

Keluhan pasien juga dapat timbul bila mengetahui ada gigi yang tidak tumbuh, hal ini misalnya pada kista dentigerous.

(5)

BAB III

PENATALAKSANAAN KISTA RAHANG

3.1. Enukleasi

Merupakan proses pengangkatan seluruh lesi kista tanpa terjadinya perpecahan pada kista. Kista itu sendiri dapat dilakukan enukleasi karena lapisan jaringan ikat antara komponen epitelial (melapisi aspek anterior kista) dan dinding kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan lepas dan kista dapat diangkat dari kavitas yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan pengangkatan periosteum dari tulang. Enukleasi pada kista seharusnya dilakukan secara hati – hati untuk mencegah terjadinya lesi rekuren.

Indikasi :

 Pengangkatan kista pada rahang

 Ukuran lesi kecil, sehingga tidak banyak melibatkan struktur jaringan yang berdekatan

 Letaknya jauh dari jaringan vital (sinus maxillaris atau kanalis mandibularis)

Keuntungan :

 Pemeriksaan patologi dari seluruh kista dapat dilakukan

 Pasien tidak dilakukan perawatan untuk kavitas marsupialisasi dengan irigasi konstan

 Jika akses flap mucoperiosteal sudah sembuh, pasien tidak merasa terganggu lebih lama oleh kavitas kista yang ada

Kerugian :

Jika beberapa kondisi diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi bersifat merugikan seperti :

(6)

 Devitalisasi pada gigi  Impaksi gigi

 Banyak jaringan normal yang terlibat

Teknik :

 Pengambilan kista keseluruhan

 RO foto untuk mengetahui lokalisasi kista ini dan hubungannya dengan jaringan sekitarnya

 Anasthesi yang digunakan adalah anasthesi lokal  Pleksus anasthesi

 Blok anasthesi

 Submukus infiltrasi anasthesi

 Anasthesi diberikan di kiri dan kanan secara infiltrasi dan jika ada gigi yang terlibat pada kista ini yang akan dicabut, dapat dilakukan bersamaan. Waktu anasthesi tidak boleh ditusuk kedalam kista karena

 Menambah rasa sakit

 Anasthesi tidak akan berguna

 Lakukan insisi, berbentuk semi lunair atau trapesium, flep harus dibuat lebih besar dari luasnya kista.

 Pembukaan flep dengan respatorium, dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan :

 Sobeknya dinding kista

 Cairan kista akan keluar sehingga menyulitkan memisahkan dinding kista dan mukosa

 Jika kista masih dibawah tulang maka tulang harus diambil bagian labial atau bukal dengan bur bulat. Jika kista sudah besar biasanya berada dekat dibawah mukosa (tulangnya tipis), tusuk dengan jarum untuk mengetahui lokasi yang tepat dari kista. Membuang tulang hanya secukupnya sampai kista dapat keluar melalui lubang.

(7)

 Setelah dinding kista terlihat, gunakan sendok granuloma atau sendok kista untuk melepaskan dinding kista dari tulang yang mengelilingi, dengan cara memasukkan sendok yang cekung ke arah tulang, lakukan hingga semua kapsul kista terlepas dari tulang, usahakan jangan sampai pecah karena munyulitkan pekerjaan

 Setelah kista keluar, rongga dibersihkan dan tulang tajam dihaluskan, lalu flep ditutup dan dijahit

 Berikan tampon untuk menekan pendarahan

 Keseesokan harinya dilakukan kontrol untuk melihat pendarahan

 5-6 hari jahitan dapat dibuka, dan jika ada gigi yang ingin dicabut dapat dilakukan bersamaan

 Penyembuhan mukosa & remodelling tulang, dimana terbentuk jaringan granulasi pada dinding kavitas yang bertulang dalam waktu 3-4 hari. Dan remodelling tulang akan terjadi selama 6 – 12 bulan.

3.2. Marsupialisasi

Merupakan metode pembedahan yang menghasilkan surgical window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal. Proses ini mengurangi tekanan inrakista dan meningkatkan pengerutan pada kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.

Indikasi :

 Jumlah jaringan yang terluka

Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak baik jika dilakukan enukleasi.

Contoh : jika enuklesi pada kista menyebabkan luka pada struktur neurovaskular mayor atau devitalisasi gigi sehat, sebaiknya diindikasikan metode

(8)

marsupialisasi.

 Akses pembedahan

Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan marsupialisasi untuk mencegah lesi rekuren.

 Bantuan erupsi gigi

Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan jalur erupsi ke rongga mulut.

 Luas pembedahan

Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi merupakan alternatif yang tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya yang sederhana dan sedikit tekanan untuk pasien.

 Ukuran kista

Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama enukleasi. Ini lebih baik dilakukan marsupialisasi, setelah remodelling tulang dapat dilakukan enukleasi.

Keuntungan :

 Prosedur yang dilakukan sederhana

 Memisahkan struktur vital dari kerusakan akibat pembedahan

Kerugian :

 Jaringan patologi kemungkinan masih tertinggal di dalam kavitas  Tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologi secara teliti

 Terselip debris makanan akibat adanya kavitas  Pasien harus irigasi kavitas beberapa kali setiap hari

(9)

 Pengambilan sebagian dinding kista dengan membuat jendela pada dinding kista ini untuk mengurangi tekanan di dalam kista.

 RO foto untuk mengetahui luas daerah kista

 Anasthesi diberi secara blok atau infiltrasi pada sekita regio kista

 Jika kista tebal, maka dinding kista langsung melekat pada perios dan mukosa mulut, maka pisahkan dulu dengan menggunakan gunting tumpul  Jika dinding kista masih ditutupi tulang, maka mukoperios plep harus

dilepaskan dulu dari tulang dan flep diangkat. Tulang yang menutupi kista diambil dengan bur atau pahat atau tang pemotong tulang. Lalu permukaan tulang dilicinkan atau dihaluskan sehingga tidak ada iritasi terhadap jaringan lunak

 Luas daerah tulang yang diambil dimaksudkan sebagai besarnya jendela yang akan dibuat. Sebaiknya jendela dibuat sebesar mungkin sehingga diharapkan penutupan jendela sesuai dengan penyembuhan kista. Atau luas jendela kira-kira 2/3 besar rongga kista

 Dinding kista dipotong dengan scalpel seluar jendela yang dibuat, dan cairannya dikeluarkan. Jika ada pendarahan diberi tampon padat yang dibasahi adrenalin.

 Luka dicuci dengan larutan garam fisiologis atau aquades steril

 Flep yang diangkat dipotong sebesar jendela dan bagian tepinya diikat kedalam kista, agar terjadi pertautan antara mukoperios dengan dinding epitel kista kemudian dijahit

 Jika ada bagian tulang yang sukar ditembus jarum maka tulang dibor dulu dengan bur kecil

 Jika ada gigi yang ingin dicabut, dapat dilakukan segera dan luka bekas pencabutan dijahit dengan jahitan yang tidak rapat

 Bersihkan luka atau kantong kista

 Kedalam kantong kista dimasukkan jodoform kasa atau kasa yang diberi terra cortril, atau dalam kantong dibubuhi trisulfa atau jodoform tepung,

(10)

kemudian diatasnya diberi tampon padat sebagai pencegahan pendarahan  Untuk mengurangi absorpsi dari cairan mulut terhadap jodoform, kasa tadi

dapat diberi campuran zinc oxyd eugenol

3.3. Enukleasi dengan kuretase

Dimana setelah dilakukan enukleasi, dilakukan kuretase untuk mengangkat 1 – 2 mm tulang sekitar periphery kavitas kista. Ini dilakukan untuk membuang beberapa sel epitelial yang tersisa pada dinding kavitas.

Indikasi :

 Jika dokter melakukan pengangkatan keratosis odontogenik, dimana keratosis odontogenik memiliki potensi yang tinggi untuk rekuren.

 Jika terdapat beberapa kista rekuren setelah dilakukan pengangkatan kista

Keuntungan :

Jika enukleasi meninggalkan sel – sel epitelium, kuretase dapat mengangkat sisa – sisa epitelium tersebut, sehingga kemungkinan untuk rekuren minimal.

Kerugian :

Kuretase lebih merusak tulang dan jaringan yang berdekatan. Pulpa gigi kemungkinan akan hilang suplai neurovaskularnya ketika kuretase dilakukan dekat dengan ujung akar. Kuretase harus dilakukan dengan ketelitian yang baik untuk mencegah terjadinya resiko ini.

Teknik :

 Kista dienukleasi atau diangkat

 Memeriksa kavitas serta struktur yang berdekatan dengannya

(11)

mm sekitar kavitas kista  Dibersihkan dan ditutup

3.4. Marsupialisasi disertai enukleasi

Dilakukan jika terjadi penyembuhan awal setelah dilakukan marsupialisasi tetapi ukuran kavitas tidak berkurang.

Teknik :

 Kista pertama kali dimarsupialisasi

 Menunggu penyembuhan tulang, untuk mencegah terjadinga fraktur rahang saat melakukan enukleasi

 Terjadi penurunan ukuran kista  Dilakukan enukleasi

3.5. PERTIMBANGAN PENATALAKSANAAN KISTA PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

1. Penyakit jantung Aterosklerotik/angina.

Penyakit jantung aterosklerotik termasuk dalam golongan penyakit yang mengakibatkan kematian dan sering ditemukan pada pasien lanjut usia. Penyakit jantung iskemik akan mengarah ke aritmia, gangguan konduksi, gagal jantung, angina pectoris dan infark miokardial. Gejala subyektif yang paling nyata adalah angina pectoris, suatu proksimal sakit retrosternum yang melilit, yang sering menyebar ke pundak kiri, lengan atau mandibula. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi stress sebelum operasi dengan menggunakan sedative, pengontrol rasa sakit yang memadai dengan menggunakan anastesi local dan kadang-kadang dilakukan pemberian senyawa nitrat profilaktik [nitrogliserin, 0,03 mg (1/200 gr) sublingual] 5-10 menit sebelum memulai tindakan bedah.

(12)

menghentikan operasi, mengatur posisi pasien agak tegak atau sedikit condong, memberikan nitrogliserin sublingual (diulangi 5 menit apabila tidak efektif), dan oksigen. Apabila sakitnya tetap atau bertambah parah, maka harus diperkirakan terjadinya infark kardiak. Segera member tahu dokter yang bersangkutan dan membawa pasien ke unit perawatan yang peralatannya memadai untuk kasus tersebut, resusitasi jantung-paru (CPR) harus dilakukan sesegera mungkin.

2. Gagal Jantung

Gagal jantungh kongestif disebabkan oleh proses jantung yang menyimpang, dan oleh karena itu dipertimbangkan kemungkinannya padas emua pasien lanjut usia dan pada pasien yang mempunyai riwayat tanda-tanda kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan adanya dispnea, napas pendek, ortopnea, batuk kronis, sianosis, edema dependen dan kadang-kadang bronkopasme. Pasien ini juga didefinisikan berdasarkan pengobatan yang dialaminya yang biasanya berupa obat-obatan digitalis atau diuretic.

3. Hipertensi

Hipertensi sering teridentifikasi dari riwayat kesehatan rutin yang diperiksa sebelum operasi. Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak banyak menimbulkan masalah. Pasien yang tidak terkontrol dengan baik dan menderita penyakit jangka panjang dengan gejala seperti pusing-pusing, sakit kepala, perdarahan hidung atau gejala seperti stroke, harus dievaluasi secara cermat. Penatalaksanaan untuk pasien hipertensi dimodifikasi berdasarkan kebutuhan individual, dengan mempertimbangkanhasil pemeriksaan tekanan darah pra bedah, usia, riwayat kesehatan dan riwayat pengobatan dibandingkan dengan urgensi dan sifat pembedahan yang akan dilakukan.

Pasien yang menderita hipertensi sedang atau ringan dengan tekanan darah yang distabilisir dengan pengobatan, boleh dirawat melalui kerja sama dengan dokter pribadinya. Biasanya anestesi yang afektif untuk bedah dentoalveolar diperoleh dengan pemberian mepivacaine 3% (carbocaine). Meskipun peranan hipertensi

(13)

essential masih dipertanyakan dalam meningkatkan perdarahan, tetapi tidak adanya vasokonstriktor benar-benar meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan intraoperatif. Jika epinefrin digunakan, dosis totalnya dibatasi hanya sampai 0,2 mg (setara dengan 10 Carpules dari epinefrin 1:100.00). prinsip penggunaan anestesi local minimal yang efektif dapat diterapkan pada pasien hipertensi seperti yang biasanya diperlakukan terhadap pasien yang lain. Mungkin diperlakukan sedative ringan pra bedah, tetapi harus sepengetahuan dokternya. Karena banyak pasien hipertensi menderita hipotensi ortostatik (postural), akibat pengobatan antihipertensi (baik diuretic atau inhibitor adrenergic), maka menaikkan tinggi kursi unit sebaiknya dilakukan perlahan-lahan, dan diperlakukan seseorang untuk membantu pada waktu pasien berdiri.

(14)

BAB IV KESIMPULAN

Kista adalah suatu ruangan patologis yang berkapsul jaringan ikat berisi cairan kental, semi liquid atau darah, dan dapat berada dalam jaringan lunak atau keras. Biasanya berdinding epitel dan cairannya biasanya jernih dan jenuh mengandung cholesterin atau ester.

Kista pada tulang rahang ada yang odontogen dan non odontogen dan biasanya berdinding epitel, walaupun ada yang tidak, misalnya Traumatic cyst atau Haemorrhagic cyst.

Frekuensi lokasi kista odontogen di rahang atas lebih besar dari rahang bawah. Pada umumnya perawatan kista ada dua cara yaitu enukleasi dan marsupialisasi. Enukleasi adalah pengambilan kista secara keseluruhan, dan marsupialisasi adalah pengambilan sebagian dinding kista dengan membuat jendela pada dinding kista untuk mengurangi tekanan di dalam kista.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC Decker.Inc.London : 2003. Hal 9 – 20

Bhalaji. Oral and maxillofacial surgery.

White SC & Pharoah. Oral Radiology 5th ed. Mosby. St Louis. 2000

Peterson. Contemporary oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby Company. 1993

http://www.scribd.com/doc/79485504/KISTA-RAHANG#downloadᄃ

http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/547/gdlhub-gdl-s1-2013-nugrahaand-27324-10.bab-2.pdfᄃ

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara peneliti dengan menggunakan kuesionerdidapatkan bahwa pola asuh yang kurang dalam penelitian ini adalah pada indikator pemberian makan, hal ini

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa petani kentang di Desa Bonto Karaeng mengusahakan lebih meminimkan biaya yang harus di keluarkan

Pada penulisan ini kami akan memaparkan apa yang dimaksud dengan hubungan interpersonal itu, dan teori-teori apa saja yang menjelaskan tentang hubungan interpersonal, serta

Pemberian larutan daun sirih dalam air minum tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering, namun berpengaruh terhadap retensi nitrogen dan energi metabolis

Tanaman kelapa, sesuai marginal pada (A2, dan D), tidak sesuai saat ini pada lahan (A1), sedangkan tanaman tebu sebaran kelas sesuai marginal pada (A3, dan D) dan kelas tidak

Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat 16 kebutuhan penderita stroke akan sistem rehabilitasi atau terapi okupasi

a) Berdasarkan sistem perubahan perintahan diatas, nyatakan tamadun yang melalui perubahan tahap- tahap berikut.. a) Dalam tamadun China, masyarakatnya menghargai

Dari hasil pengasapan ikan dengan menggunakan alat pengasapan ikan yang telah dikembangkan diharapkan dapat menghasilkan ikan yang kering, tidak berbau amis, ikan matang merata,