• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dalam suatu negara. Kemajuan sumber daya manusia dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dalam suatu negara. Kemajuan sumber daya manusia dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Maju dan kuat tidaknya suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dalam suatu negara. Kemajuan sumber daya manusia dan kuatnya karakter suatu bangsa merupakan konfigurasi penting yang harus ada dan seimbang dalam upaya mewujudkan negara yang mampu untuk bersaing dalam dinamika global yang pesat seperti sekarang. Oleh karena itu dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional tahun (RPJPN) 2005–2025 Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut: 1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. 2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing. 3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum 4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu 5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan 6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari 7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional 8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara dan pemerintah mampu bekerjasama meningkatkan kualitas hidup, produktifitas dan daya saing

(2)

terhadap bangsa lain di era global. Hal ini tentu menjadi suatu cita-cita besar negara Indonesia kelak untuk menjadi negara yang maju dan bukan hanya menjadi negara yang berstatus masih berkembang terus menerus.

Namun seperti diketahui bersama bahwa ada kendala besar yang dapat menghalangi negara ini untuk mencapai misi pembangunan nasional dengan cepat salah satu kendalanya adalah permasalahan korupsi yang merajalela. Korupsi merupakan salah satu permasalahan utama di negara Indonesia, sampai saat ini harus diberantas jika tidak, maka akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang seharusnya sejahtera dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Hasil dari UN Convention Against Corruption 2003 diantaranya menyatakan bahwa korupsi adalah ancaman bagi keamanan dan kestabilan masyarakat, merusak nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi, merusak Nilai-nilai moral dan keadilan, membahayakan “pembangunan yang berkelanjutan” dan “rule of law” dan mengancam stabilitas politik. Tidak jauh berbeda dengan hasil konvensi tersebut, Kongres PBB XI tahun 2005 juga menyatakan tentang hakikat bahaya korupsi, yaitu merintangi kemajuan sosial, ekonomi dan politik, sumber daya masyarakat dialokasikan tidak efisien, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap lembaga – lembaga politik, produktivitas menurun, efisiensi administratif berkurang, merusak/mengurangi legitimasi tatanan politik dan mengganggu pembangunan ekonomi yang berakibat pada ketidakstabilan politik, lemahnya infrastruktur, sistem pendidikan dan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.

(3)

Dengan demikian diketahui dengan jelas bahwa korupsi merupakan pelanggaran yang banyak merugikan berbagai bidang dan juga berbagai pihak terlebih korupsi yang terjadi di negara Indonesia ini sudah sedemikian rumit dan mengakar, sehingga sangat sulit untuk memulai dari mana kegiatan advokasi bisa dilakukan. Kesulitan ini bisa disebabkan kompleksnya permasalahan korupsi, pelaku korupsi, aturan dan penegak hukum yang seharusnya berdiri di depan mengawal sekaligus mengamankan kekayaan negara dari tangan-tangan koruptor yang tidak bertanggungjawab.

Terungkapnya kasus korupsi di negeri ini adalah bukti belum mapannya dunia pendidikan. Artinya orang-orang yang memiliki jabatan di lingkungan pemerintahan hingga bergelar profesor, doktor, dan gelar akademik lainnya pun tidak terlepas dari jeratan korupsi. Mulai dari kasus baru tahun 2012 adanya kasus korupsi pengadaan simulator SIM oleh seorang berpangkat Brigadir Jenderal yang dilakukan di lingkup Kepolisian, Dugaan korupsi pada proses pengadaan Al-quran di Kementerian Agama hingga pertengahan April 2011 lalu. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan sepanjang 2012, tingkat korupsi di bidang pendidikan nasional masih tinggi termasuk dana BOS. Berdasarkan pantauan ICW, selama 2012 terjadi 40 kasus tindak korupsi, dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp138,97 miliar. Kenyataan demikian menjadikan dunia pendidikan semakin jauh dari realitas kehidupan umat manusia.

  Di dunia internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, citra buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian. Kesan

(4)

buruk ini menyebabkan rasa rendah diri saat berhadapan dengan orang lain dan kehilangan kepercayaan pihak lain.  Dalam skala internasional, pengukuran terhadap persepsi publik dilakukan oleh berbagai institusi, salah satunya Transparansi International melalui survei corruption perception index (indeks persepsi korupsi, IPK) yang menilai persepsi masyarakat terhadap keberadaan korupsi berdasarkan gabungan beberapa survei dari berbagai lembaga. Survei ini masih menempatkan Indonesia di posisi yang masih rendah kendati ada kecenderungan peningkatan angka. Pada 2011, IPK Indonesia ada pada peringkat ke-100 dari 183 negara dengan skor 3,0 (naik sekitar 0,2 dibandingkan IPK 2010 atau 1,0 sejak 2004 (Stranas PPK 2012 – 2025, 2011:25). Ketidakpercayaan pelaku bisnis dunia pada birokrasi mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-negara tetangga yang dianggap memiliki iklim lebih baik. Kondisi seperti ini akhirnya merugikan perekonomian dengan segala aspeknya di negara ini.

Sampai saat ini pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi dengan berbagai cara. Wujud perhatian pemerintah terhadap korupsi adalah menetapkan kebijakan tentang pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam Sepanjang empat tahun terakhir, Pemerintah menyusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang mencakupi tujuan jangka panjang dan menengah. Presiden memaklumatkan Inpres 9/2011 (tentang Rencana Aksi PPK Tahun 2011 diteruskan dengan Inpres 17/2011 (tentang Aksi Nasional PPK Tahun 2012 pada Desember 2011. Melaluinya, Presiden menginstruksikan pelaksanaan berbagai rencana aksi

(5)

yang terinci dengan fokus utama pencegahan korupsi pada lembaga penegak hukum.  Stranas PPK adalah arah dan acuan dari berbagai upaya PPK yang lebih komprehensif bagi seluruh pemangku kepentingan. Stranas PPK memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”.

Pembentukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai lembaga independen yang secara khusus menangani tindak korupsi, menjadi upaya penindakan pidana korupsi. Survei Integritas yang dilakukan oleh KPK pada 2011 menyebutkan, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia mencapai 6,31. Skor tersebut relatif rendah manakala dibandingkan dengan negara lain, meskipun bagi Indonesia merupakan peningkatan dari basis penghitungan di tahun 2007 dengan skor sebesar 5,53. Dari survei tersebut dapat ditarik benang merah, kurang maksimalnya mutu birokrasi dan penegakan hukum (Stranas PPK 2012 – 2025, 2011:26). Upaya penindakan membutuhkan ongkos yang tidak sedikit (High cost). Belum lagi jika dihitung dari dampak yang ditimbulkan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perlu diketahui upaya memberantas korupsi yang paling murah dan efektif adalah dengan upaya tindakan pencegahan (preventif). Pencegahan memengaruhi persepsi publik terhadap tipikor (tindak pidana korupsi) karena semakin banyaknya aksi

(6)

tipikor maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak pula praktek korupsi yang terjadi yang pada akhirnya menjadi suatu persepsi masyarakat luas.

Menurut GCB (Global Corruption Barometer) 2010, sebagian responden menyatakan pernah melakukan pembayaran suap. Angkanya mencapai 18 persen. Semakin tinggi indeks di suatu institusi, maka institusi tersebut kian dipersepsikan terkorup. Indeks GCB memberikan skor tertinggi dengan nilai indeks 3,6 untuk lembaga legislatif, disusul lembaga kepolisian dan partai politik dengan indeks 3,5. Yudikatif diganjar indeks 3,3, disusul pejabat eksekutif (3,2) (Stranas PPK 2012 – 2025, 2011:25).

Dengan demikian pemberantasan korupsi tidak cukup teratasi hanya dengan mengandalkan proses penegakan hukum. Membumihanguskan korupsi juga perlu dilakukan dengan tindakan preventif, antara lain dengan menanamkan nilai religius, moral bebas korupsi hingga adanya upaya pemberantasan korupsi dalam pembelajaran anti korupsi melalui berbagai lembaga pendidikan. Sesuai dan sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi pada tataran upaya pencegahan, Telah diupayakan mulai dari adanya Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada bagian Diktum ke-11 (Instruksi Khusus) poin ke 7 menugaskan kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk menyelenggarakan pendidikan yang berisikan substansi penanaman semangat dan perilaku antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan baik formal dan nonformal serta Instruksi Presiden RI Nomor 17

(7)

Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.

Seperti isu pendidikan anti-korupsi dan penanaman nilai-nilai integritas kepada anak-anak sejak dini seperti yang diinginkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah sepakat melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) tentang kerja sama dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu bentuk penerapan kerja sama ini adalah pendidikan antikorupsi di sekolah. (Republika. co. id, Jakarta/ Jumat, 09 Maret 2012/Diakses pada tanggal 08 November 2012).

Memerangi korupsi melalui pendayagunaan jalur pendidikan formal sebagai suatu bagian menangani korupsi merupakan salah satu strategi yang diharapkan cukup signifikan, mengingat masyarakat terdidik inilah yang perannya dimasyarakat cukup dominan. Mereka tidak cukup hanya dibekali pengetahuan dan kemampuan bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat, tetapi yang lebih utama dalah bagaimana menggunakan ilmu dan cara-cara tersebut dengan benar, tanpa harus melakukan korupsi, bahkan termasuk kiat-kiat untuk melawan korupsi, dorongan atau motivasi untuk aktif berperan dalam upaya memerangi atau memberantas korupsi. Menurut KPK pendidikan anti korupsi bagi pelajar SMP adalah langkah awal yang ditempuh KPK untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik sedari usia muda. Berdasarkan hal tersebut, maka Kementerian Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

(8)

telah menyusun Model Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi melalui Kegiatan Pembinaan Pendidikan Kewarganegaraan Tahun Anggaran 2011 untuk satuan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiah (SMP/MTs).

Berdasarkan latar belakang masalah dan seiring dengan adanya tujuan dari penelitian ini, maka peneliti mengangkat hal ke dalam sebuah judul penelitian yaitu “Implementasi Model Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang”. Bina Taruna Adiloka (Bintaraloka) adalah semboyan yang dimiliki SMP Negeri 3 Malang. Berdasarkan semboyan yang dipilih oleh para pendahulu itu tampak secara jelas bahwa SMP Negeri 3 Malang adalah tempat menempa generasi muda untuk menjadi manusia-manusia terbaik yang juga sebagai generasi muda yang sesuai dengan harapan bangsa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah model Pendidikan Anti Korupsi yang diterapkan di SMP Negeri 3 Malang?

2. Bagaimanakah strategi implementasi yang digunakan SMP Negeri 3 Malang dalam mewujudkan Pendidikan Anti Korupsi terhadap siswa? 3. Apakah faktor faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan

Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang?

4. Bagaimana solusi untuk mengatasi faktor penghambat dalam upaya penerapan Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang?

(9)

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan persepsi ataupun pembahasan yang melebar dalam penelitian ini, maka diperlukan adannya pembatasan masalah. Batasan masalah pada penelitian ini tentang “Implementasi Model Pendidikan Anti – Korupsi di SMP Negeri 3 Malang” pada Kurikulum, perangkat pembelajaran, kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas baik berupa iklim budaya sekolah, ekstrakurikuler dan fasilitas wahana yang berhubungan dengan upaya penerapan pendidikan anti korupsi.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan model Pendidikan Anti Korupsi yang diterapkan SMP Negeri 3 Malang kepada siswa.

2. Untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan SMP Negeri 3 Malang kepada siswa dalam mengimplementasikan Pendidikan Anti Korupsi. 3. Untuk mendeskripsikan faktor – faktor pendukung dan penghambat dalam

penerapan Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang.

4. Untuk mendeskripsikan solusi apa yang dapat ditempuh untuk mengatasi faktor penghambat dalam penerapan Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang.

(10)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian di SMP Negeri 3 Malang dalam upaya meningkatkan kepeduliannya mendukung terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi melalui Pendidikan Anti Korupsi dengan bentuk sarana yang ada dan model implementasinya pada kegiatan proses pembelajaran kelas maupun di luar kelas. Tentunya hal ini juga sangat memberikan konstribusi yang baik dan bermanfaat bagi SMP Negeri 3 Malang sebagai sekolah yang menempa siswa sebagai tunas muda bangsa untuk menjadi manusia-manusia terbaik dimanapun nantinya mereka berada sehingga mampu dalam mewujudkan generasi muda bangsa Indonesia yang tangguh terhadap pengaruh tindakan korupsi melalui pengembangan sarana dan model implementasi Pendidikan Anti Korupsi di SMP Negeri 3 Malang. Selain itu penelitian ini juga bertujuan sebagai upaya SMP Negeri 3 Malang dalam upaya pengembangan wawasan pengetahuan mengenai korupsi bagi guru, karyawan dan siswa sehingga menimbulkan kesadaran serta pemahaman dalam cara penanggulangaannya terhadap bahaya korupsi.

1.5.2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat diantaranya sebagai berikut:

(11)

Merupakan sarana belajar untuk mengetahui lebih dalam tentang materi penelitian yang telah dipilih, di mana nantinya bisa menjadi bahan untuk melatih dan mengasah watak dan perilaku diri penulis dalam menjalani aktivitas hidup keseharian dan sebagai bahan untuk pembelajaran diri terhadap nilai – nilai luhur mengenai moral dan etika dalam berkehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial, tumbuh suatu kepentingan diantara individu-individu manusia yang harus dipertimbangkan sisi egois manusia yaitu antara kepentingan diri dan kepentingan orang lain.

b. Siswa.

Sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman untuk menumbuhkan sebuah kesadaran sikap mengenai tindakan korupsi sebagai tindakan pelanggaran pidana yang dapat merugikan diri dan masyarakat luas sehingga dengan adanya penelitian ini dapat berkontribusi menyelamatkan siswa sebagai tunas bangsa agar tidak menjadi penerus atau pewaris tindakan korup yang dilakukan pendahulunya .

c. Sekolah.

Sebagai bahan kajian refrensi dan evaluasi dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu akademik sekolah melalui penerapan Pendidikan Anti – Korupsi dalam proses pembelajaran melalui sarana yang ada seperti mulai dari kurikulum hingga penerapan di dalam kelas maupun juga pengembangan Pendidikan Anti – Korupsi diluar kelas seperti

(12)

seminar, workshop dan sebagainya di lingkup SMP Negeri 3 Malang. Selain itu juga mengembangkan dari segi model implementasi yang telah ada untuk lebih di kaji agar mendapatkan suatu pengembangan model penerapan yang lebih strategis merealisasikan Pendidikan Anti – Korupsi di SMP Negeri 3 Malang. Sehingga dengan adanya pengembangan dan peningkatan mutu dari segi akademik diharapkan dapat mencetak lulusan siswa yang berkarakter tangguh terhadap pengaruh tindakan korupsi.

d. Bagi peneliti selanjutnya.

Menjadi referensi penelitian berikutnya baik pengetahuan secara teoritis maupun secara praktis tentang “Implementasi Model Pendidikan Anti – Korupsi di SMP Negeri 3 Malang” untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat menemukan suatu model implementasi Pendidikan Anti – Korupsi yang lebih strategis lagi.

1.6. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menginterpretasikan istilah – istilah yang terdapat dalam judul skripsi, maka perlu diberikan penegasan istilah sebagai berikut:

a. Model

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Model adalah pola (contoh, acuan dan ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) Model adalah

(13)

rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis.

Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).

Sebagaimana dimaksud dalam penegasan istilah ini, model dalam arti pendidikan anti korupsi yaitu model pencapaian kompetensi siswa dengan kurikulum, perangkat pembelajaran, proses belajar mengajar, budaya dan fasilitas sekolah yang diterapkan atau digunakan oleh pihak sekolah dalam menerapkan Pendidikan Anti Korupsi.

b. Implementasi

Impementasi diartikan sebagai output, yaitu melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Akhirnya, implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai outcome. Konseptualisasi ini terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi kebijakan, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan

(14)

mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini implementasi yang di maksud adalah pelaksanaan dan penerapan Pendidikan Anti Korupsi dalam kurikulum, perangkat pembelajaran, proses pembelajaran, fasilitas dan iklim budaya di SMP Negeri 3 Malang.

c. Pendidikan Anti Korupsi

Pendidikan Anti-korupsi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka pendidikan anti koorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik), terhadap penyimpangan perilaku korupsi.

d. SMP Negeri 3 Malang

SMP Negeri 3 Malang yang terletak di jalan Doktor Cipto Mangunkusumo, No.20, Malang merupakan sekolah menengah pertama warisan pemerintah pada saat Belanda. Pada saat dulu SMP Negeri 3 Malang adalah Sekolah “Mulo Wilhelmina”. Sekolah ini didirikan pada tanggal 17 Maret 1950. Pada tahun 1960, nama yang awal mulanya digunakan adalah sekolah “Mulo Wilhelmina” diubah oleh pemerintah

(15)

Republik Indonesia menjadi SMP Negeri 3 Malang dengan semboyan Bina Taruna Adiloka (Bintaraloka).

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya penulis menemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaan SSN disekolah SMP Negeri 8 Gorontalo, dimana kurangnya penunjang atau dukungan baik dari

prosedur dan aturan yang ada di Politeknik Negeri Malang. Usaha peningkatan efektivitas sumber daya manusia merupakan alternatif yang tepat untuk mempertahankan kemampuan

1.4.1.2 Dapat memberikan referensi yang lebih komprehensif khususnya menyajikan bukti empirik tentang upaya peningkatan kinerja Pegawai terhadap motivasi kerja, disiplin

Endang Dwi Hastutiningsih (2017) dengan judul tesis “Manajemen Sumber Daya Manusia Kepala Madrasah Pada Tenaga Pendidik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di MTs Negeri

Manakah yang mempunyai kontribusi paling dominan antara manajerial kepala sekolah, media pembelajaran, dan pendidikan guru terhadap prestasi sekolah SD Negeri

Di dalam hal ini peranan perpustakaan khususnya perpustakaan yang ada pada sekolah pedesaan adalah sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan itu

Bagi perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan masukan dalam mengetahui pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan transformasional, dan

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah di SMP Karya Ibu Palembang untuk mengetahui tanggapannya mengenai perencanaan manajemen sumber daya manusia,