• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN METODE KRIGING UNTUK PERAPATAN DATA SPASIAL RADIASI SURYA KRIGING METHOD UTILIZATION TO DOWNSCALE SPATIAL DATA OF SOLAR RADIATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN METODE KRIGING UNTUK PERAPATAN DATA SPASIAL RADIASI SURYA KRIGING METHOD UTILIZATION TO DOWNSCALE SPATIAL DATA OF SOLAR RADIATION"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima : 5 Maret 2014, direvisi : 8 Mei 2014, disetujui terbit : 23 Mei 2014

PEMANFAATAN METODE KRIGING

UNTUK PERAPATAN DATA SPASIAL RADIASI SURYA

KRIGING METHOD UTILIZATION

TO DOWNSCALE SPATIAL DATA OF SOLAR RADIATION

Silvy Rahmah Fitri, Bono Pranoto

Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Jl.Ciledug Raya Kav 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

silvy_rahmah@yahoo.com

Abstrak

Kriging adalah metode estimasi (interpolasi) geostatistik untuk mendapatkan prediksi nilai dari lokasi

tak terukur melalui proses regresi kombinasi linier. Kriging menggunakan model fungsi matematis untuk pemodelan semivariogram empirik. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan metode Kriging untuk melakukan perapatan data spasial radiasi surya dari interval spasi 110 km menjadi 7 km yang kemudian diverifikasi terhadap data ukur lapangan. Metodologi yang dilakukan adalah membuat aturan ketergantungan dengan memvariasikan jumlah titik ketergantungan (4,9,12 dan 16 titik), membuat prediksi, melakukan perapatan data dengan lima jenis Kriging (Circular, Spherical, Exponesial,

Gaussian dan Linear), dan verifikasi data model. Verifikasi data model terhadap data pengukuran

lapangan melibatkan perhitungan statistik berupa RMS error, korelasi pearson dan uji T berpasangan. Hasil penelitian didapat bahwa perapatan data metode Kriging dengan jumlah ketergantungan 4 titik memiliki nilai sesatan (error) yang lebih kecil dibanding jumlah titik lainnya. Pendekatan pemodelan paling presisi untuk perapatan data adalah menggunakan metode Kriging Gausian dengan nilai RMS

error sebesar 2,76, korelasi sebesar 0,475 dan keberterimaan paling besar yaitu 98%.

Kata Kunci : Kriging, Circular, Spherical, Exponensial, Gaussian, Linear

Abstract

Kriging is the method of geostatistical estimation (interpolation) to obtain predictions of value of unmeasured location through linear combination regression process. Kriging using mathematical function models for modeling empirical semivariogram. The purpose of this study is to utilize kriging method to downscale spatial data of solar radiation intervals spaced 110 km to 7 km which is then verified against the field measuring data. The methodology is to make dependency rules by varying the number of points of dependence (4,9,12 and 16 points), make predictions, downscale the data with five types of Kriging (Circular, Spherical, Exponesial, and Linear Gaussian), and verification of data models. Data verification of the models with the field measurement data involves statistical calculations such as RMS error, Pearson correlation, and paired t test. The result is that the density of data of kriging method with number of dependence 4 spot has an error value smaller than the number of other points. The most precise modeling approach to downscale the data is using Kriging method Gausian with RMS Error value by 2.76, a correlation of 0.475 and greatest acceptance is 98%.

(2)

PENDAHULUAN

Metode Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted (IDW) dengan menggunakan kombinasi linear dari bobot untuk memperkirakan nilai diantara sampel data. Metode ini diketemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data yang menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi (ESRI, 1996)

Metode Kriging dengan fungsi matematikanya telah banyak digunakan sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi struktur spasial dalam variabel atribut tanah (Vieira, 2000; Carvalho dkk, 2002; Vieira dkk, 2002).

Aplikasi Kriging juga digunakan dalam aplikasi hidrology, dalam hal ini untuk mengetahui perilaku spasial dan temporal air tanah. Tingkat air tanah yang menjadi data input yang penting untuk membuat simulasi air tanah yang digunakan untuk berbagai keperluan (Vijay dan Ramadevi, 2006).

Kriging juga bisa disebut dengan metode estimasi (interpolasi) geostatistik untuk mendapatkan prediksi nilai dari lokasi tak terukur melalui proses regresi kombinasi linier. Kriging menggunakan model fungsi matematis untuk pemodelan semivariogram empirik (Gatot, 2008).

Semivariogram yang digunakan merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Struktur semivariogram pada Gambar 1 dijelaskan oleh

tiga sifat, nugget, sill dan kisaran (Mc Bratney dan Webster, 1986).

Gambar 1. Semivariogram (Isaaks dan Srivastava, 1989)

Jika semivariogram meningkat dengan jarak dan stabil pada nilai varians sebelumnya, itu berarti bahwa variabel yang diteliti spasial berkorelasi, dan semua tetangga dalam rentang korelasi dapat digunakan untuk interpolasi nilai-nilai di mana mereka tidak diukur (Mara dkk, 2010).

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan metoda kriging untuk perapatan data dari citra satelit Radiasi Surya pada permukaan horizontal dari data SSE. Data SSE berisi kumpulan data meteorologi dan energi matahari untuk periode 22 tahun (Juli 1983 – Juni 2005) yang dirumuskan untuk menilai dan merancang sistem energi terbarukan.

Melalui 5 metoda kriging, dari interval spasi 110 km menjadi 7 km. Hasil perapatan data kemudian diverifikasi dengan data pengukuran langsung.

METODOLOGI

Dalam penelitian ini, perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) yang

(3)

digunakan adalah ArcMAP versi 9.3. dari Environmental Systems Research Institute (ESRI). Untuk melakukan proses Kriging dengan beberapa metode, digunakan ekstensi Spatial Analyst Tools. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 7 pada komputer berbasis prosesor Intel Pentium i.7 dengan kecepatan 3.4 GHz dan kapasitas memori sebesar 8 Gigabyte.

Data SSE diunduh melalui website resmi Atmospheric Science Data Center / Surface meteorology and Solar Energy (SSE).

(https://eosweb.larc.nasa.gov/project/sse/sse_ta ble).

Gambar 2. Koordinat titik data SSE untuk wilayah Indonesia, Resolusi 1 Derajat (110Km)

(sumber: SSE, 2014)

Kriging adalah sama dengan IDW di mana bobot sekitar nilai terukur untuk menurunkan prediksi untuk lokasi tidak terukur. Formula umum untuk kedua interpolator dibentuk sebagai jumlah bobot dari data. Formula kriging secara umum dapat ditulis sebagai : (Oliver, 1990)

𝑍 ̂ (𝑆0) = ∑𝑁𝑖=1 𝜆𝑖𝑍(𝑆𝑖) ….(1) Di mana :

Z(si) = nilai yang diukur pada lokasi i

λi = bobot yang tak diketahui untuk nilai yang

diukur pada lokasi i s0 = lokasi prediksi

N = jumlah nilai yang diukur

Untuk membuat prediksi dengan metode interpolasi kriging, dua hal yang perlu :

 Mengungkap aturan ketergantungan  Membuat prediksi

Untuk dua tahap tersebut, Kriging melalui dua langkah proses :

1. Membuat fungsi variogram dan covariance untuk estimasi nilai keterkaitan statistik (disebut auto korelasi spasial) yang bergantung pada model auto korelasi (kesesuaian model). 2. Memprediksi nilai yang tidak diketahui

(membuat prediksi).

Hal ini karena dua tugas yang berbeda yang telah dikatakan bahwa Kriging menggunakan data dua kali: pertama kalinya untuk memperkirakan autokorelasi spasial data dan yang kedua untuk membuat prediksi (Oliver, 1990).

Membuat aturan ketergantungan

Fitting model atau pemodelan spasial, juga dikenal sebagai analisis struktural atau variogram. Semivariogram dihitung dengan persamaan 2 untuk semua titik-titik terukur yang terpisah oleh jarak (h).

Semivariogram

(jarakh) = 0.5 * rata-rata((nilaii – nilaik)2) …(2)

Gambar 3. Perhitungan kuadrat selisih antara lokasi

(4)

Pada penelitian ini batasan nilai ketergantungan divariasikan pada 4, 9, 12 dan 16 titik yang telah diketahui.

Membuat prediksi

Seperti interpolasi IDW, penghitungan prediksi pada Kriging dengan menentukan bobot dari nilai sekitar yang terukur. Nilai yang terukur paling dekat dengan lokasi yang tidak terukur memiliki pengaruh yang paling besar. IDW menggunakan algoritma sederhana berdasarkan jarak, tapi bobot kriging berasal dari semivariogram yang dikembangkan dengan melihat sifat spasial dari data. Untuk membuat permukaan kontinu dari fenomena tersebut, prediksi yang dibuat untuk setiap lokasi, atau pusat sel, di daerah penelitian didasarkan pada semivariogram dan pengaturan tata ruang dari nilai yang terukur yang berada di dekatnya.

Model matematika

Penyelesaian kriging dengan

menggunakan persamaan model matematika untuk menggambarkan semivariance. Model matematika yang dimaksud adalah: spherical, circular exponensial, gausian dan linier. a. Kriging Spherical

Model ini menunjukkan penurunan progresif autokorelasi spasial (ekuivalen terhadap peningkatan semivariance) sampai jarak tertentu, di luar nilai autokorelasi adalah nol. Model spherical adalah salah satu model yang paling umum digunakan.

Gambar 4. Model semivariance spherical

b. Kriging Circular

Model ini menggunakan data yang telah diketahui dengan radius lingkaran dengan jarak tertentu

Gambar 5. Model semivariance circular

c. Kriging Exponensial

Model ini diterapkan ketika autokorelasi spasial berkurang secara eksponensial dengan semakin jauh jaraknya. Autokorelasi menghilang sepenuhnya hanya pada jarak tak terbatas. Model eksponensial juga model yang umum digunakan. Pilihan model mana yang akan digunakan didasarkan pada autokorelasi spasial dari data dan pengetahuan sebelumnya dari fenomena tersebut

(5)

d. Kriging Gausian

Model ini atau disebut model hyperbolic mirip dengan model eksponensial tetapi asumsi peningkatan gradasi terhadap intercept pada sumbu y.

Gambar 7. Model semivariance gausian

e. Kriging Linear

Model ini mirip dengan model linier kecuali bahwa di beberapa pasang jarak poin akan ada autokorelasi dan variogram akan mencapai asimtot yang curam.

Gambar 8. Model semivariance linear

Verifikasi Data Model

Hasil peta perapatan data tersebut kemudian dilakukan verifikasi terhadap nilai pengukuran langsung pada permukaan bumi melalui data-data dari stasiun BMKG.

Raharjo dan Fitriana (2005), memaparkan data pengukuran radiasi yang dilakukan oleh BMKG dan BPPT dalam rentang waktu yang berbeda

Tabel 1. Pengukuran Langsung BMKG dan BPPT Propinsi Tahun Pengukuran Lokasi Radiasi (Wh/m2) NAD 1980 4o15’ LS; 96o52’ BT 4.097 SumSel 1979-1981 3o10’ LS; 104o42’BT 4.951 Lampung 1972-1979 4o28’ LS; 105o48’BT 5.234 DKI Jakarta 1965-1981 6o 11’ LS; 106o05’BT 4.187 Banten 1980 6o 07’ LS; 106o30’BT 4.324 Banten 1991-1995 6o11’ LS; 106o30’BT 4.446 Jawa Barat 1980 6o56’ LS; 107o38’BT 4.149 Jawa Tengah 1979-1981 6o59’ LS; 110o23’BT 5.488 DI Yogyakarta 1980 7o37’ LS; 110o01’BT 4.500 Jawa Timur 1980 7o18’ LS; 112o42’BT 4.300 KalTim 1991-1995 0o 32’ LS; 117o52’BT 4.172 KalSel 1979-1981 3o27’ LS; 114o50’BT 4.796 KalSel 1991-1995 3o25’ LS; 114o41’BT 4.573 Gorontalo 1991-1995 1o32’ LS; 124o55’BT 4.911 SulTeng 1991-1994 0o57’ LS; 120o0’ BT 5.512 Papua 1992-1994 8o37’ LS; 122o12’BT 5.720 Bali 1977-1979 8o40’ LS ; 115o13’BT 5.263 NTB 1991-1995 9o37’ LS; 120o16’BT 5.747 NTT 1975-1978 10o9’ LS; 123o36’BT 5.117 (Sumber: Raharjo dan Fitriana, 2005)

Dari data tersebut di atas dilakukan sampling data di lokasi pengukuran terhadap peta hasil interpolasi. Data tersebut dibandingkan dengan data pengukuran untuk mengetahui besarnya korelasi terhadap hasil interpolasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penghitungan nilai prediksi dilakukan dengan menggunakan kelima jenis semivariance kriging. Dimana nilai prediksi (y(h)), merupakan hasil fungsi terhadap nilai sekitar yang diketahui dan jarak antar titik berdasarkan fungsi matematik jenis semivariance. Jumlah titik ketergantungan divariasikan 4,9,12 dan 16

(6)

titik untuk mencari nilai sesatan (error) terkecil terhadap data ukur lapangan.

Gambar 9. Hasil perapatan data metode Kriging Circular 4 titik

Gambar 10. Hasil Perapatan data metode Kriging Exponensial 4 titik

Gambar 11. Hasil perapatan data metode Kriging Gaussian 4 titik

Gambar 12. Hasil perapatan data metode Kriging Linear 4 titik

Gambar 13. Hasil perapatan data metode Kriging Spherical 4 titik

Perbandingan hasil dapat dilihat pada Gambar 9 -12 hasil interpolasi. Agar dapat dianalisa maka jumlah legenda range warna diseragamkan. Jumlah gradasi warna dikelompokkan menjadi 32 kelompok warna. Setiap warna memiliki range nilai yang sama. Pada hasil perapatan Kriging jenis gausian 4 titik (Gambar 11) terlihat setiap range warna memiliki luas area dengan pola lingkaran yang besar jika dibandingkan ke-empat jenis Kriging lainnya.

Perbedaan jenis Kriging mempengaruhi hasil perapatan datanya. Untuk lebih mudah membandingkan maka dilakukan sampling nilai (range : 5,767 – 5,774) seperti terlihat

(7)

pada kotak seleksi warna biru. Dari hasil pemilihan range warna terlihat bahwa masing-masing jenis Kriging menyebabkan sebaran gradasi warna yang berbeda-beda. Untuk range nilai 5,767 – 5,774 pada hasil perapatan kriging jenis linier (Gambar 12) terlihat berada pada wilayah tengah daratan pulau Bali dan bagian selatan pulau Lombok. Jika dibandingkan dengan hasil perapatan jenis Gausian (Gambar 11), range nilai tersebut bergeser kearah selatan pulau bali. Untuk kriging jenis exponensial (Gambar 10) memiliki sedikit kemiripan sebaran nilai dengan kriging jenis linier, dimana posisi range nilai 5,767 – 5,774 terletak pada wilayah tengah daratan Bali meskipun range tersebut bergeser posisi dari selatan ke arah tengah pulau Lombok. Untuk jenis kriging circular (Gambar 9) dan spherical (Gambar 13), posisi range nilai tersebut tersebar di wilayah selatan pulau Bali dan Lombok.

Tabel 2. RMS (Root Mean Square) Error variasi jumlah titik ketergantungan Jumlah Titik Circula r Expone n Gaussia n Linie r Spherica l 4 titik 2,76 2,79 2,76 2,76 2,76 9 titik 2,89 2,77 2,95 2,91 2,87 12 titik 2,89 2,77 2,95 2,91 2,87 16 titik 2,91 2,77 3,03 2,94 2,88

Berdasarkan hasil perhitungan RMS Error maka perapatan data dengan metoda kriging dengan sampling 4 titik memiliki nilai error yang lebih kecil. Semakin banyak nilai titik yang mempengaruhi prediksi semakin besar nilai sesatannya.

Setelah mengetahui bahwa interpolasi dengan ketergantungan 4 titik lebih baik dari

jumlah titik yang lainnya, maka dilakukan perhitungan korelasi Pearson dan uji t berpasangan untuk mengetahui metode mana yang paling presisi dengan data ukur lapangan. Hasil perhitungan korelasi Pearson dan uji t berpasangan ditunjukan dari table 3 dan 4.

Tabel 3. Perhitungan Korelasi Pearson

Interpolasi Kriging

Korelasi Pearson

4 Titik 9 Titik 12 Titik 16 Titik

Circular 0,468 0,437 0,440 0,440

Exponensial 0,443 0,446 0,442 0,444

Gausian 0,475 0,425 0,441 0,429

Linear 0,470 0,433 0,445 0,437

Spherical 0,465 0,439 0,441 0,442

Berdasarkan nilai hasil korelasi pada table 3, semakin memperkuat bahwa ketergantungan dengan 4 titik sampel memiliki korelasi yang paling kuat dibandingkan ketergantungan dengan jumlah titik diatasnya.

Tabel 4. Uji T Berpasangan

Berdasarkan hasil ketiga pengujian statistik semakin memperkuat bahwa pendekatan interpolasi Kriging dengan 4 titik lebih baik, diperkuat dari hasil uji t-berpasangan bahwa sampling 4 titik memiliki nilai keberterimaan lebih besar 98% dibanding jumlah sampling yang lain.

Berdasarkan hasil pada table 3 dan 4, dapat dilihat bahwa penggunaan metode Kriging Gausian dengan sampling 4 titik, Interpolasi Kriging Sampling 4 Titik Sampling 9 Titik Sampling 12 Titik Sampling 16 Titik T Tabel 2,567 (2%) 2,110 (5%) 2,110 (5%) 2,110 (5%) T Hitung T Hitung T Hitung T Hitung Circular 2,1835 2,0032 2,0202 2,0202 Exponensial 2,0374 2,0546 2,0316 2,0431 Gausian 2,2256 1,9359 2,0259 1,9582 Linear 2,1955 1,9806 2,0488 2,0032 Spherical 2,1656 2,0145 2,0259 2,0316

(8)

memiliki korelasi dan keberterimaan yang paling besar diantara metode Kriging lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, metode Kriging dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk perapatan data spasial radiasi surya. Dengan memvariasikan jumlah titik ketergantungan maka dapat diperoleh bahwa pada kasus ini, nilai ketergantungan 4 titik lebih presisi terhadap nilai ukur lapangan dibanding dengan jumlah titik ketergantungan lainnya.

Berdasarkan perhitungan statistik, pendekatan nilai modeling perapatan data terhadap nilai ukur lapangan, paling presisi menggunakan metoda Kriging Gausian, dengan nilai RMS Error sebesar 2,76, Korelasi sebesar 0,475, dengan keberterimaan sebesar 98%.

Saran

Perlu dilakukan perhitungan ulang jika ada penelitian lain yang memiliki data ukur lapangan dengan rentang waktu yang lebih panjang sebagai verifikasi data yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. ESRI, 1996, Using the ArcView Spatial

Analyst. Redlands, Environmental Systems

Research Institute, Inc.

[2]. Carvalho JRP, Silveira PM, Vieira SR, 2002, Geostatistics in determining the

spatial variability of soil chemical characteristics under different

preparations. Pesq. Agropec. Bras. 37,

1151-1159

[3]. Gatot H. Pramono, 2008, Akurasi Metode IDW Dan Kriging Untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi Di Maros, Sulawesi Selatan, Forum

[4]. Geografi, 22, 145-158

[5]. Isaaks EH, Srivastava RM, 1989, An

Introduction to applied geostatistics,

Oxford University Press, Toronto, Canada [6]. Mara, Sidney and Gerd, 2 010, Assessment

of the spatial relationship between soil properties and topography over a landscape, 2010 19th World Congress of Soil Science, Soil Solutions for a Changing World 1 – 6 August, Brisbane, Australia. [7]. Mc Bratney AB, Webster R, 1986,

Choosing functions for semi-variograms of soil properties and fitting them to sampling estimates, Journal of Soil Science, 37, 617-639

[8]. Oliver, M. A. 1990, Kriging: A Method of Interpolation for Geographical Information Systems, International Journal of Geographical Information Science, 4, 313–

332.

[9]. Vieira SR , 2000, Geostatistics in studies

of spatial variability of soil. In: Novais,

R.F. et al. (Eds.) Topics in Soil Science. Viçosa, Brazilian Soc. Soil Sci. 1, 1-54. [10]. Vieira SR, Millete J, Topp GC, Reynolds

WD, 2002, Handbook for geostatistical

analysis of variability in soil and climate data. In: Alvarez, Vieira. et al. (Eds.)

Topics in soil science. Viçosa, Brazilian Soc. Soil Sci. 2,1-45.

[11]. Vijay and Ramadevi, 2006, Kriging of Groundwater Levels – A Case Study,

(9)

Journal of Spatial Hydrology, 6, No.1

Spring

[12]. Raharjo, I dan Fitriana , 2005, Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Di Indonesia, Publikasi Ilmiah, BPPT, Jakarta.

[13]. Surface Meteorology and Solar Energy (https://eosweb.larc.nasa.gov/project/sse/ss

(10)

Gambar

Gambar 1. Semivariogram   (Isaaks dan Srivastava, 1989)
Gambar 4. Model semivariance spherical
Gambar 7. Model semivariance gausian
Gambar 9. Hasil perapatan data metode Kriging  Circular 4 titik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Media ini sering di gunakan pada tingkat sekolah dasar untuk beberapa tujuan dan penilitian yang menyatakan keefektifan dari media tersebut.Pada penelitian ini

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Luciana dan Winny (2005), mereka meneliti rasio CAMEL yang terdiri dari capital adequacy, asset quality, management, earnings, dan liquidity

Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan

Herlana (2012) dalam penelitian nya dengan sample dua kelas peserta didik SMP kelas VIII SMPN III Kundur Utara kepulauan Riau, menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir

Kaji ulang kebijakan tentang Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation/PS O Mengevaluasi kebijakan PSO yang berlaku untuk menyusun kerangka kebijakan PSO di

Untuk karakteristik jalur pejalan kaki, lebar jalur pejalan kaki yang ada tidak sesuai dengan lebar minimal yang ditetapkan, dan banyaknya pedagang kaki lima yang menggunakan

Dari setiap kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu perusahaan, sudah pasti akan ada suatu evaluasi yang akan berlaku bagi perusahaan tersebut. Begitu juga dengan

pencapaian visi dan misi Kelurahan Karangtengah, maka Rencana Strategis Kelurahan Karangtengah merupakan salah satu dokumen teknis operasional dan merupakan penjabaran