• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam. menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam. menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade

Organization (WTO) yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan

mengatur perdagangan internasional. Di antaranya persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade

Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods (TRIPs) dimuat

dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing The World Trade

Organization), diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

1994 No. 57, Tanggal 2 November 1994.1

1

Sri Walny Rahayu, Hak Ekonomi Pencipta Terhadap Karya Ciptaan Musik dan

Lagu di Indonesia Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 dikaitkan dengan Perjanjian TRIPs-WTO, Tesis, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, hal. 7-8.

(2)

Intellectual Property Rights (IPR), selanjutnya diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual. Istilah Hak atas Kekayaan Intelektual kemudian diubah menjadi Hak Kekayaan Intelektual yang disesuaikan dengan Kaedah Tata Bahasa Indonesia. Istilah Hak Kekayaan Intelektual, disingkat HaKI atau HKI yang kemudian menjadi istilah resmi berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.03.PR-07.10 Tahun 2000 dan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 24/M.PAN/1/2000 tanggal 19 Januari 2000, mengubah istilah Hak atas Kekayaan Intelektual menjadi Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka untuk selanjutnya dalam tulisan ini digunakan istilah HKI.

Berdasarkan ketentuan TRIPs-WTO, HKI terdiri atas 2 bagian,

yaitu, Hak Cipta (copyrights) di dalamnya termasuk hak yang berkaitan (neighboring rights) dan hak kekayaan industri (industrial property

rights).

Konvensi yang mengatur tentang paten secara internasional dikenal dengan The Paris Convention For The Protection of Industrial Property, disebut juga dengan Konvensi Paris (1883). Konvensi Paris bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap HKI. Konvensi ini terbuka untuk semua negara dan keanggotaannya harus melalui World Intellectual

(3)

Property Organization (WIPO) yang merupakan organisasi internasional

yang mengurus administrasi di bidang HKI.

Tindakan pemerintah Indonesia sehubungan dengan konsekuensi

TRIPs adalah mengesahkan Keppres. No. 15 Tahun 1997 tentang

Pengesahan Konvensi Paris (Paris Convention) dan Keppres No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pembentukan WIPO. Indonesia juga ikut dalam menandatangani perjanjian kerja sama paten antar negara-negara di Amerika Serikat Tahun 1970, disebut Patent

Cooperation Treaty (PCT) yang disahkan berdasarkan Keppres. No. 16

Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty. Tindakan ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian International tersebut agar lebih dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi inventor dan menciptakan iklim usaha yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat.

Produk-produk yang dihasilkan tersebut merupakan ekspresi dari suatu pemikiran intelektual manusia sendiri yang termasuk dalam HKI. Adapun wujud manfaat tersebut dapat dilihat dari invensi yang dihasilkan inventor yang memiliki kegunaan praktis dan nilai ekonomi yang menguntungkan. Karena dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara akan memberikan hak eksklusif kepada inventor sebagai pemegang paten.

(4)

Dari 30.000 jenis barang yang beredar dan memiliki hak paten di Indonesia, ternyata hanya 5 % (lima persen) yang hak patennya dimiliki oleh perorangan dalam negeri. Sisanya sebanyak 95% (sembilan puluh lima persen) justru yang memegang hak paten dari luar negeri.2

Penerapan hukum paten di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten Tahun 2001).

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001 paten adalah “Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”. Sedangkan invensi adalah ide inventor yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses (Pasal 1 angka 2), dan inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 angka 3). Dengan demikian, paten

2

DetikFinance.com Memprihatinkan industri lokal masih minim daftar paten, http://www.detikfinance.com/read/2008/06/25/120013/962126/4/, diakses Juli 2009.

(5)

diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.

Namun demikian, tidak semua hasil invensi dapat diberikan paten, tetapi hanya invensi yang memenuhi syarat saja yang dapat diberi paten. Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.3 Adapun syarat terhadap invensi yang dapat diberi paten adalah :

1) Invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya

2) Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya (non obvios) bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik

3) Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi dapat digunakan secara berulang-ulang dalam praktik dan dalam skala ekonomis dibidang industri dan

perdagangan.4

Dalam UU Paten Tahun 2001, jenis-jenis paten terdiri atas :

a. Paten, yaitu invensi yang bersifat tidak kasat mata (intangible) seperti metode atau proses. Invensi ini dilakukan melalui penelitian dan pengembangan dalam kurun waktu yang lama.

b. Paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang berupa alat atau produk dan memiliki kegunaan yang lebih praktis. Invensi ini bersifat kasat mata (tangible) yang dalam penemuannya

3 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 4

(6)

tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam, tetapi memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis.5

Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji mengenai pendaftaran paten sederhana khususnya yang berhubungan dengan teknologi alat-alat pertanian. Adapun contoh konkrit dari alat-alat teknologi pertanian diantaranya : traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun sawit, alat pengupas bawang dan semacamnya yang tergolong dalam teknologi inovatif tepat guna.

Mengenai paten sederhana, landasan yuridis yang dapat digunakan adalah Pasal 104 UU Paten Tahun 2001, yaitu “semua ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk paten sederhana, kecuali yang secara tegas tidak berkaitan dengan paten sederhana”. Artinya, secara otomatis berlaku juga untuk paten sederhana, kecuali yang tidak berkaitan dengan paten sederhana.6

Paten sederhana diberikan untuk invensi yang tidak berkualitas paten, tetapi mempunyai kegunaan praktis bagi masyarakat. Invensi yang diberikan paten sederhana merupakan produk-produk yang tergolong dalam kelompok teknologi industri. Paten sederhana tersebut merupakan

5

Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 6

(7)

suatu pendapatan bagi industri kecil sehingga inventor dapat memperoleh keuntungan ekonomi dari invensi yang dihasilkannya.

Oleh karena itu, agar memperoleh perlindungan hukum atas invensinya, maka hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkannya. Dengan demikian pendaftaran merupakan syarat mutlak untuk diakui oleh hukum sebagai inventor yang sah.

Dengan adanya hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor, maka inventor dapat melaksanakan sendiri komersial atas hasil invensinya atau memberikan hak kepada orang lain. Hal ini merupakan hak ekonomi yang diperoleh oleh inventor dari hasil invensinya.

Pemegang paten memiliki hak eksklusif melaksanakan paten yang dimilikinya dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimport, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Selain itu, pemegang paten juga mempunyai hak untuk melarang pihak lain yang tanpa seizinnya melaksanakan paten tersebut.7

Untuk memperoleh manfaat ekonomi atas invensinya, inventor atau pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain

7

(8)

seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UU Paten Tahun 2001 yang ketentuannya diatur dalam Pasal 69 UU Paten Tahun 2001.8

Adapun yang dimaksud dengan lisensi adalah “izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi. Dari suatu paten yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”.9

Perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju industrialisasi di Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam menghasilkan invensi belum menunjukkan angka yang menggembirakan. Minimnya pemegang hak paten dalam negeri, akan membuat banyak potensi pendapatan yang seharusnya didapat dari royalti, terbang ke luar negeri. Padahal, banyak negara yang memiliki keterbatasan dalam sumber daya alam justru kaya raya hanya dari royalti barang yang menjadi hak patennya.10 Oleh sebab itu, perjanjian lisensi akan sangat menunjang perekonomian yang didapat dari devisa atas pembayaran royalti.

Industri lokal di Indonesia masih sedikit yang mendaftarkan paten untuk melindungi invensinya. Hal ini dapat dilihat dari data Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) sejak Tahun 2001 sampai 2008, jumlah aplikasi

8

Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 9

Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 10

Hak Paten Atas Barang Yang Beredar Di Indonesia Sangat Minim,

(9)

pendaftaran untuk HKI sekitar 26.661 buah, kondisi lainnya, yakni 95 persen yang mendaftarkan HKI adalah pengusaha asing yang beroperasi di Indonesia, sisanya 5 persen merupakan perusahaan lokal.11

Dalam praktik dijumpai bahwa di Kota Medan khususnya untuk paten sederhana alat teknologi pertanian, dalam kurun tiga tahun terakhir, masih sangat sedikit yang mengajukan permohonan paten sederhana. Hal ini diketahui dari penelitian awal yang dilakukan di Bidang Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, padahal produk-produk tersebut dapat didaftarkan sebagai paten sederhana, seperti traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun sawit, serta alat-alat dan mesin pertanian lainnya.

Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai “Pendaftaran Paten Sederhana : Studi Mengenai Faktor-faktor Penghambat Dalam Pendaftaran Paten Sederhana Di Bidang Teknologi Alat-alat Pertanian Di Kota Medan”

11

(10)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat pertanian sehingga termasuk dalam paten sederhana ?

2. Bagaimana kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-alat pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya tersebut?

3. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam pendaftaran paten sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di Kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat pertanian sehingga termasuk dalam paten sederhana.

2. Untuk mengetahui kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-alat pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya.

(11)

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendaftaran paten sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua pihak baik bagi peneliti, inventor dan instansi terkait dalam hubungannya dengan pendaftaran atas paten sederhana.

Secara praktis peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pejabat dan instansi terkait dalam pendaftaran paten termasuk paten sederhana. Dengan demikian, kepentingan perlindungan hukum terhadap inventor paten sederhana dapat tercapai. Juga dapat diketahui hal-hal yang menjadi kendala dalam pendaftaran paten sederhana di Kota Medan

Secara teoritis penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut agar nantinya dalam hal pendaftaran paten sederhana, juga dalam mengatasi kendala-kendala dalam pendaftaran paten dan paten sederhana, instansi terkait dapat mengambil kebijakan yang didasarkan pada hasil penelitian ini.

(12)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelitian pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa topik dan permasalahan yang dibahas yang berhubungan dengan Paten Sederhana khususnya terhadap produk alat teknologi pertanian sebagaimana yang menjadi objek dalam penelitian ini yang berjudul PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA : STUDI

MENGENAI FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN DI KOTA MEDAN belum pernah

dilakukan penelitian sehubungan hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap merupakan penelitian asli dan keasliannya dapat dipertanggung jawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Sehubungan dengan judul tesis ini, yang berkaitan dengan paten dan paten sederhana, maka teori yang dijadikan sebagai landasan bagi analisis dan pembahasan permasalahan didasarkan pada teori hukum benda.

(13)

Mengenai hak atas barang immateril tidak diatur dalam KUH Perdata Indonesia, namun demikian beberapa pasal dalam KUH Perdata yang dapat menempatkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dalam sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam Pasal 499 KUH Perdata dijelaskan bahwa “barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik”. HKI merupakan hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal tersebut sejalan dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503 KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh (berwujud) dan barang yang tidak bertubuh (tidak berwujud).

Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dapat menjadi objek hak benda. Hak benda itu sendiri adalah hak absolut atas suatu benda berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut atas benda tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak berwujud

(immateril), sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda

berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda terwujud (materil).12

12

O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 12-13.

(14)

Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori13

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya14

Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir (Frame of thingking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut15

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, oleh karena itu teori ini diarahkan secara khas ilmu hukum. Keberadaan teori ini adalah untuk

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6. 14

J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hal. 203.

15

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.

(15)

memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis16

Teori juga dapat mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh karena itulah muncul beberapa aliran atau mahzab dalam ilmu hukum sesuai sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang bergabung dalam dalam aliran-aliran tersebut.17

Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menanda tangani kesepakatan World Trade Organization (WTO) dan meratifikasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on

Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu ketentuan yang terdapat dalam WTO, yaitu pada lampiran 1 C adalah mengenai Understanding on

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (Persetujuan mengenai Aspek-aspek Dagang yang

Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan Barang Palsu) yang biasa disingkat dengan TRIPs.18Untuk itu pemerintah

16

Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 37.

17

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 253. 18

Salah satu instrumen hukum yang dicapai dalam kesepakatan perundingan Uruguay Round yang berkaitan dengan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berhubungan dengan aspek perdagangan atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) dan merupakan salah

(16)

Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan kerangka WTO, khususnya mengenai TRIPs.

Konsekuensi penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan TRIPs membawa pengaruh bagi Indonesia untuk

mengakomodasi semua peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)19 yang diatur dalam TRIPs, termasuk undisclosed information yang terdapat dalam Section 7 Article 39 (2) TRIPs.

Adanya pengaturan HKI dalam TRIPs menyebabkan perlindungan HKI tidak lagi semata-mata merujuk pada peraturan lokal negara tertentu, tetapi sudah merupakan komitmen dunia (internasional) untuk menciptakan iklim perlindungan yang lebih adil, terjamin dan mempunyai kepastian hukum, sehingga membawa manfaat bagi masyarakat di seluruh dunia terhadap perlindungan karya intelektual mereka.20

Salah satu bagian HKI adalah paten yang diatur Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, ketentuan di mana hak paten diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.

satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan sejak tahun 1986 hingga 1994.

19

Berdasarkan Point 2 Part 1 Article 1 TRIPs maka istilah Hak Kekayaan Intelektual meliputi Hak Cipta dan Hak yang Terkait, Merek, Indikasi Geografi, Disain Industri, Paten, Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.

20

Padma D Liman, Prinsip Hukum Perlindungan Rahasia Dagang (Bagian I), Unair,

(17)

Menurut Muhammad Djumhana, istilah paten yang dipakai dalam peraturan hukum di Indonesia saat ini menggantikan istilah octrooi yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata “auctor” atau autorizare yang berarti dibuka. Namun sesuai perkembangan, istilah lebih populer, istilah paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu “patent”. 21

Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan paten adalah “Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”.

Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1

21

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori

(18)

angka 3 UU Paten Tahun 2001. Oleh sebab itu seseorang atau beberapa orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas suatu invensi yang dihasilkannya.

Namun apabila terbukti lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan.

Menurut Rachmadi Usman, Invensi dapat juga dihasilkan oleh

mereka yang berada dalam hubungan kerja atau karyawan/pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam

pekerjaannya sehingga mereka dapat pula disebut sebagai subjek paten.22

2. Konsep

Kerangka konsepsi merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep dasar yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, antara lain :

22

Rachmadi Usman, Hukum Hak Milik atas Kekayaan Intelekual (Perlindungan dan

(19)

1. Pendaftaran atau permintaan paten adalah upaya yang dilakukan inventor untuk memperoleh paten atau peten sederhana sekaligus untuk memberikan dan menjamin kepastian hukum atas invensinya.

2. Paten sederhana adalah setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dan kepastian hukum.23

3. Invensi adalah adalah “ide” inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.24

4. Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam kegiatan yang menghasilkan invensi.25

5. Alat Teknologi Pertanian Sederhana adalah peralatan hasil invensi sebagai sarana pengolahan hasil pertanian yang memiliki kegunaan yang lebih praktis dan dalam penemuannya tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam namun bernilai ekonomis.

23

Abdul R. Saliman, Ahmad Jalis dan Hermansyah, Esensi Hukum Bisnis Indonesia

(Teori dan Contoh Kasus), Prenada Media, Jakarta, 2004, hal 109-110.

24 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 25 Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

(20)

G. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan metode penelitian merupakan suatu sistem dan proses yang mutlak diperlukan. Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu yang diperlukan untuk proses penulisan, cara-cara yang dapat ditempuh apabila menemui kesulitan dalam proses penelitian.26

Oleh karena itu, sebagai suatu penelitian ilmiah, maka dalam penelitian ini juga dilakukan serangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data, yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah penelitian ilmiah sebagai berikut.

1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian bersifat diskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara mengadakan penelitian lapangan, meneliti mengenai keberlakukan hukum itu dalam

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 22.

(21)

aspek kenyataan. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengetahuan masyarakat akan hukum, penegakan hukum, perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan perkembangan kebudayaan dalam masyarakat.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan paparan terhadap hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran paten sederhana khususnya terhadap paten sederhana produk alat teknologi pertanian di Kota Medan.

2. Lokasi dan Populasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Dalam hal ini data diperoleh dari instansi yang terkait dalam penyelenggaraan Hak Kekayaan Intelektual yakni pada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Propinsi Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Dinas Koperasi Kota Medan dan inventor alat teknologi pertanian yang bersifat sederhana yang ada di Kota Medan.

Adapun populasi penelitian ini adalah seluruh inventor yang melakukan invensi alat-alat teknologi pertanian yang bersifat sederhana di Kota Medan. Oleh karena tidak dimungkinkan untuk meneliti seluruh

(22)

populasi, maka sebagai informan dalam penelitian ini diambil sebanyak 5 orang inventor .

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder dengan rincian sebagai berikut.

(1) Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan yang merupakan data empiris yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan hukum bagi inventor paten sederhana khususnya terhadap paten produk alat teknologi pertanian di Kota Medan. Adapun sumber data ini adalah 5 unit usaha industri/perorangan yang melakukan invensi terhadap produk alat teknologi pertanian yang ada di Kota Medan dan belum mendaftarkan hasil invensinya.

Selain itu juga dilengkapi dengan data penunjang sebagai tambahan informasi melalui narasumber yang berkaitan dengan pendaftaran paten sederhana produk alat teknologi pertanian tersebut, antara lain:

(a) Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara.

(23)

(b) Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

(c) Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi Dinas Koperasi Kota Medan.

Sumber data ini diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan, menggunakan teknik pengambilan data wawancara yang ditujukan kepada para responden dan narasumber, dengan maksud untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang ada.

(2) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data, mencatat dalam kartu-kartu yang berisi kutipan langsung, ringkasan maupun ide-ide yang didapat dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, jurnal serta tulisan yang berhubungan dengan pendaftaran paten bagi inventor paten, khususnya terhadap paten sederhana dan selanjutnya dikembangkan oleh penulis.

Selanjutnya bahan utama penelitian berupa:

a. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan paten dan merupakan bahan yang bersifat mengikat, karena berhubungan langsung dengan objek

(24)

penelitian, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri yang berkaitan dengan perlindungan hak paten.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan bacaan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa konsideren, serta kajian tentang perlindungan hukum bagi inventor paten sederhana khususnya terhadap paten produk alat teknologi pertanian di Kota Medan.

c. Bahan hukum tersier, berupa ensiklopedia dan kamus-kamus hukum, yang memberikan penjelasan terhadap istilah- istilah hukum yang dipergunakan dalam Hak Kekayaan Intelektual.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

(25)

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendaftaran paten khususnya terhadap paten sederhana.

5. Analisa Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.27

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.28 Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif sekaligus pula kuantitatif karena kedua pendekatan tersebut

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 251. 28

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal. 106.

(26)

pada dasarnya bersifat saling melengkapi.29 Artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.30

Data primer yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan

yang diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang sudah terkumpul diseleksi, diklasifikasikan dan disusun dalam suatu

tabulasi sesuai kelompok pembahasan yang telah direncanakan. Selanjutnya dilakukan pembahasan (analisis) dengan cara membandingkan data terhadap teori-teori, maupun ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan pendaftaran paten, khususnya terhadap paten sederhana di Kota Medan.

29

Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 69. 30

Referensi

Dokumen terkait

Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (Berita Negara Republik

DESKRIPSI UNIT : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam membuat laporan produksi pada bagian blowing, carding,

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Pedoman Penilaian Pembelajaran Anak Usia Dini,

Hal ini ditindak lanjuti dengan keluarnya peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/ Menhut-II/2005 tanggal 18 Januari 2005 tentang Pedoman Verifikasi izin Usaha Pemanfaatan Hasil

Contoh, dalam beberapa kasus, memungkinkan untuk menggunakan penukar panas yang besar, pada biaya beban yang lebih rendah daripada operasi chiller bersuhu rendah, untuk

Dari hasil analisis perhitungan pathloss pada model Okumura dan model Lee diharapkan diperoleh model yang sesuai pada daerah suburban dengan karakteristik slope

Dengan demikian, maka sanad terakhir adalah Abdullah, yakni periwayat pertama karena dia sebagai sahabat Nabi yang berstatus sebagai pihak pertama yang menyampaikan