• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan BBLR dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting di Desa Tabumela Kabupaten Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan BBLR dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting di Desa Tabumela Kabupaten Gorontalo"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

Hubungan BBLR dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting di Desa

Tabumela Kabupaten Gorontalo

1Zulaika Febriana Asikin, 2Sukarni Ismail, 3Misrawaty Utiya

123Program Studi DIV Kebidanan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Gorontalo, Indonesia, 96181

E-mail: 1zulaikaasikin@umgo.ac.id

Abstract

The problem of nutrition, especially stunting in children, is one of the nutritional deficiencies that has become a major concern in the world, especially in developing countries, which impacts the slow growth of children, low endurance, lack of intelligence, and low productivity. The purpose of this study was to determine the correlation of LBW and Nutrition Parenting with the Stunting Incidence in Tabumela Village. This research is an analytic survey research and uses cross sectional research design. The sampling technique in this study is total sampling with a total sample of 30 toddlers. The results obtained by the chi square test results obtained by Pvalue for LBW factor that is 0.009 and for nutritional parenting factor which is 0.000, which means less than α = 0.05. This research is expected to be useful as a source to prevent stunting. The better the mother's parenting be and the lower the incidence of LBW in infants, will result in the lower the incidence of stunting.

Keywords:LBW, Nutrition Parenting, Stunting

Abstrak

Permasalahan gizi, khususnya stunting pada anak merupakan salah satu keadaan kekurangan gizi yang menjadi perhatian utama di dunia terutama di negara-negara berkembang, memberikan dampak lambatnya pertumbuhan anak, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan, dan produktivitas yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan BBLR Dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting Di Desa Tabumela. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 balita..Hasil penelitian didapatkan hasil uji

chi square test diperoleh Pvalue untuk faktor BBLR yaitu 0,009 dan untuk faktor pola asuh gizi yaitu

0,000 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05.Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber untuk mencegah stunting, semakin baik pola asuh ibu dan semakin menurun angka kejadian BBLR pada bayi, maka semakin menurun pula angka kejadian stunting.

(2)

PENDAHULUAN

Permasalahan gizi, khususnya stunting pada anak merupakan salah satu keadaan kekurangan gizi yang menjadi perhatian utama di dunia terutama di negara-negara berkembang, memberikan dampak lambatnya pertumbuhan anak, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan, dan produktivitas yang rendah (Kurniasih D.2010).

WHO (World Health Organization) mencatat bahwa di dunia lebih dari 2 juta kematian anak umur 6–12 tahun berhubungan langsung dengan gizi terutama akibat stunting dan sekitar 1 juta kematian akibat KEP (Kekurangan Energi dan Protein), vitamin A dan zinc. 1 dari 3 anak berusia 6–12 tahun atau sekitar 178 juta anak yang hidup di negara miskin dan berkembang mengalami kekerdilan (stunting) , 111,6 juta hidup di Asia dan 56,9 juta hidup di Afrika (Nurafiatin, 2007). Satu dari tiga anak di negara berkembang dan negara miskin mengalami stunting

dengan jumlah kejadian tertinggi berada dikawasan Asia Selatan yang mencapai 46% disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38%, sedangkan secara keseluruhan angka kejadian stunting dinegara miskin dan berkembang mencapai 32%.

Depkes (2017), prevalensi Balita pendek di Indonesia masih tinggi sebesar (29%) tahun 2017 dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Negara tetangga, Prevalensi balita pendek di Indonesia juga tinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). (GNR) Global Nutrilion Report tahun 2014 menunjukan Indonesia termasuk dalam 17 negara,

diantara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan

overweight pada balita. Standar Intrnasional (WHO) target masih belum tercapai yaitu 20% (Andi Julia Rifiana, 2018).

Hasil data pemantauan PSG Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo pada tahun 2015 terdapat sebanyak 41% balita stunting,

sebanyak 37,6% pada tahun 2016 dan 2017 sebanyak 32,4% balita yang mengalami

stunting. Hasil pemantauan tersebut, maka terlihat bahwa dari data PSG tahun 2015 sampai dengan 2017 terjadi penurunan jumlah balita stunting.

Rekapitulasi data stunting berdasarkan data pekan penimbangan Kabupaten Gorontalo, didapatkan bahwa pada tahun 2016, sebanyak (4,7%) balita yang mengalami

stunting, pada tahun 2017 terdapat sebanyak (2,3%) balita stunting dan pada tahun 2018 didapatkan bahwa dari sekian banyak jumlah balita, terdapat sebanyak (5.4%) balita yang mengalami stunting. Hasil rekapitulasi tersebut, maka terlihat bahwa angka ini mengalami penurunan di tahun 2017 dan kembali meningkat pada tahun 2018.

Desa Tabumela merupakan salah satu desa di Kecamatan Tilango, di mana desa ini berada di tepi danau limboto dan setiap tahun sering mengalami banjir, bisa dibayangkan bagaimana sanitasi lingkungan masyarakat yang ada di Desa Tabumela, hal ini menyebabkan angka

stunting di Desa Tabumela masih cukup tinggi. Data kader Kesehatan desa Tabumela balita stunting sudah menurun dari data awal yang di dapatkan pada desember 2018 ada 95 balita yang stunting

(3)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

ada di Tabumela tersisa 30 Balita yang

Stunting, Sementara cakupan ASI eksklusif desa Tabumela pada bulan Juni di dapatkan 7 balita yang diberi ASI Eksklusif dan 19 balita yang tidak diberi ASI eksklusif, namun dalam hal ini ada beberapa ibu yang tidak peduli dengan kondisi anaknya yang

stunting karena menganggap kondisi anak yang mengalami tubuh pendek disebabkan oleh faktor genetik dari kedua orang tua nya, sehingga pemahaman ini membuat mereka memahami pemahaman tersebut. Hasil dari rekapitulasi data diatas, maka faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting adalah Riwayat BBLR dan pola asuh gizi. Hasil wawancara dengan 5 orang ibu yang memiliki anak stunting, 2 orang ibu mengatakan bahwa bayinya dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan 2 orang ibu mengatakan tidak memberikan pola asuh gizi pada anaknya karena ASI tidak keluar pada saat setelah persalinan, 1 orang ibu mengatakan bahwa ia memberikan ASI kepada bayinya selama 2 bulan lebih kemudian menggantinya dengan susu formula dengan alasan kesibukan

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan BBLR dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting Di Desa Tabumela.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dan menggunakan desain penelitian

cross sectional yang digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Jenis penelitian ini adalah observasi atau pengumpulan data sekaligus (point time approach), yakni suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko

(independent) dengan faktor (dependent),

dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekaligus dan sekaligus pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan BBLR dan pola asuh gizi dengan kejadian stunting di Desa Tabumela. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita

stunting berjumlah 30 balita di Desa Tabumela.

Sampel dalam penelitian ini adalah Balita yang stunting sebanyak 30 balita dan responden adalah ibu balita sampel agar mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan seluruh subjek penelitian tersebut.

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Total sampling adalah tekhnik pengambilan sampel dimana seluruh jumlah populasi dijadikan sampel.

Data primer adalah data hasil pengumpulan sendiri. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui hasil wawancara ibu yang mempunyai balita.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil survey di lapangan dan data yang dikumpulkan dari wilayah kerja tempat penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini, adalah data yang diperoleh dari data buku KIA dan data Program Gizi di Puskesmas Tilango.

(4)

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara mendekripsikan tiap-tiap variabel dalam penelitian yaitu dengan melihat distribusi frekuensinya dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2012).

Keterangan : P: Presentasi

F: Jumlah penerapan yang sesuai prosedur (nilai 1)

N: Jumlah item observasi 100% : Bilangan konstanta

Analisis bivariat ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis melaui uji chi square, dibantu dengan program SPSS versi 16, untuk menentukan besarnya hubungan atau pengaruh kedua variabel independen dan dependen. Analisis tabel silang ini menggunakan derajat kemaknaan α sebesar 5% (p < 0.05). Jika nilai p < 0,05, maka Ha ditolak sehingga dua variabel yang dianalisis tidak memiliki hubungan atau pengaruh yang bermakna. Sebaliknya jika nilai p>0,05 maka Ha diterima sehingga dua variabel yang dianalisis memiliki hubungan atau pengaruh yang bermakna.

HASIL

Analisis Univariat

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Kejadian Stunting Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kejadian Stunting Jumlah sampel (n) Persen (%) Pendek 11 36.7 Sangat Pendek 19 63.3 Total 30 100

Sumber: Data Primer 2019

Tabel 1 diatas didapatkan bahwa dari 30orang sampeldiketahui bahwa sebanyak 19 balita (63.3%) yang mempunyai keadaan tubuh sangat pendek dan sebanyak 11 balita (36.7%) yang mempunyai keadaan tubuh pendek.

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat BBLR Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Riwayat BBLR Jumlah sampel (n) Persen (%) BBLR 22 73.3 Tidak BBLR 8 26.7 Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Tabel 2 diatas didapatkan bahwa dari 30orang sampeldiketahui bahwa sebanyak 22 balita (73.3%) dengan berat badan lahir rendah dan sebanyak 8balita (26.7%) yang lahir dengan berat badan normal.

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Pola Asuh GiziPada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Pola Asuh Gizi Jumlah sampel (n) Persen (%) P

=

ƒ 𝒏 x 100 %

(5)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

Baik Kurang Baik 12 18 40 60 Total 30 100

Sumber : Data Primer 2019

Tabel 3 diatas didapatkan bahwa dari 30sampeldiketahui bahwa sebanyak 18 balita (60%) yang mendapatkan pola asuh gizi kurang baik dan sebanyak 12 balita (40%) yang mempunyai pola asuh gizi baik. Analisis Bivariat

Tabel 4 Hubungan Antara BBLR Dengan Kejadian Stunting Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo

Tabel 5 Hubungan Antara Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo

Hasil analisa data menunjukkan bahwa dari 30 responden, balita yang lahir dengan riwayat BBLR dengankeadaan tubuh pendek sebanyak 5 balita(16.7%), sedangkan balita yang lahir dengan riwayat tidak BBLR sebanyak 6 balita (20%). Balita yang lahir dengan riwayat BBLR dengankeadaan tubuh sangat pendek sebanyak 17 balita(56.7%), sedangkan balita yang lahir dengan riwayat tidak BBLR sebanyak 2 balita (6.6%).

Hasil analisa data dengan menggunakan uji chi square test diperoleh

Pvalue = 0,009 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 dengan demikian, Ha diterima. Hal ini dikatakan bahwa ada hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting di Desa Tabumela.

Table 5 menunjukkan bahwa dari 30 responden, balita pola asuh gizi baik dengankeadaan tubuh pendek sebanyak 9 balita (30%), sedangkan balita dengan pola asuh gizi kurang baik sebanyak 2balita (6.7%). Balita dengan pola asuh gizi baik yang memiliki keadaan tubuh sangat pendek sebanyak 3 balita (10%), sedangkan dengan pola asuh kurang baik sebanyak 16 balita (53.3%).

Hasil analisa data dengan menggunakan uji chi square test diperoleh

Pvalue = 0,000 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 dengan demikian, Ha diterima dalam hal ini dikatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh gizi dengan kejadian

stunting di Desa Tabumela.

PEMBAHASAN Analisis Univariat

Hasil penelitian pada analisis univariat tabel 1 dari 30 orang sampel diketahui bahwa sebanyak 19 balita (63.3%) yang mempunyai keadaan tubuh sangat pendek dan sebanyak 11balita (36.7%) yang mempunyai keadaan tubuh pendek.

Angka kejadian stunting dengan keadaan tubuh sangat pendek (63.3%) dibandingkan dengan balita yang mempunyai keadaan tubuh pendek(36.7%), berdasarkan penjelasan di dapatkan orang tua menganggap stunting merupakan hal yang biasa dan menganggap kondisi anak yang

(6)

pendek disebabkan oleh faktor genetik dari kedua orang tua, dari pemahaman tersebut membuat orang tua memaklumi keadaan anaknya yang stunting, sedangkan genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya jika dibandingkan dengan faktor sanitasi lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan dengan kata lain stunting

merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah oleh orang tua.Hal ini adalah salah satu masalah yang besar yang dapat mengancam sumber daya manusia karena tinggi badan adalah parameter yang penting untuk mengukur tumbuh kembang terutama balita (Siyoto, 2014).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rendraduhita (2015), dimana terdapat sebanyak 54 orang balita

stunting.Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu sebagian besar balita

stunting di wilayah kerja Puskesmas Wonosari II Gunungkidul dilahirkan dengan berat lahir rendah.umur ibu<20 tahun, tidak diberikan ASI ekslusif dan ada riwayat infeksi.

Peneliti menyimpulkan bahwa stunting

merupakan keadaan kekurangan gizi pada balita.Jumlah zat gizi yang dimetabolime oleh tubuh sangat tergantung dari jumlah asupan zat gizi yang diperolehdari pola konsumsi balita sehari-hari. Jika balita tidak mendapatkan nutrisi yang baik, maka tubuh juga tidak mendapatkan zat gizi yang seharusnya didapatkan oleh balita itu sendiri sehingga dapat mengakibatkan kejadian stunting.

Anak adalah aset bangsa di masa depan, bisa dibayangkan, bagaimana sumber daya manusia yang ada di Provinsi Gorontalo di

masa yang akan datang jika sekarang ini masih banyak anak yang menderita

stunting,bukanlah hal tersebut adalah ketidakmampuan bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi masalah global, Jadi stunting ini juga merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia di Indonesia saat ini. Hasil penelitian padaanalisis univariat tabel 2 dari 30orang sampeldiketahui bahwa sebanyak 22 balita (73.3%) dengan berat badan lahir rendah dan sebanyak 8 balita (26.7%) yang lahir dengan berat badan normal. Temuan fakta di lapangan didapatkan balita dengan berat badan lahir rendah lebih banyak dibandingkan dengan balita yang lahir dengan berat badan normal.

Faktor-faktoryang di dapatkan dari hasil penelitian yaitu yang mempengaruhi kejadian BBLR adalah usia ibu dimana yaitu <20 tahun dan >35 tahun berisiko tidak hanya akan melahirkan bayi BBLR saja, tetapi juga mengakibat terjadinya abortus, pertumbuhan janin terlambat, anemia, dan cacat janin. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian (Atikah, 2017), dimana ibu yang mempunyai balita yang lahir dengan riwayat BBLR, mayoritas berusia <20 tahun dan ada beberapa ibu yang berusia lebih dari 35 tahun.

Faktor lain yang didapatkan yaitu Anemia dan keadaan sosial ekonomi orang tua. Anemia dalam kehamilan disebabkan kekurangan zat besi yang dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, serta keadaan sosial ekonomi orang tua yang tergolong rendah Permasalahan gizi berawal dari

(7)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan serta pengetahuan akan pangan dan gizi (Putri, 2015).

Peneliti menyimpulkanusia ibu berpengaruh pada kelahiran bayi, dimana ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih berpotensi terhadap kejadian stunting, selain itu anemia dan keadaan sosial ekonomi beresiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Hal ini dikarenakan umur terlalu muda mengakibatkan belum sempurnanya fisik dan organ belum matang, sedangkan ibu terlalu tua berisiko menurunnya daya kelenturan, sehingga keduanya berisiko melahirkan BBLR.

Hasil penelitian analisis univariat tabel 3 bahwa dari 30orang sampel diketahui bahwa sebanyak 18 balita (60%) yang mendapatkan pola asuh gizi kurang baik dan sebanyak 12 balita (40%) yang mempunyai pola asuh gizi baik. Temuan fakta dilapangan didapatka, balita dengan pola suh gizi kurang baik lebih banyak dibandingan dengan balita yang mendapatkan pola asuh gizi baik.

Pola asuh gizi yang tidak baik merupakan salah satu permasalahan yang tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak balita (Panjaitan, 2011).. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar ibu balita masih kurang dalam pemberian pola asuh makan serta sikap dan perilaku ibu yang masih kurang dalam pemilihan makanan yang beraneka ragam, Karena dengan konsumsi makanan yang beraneka ragam, status gizi balita akan membaik.

Pola asuh gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah

pekerjaan ibu, berdasarkan teori diatas, maka pada penelitian ini balita dengan pola asuh gizi kurang baik adalah anak dari seorang ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta, pegawai PNS dan Non PNS. Ibu mengatakan memberikan urusan makanan kepada neneknya atau pengasuh yang di bayar. Tindakan ini bukannya hal yang baik karena, ibu sebagai pengatur rumah tangga terutama dalam menyediakan makanan anak seharusnya tetap meluangkan waktu walaupun sibuk,jika makanan diberikan kepada orang lain, maka jenis dan pola makan tidak akanbisa dipastikan mengandung menu gizi seimbang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siyoto (2014) menjelaskan status pekerjaan ibu sangat menentukan perilaku ibu dalam pemberian nutrisi kepada balita. Ibu yang bekerja berdampak pada rendahnya waktu kebersamaan ibu dengan anak sehingga asupan makan anak tidak terkontrol dengan baik dan juga perhatian ibu terhadap perkembangan anak menjadi berkurang. Peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh gizi yang diberikan orang tua mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, semakin baik pola asuh gizi yang ibu berikan maka semakin baik pula status gizi anak. Anak-anak yang mendapat asuhan yang baik dan pemberian makanan yang cukup dan bergizi, pertumbuhan fisik maupun sel-sel otaknya akan berlangsung dengan baik. Salah satu dampak dari pengasuhan yang tidak baik adalah anak sulit makan. Hal ini berdampak kurang baik untuk kesehatan anak (Yudianti, 2016).

(8)

Analisis Bivariat

Hasil analisis bivariat pada tabel 4 dan hasil analisa data diatas dengan menggunakan uji chi square test diperoleh

Pvalue = 0,009 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 dengan demikian ada hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting di Desa Tabumela. Hasil analisa data tersebut menunjukkan bahwa dari 30 responden, balita yang lahir dengan riwayat BBLR dengankeadaan tubuh sangat pendek sebanyak 17orang (56.7%).Faktor penyebab dari berat badan lahir rendah adalah faktor ibu yang meliputi tidak terpenuhinya gizi ibu saat hamil.

Bayi BBLR juga akan mengalami gangguan saluran pencernaan karena pencernaan belum berfungsi seperti sulit untuk mencerna protein dan menyerap lemak akibatnya dapat kekurangan zat gizi dalam tubuh, sehingga pertumbuhan bayi yang BBLR akan terganggu dan apabilakeadaan ini terus berlanjut dengan pemberian makanan yang tidak mencukupi, sering mengalami sakit, serta perawatan kesehatan yang tidak baik, merupakan hal yang dapat menyebabkan anak mengalami

stunting. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitri (2012) dalam teorinya Masalah jangka panjang yang disebabkan oleh BBLR adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan.Berat badan lahir rendah, diyakini menjadi salah satu faktor penyebab gizi kurang berupa

stunting pada anak.

Peneliti berasumsi pendidikan ibu yang baik memudahkan ibu mendapat informasi dari luar terutama pemberian makanan yang bergizi pada anak sehingga anak terhindar dari bahaya kurang gizi, sebaliknya dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

pengetahuan dan kebiasaan mengasuh anak hanya diperoleh dari orang tua atau tetangga yang mungkin mrmiliki taraf pendidikan yang rendah dan kurang, keadaan ini menjadi faktor penghambat ibu dalam melakukan pengasuhan anak yang maksimal dan mengakibatkan kejadian

stunting pada balita.

Peneliti menyimpulkan bahwa BBLR merupakan faktor resiko utama untuk kejadian stunting di desa Tabumela.Ukuran bayi saat lahir berhubungan dengan ukuran pertumbuhan anak. Tetapi selama anak tersebut mendapatkan asupan yang memadai dan terjaga kesehatannya, maka kondisi panjang badan dapat dikejar dengan pertumbuhan seiring bertambahnya usia anak.

Hasil analisa bivariat data pada tabel 5 dengan menggunakan uji chi square test

diperoleh Pvalue = 0,000 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 dengan demikian, Ha diterima, dalam hal ini dikatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh gizi dengan kejadian stunting di Desa Tabumela. Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa balita yang memiliki keadaan tubuh sangat pendek pola asuh kurang baik sebanyak 16 (53.3%) orang.

Hasil wawancara peneliti dengan menggunakan kuesionerdidapatkan bahwa pola asuh yang kurang dalam penelitian ini adalah pada indikator pemberian makan, hal ini terbukti dengan jawaban responden pada soal kuisioner nomor 5,bahwa dari 30 responden hanya 3 ibu (10%) yang memberikan makanan secara teratur yaitu 5x sehari ( 2x snek dan 3x makanan pokok) dan 27 ibu (90%) mengabaikan hal tersebut. Ibu yang memiliki anak stunting juga memiliki kebiasaan menunda ketika memberikan makan kepada balita dalam hal

(9)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

ini, balita yang tidak mau makan dibiarkan dan tidak dipaksa makan hal ini dibuktikan dengan jawaban responden pada kuisioner nomor 12 dari 30 responden hanya 5 ibu (17%) yang membujuk anaknya dan 27 ibu (83%) yang membiarkan anaknya jika tidak mau makan. Selain itu, ibu memberikan makan kepada balita tanpa memperhatikan kebutuhan zat gizinya. Kondisi ini menyebabkan asupan makan balita menjadi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya sehingga balita rawan mengalami stunting.

IMD dan kolostrum sangatlah berpengaruh terhadap pencegahan kejadian stunting pada anak balita. Indikator IMD dan pemberian kolostrum pada anak mmemiliki riwayat yang sama, dari 30 balita di dapatkan ada 12 balita (40%) yang di IMD dan 18 balita (60%) yang tidak di IMD sedangkan pada pemberian kolostrum juga sama, ibu melewatkan hal penting tersebut dengan alasan ASI tidak keluar, IMD dan kolostrum mempunyai kelebihan di banding minuman jenis apapun. Kolostrum merupakan makanan pertama bagi bayi yang baru lahir karena komposisinya yang ideal. Kolostrum tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi bayi yang baru lahir, tetapi juga melindungi bayi karena bersifat mengaktifasi sistim imun. Hal ini sejalan dengan penelitian kelompok studi kesehatan reproduksi FKMUI di Aceh pada tahun 2011 memperoleh adanya hasil yang signifikan antara hubungan perilaku ibu yang memberikan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan asupan kolostrum dengan kejadian stuntingyang ada pada bayi.

Indiktor pemberian ASI Eksklusif dan MPASI mayoritas balita stunting memiliki

riwayat pemberian ASI dan MPASI yang sama yaitu dari 30 balita ada 28 balita (94%) yang tidak diberi ASI Eksklusif dan sudah di beri MPASI dini dan tersisa 2 (6%) balita yang diberi ASI Eksklusif dan diberi MPASI setelah berumur (≥6 bulan). Rendahnya pola asuh yang diberikan ibu sehingga menyebabkan buruknya status gizi balita, kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita karena seharusnya setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI harus didampingi dengan pemberian MPASI karena ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi balita. Hal ini sejalan dengan penelitian (Ahmad,, et al. 2010) bahwa stuntinglebih banyak ditemukan pada bayi yang tidak di beri ASI Eksklusif dan MPASI .

Hasil penelitian didapatkan mayoritas ibu balita, kurang memperhatikan keragaman makanan yang dikonsumsi anak dan kurang memperhatikan anaknya dalam memilih jajananhal ini terbukti dengan jawaban responden pada soal kuisioner nomor 7,bahwa dari 30 responden hanya 3 ibu (10%) yang memberikan makanan yang beraneka ragam dan 27 ibu (90%) tidak memberikan makanan yang beraneka ragam. Ibu memberi makanan yang sama saja setiap hari. Hal ini merupakan penyabab anak merasa bosan sehingga cukup sulit untuk makan makanan yang bergizi.Hasil penelitian diatas, didukung oleh Husaini (2014), dimana peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anaknya akan menentukan tumbuh kembang anak. Perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan, cara makan yang sehat, memberi makanan yang bergizi dan mengontrol besar porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi anak.

(10)

Hasil penelitian juga di dapatkan 3 orang balita yang pola asuh gizi baik tetapi mengalami stunting hal ini dikarenakan imunisasi yang tidak lengkap karena anak sering sakit, personal hygiene yang buruk seperti pada saat bermain anak tidak menggunakan alas kaki dan setelah selesai bermain anak makan tanpa mencuci tangan, di dapatkan juga ibu memandikan anak hanya saat akan ke sekolah dan sore hari setelah bermain membiarkan anak mandi sendiri, saat BAB ibu membiarkan anak melakukannya sendiri tanpa memberitahu harus memakai sabun setelah BAB, dan sanitasi lingkungan yang ada wilayah tersebut karena daerah tersebut yang sering banjir setiap kali turun hujan, hal tersrbut.

Uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa balita yang mempunyai pola asuh gizi kurang baik beresiko untuk mengalami stunting jika dibandingkan dengan balita yang mempunyai pola asuh baik. Berdasarkan kondisi tersebut maka anak sejak bayi perlu dikenalkan dengan berbagai macam macam sayur dan buah, sehingga ketika dewasa anak tidak akan melakukan penolakan terhadap makanan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Terhadap Hubungan BBLR dan Pola Asuh Gizi dengan Kejadian Stunting di desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo tahun 2019.

1. Bagi Puskesmas

Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Tilango khususnya di Desa tabumela agar memberikan informasi kepada masyarakat dan orang tua agar memberikan Asi eksklusif sejak dini dan MP-ASI setelah 6 bulan pertama dan memperhatikan pola asuh yang baik, dalam

pemantauan keadaan gizi dan penyakit yang dialami oleh anaknya.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan menambah bahan perpustakaan tentang factor yang berhubungan dengan balita stunting

khususnya sebagai referensi bagi mahasiswa atau pembaca, serta dapat digunakan sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya.

3. Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan hendaknya selalu memberikan pendidikan kesehatan tentang pola asuh gizi balita dan pencegahan kelahiran bayi dengan BBLR sehingga ibu pasca melahirkan memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk memberikan gizi kepada bayinya selama 6 bulan tanpa makanan pendamping dan memberikan MP-ASI setelah 6 bulan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperluas penelitian dengan menambah variabel lain yang memiliki hubungan serta dapat melanjutkan dengan metode penelitian dan analisis yang lebih tingkat ke validitasnya dalam penelitian, seperti metode kohort, dan lain–lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2017. 2. Kurniasih D, Purnomo, Della S. Sehat

& bugar berkat gizi seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia; 2010. 3. Onetusfifsi.P. Pengaruh Bblr

Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12 – 60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Pada Tahun

(11)

Vol 8, No 2 (2019), 66-76 ISSN 2301-5683 (print)

DOI: 10.31314/mjk.8.2.66-76.2019

Available Online at http://journal.umgo.ac.id/index.php/madu

2015.: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Skripsi; 2016.

4. Panjaitan. R. Pola Asuh Ibu Dan Status Gizi Anak Balita. Medan. Universitas Summatra Utara.Skripsi; 2011.

5. Proverawati A, Isnawati C. BBLR (Berat badan lahir rendah). Yogyakarta: Nuha medika; 2010 6. Putri, C. Faktor – Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Bblr Di Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 5 Nomor 1: Universitas Diponegoro Semarang; 2015

7. Rendraduhita, S. A. Gambaran Balita Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari Ii Gunungkidul Yogyakarta. Skripsi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani; 2017.

8. Siyoto, H. H. Pemanfaatan Gizi Diet Dan Obesitas. Yogjakarta: Nuha Medika; 2014.

9. Sj, S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Kelurahan Langensari Kabupaten Semarang. Skripsi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngadi Waluyo; 2016. 10. Sudargo.T. Pola Makan dan Obesitas.

Gadjah Mada Univesity Press; 2014. 11. World Health Organization (WHO).

Maternal Mortality in. Geneva: Departement of Reproductive Health and Research WHO; 2005.

12. World Health Organization. Malnutrition: The Global Picture. WHO Geneva; 2013.

Gambar

Tabel 3 diatas didapatkan bahwa dari  30sampeldiketahui  bahwa  sebanyak  18  balita (60%)  yang mendapatkan pola asuh  gizi  kurang  baik  dan  sebanyak  12  balita  (40%) yang mempunyai pola asuh gizi baik

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian analisis teknis dan ekonomis usaha perikanan tangkap Drift Gill Net di Pelabuhan Perikanan Cilacap, dilihat dari

Definisi sistem menurut Mulyadi, (2016:1), Sistem adalah “suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok

Penunjukan Negara-negara Peserta di mana perlindungan atas penemuan diinginkan dengan dasar permintaan paten internasional itu dapat dilaksanakan jika untuk Negara

Aplikasi yang dibuat dapat diakses lebih dari satu pengguna pada waktu bersamaan dan mempermudah pengguna tanpa harus mengantri satu-persatu untuk masuk rombongan tes tulis

Manfaat dari pemupukan yaitu; (1) Meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman yang relatif lebih stabil, serta meningkatkan daya tahan

Asam folat yang bisa di dapat pada buah-buahan, beras merah dan sayuran hijau...

Pola asuh makan memiliki hubungan atau keterikatan dengan status gizi ini dikarenakan berdasarkan indikator pola asuh makan yaitu pemilihan atau menentukan bahan

Hubungan Pengetahuan Pola Makan dengan Kejadian Stunting pada Siswa Hasil dari penelitian mengenai hubungan pengetahuan pola makan ibu dengan kejadian stunting