• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1. Letak Geografi

Kabupaten Banyuasin terletak dalam wilayah administrasi provinsi Sumatera Selatan yang memiliki wilayah pesisir yang luas. Secara geografis terletak antara 1O30’-2O30’ Lintang Selatan dan 104o- 105o Bujur Timur dengan batas adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi dan Selat Bangka.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan. Kabupaten Ogan Komering Ilir.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan kota Palembang, Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir.

- Sebelah Barat berbatasan Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin, dan Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin.

Wilayah pesisir Banyuasin pada lima Kecamatan dengan luas wilayah masing-masing yaitu Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Tanjung Lago, Air Saleh, dan Muara Sugihan dengan panjang garis pantai 275 m2dan luas lautnya 1.765,4 m2.

3.2. Topografi

Keadaan topografi terdiri dari dataran rendah yaitu di Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Muara Sugihan, Kecamatan Tanjung Lago, dan Kecamatan Air saleh yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan air laut. Wilayah ini memanjang sepanjang pesisir Kabupaten Banyuasin. Mulai dari perbatasan dengan Kabupaten OKI yaitu sungai Sugihan sampai ke perbatasan dengan Provinsi Jambi. Rata-rata ketinggian daerahnya adalah 0-10 meter di atas permukaan air laut.

Lereng atau kemiringan tanah adalah suatu sudut yang di bentuk oleh permukaan tanah dengan proyeksi horizontal, nilainya merupakan perbedaan vertikal pada tiap jarak horizontal 100 m dalam situasi yang sama dan umumnya dinyatakan dalam persen (%). Keadaan lereng suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap keadaan tata air, tingkat kedalaman tanah, kondisi air, erosi dan pengelolaan tanah oleh manusia, untuk daerah pesisir Kabupaten Banyuasin keadaan lerengnya 0-2 %.

(2)

3.3. Hidrologi

Daerah pesisir Kabupaten Banyuasin dilalui oleh banyak sungai yaitu Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Tungkal, Sungai Dawas, Sungai Calik, Sungai Talang, Sungai Saleh dan sungai-sungai kecil lainnya.

Perairan di Pantai Timur Kabupaten Banyuasin merupakan pertemuan antara air laut yang berasal dari Selat Bangka dengan air permukaan yang berasal dari sungai-sungai besar yang bermuara ke laut yaitu Sungai Musi, Sungai Sembilang, Sungai Terusan Dalam dan Sungai kecil lainnya. Kondisi perairan keruh dan berwarna kecoklatan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tanah endapan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai baik sungai kecil maupun sungai besar yang bermuara ke pesisir timur Kabupaten Banyuasin.

3.4. Kondisi Oseanografis Wilayah 3.4.1. Kedalaman

Pengaruh sedimentasi dan abrasi secara langsung maupun tidak, menentukan dinamika kedaan laut (Batimetri). Kedalaman laut perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara 0 - 25 m, semakin ke tengah laut dan garis pantai.

3.4.2. Arus

Perairan Kabupaten Banyuasin berada di Selat Bangka, yaitu perairan yang memisahkan pantai timur Sumatera dengan Pulau Bangka. Seperti pada perairan di Indonesia lainnya, Selat Bangka sangat dipengaruhi oleh angin musim yang berganti arah setiap setengah tahun.

Selama musim timur dari Mei hingga September arus bergerak ke barat laut. Sedangkan pada musim barat, November hingga Maret arus bergerak ke arah yang berlawanan, pada bulan-bulan awal dan akhir setiap musim terjadi periode peralihan. Kecepatan arus maksimum pada setiap musim tercapai 25 cm/detik.

3.4.3. Pasang Surut

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Penentuan tipe pasut didapatkan dari hasil perhitungan bilangan Formzahl, yang mana konstanta pasang surutnya berdasarkan pada data yang ada di dalam tabel 3.1.

(3)

Tabel 3.1.

Konstanta Harmonik Pasang Surut

S0 M2 S2 N2 KL K2 O1 P1

Amplitudo (A) cm 200,2 46,3 12,7 3,4 63,2 2,3 49,0 127

369-9o 91 316 241 44 167 166 152

Empat tipe pasang surut berdasarkan nilai Formzahl : 1. 0,00< F ≤ 0,25 = Tipe pasang ganda

2. 0,25< F ≤ 1,50 = Tipe pasang campuran (ganda dominan) 3. 1,50< F ≤ 3,00 = Tipe pasang campuran (tunggal dominan) 4. F>3,00 = Tipe pasang tunggal

Hasil nilai Formazahi (F) yang diperoleh yaitu sebesar 1,9 maka berdasarkan kriteria nilai tersebut termasuk dalam tipe pasang surut campuran, hal ini dapat dilihat dari grafik pasang surut pesisir Kabupaten Banyuasin, yakni menunjukkan dalam satu hari pengamatan terjadi satu kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda.

Sedangkan nilai rata-rata tinggi permukaan laut (Mean Sea Level) yaitu konstanta So pada tabel 3.1. sebesar 2000,2 cm. Secara umum di wilayah tersebut rata-rata pasang tertinggi (purnama) adalah 3,1 m dan pasang terendah 0,79 m.

3.4.4. Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam lingkungan perairan karena bersama dengan salinitas dapat mengontrol densitas air. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologis dan ekologis yang terjadi dalam air pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis di dalamnya. Suhu peraiaran laut Selat Bangka dan termasuk kawasan estuari Kabupaten Banyuasin berkisar antara 24oC - 30oC.

3.4.5. Salinitas

Salinitas bersama-sama dengan suhu merupakan komponen yang berperan penting dalam mengontrol densitas air laut, melalui proses difusi dan osmosis salinitas juga mempengaruhi kehidupan biota laut.

Salinitas di perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara 10 -30o/

oo. Nilai rata-rata salinitas tersebut cukup rendah, hal ini menunjukan bahwa pengaruh air laut lebih rendah dibanding air tawar. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai salinitas untuk daerah muara sungai berkisar antara 26 – 30o/

(4)

3.4.6. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukan suasana air tersebut apakah dapat bereaksi dengan asam atau basa. Nilai pH perairan pada stasiun pengamat berkisar antara 7,9 – 8,4. Perairan ini cukup produktif dan ideal untuk kehidupan biota air. Menurut kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1985) perairan yang produktif dan ideal untuk kehidupan biota air adalah yang mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 6,8.

3.4.7. Nitrat, Silikat, Fosfat, dan Oksigen

Suhunya perairan selain karena konsentrasi klorofil yang tinggi pada perairan di sekitar pantai Banyuasin juga dikarenakan suplai zat, baik berupa nitrat, silikat, ataupun fosfat cukup banyak yang berasal dari daratan dan dibawa oleh air sungai, zat-zat tersebut biasa diukur sebagai penanda bahwa suatu perairan subur dan digunakan fitoplankton untuk pertumbuhannya.

Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan suatu senyawa yang stabil. Senyawa ini penting sebagai unsur hara bagi pertumbuhan plankton dan berperan dalam pembentukan serta pemeliharaan protein yang merupakan bagian dari organisme, di beberapa perairan laut, nitrat digambarkan sebagai senyawa mikro nutrien pengontrol produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik (euphotic zone).

Bila intensitas cahaya yang masuk ke dalam air cukup, maka kecepatan pengambilan nitrat (intake) lebih cepat daripada proses transportasi nitrat ke lapisan permukaan. Distribusi nitrat secara vertikal di laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah. Sedangkan distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan perairan muara. Peningkatan kadar nitrat di laut biasanya biasanya disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung nitrat.

Tercatat untuk perairan Banyuasin, muara Sungai Musi dan Sembilang, kadar nitrat berkisar 1,25–0,5 / . Seperti kandungan nitrat kadar silikat untuk wilayah perairan Banyuasin keragamannya termasuk tinggi, hingga lebih dari 10 / . Kadar silikat tersebut menurun ke arah perairan dengan nilai mencapai 3,0 / – 5,0 / .

Fosfat merupakan salah satu cara yang penting bagi metabolisme plankton dan tanaman air, fosfat yang berada di dalam laut umumnya berasal dari hasil dekomposisi organisme dan merupakan salah satu senyawa hara yang sangat penting. Fosfat tersebut diabsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke rantai makanan. Semua kandungan

(5)

fosfat di lapisan permukaan pada musim barat di perairan Selat Bangka berkisar antara 0,5 – 0,8 / dan berangsur-angsur menurun ke arah perairan yang lebih dalam hingga mencapai 0,1 / kandungan oksigen terlarut merupakan unsur penting dalam kehidupan organisme perairan. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi dan dan dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur, tekanan udara dan kadar mineral dalam air.

Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi keanekaragaman organisme, dimana semakin besar kandungan oksigen dalam suatu perairan maka semakin besar pula jenis organisme yang terdapat di dalamnya. Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan lepas pantai muara Sungai Musi yang mempunyai nilai rata-rata tinggi yaitu 4,2 – 4,5 ml/l pada musim barat dan 3,9 – 4,5 ml/l pada musim timur.

Tersedianya nutrien yang cukup banyak di wilayah perairan Banyuasin menjadi penunjang utama bagi rantai makanan selanjutnya untuk ikan baik kecil maupun besar. Tetapi tentu saja proses ini tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung lainnya seperti fotosintesis cahaya matahari, kecepatan arus dan kecepatan fitoplankton nutrien tersebut untuk dijadikan zat makanan yang mendukungnya dalam fotosistesis.

3.5. Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil analisa menggunakan citra satelit hutan mangrove tumbuh di sepanjang pesisir pantai Banyuasin, tersebar di lima Kecamatan yaitu Banyuasin II, Makarti Jaya, Muara Sugihan, Air saleh dan Tanjung Lago. Hutan mangrove yang ada di Kecamatan Banyuasin II merupakan hutan mangrove yang dilindungi dan termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Sembilang. Taman Nasional Sembilang memiliki luas 205.750 ha dan terletak pada 1,63o-2,48oLintang Selatan dan 104,11o-104,94oBujur Timur.

Tipe vegetasi di muara-muara sungai didominasi oleh Rhizopora mucronata, semakin ke arah darat berasosiasi dengan Rhizopora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal

dan vegetasi nipah (Nypah fructicans) pada hulunya. Sedangkan pada pantai berlumpur vegetasi mangrove didominasi oleh genus Avicennia (Api-api). Jenis ini menyebar dari belakang pantai berlumpur sampai ke dalam yang digenangi oleh air laut pada saat pasang, dan berasosiasi dengan spesies lain seperti Rhizopora mucronate, Rhizopora apiculata atau

Bruguiera gymnorrhiza, tipe habitat dan vegetasi ini dijumpai di Semenajung Sembilang. Pada Muara Sugihan ke arah barat sampai Tanjung Limau Bungkuk vegetasi mangrove didominasi oleh jenis Rhizophora sp, dan Bruguiera, sedangkan dari Tanjung Limau Bungkuk sampai muara Air Saleh vegetasi dipadati oleh Avicennia dan Nypah. Di

(6)

belakang formasi mangrove antara Air Sugihan dan Air Saleh dijumpai formasi Nypah

dengan diselingi Ficus dan Acrostichum terbentuk setelah ada pembentukan hutan rawa. Formasi mangrove pada lingkaran luar daerah Air Saleh ke Air Upang didominasi oleh

Avicennia dan lingkaran dalamnya dengan formasiRhizopora.

Daerah Sungsang, Delta Telang dan sekitarnya, hutan mangrove didominasi oleh

Nypah yang sedikit berasosiasi dengan Sonneratia dan Acrostichum. Dari Tanjung Buyut ke

Tanjung Api-api ditemukan formasi Avicenniapada lingkaran luar formasi pada lingkaran luar dearah hutan terutama di Pulau Betet, Sembilang dan Semenanjung Banyuasin di kawasan pesisir Banyuasin merupakan habitat dari jenis-jenis mamalia antara lain Gajah Sumatera (Elephas maximum spp sumatrensis), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), Siamang (Symphalangus syndactylus), Babi Hutan (Sus scrofa), Kucing Bakau (Felis viverrina) dan lain-lain. Selain itu juga terdapat reptilia seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabuoya sp) dan Ular Bakau (Boiga dendrophila), dan terdapat pula Buaya Muara (Crocodylus porosus).

Dataran lumpur yang terdapat di kawasan ini, Semenanjung Banyuasin dan Pulau Bangka, merupakan tempat persinggahan burung-burung migran (Wader) yang berasal dari Siberia Utara maupun Bangau Bluwok, Bangau Tongtong, dan Ibis Cucuk-besi (Threskiornis

melanocephalus) dan lebih kurang 2000 kuntul kawasan ini sebagai tempat mencari makan

(feeding group) sebelum melanjutkan perjalanan hingga ke Australia (Silvius, 1986). Berdasarkan catatan Danielsen dan Verneught (1990), jumlah keseluruhan burung air yang menggunakan dataran rendah pasang surut Sumatera Selatan sehingga tempat persinggahan dan mencari makan diperkirakan berjumlah 0,5–1 juta ekor dengan jumlah harian mencapai 80.000 di delta Banyuasin. Hal ini merupakan ciri khas dari Taman Nasional Sembilang yang menjadi aset utama bagi kawasan ini. Pengamatan burung merupakan daya tarik tersendiri yang dapat dikembangkan menjadi potensi ekowisata yang dapat menarik minat wisatawan dengan menempatkan bangunan-bangunan menara pengamat pada titik-titik lokasi strategis sangat memungkinkan bagi pengembangan ekowisata di kawasan ini.

Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif produk yang paling bernilai ekonomis dari ekosistem mangrove adalah perikanan. Peranan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat disarikan dalam dua hal. Pertama, siklus hidup berbagai jenis ikan, udang dan muloska. Kedua, sebagai penyedia bahan organik yang merupakan sumber dalam rantai makanan. Produk serasah berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir sehingga kawasan ini paling produktif bila dibandingkan ekosistem pesisir lainnya. Banyak ikan yang menghabiskan sebagian siklus hidupnya pada habitat mangrove, antara

(7)

lain berbagai jenis ikan dan udang berdasarkan pesisir Kabupaten Banyuasin, di beberapa negara semakin luas mangrove maka produksi ikan semakin tinggi, hal ini memberikan alasan mengenai tingginya produksi ikan hasil tangkapan nelayan Sungsang dimana wilayah penangkapan mereka sebagian besar di wilayah perairan pantai Taman Nasional Sembilang dan lautnya.

3.6. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kabupaten Banyuasin 3.6.1. Jumlah dan Distribusi Penduduk

Wilayah pesisir Banyuasin terdiri lima kecamatan yaitu banyuasin II, Makarti Jaya, Muara Sugihan, Air Saleh dan Tanjung Lago. Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah penduduk Banyuasin II adalah 46.829 orang dengan luas desa 3.636,40 km2. Penduduk tersebut tersebar dari 13 desa yang ada di wilayah ini, dari ketiga batas desa yang ada hanya 5 desa nelayan dan 3 kampung nelayan. Desa tersebut adalah Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III, Sungsang IV. Tanah Pilih dan kampung nelayan yaitu Teluk Payo, Muara Baru dan Sungai Semut. Ibukota Kecamatan Banyuasin II terletak di Desa Sungsang I.

Kecamatan Makarti Jaya merupakan Kecamatan pesisir dengan luas wilayah terkecil yaitu 76.634 ha dibandingkan dengan luas Kecamatan Banyuasin II dan Muara Sugihan dengan jumlah penduduk 44.968 orang. Kecamatan Makarti Jaya mempunyai 12 desa yang beribukota di Makarti Jaya. Daerah Makarti Jaya merupakan daerah transmigran yang utama di Kabupaten Banyuasin dimana sebagian besar desanya merupakan desa transmigrasi tidak terdapat desa nelayan dalam artian sebuah desa yang memiliki mayoritas penduduknya dengan mata pencarian nelayan di laut, namun demikian terdapat perkampungan nelayan yang terletak di Muara Sungai Upang. Perkampungan nelayan di daerah ini termasuk ke dalam desa Upang Makmur Kecamatan Muara Sugihan merupakan kecamatan baru yang dulu masuk ke dalam Kecamatan Banyuasin I, dengan Ibukota Muara Sugihan. Jumlah penduduk di wilayah ini yaitu 20.140 orang dengan luas wilayah 117.301 ha, meskipun kecamatan pesisir namun tidak ada desa nelayan di daerah ini.

3.6.2. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan pesisir berbeda-beda tergantung pada luas dan jumlah penduduk masing-masing kecamatan yang memiliki wilayah terluas dengan jumlah penduduk sedikit adalah Kecamatan Banyuasin II yaitu 3.632,40 dengan kepadatan penduduk per km2 jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk per km2nya

(8)

adalah 12,89 orang. Luasnya kecamatan ini sebagian besar wilayahnya merupakan hutan lindung dan daerah konservasi (Taman Nasional Sembilang).

Kecamatan Makarti Jaya marupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 112,58 orang/km2jika dibandingkan dengan Kecamatan Banyuasin II dan Muara Sugihan, Air Saleh, dan Tanjung Lago hal ini disebabkan karena luas wilayahnya relatif sempit 300,28 dengan jumlah penduduk yang banyak.

Jumlah kepadatan penduduk untuk Kecamatan Muara Sugihan adalah 33,18 orang/cm2 dengan luas wilayah 917,60 km2. Kepadatan penduduk Kecamatan Muara Sugihan merupakan kepadatan kedua setelah Kecamatan Makarti Jaya.

3.6.3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian sebagai nelayan dimasukkan ke dalam mata pencaharian sebagai petani. Kecamatan Banyuasin II sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk Kecamatan Banyuasin II terkonsentrasi di 4 desa yaitu Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III, dan Sungsang IV.

Kecamatan Makarti Jaya dan Kecamatan Muara Sugihan sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani, penduduk di dua kecamatan ini kebanyakan menempati lahan pertanian di daerah pasang surut yang menyebar di desa-desa transmigrasi, mengingat kedua kecamatan ini adalah penempatan transmigran yang utama di Sumatera Selatan. Namun karena wilayah kedua kecamatan terletak di daerah pesisir atau mempunyai perairan laut maka ada penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan laut meskipun presentase relatif kecil.

3.6.4. Rumah Tangga Perikanan (RTP)

Desa nelayan adalah desa/kelurahan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, dalam hal ini nelayan laut. Desa-desa tersebut merupakan tempat dimana penduduk nelayan terkonsentrasi. Pemukiman nelayan di desa-desa tersebut terbentuk sangat padat dan rapat sehingga pemukiman tersebut terkonsentrasi di satu tempat yang memanjang sepanjang garis tepian muara sungai meskipun secara administrasi berbeda wilayahnya, keadaan seperti ini dapat dijumpai di desa-desa nelayan Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III dan Sungsang IV.

(9)

Tabel 3.2.

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Laut Menurut Fungsi Nelayan di Kabupaten Banyuasin Tahun 2012

No Kecamatan dan Nama Desa/Kampung Nelayan

Rumah Tangga Perikanan (RTP)

Jumlah % 1 Kecamatan Banyuasin II Sungsang I 1.625 27,26 Sungsang II 1.364 22,88 Sungsang III 637 10,68 Sungsang IV 1.193 20,01 Tanah Pilih 740 12,41 Teluk Payo 132 2,21 Muara Baru 24 0,40 Sungai Semut 172 2,88 Jumlah 5.887 98,74

2 Kecamatan Makarti Jaya

Upang Makmur 75 1,26

Jumlah 75 1,26

TOTAL 5.962 100,00

Sumber : BPS 2012

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di wilayah Kecamatan Banyuasin II merupakan yang terbesar yaitu 98,74% dengan jumlah 5.887 RTP dari seluruh Kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin, sisa desa nelayan terletak di Kecamatan Makarti Jaya dengan jumlah 75 RTP atau 1,26% yang berada di Desa Upang Makmur. Perkampungan nelayan dan rumah-rumah nelayan menyebar hampir di sepanjang garis pantai dan muara-muara sungai. Beberapa perkampungan nelayan yang terkonsentrasi di muara-muara sungai yang jumlahnya relatif banyak antara lain terdapat di muara Sungai Sugihan, dan Sungai Saleh dan beberapa bagan yang berada di muara sungai dan sebagian lainnya menyebar di laut sepanjang garis pantai Kecamatan Muara Sugihan.

3.6.5. Jumlah Armada Perikanan

Jumlah armada yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Banyuasin untuk mencari ikan dapat dilihat pada Tabel 3.3., jumlah perahu maupun kapal motor yang dipergunakan untuk menangkap ikan sebagian besar terdapat di Kecamatan Banyuasin II yaitu 90,0%. Sebagian besar armada perikanan wilayah ini adalah jenis kapal motor yang mencapai 91,8%. Sedangkan untuk jenis perahu sebesar 86,4%. Besarnya jumlah armada perahu dan kapal motor di Kecamatan Banyuasin dikarenakan sebagian besar nelayan berada di wilayah kecamatan ini yang terdapat di desa-desa nelayan.

(10)

Tabel 3.3.

Jenis dan Armada Perikanan Laut Menurut Kecamatan Pesisir Di Kabupaten Banyuasin Tahun 2012

Kecamatan Perahu Tanpa Motor Jenis ArmadaKapal Motor Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Banyuasin II 350 86,4 1.750 91,9 2.100 90,9

Makarti Jaya 25 6,2 85 4,5 110 4,8

Muara Sugihan 30 7,4 70 3,7 100 4,3

Jumlah 405 100,0 1.905 100,0 2.310 100,0

Berdasarkan ukuran bobot muatan kapal dapat dilihat pada tabel 3.3. sebagian besar kapal-kapal penangkapan ikan di laut yang berada di perairan wilayah Kabupaten Banyuasin mempunyai bobot antara 0-5 GT berjumlah 1.726 buah. Sedangkan kapal dengan ukuran 5-10 GT mencapai 170 buah. Sementara itu kapal dengan ukuran besar yaitu 5-10-20 GT jumlahnya hanya 17 buah, jumlah perahu dari waktu ke waktu mengalami menurunkan sebagai armada perikanan laut, karena digantikan oleh kapal motor sehingga sampai tahun 2012 jumlah perahu yang digunakan untuk mencari ikan di laut hanya tinggal 405 buah.

Tabel 3.4.

Armada Perikanan Laut Menurut Jenis dan Ukuran Perahu Kapal dan Kecamatan Tahun 2012

Jenis dan

Ukuran Banyuasin II Makarti JayaKecamatanMuara Sugihan Jumlah

Perahu 350 25 30 405 Kapal Motor *0-5 GT 1.593 73 60 1.726 *5-10 GT 145 15 10 170 *10-20 GT 12 5 - 17 Jumlah 2.100 120 100 2.310

Oleh karena kapal-kapal yang digunakan relatif kecil maka jarak yang ditempuh dalam mencari ikan relatif dekat dan waktu mencari ikan sangat singkat. Pada umumnya para nelayan banyak mencari ikan di sekitar pantai dan hanya berada di Selat Bangka.

3.6.6. Sarana dan Prasarana Perekonomian

Sarana dan prasarana perekonomian merupakan tempat aktivitas pendistribusian dan transaksi karang, jasa antar masyarakat. Secara umum jika dilihat dari lima kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin II, Makarti Jaya, Tanjung Lago,Muara Sugihan dan Air Saleh, kelimanya memiliki sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Kecuali daerah Kecamatan Banyuasin II, di kecamatan lainnya belum mempunyai galangan kapal, pelabuhan, cold storage, pasar ikan atau tempat pelelangan ikan untuk pemasaran hasil perikanan baik

(11)

dalam bentuk segar maupun olahan. Terbatasnya sarana perekonomian terutama yang menunjang peningkatan produksi perikanan antara lain Tempat Pelelangan Ikan (TPI), tempat pendaratan ikan dan dermaga kapal sangat dirasakan di desa-desa nelayan yang ada di pesisir khususnya di kawasan sentra produksi perikanan laut. Tidak adanya tempat pelelangan ikan menyebabkan nelayan menjual hasil ikannya tergantung dimana mereka mencari ikan, dan dimana jenis ikan yang ditangkap bisa laku dan terjual cepat. Nelayan dapat menjual hasil laut mereka dimana, kapan dan berapa pun jumlahnya. Rantai distribusi komoditi hasil laut berawal dari penjualan hasil laut oleh nelayan kepada para penampung. Pemenuhan kebutuhan es untuk pengawet ikan hasil tangkapan, biasanya diperoleh nelayan dari perusahaan besar di atas yang menampung hasil tangkapan nelayan, pihak perusahaan menyediakan es secara gratis atau dibeli nelayan dari tongkang-tongkang penjual es yang berasal dari Palembang. Sarana perekonomian lainnya seperti kios-kios penuh bahan bakar banyak terdapat di daerah ini, tercatat ada sekitar 4 kios bahan bakar di Sungsang, 2 kios di Sembilang, 2 kios di Sungai Benu di Makarti Jaya dan 2 kios di Muara Sugihan yang letaknya di muara sungai sugihan.

3.6.7. Perhubungan

Wilayah kelima Kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin yaitu Kecamatan Banyuasin II, Makarti Jaya, Tanjung Lago, Muara Sugihan, dan Air Saleh dilintasi oleh sungai baik besar maupun kecil. Sungai-sungai tersebut melintasi desa-desa yang ada di kelima kecamatan tersebut. Sebanyak 61,54% keluarga yang tinggal di Kecamatan Makarti Jaya bertempat tinggal di tepi sungai, 99,6% di Kecamatan Banyuasin II dan hanya 10,28% desa di Kecamatan Muara Sugihan, Air Saleh dan Tanjung Lago. Sungai dipergunakan oleh masyarakat untuk berbagai macam keperluan seperti tempat untuk mencuci dan mandi, irigasi sawah, dan sebagai urat nadi jalur transportasi. Kelima kecamatan pesisir tersebut dapat ditempuh dengan perjalanan darat dan sungai.

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi tersebut perlu dipertahankan dan tetap untuk berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sarana prasarana serta mendorong untuk lebih aktif lagi

Dari permasalahan tersebut diatas, metode pembelajaran menulis teks bahasa Inggris berbasis genre yang didukung dengan metode Reading to Learn sangat dibutuhkan

: Mata Kuliah Ini Membahas Tentang Falsafah,Perspektif dan Paradigmakeperawatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan anak, fokus utama pada

Sistem ini berfungsi sebagai jemuran pakaian yang bekerja secara otomatis sesuai sengan output dari sensor cahaya (LDR) dan sensor hujan dimana output dari sensor akan

Model pendidikan kecakapan hidup yang dirumuskan adalah model pendidikan kecakapan hidup yang di- kembangan oleh Universitas Ohio di Amerika Serikat yaitu model 4-H (Head,

Menurut Buhang (2007), dikaitkan dengan manajemen mutu, aspek lamanya waktu tunggu pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal penting dan

(9) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister (S2) dan Doktor (S3) yaitu Guru Besar

Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 menunjukan bahwa waktu bakar terlama pada jenis perekat arpus dengan waktu 83 menit dan waktu tercepat pada