• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KONSELING INDIVIDUAL GURU-GURU BK SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KONSELING INDIVIDUAL GURU-GURU BK SMP"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

MODEL PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KONSELING INDIVIDUAL GURU-GURU BK SMP

Counseling Communication Basic Skill Development Model to Improve Individual Counseling Effectivity for Guidance and Counseling Teachers in State Junior High Schools in Solo.

Drs. Asrowi, M.Pd.

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract : The research was conducted on empirical basis of findings showing various phenomena of low counseling communication basic skill on the implementation of individual counseling by teachers in Junior High Schools particularly in Solo. To overcome such problems, appropriate approach was used by means of counseling communication basic skill model to improve the individual counseling capability. The main key to the solution of students’ cases is by mastering the counseling communication basic skill. This research is especially aimed to: (1) develop a model of counseling communication basic skill as to improve the individual counseling capability, (2) know the effectiveness of the counseling communication basic skill model as to improve the capability of individual counseling among guidance and counseling teachers in State Junior High Schools. This research used the Research and Development. Guidance and counseling teachers in Junior High school were assigned as the subject of this research. This research was carried out in several steps from preliminary study, model development, rational validation, and empirical validation. In the process of research, the model of counseling communication basic skill was rationally validated by experts and empirically verified as to be considered to enrich the knowledge of guidance and counseling and develop the basic skill of communication for individual counseling. The basic skills of counseling communication implemented into the individual counseling covers; (1) attending and responding to the clients, (2) leading skill, (3) reflection skill, (4) summarizing skill, (5) confronting skill, (6) interpreting skill, (7) directing and suggesting skill. To measure the knowledge of counseling theory, inventory of four option-questionnaire was applied, while to know the basic knowledge of individual based-counseling, observation sheet was used in this research. The data of this research was analyzed by means of Wilcoxon Non parametric Descriptive statistics. In addition, the normal distributed data was analyzed by parametric two-tailed t-test. From the data analysis, it was concluded that the model of counseling communication basic skill was empirically verified to be effective to improve the capability of individual counseling. Each basic skill of counseling communication was empirically proved to give meaningful contribution to the individual counseling capability of guidance and counseling teachers in State Junior High Schools in Solo.

(2)

2

ABSTRAK. Model Pengembangan Keterampilan Dasar Komunikasi Konseling untuk Meningkatkatkan Efektivitas Konseling Individual Guru-Guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama Negeri di Solo.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil temuan empirik yang menunjukkan berbagai gejala tentang rendahnya keterampilan dasar komunikasi konseling dalam pelaksanaan konseling individual pada guru-guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) Menemukan pedoman keterampilan dasar komunikasi konseling untuk meningkatkan efektivitas konseling individual (2) Menemukan Model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling untuk meningkatkan efektivitas konseling individual guru-guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama.” Pendekatan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Subyek sasaran penelitian ini adalah guru-guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama Negeri di Solo. Penelitian terdiri dari beberapa langkah yang dilakukan yaitu; studi pendahuluan, pengembangan model, validasi rasional model, dan validasi empirik model. Pengumpulan data menggunakan inventori dengan alternatif pilihan untuk mengetahui tingkat pengenalan dan pemahaman aspek-aspek konseling dan instrumen observasi untuk mengetahui keterampilan dasar komunikasi konseling dalam kontek konseling individual. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan teknik statistik non parametrik Uji Wilcoxon dan kelompok data distribusi normal diuji dengan menggunakan parametrik atau uji t dua ekor dan uji koralasi. Hasil penelitian ini adalah: Model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling secara empirik teruji efektif untuk meningkatkan efektivitas konseling individual. Keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan menyambut/memperhatikan konseli, memimpin pembicaraan, merefleksi perasaan, menyimpulkan, mengkonfrontasi, mengintrepretasi (menafsirkan) dan keterampilan memberikan informasi dan nasehat.

(3)

3 Pendahuluan,

Peningkatan mutu pendidikan semakin lama terasa semakin penting seiring dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan kemajuan ilmu dan teknologi bagian dari kebutuhan manusia yang sangat esensial lebih-lebih berkenaan dengan upaya pembinaan, pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia profesional . Manusia yang profesional adalah manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta manusia yang beriman dan bertaqwa. Banyak orang semakin sadar bahawa kunci utama kemajuan masyarakat ditentukan oleh pendidikan, sebab pendidikan adalah merupakan transformasi yang berfungsi membangun manusia yang berilmu pengetahuan, berteknologi dan bertaqwa. Oleh karena itu kemajuan tersebut dapat dicapai jika pendidikan harus berkualitas. Salah satu komponen penting yang menjadi faktor utama adalah kualitas guru. Kualitas guru merupakan kunci yang dapat menentukan dan mempengaruhi kualitas pendidikan. Maka dari itu guru merupakan komponen utama yang mejadi pusat perhatian dari dulu sampai sekarang agar mereka menjadi tenaga yang professional

Guru bimbingan dan konseling sebagai bagian dari tenaga kependidikan ikut bertanggung jawab membantu perkembangan siswa menuju tercapainya cita-cita pendidikan. Secara profesional juga dituntut mampu menjalankan profesinya dengan baik. Profesi yang melekat pada dirinya adalah mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling. Untuk dapat memberikan bantuan layanan konseling perlu dikuasainya seperangkat kompetensi. Kompetensi layanan konseling mencakup seperangkat keterampilan dasar komunikasi konseling yang dilakukan secara utuh. Di dalam proses konseling, konselor menerapkan serangkaian keterampilan yang harus dilakukan yang disebut keterampilan dasar komunikasi konseling. Pelaksanaan konseling yang utuh pada dasarnya merupakan rangkaian keterampilan-keterampilan atau teknik-teknik konseling sebagai kategori pernyataan konselor. Dengan kata lain bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang mengandung sentuhan terapidengan mengaplikasikan keterampilan dasar komunikasi konseling melalui teknik-teknik sebagai bagian dari pernyataan konselor. Secara garis besar keterampilan dasar komunikasi tersebut mencakup keterampilan attending, leading, reflecting, summrizing, confronting, intrepreting dan informing /advising. Sesuai dengan tuntutan dan perkembangan saat ini kompetensi tersebut menjadi perhatian serius.

(4)

4 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini di latar belakang permasalahan dari hpenelitian studi terhadap 32 guru-guru bimbingan dan konseling berkenaan dengan praktek keterampilan dasar komunikasi konseling di Sekolah Menengah Pertama di daerah Solo, menunjukkan hasil sebagai berikut : (1) keterampilan attending nilai tertinggi 7,50, (1 orang ) nilai terendah 4,17, nilai rata-rata yang diperoleh 6,3, (2) keterampilan leading , nilai tertinggi 9,58, nilai rendah 4,17, nilai rata-rata 6,50, (3) keterampilan merefleksi klien; nilai tertinggi 6,50, nilai terendah 4,17, nilai rata-rata 5,18 (4) keterampilan menyimpulkan ; nilai tertinggi 4,38, nilai terendah 2,50, dan nilai rata-rata 3,3, (5) keterampilan mengkonfrontasi; nilai tertinggi 3,75, nilai, nilai terendah 1,88, dan nilai rata-rata 2,97, (6) keterampilan mengintrepretasi; nilai tertinggi 7,50, nilai terendah 3,75, dan nilai rata-rata 6,25 dan (7) keterampilan memberikan informasi dan nasehat, nilai tertinggi 6,42, nilai terendah 4,23, dan nilai rata-rata 5,28. Kemudian tingkat pemahaman teori konseling dari 32 orang responden nilai tertinggi yang diperoleh 7,0, nilai terendah 3,2 dan nilai rata-rata 4,9. Kemudian tingkat pemahaman dan implementasi (1) sudah pernah mendengar istilah attending tetapi belum pernah melakukan sebesar 30%, belum pernah mendengar 14,06% , (3) belum pernah melakukan keterampilan merefleksi perasaan klien sebesar 13, 53 % (4) sudah pernah melakukan keterampilan menyimpulkan sementara ungkapan klien sebesar 15,63%, (5) belum pernah melakukan keterampilan mengkonfrontasi dan belum tahu tentang istilah tersebut sebesar 10,16%, (6) keterampilan intrepretasi belum pernah melakukannya sebesar 6,25 (7) memberikan nasehat sebesar 40,63%. Berdasarkan data tersebut mengindikasikan bahwa mereka belum sepenuhnya mengetahui secara teoritik maupun secara pratek di dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Hal inilah yang mendorong untuk dilakukan suatu penelitian.

Landasan Teori

Pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling yang menjadi fokus penelitian ini bertolak dari teori keterampilan komunikasi konseling (Carkhuff,1969; Barbara okun, 1982; Brammer,1985; McCubbin & Dahl, 1985; Ivey, 1987; Cormier dan Cormier, 1991; dan Gail King, 2001) menekankan kepada pentingnya keterampilan komunikasi konseling baik verbal dan non verbal yang harus dibangun pada diri konselor sekolah. Terkait dengan permasalahan ini selanjutnya Brammer (1985; 62) menegaskan bahwa keterampilan dasar

(5)

5

kumunikasi konseling merupakan rangkaian pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus dipelajari dan dipraktekkan agar menghasilkan konselor yang mampu membantu memberi pertolongan kepada konseli. Ditinjau dari psikologi belajar Gagne (1984: 11) menegaskan bahwa jika seseorang secara terus menerus belajar di bidang tertentu atau bidang khusus membuat organisme akan berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Jadi jika guru-guru bimbingan dan konseling diberikan pengetahuan dan keterampilan dasar komunikasi secara profesional, akan berubah menuju perbaikan.

Keterampilan dasar komunikasi konseling menurut Ivey (dalam Willis 2007; 86) ia mengatakan bahwa keterampilan dasar komunikasi konseling dapat juga dipanda ng sebagai keterampilan minimal seorang konselor profesional , sehingga penguasan akan keterampilan-keterampilan ini dapat sedikit banyak menjamin keberlangsungan suatu proses konseling untuk mencapai tujuan konseling. Dengan harapan bahwa konseli dapat memecahkan masalahnya sendiri demi perkembangan optimal diri konseli sendiri. Di dalam proses konseling dikenal adanya tiga tahap, dan ini harus diketahui oleh konselor sekolah. Tiga tahap tersebut adalah tahap awal, tahap pengembangan, dan tahap terminal ko nseling (Pieter B. Mboeik: 1988, 2). Setiap tahap ada keterampilan-keterampilan tertentu yang menyatu di dalam membangun suatu proses konseling yang utuh. Apabila proses ini gagal untuk dibangun maka suatu keterampilan yang dilakukan dapat mengganggu konse ling secara keseluruhan

Menurut Sunaryo Kartadinata (2009: 6-7) bahwa masalah pokok yang dihadapi berkaitan dengan implementasi bimbingan dan konseling di sekolah masih banyak layanan bimbingan dan konseling lebih merupakan kebutuhan formal dari pada sebagai kebutuhan aktual, dan tidak jarang bahwa bimbingan dan konseling lebih merupakan pekerjaan administrative yang menekankan bukti fisik dari pada sebagai pekerjaan professional. Jadi terkait dengan tuntutan profesionalitas konselor sekolah khususnya Sekolah Menengah Pertama , konseling merupakan bagian dari kompetensi konselor yang harus diwujudkan, sebab tugas pokok yang melekat pada diri pembimbing adalah sebagai konselor. Secara analogis seorang konselor harus mampu memberikan konseling. Maka proses yang harus dilalui untuk mengembangkan kompetensi tersebut adalah perlu diwujudkan model keterampilan dasar komunikasi konseling. Masalah keterampilan dasar komunikasi konseling adalah merupakan awal yang harus dikuasi oleh

(6)

6

konselor menuju ketahapan berikutnya. Menguasai tiap-tiap keterampilan dalam proses konseling semacam keharusan. Maka untuk lebih efektif di dalam melakukan konseling guru bimbingan perlu pedoman dan materi yang dipakai acuan untuk melakukan praktek konseling. Pedoman materi tersebut dikemas dalam model yang berisi materi-materi keterampilan dasar komunikasi yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi jenjang pendidikan yang ada. Rogers dalam (Pietrofesa dkk, 1978 : 4) menegaskan konseling sebagai

“The process by which structure of the self is relaxed in the safety of relationship with the therapist, and previously denied experiences are perceived and then integrated in to an altered self”

Pendapat tersebut pada intinya bahwa Rogers lebih menekankan pada perubahan sistem self konseli sebagai tujuan konseling, hal tersebut dapat dilakukan melalui keterampilan dasar komunikasi konseing. Melalui keterampilan komunikasi tersebut akan mengubah struktur hubungan antara konselor dengan konseli menjadi suatu terapi.. Ahli lain seperti Cormier dalam Latipun (2006) lebih memberikan penekanan pada fungsi-fungsi pihak-pihak yang terlibat. Ia menegaskan bahwa konselor adalah tenaga terlatih yang mempunyai dorongan dan kemauan untuk membantu konseli. Ia menegaskan bahwa :

“Counseling is the helping relationship, which include (a) someone seeking help, (b) someone willing to give help who is (c) capable of, or trained to, help (d) in a setting that permit’s help to be given and received” (p. 25).

Kemudian pendapat C. Patterson dalam Soli Abimanyu (1996) menegaskan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antarpribadi antara seorang terapis atau konselor dengan konseli dimana terapis atau konselor menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematis tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental konseli.

Gibson and Mitchell, (1981 : 261). pengertian konseling dipandang lebih lengkap, dan lebih operasional. Mereka menegaskan sebagai berikut:

Counseling denote a professional relationship between an trained counselor with a client. This relationship is usually person to person, although it may some times involve more than two people, and it is designed to help client understand and clarify his view of his life space so that may make meaningful and informed choices consonant with his essential nature in those where choices are available to him. This definition indicates that counseling is a process, that is a relationship, that is designed to help people make choices, that underlaying better choices making are such matter

(7)

7

is learing, personality development, and self knowledge which can be translated into better role perception and more effective role behavior (Gibson and Mitchell, 1981 : 261).

Mencermati pengertian yang dikemukakan tersebut di atas setidak-tidaknya ada empat aspek yang perlu ditegaskan kembali ialah Pertama, konseling sebagai hubungan yang specifik antara konselor dengan konseli yang merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan yang dibangun konselor selama proses konseling dapat meningkatkan keberhasilan konseling dan dapat pula membuat konseling tidak behasil, Kedua konseling sebagai proses ini mempunyai arti bahwa konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Dalam beberapa hal konseling tidak hanya sekali petemuan. Untuk membantu masalah konseli yang sangat berat dan komplek, konseling dapat dilakukan beberapa kali pertemuan, Ketiga, hubungan dalam konseling bersifat membantu (helping). Membantu di sini berbeda dengan memberi atau mengambil alih, akan tetapi pengertian membantu lebih menekankan kepada member kepercayaan kepada konseli untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Konselor sifatnya memotivasi untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk mengatasi masalah, sehingga terlepas dari sifat dependensi terhadap orang lain, Keempat, konseling untuk mencapai tujuan hidup artinya konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku yang tidak adaptif menjadi adaftif dan melakukan pemahaman yang lebih luas untuk mencapai aktualisasi diri.

Hakekat hubungan konseling secara umum sebenarnya telah dipakai oleh semua kaum professional yang melayani manusia, seperti profesi konselor, pekerja sosial, dokter, dan sebagainya. Pada hakekatnya hubungan konseling adalah hubungan yang sifatnya membantu artinya konselor berusaha membantu konseli agar tumbuh, berkembang, sejahtera dan mandiri. Uraian tersebut sejalan dengan pendapat Shertzer dan Stone (1980) bahwa hubungan konseling adalah suatu interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut. Konselor dalam hal ini adalah orang yang membantu atau memberikan pertolongan dengan berbagai keterampilan-keterampilan dasar untuk memudahkan memahami konseli, mengubah, atau untuk memperkaya perilakunya sehingga akan terjadi perubahan yang positif. Perubahan-perubahan tersebut mengandung makna bahwa konseli diharapkan memiliki kemampuan;

(8)

8

memahami diri (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengahargai dirinya (self esteem), mengarahkan dirinya (self direction) kemudian menuju aktualisasi diri (self actualization).

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (Research and Development), disingkat dengan R & D. Penelitian pengembangan ini diarahkan untuk “a process used to develop and validate educational product” (Borg and Gall, 2003 : 271). Produk yang dihasilkan dalam penelitian adalah model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling untuk meningkatkan efektivitas konseling individual pada guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian pengembangan harus dilakukan melalui beberapa tahap yaitu studi pendahuluan, merancang model , pengembangan model, uji kelayakan dan validasi model, uji coba terbatas, uji efektivitas model, diseminasi serta distribusi model yang dilakukan dan selanjutnya mempublikasikannya.

Subjek dalam penelitian ini adalah guru-guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri Solo berjumlah 20 orang. Pemilihan subjek tersebut berdasarkan masa kerja dan latar belakang pendidikan. Maksudnya adalah guru-guru bimbingan dan konseling yang masa kerjanya di bawah sepuluh tahun serta memiliki latar belakang pendidikan yang bukan dari jurusan bimbingan dan konseling. Dengan pertimbangan bahwa mereka kebanyakan belum memahami tentang keterampilan dasar komunikasi konseling dan belum mampu melakukan praktek konseling individual secara baik.

Kemudian untuk merealisasikan dan mempercepat keberhasilan penelitian ini, peneliti melibatkan guru-guru bimbingan dan konseling senior yang masa kerjanya di atas sepuluh tahun dan yang berlatar belakang bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling senior tersebut beserta akademisi terlibat sebagai pendamping untuk memberikan penilaian terhadap pedoman umum, pedoman pelaksanaan, materi pelatihan dan praktek konseling

Variabel penelitian ini terdiri variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas, yaitu Model Keterampilan Dasar Komunikasi Konseling. Variabel terikat yaitu efektivitas konseling individual guru-guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama di Solo.

(9)

9

Pembuatan instrumen pengumpul data diawali melalui proses pembuatan kisi-kisi agar pertanyaan atau aspek-aspek serta indikator yang akan diukur tidak menyimpang dari tujuan yang diinginkan atau perilaku yang menjadi sasaran penelitian ini. Instrumen pengumpul data dalam penelitian ini ada empat jenis, yaitu : (a) instrumen teori keterampilan dasar dan konseling dan kemampuan melakukan konseling individual. Tujuan instrumen ini diberikan pada studi pendahuluan untuk mengetahui kefektifan suatu penelitian, apakah guru-guru bimbingan dan konseling sudah mengenal teori konseling, instrumen tes kemampuan secara umum yang di dalamnya mencakup beberapa istilah yang sering digunakan dalam konseling individual. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan guru-guru bimbingan dan konseling tentang kemampuan penguasaan teori konseling individual; (b) instrumen observasi keterampilan komunikasi konseling khusus pengamatan pada bahasa verbal (bahasa lisan) yang dilakukan ketika mereka memberikan konseling; (c) dan instrumen observasi untuk mengetahui kemampuan bahasa non verbal sebagai bagian yang harus muncul secara bersama-sama dengan bahasa verbal. (d) kemudian untuk evaluasi akhir penelitian ini disediakan dua instrumen tanggapan untuk guru-guru bimbingan dan konseling dan konseli dalam rangka mengetahui manfaat penelitian ini. Instrumen tersebut menggunakan empat alternatif jawaban dan instrumen tanggapan oleh guru-guru bimbingan dan konseling dan konseli menggunakan dua option jawaban.

Hasil Penelitian

a. Gambaran keterampilan dasar komunikasi konseling guru bimbingan dan konseling Profil keterampilan dasar komunikasi konseling menunjukkan adanya kecenderungan sebaran skor sebagai berikut: keterampilan (1) nilai sedang 15 orang (75%) , nilai rendah 5 orang (25%); keterampilan (2) nilai tinggi 5 orang (25%) , nilai sedang 10 orang ( 50%), nilai rendah 5 orang (25%) ; keterampilan (3) nilai sedang 2 orang (10%), nilai rendah 18 orang (90%) ; keterampilan (4) nilai rendah12 orang (60%), nilai sangat rendah 8 orang (40%); keterampilan (5) nilai rendah 12 orang (60%) sangat rendah 8 orang (40%); keterampilan (6) nilai sedang 12 orang ( 60%) nilai rendah 8 orang (40%); dan keterampilan (7) nilai sedang 11 orang ( 55%) dan nilai rendah 9 orang (45%). Berdasarkan data tersebut diasumsikan bahwa guru bimbingan dan konseling membutuhkan bantuan peningkatan

(10)

10

layanan konseling individual. Untuk itu usaha yang dilakukan adalah pengembangan keterampilan untuk meningkatkan efektivitas konseling individual.

b. Pengujian hipotesis pertama ialah model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling dapat meningkatkan efektivitas bahasa verbal dalam konseling individual.

Pengujian dilakukan berdasarkan data pada rerata skor sebelum intervensi diperoleh mean (36.926), Std. Dev (5.783), dan variance 33.451), dibandingkan dengan sesudah intervensi diperoleh mean (61.086), Std. Dev. (2.221) dan variance (4.889). Kemudian karena ada sebagian data yang tidak berdistribusi normal , maka uji beda rerata pretes dan postes menggunakan uji non parametrik, sedangkan kelompok data yang berdistribusi normal menggunakan uji parametrik yaitu uji t dua ekor. Uji non parametrik digunakan untuk menguji beda rerata antara pretes dan postes tersebut adalah menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai Z -3.924 dengan (p) 0.000 siqnifikan, tanda negatif menunjukkan nilai postes lebih besar dari pretes. Dengan demikian dapat disimpulka bahwa berdasarkan uji non parametrik dengan wilcoxon diperoleh hasil bahwa rerata skor postes (61.086) lebih besar dari rerata skor pretes (36.926). Jadi model keterampilan dasar komunikasi konseling efektif untuk meningkatkan bahasa verbal.

c.Pengujian hipotesis kedua ialah model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling dapat meningkatkan efektivitas non verbal dalam konseling individual.

Pengujian dilakukan berdasarkan data pada rerata skor sebelum intervensi diperoleh mean (36.562), Std. Dev. (6.975), dan variance (48.653). Kemudian dibandingkan dengan sesudah perlakukan diperoleh mean (59.218 ) Std. Dev. (2.058), dan variance (4.238). Uji t untuk rerata skor postes diperoleh nilai t 12.992 dengan p 0.000< 0.05 dapat diketahui bahwa model keterampilan dasar komunikasi konseling efektif untuk meningkatkan aspek non verbal dalam konseling individual. Terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi.

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa uji t diperoleh hasil rerata postes ( 59.218) lebih besar dari rerata pretes ( 36.562), ada peningkatan siqnifikan

c. Pengujian hipotesis ketiga ialah model keterampilan dasar komunikasi konseling efektif untuk meningkatkan efektivitas konseling individual.

Perbedaan rerata skor sebelum perlakuan diperoleh (Mean 36.926, Std.Dev. 5.783, dan Variance 33.45), dibandingkan dengan sesudah perlakuan diperoleh (Mean 61.086, Std.

(11)

11

Dev. 2.211, dan Variance 4.889). Kemudian rerata skor sebelum perlakukan pada aspek non verbal diperoleh (Mean 36.562, Std Dev. 6.975, dan Variance 48.652). skor rerata sesudah perlakuan pada aspek non verbal diperoleh (Mean 59.218, Std. Dev. 2.058, dan variance 4.237). selanjutnya diuji dengan Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -3.920, p 0.000 siqnifikan, tanda negatif menunjukkan bahwa nilai postes (aspek verbal) lebih besar dari nilai pretes. Kemudian Z sebesar -3.886 p 0.000 siqnifikan, tanda negatif menunjukkan bahwa nilai postes (aspek non verbal) lebih besar dari nilai pretes.

Selanjutnya dapat disimpulkan banwa berdasarkan uji non parametrik dengan Wilcoxon diperoleh hasil rerata skor postes aspek verbal (61.83), lebih besar dari rerata pretes aspek verbal (36.926), kemudian rerata skor postes aspek non verbal (59.218), lebih besar dari rerata pretes aspek non verbal (36.562). jadi ada peningkatan siqnifikan kemampuan konseling pada aspek verbal dan aspek non verbal pada guru BK. Dari data dan analisis tersebut dapat diyakini bahwa peningkatan rerata skor kemampuan konseling aspek verbal maupun non verbal disebabkan perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Jadi dapat disimpulkan bahwa Model Keterampilan Dasar Komunikasi Konseling Efektif Meningkatkan Kemampuan Konseling Individual Aspek Verbal maupun Non Vebral Guru Bimbingan dan Konseling. d. Pengujian hipotesis keempat ialah Model keterampilan dasar komunikasi konseling

memberikan kontribusi terhadap efektivitas konseling individual aspek verbal.

Uji korelasi untuk menunjukkan hubungan antara setiap keterampilan dengan kemampuan melakukan konseling aspek verbal. Uji korelasi juga digunakan untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan tiap-tiap keterampilan dasar komunikasi konseling terhadap kemampuan melakukan konseling. Uji korelasi yang digunakan adalah uji Spearman. Hasil uji korelasi dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Berdasarkan hasil perhitungan stitistik korelasi diperoleh pretes keterampilan kesatu atau penyambutan dan memperhatikan konseli diperoleh hasil korelasi r 0.407; p 0.00; kontribusi keterampilan penyambutan dan memperhatikan konseli diperoleh sebesar 16.31%, (2) korelasi keterampilan kedua atau keterampilan memimpin pembicaraan dengan konseli diperoleh r 0.271; p 0.00; kontribusi keterampilan kedua terhadap konseling sebesar 7.42%, (3) korelasi keterampilan ketiga atau keterampilan merefleksi diperoleh r 0441; p 0.003, kontribusi terhadap kemampuna konseling sebesar 19.82%, (4) korelasi keterampilan keempat atau keterampilan menyimpulkan sementara diperoleh r 0.307; p 0.000, kontribusi terhadap kemampuan

(12)

12

konseling sebesar 9.10%, (5) korelasi keterampilan kelima atau keterampilan melakukan konfrontasi diperoleh r 0.490; p 0.000, kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 24.42%, (6) korelasi keterampilan keenam atau keterampilan mengintrepretasi diperoleh r 0.406; p 0.000, kontribusi terhadap kemampuan konseling 16.75%, dan (7) korelasi keterampilan ketujuh atau keterampilan memberikan informasi dan nasehat diperoleh r 0.042; p 0.000, sedangkan kontribusi keterampilan ini terhadap konseling individual sebesar 0.23%. Hasil uji korelasi selengkapnya disajikan pada halaman lampiran ( periksa lampiran halaman 236)

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa data pretes sebelum intervensi pada tiap-tiap keterampilan menunjukkan korelasi yang rendah dan kontribusi tiap-tiap keterampilan juga menunjukkan hasil rata-rata rendah, maka dari itu kenyataan ini menjadi alasan dilakukannya intervensi untuk meningkatkan kemampuan konseling individual. Hipotesis 5 : Keterampilan Dasar Komunikasi Konseling Non Verbal Memberikan

Kontribusi Terhadap Kemampuan Konseling Individual.

a. Uji Korelasi Dan Kontribusi Sebelum Intervensi

Hasil uji korelasi sebelum intervensi dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) hasil perhitungan stitistik korelasi diperoleh hasil pretes keterampilan kesatu non verbal atau penyambutan dan memperhatikan konseli diperoleh r 0.40 ; p 0.07; kontribusi diperoleh terhadap kemampuan konseling sebesar 16.30%, (2) korelasi keterampilan kedua non verbal diperoleh r 0.27; p0.24; kontribusi sebesar 7.42%, (3) korelasi keterampilan ketiga non verbal diperoleh r 044 ; p0.04, kontribusi terhadap kemampuna konseling sebesar 19.82%, (4) korelasi keterampilan keempat non verbal diperoleh r 0.30; p 0.19, kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 9.1%, (5) korelasi keterampilan kelima atau keterampilan melakukan konfrontasi diperoleh r 0.49; p 0.02, kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 24.4%, (6) korelasi keterampilan keenam atau keterampilan mengintrepretasi diperoleh r 0.40; p 0.07, kontribusi terhadap kemampuan konseling 16.7%, dan (7) korelasi keterampilan ketujuh atau keterampilan memberikan informasi dan nasehat diperoleh r 0.040; p 0.070, kontribusi terhadap konseling sebesar 0.23%.

(13)

13 Uji Korelasi Dan Kontribusi Setelah Intervensi

Hasil uji korelasi setelah intervensi dapat dijelaskan sebagai berikut (1) hasil data perhitungan stitistik korelasi postes (setelah intervensi) keterampilan kesatu diperoleh hasil korelasi r 0.708; p 0.00; kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 50.08%, (2) korelasi keterampilan kedua diperoleh r 0.635; p 0.003; kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 40.31%, (3) korelasi keterampilan ketiga diperoleh r 0.402; p 0.079, kontribusi sebesar 16.18%, (4) korelasi keterampilan keempat diperoleh r 0.422; p 0.064, kontribusi sebesar 17.82%, (5) korelasi keterampilan kelima diperoleh r 0.649; p 0.002, kontribusi sebesar 42.11%, (6) korelasi keterampilan keenam diperoleh r 0.396; p 0.084, kontribusi 15.68%, dan (7) korelasi keterampilan ketujuh diperoleh r 0.592; p 0.006, kontribusi terhadap kemampuan konseling sebesar 35.08%. Hasil uji korelasi selengkapnya disajikan pada halaman lampiran (periksa lampiran halaman 238).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa data postes tiap-tiap keterampilan menunjukkan korelasi yang cukup siqnifikan dan kontribusi tiap-tiap keterampilan menunjukkan hasil yang sangat positif. Maka dari itu kenyataan ini menujukkan bahwa pendapat pakar konseling berkaitan dengan pentingnya keterampilan dasar komunikasi konseling untuk meningkatkan kemampuan konseling individual. Hal ini menjadi alasan dasar bahwa setelah dilakukan intervensi dengan keterampilan dasar komunikasi konseling kemampuan konseling guru-guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama meningkat. Jadi kalau keterampilan dasar komunikasi konseling efektif dilakukan dapat dipastikan bahwa kemampuan konseling juga meningkat. Asumsi ini berdasarkan kepada teori dan realita yang terjadi bahwa kemampuan konseling pada kenyataan ditentukan oleh kemampuan keterampilan dasar komunikasi konseling. Jadi variabel keterampilan dasar komunikasi konseling merupakan variabel yang menentukan terhadap kemampuan konseling individual. Dasar teori dan keterampilan dasar merupakan kompetensi yang harus dibangun didalam diri konselor profesional.

Pembahasan

Pembahasan tentang temuan penelitian mengenai permasalahan tentang rendahnya keterampilan dasar komunikasi konseling dalam konseling individual di lapangan, terkait dengan tujuan penelitian ini. Pembahasan mencakup hasil studi pendahuluan atau asesmen,

(14)

14

keunggulan model, kelemahan dan keterbatasan model serta tantangan implementasi model. Selain itu pembahasan hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis teoretik-konseptual, empirik, metodologis, dan atau analisis teknis operasional.

a. Profil Penguasaan Teori dan Praktek Keterampilan Dasar Komunikasi Konseling Berdasarkan hasil studi pendahuluan pemahaman teori maupun praktek konseling menunjukkan bahwa guru-guru bimbingan dan konseling banyak mengalami kesulitan . Kesulitan tersebut tidak hanya pada satu keterampilan saja melainkan merata kebeberapa keterampilan dasar, yang rata-rata berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Jadi rata-rata setiap keterampilan berada pada kateori sedang dan rendah. Temuan studi pendahuluan terhadap 32 guru-guru bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Solo, tentang keterampilan dasar komunikasi konseling menunjukkan hasil sebagai berikut : (1) perolehan skor 7,6 sampai dengan 10 atau kategori tinggi tidak ada atau 0%. (2) rentangan skor 5,1 sampai dengan 7,5 atau kategori sedang berjumlah 11 orang atau 34,38%, (3) rentangan skor 2,6 sampai dengan 5,0 atau kategori rendah sebanyak 21 orang atau 65,63%, dan (4) rentangan skor antara 0 sampai dengan 2,5 atau kategori sangat rendah.

Penguasaan keterampilan dasar komunikasi konseling secara rinci juga dijelaskan sebagai berikut: (1) keterampilan penyambutan dan memperhatikan konseli datang, nilai tertinggi 7,50, (1 orang ) nilai terendah 4,17 jadi nilai rata-rata yang diperoleh 6,3, (2) keterampilan memimpin pembicaraan dengan konseli, nilai tertinggi 9,58, nilai rendah 4,17 dan nilai rata-rata 6,50, (3) keterampilan merefleksi konseli , nilai tertinggi 6,50, nilai terendah 4,17, nilai rata-rata yang diperoleh 5,18 (4) keterampilan menyimpulkan sementara, nilai tertinggi 4,38, nilai terendah 2,50, dan nilai rata-rata yang diperoleh 3,3, (5) keterampilan mengkonfrontasi, nilai tertinggi 3,75, nilai, nilai terendah 1,88, dan nilai rata-rata 2,97, (6) keterampilan mengintrepretasi , nilai tertinggi 7,50, nilai terendah 3,75, dan nilai rata-rata 6,25, (7) keterampilan memberikan informasi dan nasehat, nilai tertinggi 6,42, nilai terendah 4,23, dan nilai rata-rata 5,28,. Kemudian pemahaman dan tingkat familier teori konseling rata-rata rendah. Belum mengenal teori konseling 12 orang atau 36.72% , pernah mendengar istilah tersebut 7 orang atau 21.09%, mempraktekkan sebagian teori konseling tersebut 9 orang atau 28.13%, dan sudah melakukan 4 orang atau 14.06%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa keterampilan seperti diatas sebenarnya merupakan pengalaman umum atau keterampilan alamiah yang setiap orang mempunyai pengalaman tersebut. Secara profesional sebagai seorang konselor keterampilan

(15)

15

awal konseling sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan pekerjaannya akan tetapi hal tersebut dapat dikembangkan melalui latihan dan parktek ( Abrego & Shostrom 1993 : 57). Jika keterampilan ini secara terus menerus dilakukan dan dipraktekkan akan menjadi bagian dari kebiasaan yang tidak terpisahkan dari pengalaman, yang seharusnya semakin baik dan sempurna. Hal senada juga disampaikan oleh Barbara okun (1982: 44-46) agar pertolongan konselor efektif, maka mereka harus sering berlatih menggunakan keterampilan komunikasi konseling yang mencakup , aspek pesan verbal dan non verbal (konten kognitif dan afektif), memahami pesan nonverbal (konten afektif dan perilaku), dan merespon secara verbal dan nonverbal. Dari beberapa temuan yang ungkapan permasalahannya karena tidak ada waktu khusus untuk melakukan konseling secara individual dikarenakan tuntutan aspek kerja yang lain.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pemaknaan terhadap proses dan hasil penelitian beserta pembahasannya, ada beberapa simpulan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Data menunjukkan rendahnya penguasaan teori konseling yang mereka miliki selama ini.

b. Sebagian besar guru-guru BK di dalam melakukan konseling kurang memperhatikan beberapa keterampilan dasar komunikasi konseling. Padahal keterampilan dasar komunikasi konseling dalam kontek konseling individual sangat penting.

c. Dari beberapa analisis jawaban menunjukkan bahwa mereka melakukan konseling individual lebih mengedepankan wawancara biasa dan tidak ada sentuhan konseling. d. Sebagian besar belum mengetahui apa yang seharusnya dilakukan ketika siswa

konsultasi dan bagaimana cara memperhatikan dan menyambutnya. Dari data yang diperoleh menunjukkan betapa rendahnya pemahaman mereka tentang hal ini.

e. Keterampilan memperhatikan/keterampilan penyambutan (attending skills). Pelaksanaan keterampilan memperhatikan dan penyambutan konseli ketika konsultasi rata-rata kurang memuaskan.

f. Keterampilan merefleksi perasaan, pengalaman dan merfeleksi isi pembicaraan. Mereka pada umumnya kurang memuaskan ketika melakukan refleksi perasaan, pengalaman dan refleksi isi.

(16)

16

g. Keterampilan menyimpulkan atau merangkum isi pernyataan yang telah dikomunikasikan selama pertemuan tentang tema-tema pokok atau kata-kata kunci kurang sistematis didalam merangkum atau menyimpulkan isi pernyataan yang telah disampaikan.

h. . Keterampilan mengkonfrontasikan masalah sebagai bentuk uji tanggung jawab konseli terhadap masalah juga kurang memuaskan. .

i. Keterampilan mengintrepretasi. Berdasarkan analisis praktek yang dilakukan konselor rata-rata ketika melakukan keterampilan mengintrepretasi tidak didasarkan atas infromasi dari konseli melainkan karangan dan pendapat konselor sendiri.

j. Keterampilan memberi informasi dan memberi nasehat. Mereka lebih suka menggunakan kata harus melakukan ini dan itu, seolah-olah ada unsur pemaksaan. Konselor sangat kelihatan memaksa konseli untuk melakukannya tidak melihat dan memahami apa sebenarnya dialami oleh konseli selama ini

Selanjutnya untuk mengatasi permasalahan tersebut disusunlah suatu model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling untuk meningkatkan efektivitas konseling individual guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama di Solo.

Peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan dan penggunaan model pengembangan keterampilan lain yang lebih spesifik dan lebih praktis dan tidak membutuhkan watu yang lama dan hasilnya sangat memuaskan. Secara efisien dan efektif hasilnya dapat dilihat secara empirik untuk dibandingkan perbedaan keefektifan baik dari segi ketepatan keterampilan yang dilakukan, bahasa yang digunakan, urutan keterampilan dan keberhasilan mengubah konseli.

Peneliti mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa rasanya penelitian ini selalu mengalir dan rasanya tidak ada batas berakhinya. Ada hal-hal yang sangat unik dalam penelitian ini, keunikannya diantaranyanya adalah setiap keterampilan yang dilakukan ada nilai kepuasan tersendiri baik konselor maupun konseling sendiri. Bahasa verbal dan non verbal yang digunakan ada nilai penguat yang memberikan terapi dan ada dorongan semangat secara spontan menguatkan jiwa konseli dan kadang diikuti dengan confrontasi sebagai bentuk pertanggungjawaban yang menyenangkan. Oleh karena itu peneliti tertarik dengan meneliti model pengembangan keterampilan dasar komunikasi konseling , karena masih memiliki peluang untuk dikembangakan lebih lanjut dalam sesi penelitian lain.

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli; Manrihu, Thayeb. (1996). Tehnik Dan Laboratorium Konseling. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Barker, P. (1990). Clinical Interview With Children and Adolescents. New York: W.W. Norton & Co.

Belkin , G.S. (1981). Practical Counseling in the School. Iowa: William C. Brown Company, Publisher.

Brammer, L.M. (1979). The Helping Relationship: Process and Skills. Englewood Cliff, New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Brammer, L.M. & Shostrom, E.L. (1982). Therapeutic Psychology: Foundamental of Counseling and Psychoterapy (4th Ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Brammer. L. M., Abrego, P. J., & Shostrom, E. L. (1993). Therapeutic Counseling and Psychotherapy. Sixth Ed. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall.

Blocher, Donald, H. (1987). The Professional Counselor. New York: Macmillan publishing Company.

Bolton, R. (2003). People Skills. East Roseville, NSW, Australia: Simon & Schuster.

Brown, Steven D. & Lent, Robert W. (1984). Handbook of Counseling Psychology. New York: A. Wiley-Intersince Publication.

Browers., Judy L., and Hatch., A. Patricia. (2002). The National Model for School Counseling Programs. United State of America: American School Counselor Associate.

Carkhuff, R.R. (1983). The Art of Helping. United State of America: Human Resources Development Press.

Carkhuff, R.R. & Anthony W.A. (1979). The Skill Helping. Masschusetts : Human Resources Development Press.

Cavanagh, M. E. (1982). The Counseling experience . A theoretical and practical approach. Belmont, CA: Wadsworth Inc.

Corsini, Raymond J. (1981) Handbook of Innovative Psychotherapies. New York: A Wiley-interscience Publication.

Cormier, William H., Cormier, L, Sherylyn. (1991). Interviewing Strategies for Helpers. United Stated of America: Brooks/Cole Publishing Company.

Corey, Gerald. (2005). Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy. United State of America: Thomson, Brooks/Cole.

---(2008). Theori & Practice of Group Counseling. United State of America: Thomson Brooks/Cole.

Dahlan, M.D. (1987). Latihan Keterampilan Konseling Seni Memberi Bantuan. Bandung: CV. Diponegoro.

Dewi Padmo. (2003). Teknologi Pembelajaran “ Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya Manusia” Jakarta: Universitas Terbuka.

Direktoral Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007) Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal.

Egan, G. (1998). The Skilled helper. Fifth Ed. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole Ellis, Albert. (1995). Terapi R.E.B : Rational Emotive Behavior. Bandung : B. First.

(18)

18

Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Furqon. (2008). Statistika Terapan Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta.

Gerler, E.R., Kinney, J., & Anderson, R.F. (1985). The Effect of Counseling on Classroom Performance. Journal of Humanistic Education and Development, 23, 155-165.

Geldard, D. (1989). Basic Personal Counseling. New York: Prentice-Hall.

Gladding, S.T. (1992). Counseling A comprehensive profession. Second Ed. New York: Macmillan Pub. Co.

Gladding, S.T. (2004). Counseling. A conprehensive profession. Fifth Ed. Upper Saddle River, NJ: Person.

Hafina, A. Anne. (1999). Pengembangan Program Parktik Konseling Berdasarkan Analisis Latihan Keterampilan Konseling Mahasiswa. (Tesis). PPS IKIP Bandung.

Ibrahim, Marwah D. (2003). Basic Life Skill: Mengelola Hidup & Merencanakan Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production.

Jeanette Murad Lesmana. (2006). Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.

Krumboltz, J.D. & Thoresen, L.E. (1969). Behavioral counselling. New York: Holt ,Reinhart and Winston, Inc

Kartadinata, Sunaryo. (1996). Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan: Pendekatan Ekologi sebagai Suatu Alternatif. (pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan). Bandung IKIP.

---(2008). Mewujudkan Visi Leading and Outstanding Dalam Pendidikan Tenaga Kependidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

---(2009). Arah Dan Tantangan Bimbingan Dan Konseling Profesional: Proposisi Historik-Futuristik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

---(2009). Terapi Dan Pemulihan Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indodnesia.

Kartono, Kartini. (1999). Patologi Sosial Jilid 1 (Edisi Baru). Jakarta: PT RajaGrafindo Parsada. King, Gail. (1999). Counselling Skill For Teahers Talking Matters. United State of America:

Open University Buckingham- Philadelphia.

Loekmono, Lobby, J.T. (1991). Tantangan Konseling. Semarang: Satya Wacana.

Latipun. (2006). Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Lindon, J. & Lindon, L. (2000). Mastering Counseling skills. London: Macmillan Press. McLeod, John (2006). Pengantar Konseling Teori Dan Studi Kasus. Jakarta : Kencana Mboeik, B. Pieter (1988). Konseling II. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Martin, P.J. & House, RM. House (2002). Tranforming School Counseling in the Tranforming School Couseling Initiative. Washington DC: The Education Trust.

Matsumoto, David; Juang, Linda. (2008). Culture & Psychology. United State of America: Thomson, Wadsworth.

Mohamad Surya. (2008). Mewujudkan Bimbingan & Konseling Profesional. Bandung:Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mukhtar. (2009). Bimbingan Skripsi, Tesis Dan Artikel Ilmiah. Jakarta: Gaung Persada Press. Nugent, Frank A. (1981). Professional Counseling. Monterey, California: Brooks/Cole

(19)

19

Okun, F. Barbara. (1987). Effective Helping : Interviewing and Counseling Techniques. United States of America: Brooks/Cole Publishing Company, Monterey, California.

Patterson, C.H. (1980). Theories of Counseling and Psychotherapy. New York: Harper & Row, Publishers.

Papalia, D. E., Olds, S. W. & Feldman, R.D. (2004). Human development. Boston: McGraw Hill. Pearson, J.C. (1983). Interpersonal communication. Palo Alto, CA: Scott, Foresman and Co. Sangalang, U. Limson. (1992). Model Bantuan Konseling Carkhuff. Semarang : Satya Wacana. Schmidt, J. John. (2003). Counseling In School Essential Services And Comprehensive

Programs. United Of America : Pearson Education. Inc.

Schmidt, JJ. (1994). Counselor Intentionality and effective Helping. (oni line). Tersedia: http://www. Ericcass.uncg.edu/digest/ED378461 html.

Sciarra, T. Daniel.(2004). School Counseling: Foundation And Contemporary Issues. Canada: Thomson Brooks/Cole.

Sidney Siegel. (1985). Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Pt Gramedia. Soekadji, Soetarlinah. (1983). Modifikasi Perilaku: Penerapan Sehari-Hari dan Penerapan

Profesional. Yogyakarta: Liberty.

Sumadi Suryabrata. (1989). Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali Sudjana. (1986). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tuckman, W. Bruce. (1978). Conducting Educational Research. United State of America: Harcourt Brace Javanovich. Inc.

Yusuf, Muri. (1995). Program Pengembangan Profesionalitas Petugas Bimbingan Sekolah. (Disertasi) Program Pascasarjana IKIP Bandung

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Belajar Agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Woolfe, Ray; Dryden, Windy. (1998). Handbook of Counselling Psychology. London: Sage Publications Ltd.

Wainwright, R. Gordon (1999). Body Language: United State of America: West Touhy Avenue, Lincolnwood Illinois USA.

Referensi

Dokumen terkait

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai.. Bercerita pendek yang berisi

2. Menghitung momen lentur maksimum dan gaya lintang/geser rencana 4.. Portal adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur yang saling berhubungan dan

[r]

Terdapat pertimbangan lain yang mempengaruhi manajemen pajak pada perusahaan, yaitu mengenai perlakuan perusahaan yang berinvestasi pada aktiva yaitu Capital Intensity Ratio (CIR)

1 Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik , (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal.. dapat saling melengkapi dan memperkaya. 2 Jenis-jenis pendidikan tersebut antara lain yaitu:

[r]

Budaya organisasi sangat menentukan kesuksesan dan kegemilangan organisasi dalam menjalankan program-programnya begitupun juga peran guru sangat penting dalam

Faktor ini memiliki eigen value sebesar 1,656 dan memiliki variance sebesar 55,216 persen. Pengalaman yang buruk pada bengkel-bengkel kecil biasanya membawa pelanggan