• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) mengamanatkan bahwa semua tingkatan administrasi pemerintahan, mulai dari nasional, provinsi, kabupaten/kota diwajibkan menyusun Rencana Tata Ruang (RTR). Hingga saat ini, sebagian besar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah telah selesai disusun dan dilegalkan dalam bentuk Perda. Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian bagaimana implementasi rencana tata ruang tersebut melalui pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam rangka pemanfataan ruang, terdapat dokumen rencana pembangunan yang juga menjadi acuan bagi pengguna ruang, baik di Pusat maupun Daerah. Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Lebih lanjut, masing-masing sektor pembangunan, baik di Pusat maupun Daerah, wajib menyusun Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja).

Baik UU SPPN maupun UUPR menghendaki sebuah keintegrasian, yaitu agar dokumen rencana tata ruang yang dibuat dapat selaras dengan dokumen rencana pembangunan. Lebih khusus lagi, RPJP Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa konsistensi pemanfaatan ruang dapat dicapai dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan. Pemerintah Pusat, melalui pendekatan pembangunan berbasis kewilayahan mulai pada RPJMN 2010-2014 telah mulai melakukan sinkronisasi tersebut. Produk dari integrasi kedua dokumen rencana tersebut adalah Buku III RPJMN 2010-2014 dan Buku III RPJMN 2015-2019; dan setiap tahun dijabarkan di dalam RKP. Proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan di Daerah perlu juga dilakukan dengan mengacu pada proses yang terjadi di Pusat.

Namun demikian, upaya sinkronisasi di Daerah tersebut kerap menemui kendala. Hal ini disebabkan karena meskipun sudah tersedia peraturan perundangan yang mengindikasikan perlunya keintegrasian dokumen perencanaan, namun secara eksplisit tidak terdapat peraturan perundangan yang “memaksa” daerah untuk melakukan sinkronisasi dokumen perencanaan. Selain itu, masih belum tersedianya pedoman dan petunjuk teknis sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan merupakan salah satu hal yang harus dijawab agar Daerah dapat memperoleh acuan bagaimana keintegrasian dapat dilaksanakan.

(3)

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas akan melakukan kajian untuk penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Kajian ini juga merupakan kelanjutan dari kegiatan “Institution Building for the Integration of National-Regional Development and Spatial Planning” yang dilakukan oleh DSF-Bappenas pada tahun 2010-2011. Pada akhir bulan Maret 2015 telah dilakukan kunjungan lapangan awal ketiga provinsi yang telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari kegiatan DSF-Bappenas tahun 2010, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Gorontalo, dan Provinsi Jawa Timur. Kunjungan awal ini bertujuan untuk: i) memperoleh gambaran sejauh mana pengintegrasian dokumen rencana tata ruang dengan rencana pembangunan telah dilaksanakan oleh Daerah dalam lima tahun paska pelatihan dan pendampingan; dan ii) melakukan inventarisasi kendala yang dihadapi Daerah dalam upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan.

Kunjungan awal tersebut menghasilkan perumusan kendala di 3 (tiga) provinsi wilayah studi. Hasil perumusan menjadi masukan dalam proses perumusan draft 1 (laporan antara) materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Langkah berikutnya adalah mendiskusikan draft 1 materi teknis pedoman sinkronisasi tersebut ke tiga provinsi melalui Focus

Group Discussion (FGD) agar memperoleh masukan untuk perbaikan. Kami memohon kesediaan

kepada Bappeda Provinsi Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Gorontalo, dan Provinsi Jawa Timur untuk dapat memfasilitasi kegiatan tersebut.

Maksud dan Tujuan

FGD dilakukan dengan maksud untuk menjaring masukan dari Daerah mengenai draft 1 materi FGD dilakukan untuk menjaring masukan dari Daerah mengenai draft 1 materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang telah disusun oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas. Draft materi teknis pedoman sinkronisasi ini diharapkan nantinya dapat menjadi peraturan menteri dan dapat diimplementasikan oleh Daerah. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan FGD ini adalah:

1. Meningkatkan pemahaman Daerah mengenai sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan berdasarkan sinkronisasi di tingkat Nasional antara RTRWN dan RPJMN;

2. Menjaring masukan dari Daerah terhadap draft 1 materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan; dan

3. Menguji penggunaan draft 1 materi teknis pedoman sebagai acuan dalam sinkronisasi RTRW Provinsi dan RPJMD yang ada.

(4)

Keluaran yang Diharapkan

Sesuai dengan tujuan di atas, maka keluaran yang diharapkan dari kegiatan FGD ini adalah:

1. Meningkatnya pemahaman Daerah mengenai sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan; dan

2. Terjaringnya masukan bagi perbaikan draft 1 materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan.

Desain Kegiatan dan Target Peserta

Untuk mencapai maksud, tujuan, dan keluaran tersebut di atas, maka kegiatan ini dilakukan melalui penyelenggaraan Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion) dengan desain sebagai berikut:

1. Pemaparan Sinkronisasi RTRWN dan RPJMN 2015-2019;

2. Pemaparan Draft 1 Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan dan Hasil Kunjungan Lapangan; serta

3. Diskusi kelompok sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, yaitu: a. Kelompok 1: Struktur Ruang; dan

b. Kelompok 2: Pola Ruang

Peserta untuk FGD ini disesuaikan dengan kedua kelompok diskusi tersebut.

Persyaratan:

Peserta diharapkan membawa hal-hal berikut ini: a. Laptop;

b. File dan hardcopy dokumen RTRW dan Perda RTRW; c. File dan hardcopy dokumen RPJMD yang berlaku; dan d. File dan hardcopy dokumen RKPD yang berlaku.

Agenda Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan FGD ini akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut:

No Provinsi Tanggal Pelaksanaan

1. Provinsi Gorontalo Kamis, 4 Juni 2015

(5)

No Provinsi Tanggal Pelaksanaan

3. Provinsi Jawa Timur Selasa, 16 Juni 2015

Peserta FGD:

No Provinsi Peserta Kegiatan

1. Provinsi Gorontalo  Bappeda Provinsi, bidang: Pengembangan Wilayah & Lingkungan Hidup; ekonomi; evaluasi; dan data,

 Dinas PU bidang Tata Ruang,  BPBD,

 BPN,

 Badan Lingkungan Hidup,  Dinas Kehutanan Provinsi,  DKP,

 Dishubparki.

2. Provinsi Sumatera Barat  Bappeda Provinsi bidang: Pengembangan Wilayah dan Lingkungan Hidup; dan Litbang,

 Dishubkominfo,  BPBD,  Dinas Pertanian,  Disparekraf,  Dinas Kehutanan,  Dinas PU,  Dinas Prasjaltarkim.

3. Provinsi Jawa Timur  Bappeda Provinsi bidang: ekonomi; dan prasarana wilayah,

 Dinas PU Cipta Karya & Tata Ruang, dan Bina Marga,  BPBD,  BPN,  Disperindag,  Dinas Kehutanan,  Dinas Pertanian,  Disbudpar,  ESDM,  Dishub. LLAJ. Agenda FGD:

WAKTU AGENDA KETERANGAN

08.00 – 08.30 Pendaftaran Panitia

08.30 – 08.45 Pembukaan Bappeda Provinsi

08.45 – 09.00 Sambutan Direktur Tata Ruang & Pertanahan (TRP), Bappenas

(6)

WAKTU AGENDA KETERANGAN 09.00 – 09.20 Integrasi di Tingkat Nasional:

Sinkronisasi RTRWN dan RPJMN 2015-2019 - Pemaparan

- Tanya-jawab

Kasubdit Tata Ruang, Dit. TRP, Bappenas

09.20 – 10.15 Draft Matek Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan

- Pemaparan

- Tanya-jawab dan masukan dari Daerah

Persiapan FGD:

- Pembagian Kelompok - Penjelasan pelaksanaan FGD

Tim Tenaga Ahli Dit. Tata Ruang & Pertanahan, Bappenas

10.15 – 10.30 Coffee Break Panitia

10.30 – 10.45 Persiapan Pembagian Kelompok Ketua kelompok 1 Ketua Kelompok 2 10.45 – 12.00 FGD Sesi 1:

Penelaahan RTRW

(Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur Ruang, dan Rencana Pola Ruang)

Fasilitator 1 dan Fasilitator 2 (Dit. Tata Ruang & Pertanahan, Bappenas

12.00 – 13.00 ISHOMA Panitia

13.00 – 14.30 FGD Sesi 2:

Sinkronisasi RPJMD dengan RTRW (Kebijakan/Strategi dan Indikasi Program)

Fasilitator 1 dan Fasilitator 2 (Dit. Tata Ruang & Pertanahan, Bappenas

14.30 – 15.00 Perumusan Kesimpulan Kelompok 1 Kelompok 2 14.30 – 15.00 Coffee Break (dibagikan) Panitia

15.00 – 16.00 Pemaparan Hasil Diskusi: - Kelompok 1: Struktur Ruang - Kelompok 2: Pola Ruang Pertanyaan mengenai:

Ketua Kelompok 1 Ketua Kelompok 2

(7)

WAKTU AGENDA KETERANGAN indikasi program 5 tahun pertama RTRW;

periodesasi waktu; dan keterkaitan antara RTRW, RPJMD, dan RKPD.

16.00 – 16.30 Penutupan Dir. Tata Ruang & Pertanahan, Bappenas

(8)

BAB 2

RUMUSAN HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

Hasil FGD Provinsi Gorontalo

Kegiatan FGD ini dihadiri oleh perwakilan Direktorat TRP Bappenas serta peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Gorontalo. Total peserta pada kegiatan ini adalah 46 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari:

a) Sambutan oleh Bappeda Provinsi Gorontalo yang kemudian diteruskan dengan pembukaan oleh Kasubdit Infosos Tata Ruang dan Pertanahan – Bappenas. Adapun hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Sambutan Kepala Bappeda Prov. Gorontalo

- Pelaksanaan Kajian Integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan perlu untuk dilakukan, mengingat daerah masih mengalami kendala dalam melakukan pengintegrasian.

- Untuk Prov. Gorontalo, di tahun 2016 akan ada penyusunan rancangan teknokratik (draf 0) RPJMD Prov Gorontalo 2018-2023, maupun revisi RTRW Provinsi

 Paparan pembuka dari Kasubdit Infosos Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

- Amanat integrasi dari tingkat pusat telah diamanatkan oleh UU SPPN (UU 25/2004) dan UU Penataan Ruang (UU 26/2007)

- Masih banyak kendala sinkronisasi dan integrasi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan, baik dari aspek substansi, sektoral, maupun kewilayahan - Perlu ada kajian penyusunan materi teknis (matek) pedoman sinkronisasi rencana tata

ruang dan rencana pembangunan

b) Pemaparan dari perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 RTRW merupakan ‘panglima’ dalam memnentukan rencana pengembangan wilayah yang bersifat spasial atau keruangan

 Indikasi program dalam RPJMN dan RPJMD harus sesuai dengan RTR Pulau/Kepulauan  Implikasi indikasi program yang tidak sinergis dengan rencana pembangunan adalah:

- Program dalam RTR Pulau dan RPJMN tidak dianggarkan dalam RPJMD/RKPD

- Pelaksanaan rencana pembangunan di kab/kota yang tdk sesuai dengan RTRW dapat dikenai sanksi

c) Pemaparan dari tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi RTR dan rencana pembangunan yang telah disusun. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

(9)

 Berdasarkan hasil kunjungan lapangan di 3 provinsi (Provinsi Gorontalo, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jawa Timur), dapat disimpulkan bahwa daerah telah sedang mengupayakan integrasi antara RTRW dan RPJMD dengan berbagai inisiasi upaya yang dilakukan oleh tiap-tiap provinsi tsb. Upaya pengintegrasian di daerah tersebut memerlukan pedoman dalam rangka membantu menyeragamkan mekanisme integrasi.  Draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang akan

dibahas terdiri dari: integrasi proses/dokumen, integrasi legalitas hukukm RTRW terhadap RPJMD, sikronisasi periodesasi waktu, integrasi muatan, penyelarasan nomenklatur. d) Sesi diskusi. Pada sesi diskusi ini, beberapa poin penting yang muncul, adalah:

- Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo menyambut baik kegiatan FGD ini dan berharap agar kegiatan seperti ini dapat menjadi suatu kegiatan yang sistematis.

- Bappeda Provinsi Gorontalo mengharapkan adanya penguatan mekanisme perencanaan dan integrasi bagi Daerah dari Pusat.

- Sejauh ini, Pemda Provinsi Gorontalo berupaya untuk membangun komitmen bersama dengan kab./kota dalam menyusun mekanisme terpadu terkait integrasi. Hal ini terwujud dari adanya persiapan program berbasis informasi terpadu.

- Sejauh ini, kendala sinkronisasi antara RTRW dan Rencana Pembangunan Provinsi Gorontalo adalah tidak tersinerginya muatan RTRWP ke dalam RPJMD. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman SKPD terhadap RTRWP.

- Koordinasi antar SKPD yang belum optimal serta masih rendahnya pemahaman SKPD terhadap RTRWP memunculkan beberapa masalah sinkronisasi antara RTRWP dan Rencana Pembangunan Daerah, diantaranya: (1) konflik penetapan kawasan permukiman nelayan, (2) konflik penetapan kawasan industri dan prasarana perhubungan terkait, serta (3) integrasi antara RZWP3K dan RTRWP.

e) Sesi simulasi yang terdiri dari:

1) Simulasi sesi 1 mengenai penelaahan RTRW. Pada sesi ini, dibahas mengenai: penelaahan kebijakan dan strategi penataan ruang, penelaahan rencana struktur ruang, serta penelaahan rencana pola ruang.

2) Simulasi sesi 2 mengenai sikronisasi RTRW, RPJMD, serta RKPD. Pada sesi ini, dibahas mengenai: integrasi antara kebijakan/strategi penataan ruang dalam RTRW dengan strategi/arah kebijakan dalam RPJMD, integrasi antara indikasi program utama dalam RTRW dengan program prioritas dalam RPJMD, pengecekan muatan program dalam RPJMD, serta sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD.

(10)

Dalam pelaksanaan sesi simulasi ini, peserta FGD yang merupakan perwakilan SKPD terkait, terbagi ke dalam 2 kelompok sesuai dengan fokus bidang kerja masing-masing SKPD, yaitu: (1) kelompok struktur ruang dan (2) kelompok pola ruang. Kegiatan utama dalam pelaksaan simulasi ini adalah pengsisin 8 Lembar Kerja (LK) bagi setiap peserta sesuai dengan pembagian kelompoknya masing-masing. Lembar Kerja 1 s.d 3 menitikberatkan pada penelaahan dokumen rencana tata ruang (RTRW), Lembar Kerja 4 membahas mengenai analisis sinkronisasi periodesasi waktu, dan Lembar Kerja 5 s.d 8 membahas mengenai sinkronisasi muatan antara dokumen rencana tata ruang dan rencana pembangunan (RTRW-RPJMD-RKPD). Dalam pelaksanaan pengisian Lembar Kerja, dilibatkan beberapa perwakilan Dit. TRP dan Biro Hukum Bappenas sebagai fasilitator (panitia pemandu) untuk setiap kelompok.

Peserta cukup menunjukkan antusiasme dalam pengisian Lembar Kerja 1 s.d 8, meski sebagian peserta masih sangat awam dalam membaca dokumen rencana tata ruang. Beberapa poin utama hasil simulasi pengisian Lembar Kerja yang dilakukan oleh kelompok struktur ruang dan kelompok pola ruang, yaitu:

1) Substansi yang ada dalam RTRWP belum seluruhnya terakomodir dalam RPJMD dan RKPD 2) Adanya perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan

RKPD), namun masih terlihat benang merah keterkaitannya

3) Adanya beberapa program dalam RKPD yang belum terintegrasi dengan RTRWP dan RPJMD. Hal ini disebabkan oleh adanya program ‘new initiatives’

Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut:

 Diperlukan upaya serius dalam penyelarasan nomenklatur antara RTRWP-RPJMD-RKPD, serta dalam sinkronisasi periodisasi waktu.

 Salah satu langkah nyata pertama yang akan dilakukan oleh Pemda Provinsi Gorontalo dalam upaya sinkronisasi antara RTR dan Rencana Pembangunan Daerah adalah dengan mengembangkan sistem informasi komunikasi terpadu yang menjadi dasar pemrograman tahunan dengan berlandaskan pada RTRW dan RPJMD. Saat ini Pemprov Gorontalo sudah memiliki sistem Renggar (Rencana Anggaran) yang menjadi alat verifikasi dalam penyusunan RKPD yang mengacu pada RPJMD.

 Bappeda Provinsi Gorontalo perlu melakukan upaya sosialisasi muatan RTRWP bagi seluruh SKPD dalam rangka meningkatkan pemahaman SKPD terhadap RTRWP.

 Mengingat bahwa RTRW Provinsi Gorontalo tidak lama lagi akan melalui Peninjauan Kembali (PK), maka untuk meningkatkan sinkronisasi antara RTRWP-RPJMD-RKPD, Bappeda Provinsi

(11)

sebaiknya menyelenggarakan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD & Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD.

Hasil FGD Provinsi Sumatera Barat

Kegiatan FGD ini dihadiri oleh perwakilan Direktorat TRP Bappenas serta peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Sumatera Barat. Total peserta pada kegiatan ini adalah 40 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari:

a) Sambutan oleh Bappeda Provinsi Sumatera Barat yang kemudian diteruskan dengan pembukaan oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan – Bappenas. Adapun hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Sambutan Kepala Bappeda Prov. Sumatera Barat

- Pelaksanaan Kajian Integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan perlu untuk dilakukan, mengingat daerah masih mengalami kendala dalam melakukan pengintegrasian.

- Untuk Prov. Sumatera Barat, kegiatan FGD seperti ini dapat menjadi suatu masukan bagi pelaksanaan penyusunan draf-0 RPJMD periode selanjutnya di tahun 2016. Selain itu, kajian integrasi ini dilakukan pada saat yang tepat karena Pilkada serentak.

- Disintegrasi antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang menimbulkan permasalahan di daerah yaitu menghambat pembangunan akibat adanya kendala pada proses perizinan, misalnya permasalahan kawasan tambang dengan kawasan hutan, penyusunan AMDAL, pembangunan infrastruktur yang terhambat, dll.

 Paparan pembuka dari Direktur Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

- Saat ini rencana tata ruang menjadi landasan dalam pembangunan namun demikian masih banyak kekurangan dari rencana tata ruang seperti ketidakseragaman kualitas, kurang visioner dan perbedaan periode dengan rencana pembangunan.

- Terdapat tiga hal yang harus diperhitungkan dalam upaya pengintegrasian antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang yaitu: 1) persoalan substansi, 2) persoalan integrasi sektoral dan 3) persoalan integrasi kewilayahan.

- Peninjauan kembali/revisi RTRW bisa dilakukan berdasarkan tiga hal yaitu adanya: 1) perubahan wilayah administrasi, 2) kebijakan nasional, dan 3) bencana alam.

b) Pemaparan dari perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

(12)

 Indikasi program dalam RPJMN dan RPJMD harus sesuai dengan RTR Pulau/Kepulauan  Implikasi indikasi program yang tidak sinergis dengan rencana pembangunan adalah:

- Program dalam RTR Pulau dan RPJMN tidak dianggarkan dalam RPJMD/RKPD

- Pelaksanaan rencana pembangunan di kab/kota yang tdk sesuai dengan RTRW dapat dikenai sanksi

c) Pemaparan dari tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi RTR dan rencana pembangunan yang telah disusun. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Berdasarkan hasil kunjungan lapangan di 3 provinsi (Provinsi Gorontalo, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jawa Timur), dapat disimpulkan bahwa daerah telah sedang mengupayakan integrasi antara RTRW dan RPJMD dengan berbagai inisiasi upaya yang dilakukan oleh tiap-tiap provinsi tsb. Upaya pengintegrasian di daerah tersebut memerlukan pedoman dalam rangka membantu menyeragamkan mekanisme integrasi.

 Draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang akan dibahas terdiri dari: integrasi proses/dokumen, integrasi legalitas hukukm RTRW terhadap RPJMD, sikronisasi periodesasi waktu, integrasi muatan, penyelarasan nomenklatur.

d) Sesi diskusi. Pada sesi diskusi ini, tidak ada proses diskusi yang terjadi. e) Sesi simulasi yang terdiri dari:

1) Simulasi sesi 1 mengenai penelaahan RTRW. Pada sesi ini, dibahas mengenai: penelaahan kebijakan dan strategi penataan ruang, penelaahan rencana struktur ruang, serta penelaahan rencana pola ruang.

2) Simulasi sesi 2 mengenai sikronisasi RTRW, RPJMD, serta RKPD. Pada sesi ini, dibahas mengenai: integrasi antara kebijakan/strategi penataan ruang dalam RTRW dengan strategi/arah kebijakan dalam RPJMD, integrasi antara indikasi program utama dalam RTRW dengan program prioritas dalam RPJMD, pengecekan muatan program dalam RPJMD, serta sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD.

Dalam pelaksanaan sesi simulasi ini, peserta FGD yang merupakan perwakilan SKPD terkait, terbagi ke dalam 2 kelompok sesuai dengan fokus bidang kerja masing-masing SKPD, yaitu: (1) kelompok struktur ruang dan (2) kelompok pola ruang. Kegiatan utama dalam pelaksaan simulasi ini adalah pengsisin 8 Lembar Kerja (LK) bagi setiap peserta sesuai dengan pembagian kelompoknya masing-masing. Lembar Kerja 1 s.d 3 menitikberatkan pada penelaahan dokumen rencana tata ruang (RTRW), Lembar Kerja 4 membahas mengenai analisis sinkronisasi periodesasi waktu, dan Lembar Kerja 5 s.d 8 membahas mengenai sinkronisasi muatan antara dokumen rencana tata ruang dan rencana pembangunan (RTRW-RPJMD-RKPD). Dalam pelaksanaan pengisian Lembar Kerja,

(13)

dilibatkan beberapa perwakilan Dit. TRP sebagai fasilitator (panitia pemandu) untuk setiap kelompok.

Peserta cukup menunjukkan antusiasme dalam pengisian Lembar Kerja 1 s.d 8, meski sebagian peserta masih sangat awam dalam membaca dokumen rencana tata ruang. Beberapa poin utama hasil simulasi pengisian Lembar Kerja yang dilakukan oleh kelompok struktur ruang dan kelompok pola ruang, yaitu:

1) Masih adanya beberapa strategi recana tata ruang yang belum terjabarkan secara jelas dalam tabel indikasi program RTRW. Hal ini kemudian membingungkan peserta untuk melakukan tahapan selanjutnya dalam menyinkronkan antara RTRW-RPJMD-RKPD

2) Substansi yang ada dalam RTRWP belum seluruhnya terakomodir dalam RPJMD dan RKPD karena adanya perbedaan outline dokumen.

3) Adanya perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan RKPD), namun masih terlihat benang merah keterkaitannya

4) Masalah sinkronisasi muatan RTRW-RPJMD-RKPD kemudian berdampak terhadap upaya implementasi rencana yang masih sering mengalami kendala dalam pembagian kewenangan antara Provinsi dan Kab./Kota.

Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:

 Diperlukan upaya serius dalam penyelarasan nomenklatur antara RTRWP-RPJMD-RKPD.  Bappeda Provinsi Sumatera Barat perlu melakukan upaya sosialisasi muatan RTRWP bagi

seluruh SKPD dalam rangka meningkatkan pemahaman SKPD terhadap RTRWP.

 Mengingat bahwa RTRW Provinsi Sumatera Barat akan melalui Peninjauan Kembali, maka untuk meningkatkan sinkronisasi antara RTRWP-RPJMD-RKPD, Bappeda Provinsi sebaiknya menyelenggarakan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD. Forum diskusi ini sebaiknya melibatkan pula perwakilan Kab./Kota.

Hasil FGD Provinsi Jawa Timur

Kegiatan FGD ini dihadiri oleh perwakilan Direktorat TRP Bappenas serta peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Jawa Timur. Total peserta pada kegiatan ini adalah 31 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari:

(14)

a) Sambutan oleh Bappeda Provinsi Jawa Timur yang kemudian diteruskan dengan pembukaan oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan – Bappenas. Adapun hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Sambutan Kepala Bappeda Prov. Jawa Timur

- Pada era pemerintahan baru saat ini, kita harus konsekuen. Tantangan koordinasi semakin sulit. Bidang penataan ruang terkait dengan koordinasi antar sektor.

- Saat ini seluruh kab./kota di Prov. Jawa Timur telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) RTRW.

- UU Penataan Ruang dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan seperti dua sisi koin mata uang. UU Penataan Ruang (UU 26/2007) merupakan alat untuk mencapai tujuan. Begitupun dengan UU SPPN (UU 25/2004). Visi (mimpi) dan misi kepala pemerintahan merupakan salah satu hal krusial dalam perencanaan pembangunan dalam batas waktu tertentu. Hal ini yang membawa arah mau dibawa kemana pembangunan suatu negara/daerah. Nawacita merupakan salah satu contoh ‘mimpi’ kepala pemerintah negara saat ini. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan dan penataan ruang harus saling terkait dan bersinergi.

- Ujung dari pelaksanaan keitegrasian ini kemudian adalah masalah pembagian kewenangan/urusan (UU 23/2014). Pembagian kewenangan ini merupakan hal yang tidak mudah. Contoh: masalah izin pertambangan di Kab./Kota yang kemudian menjadi kewenangan Provinsi dengan adanya Pergub.

- Mau dibawa kemana 5-20 tahun ke depan suatu daerah melalui RPJMD yang tanpa RTRW akan menjadi pembangunan yang cenderung mengesampingkan aspek ruang, dimana daya dukung dan daya tampung lingkungan menjadi bagian penting dalam aspek ruang.

- Saat ini Pusat telah memberikan kewenangan pada daerah dalam merencana ruang daerahnya. Ketersediaan peta menjadi salah satu kepentingan utama dalam hal ini. - RTRW yang masih bersifat umum dan arahan, perlu ada pendetailan rencana tata ruang

hingga Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) atau mungkin Rencana Tata Bangunan Lingkungan (RTBL).

- Perubahan rencana tata ruang sebaiknya hanya lampirannya saja, Peraturan Daerah (Perda) tidak perlu dirubah dan terlalu spesifik karena proses perubahan Perda sulit dan butuh waktu lama.

- Otonomi tidak membagi habis wilayah, tapi membagi habis kewenangan. Maka, harus ada koordinasi yang baik dengan berpatokan pada RTRWP/Kab./Kota dan RPJMD.

(15)

- Mohon Pemerintah Pusat agar dapat sinkron dalam membuat kebijakan yang akan menjadi acuan bagi Daerah.

 Paparan pembuka dari Pejabat Fungsional Dit. TRP, selaku perwakilan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

- Saat ini dokumen jangka panjang (spektrum 20 tahun) belum banyak dijadikan acuan pembangunan.

- Rencana tata ruang (arahan detail pembangunan keruangan) dan rencana pembangunan (arahan pembangunan non spasial) seperti dua sisi koin mata uang yang tidak jarang saling tidak bersinergi.

- Permasalahan integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan diantaranya: integrasi substansi, sektoral, persoalan perbedaan periode rencana, dan sistem perwilayahan.

- Kegiatan kajian sinkronisasi ini akan berujung pada penyusunan matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, yang kedepannya diharapkan dapat dilegalkan menjadi Peraturan Menteri (Permen).

b) Pemaparan dari Kasubdit Tata Ruang - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 RTRWN menjadi pedoman bagi RPJPN dan RPJMN, juga sebagai acuan bagi RTRWP dan rencana sektor.

 Rencana Rinci Tata Ruang RTRWN yang terkait dengan Provinsi Jawa Timur yaitu Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Jawa-Bali dan RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Gerbangkartosusila.

 Keserasian antara RTRWN dan RPJMN akan tampak di Buku III RPJMN.

 Pada salah satu contoh keintegrsaian antara RTR Pulau Maluku dengan RPJMN, yang bertitik berat pada Tujuan, ditemukan bahwa memang dalam pengemasan redaksi tidak sama, tetapi esensinya sama. Contoh kasus integrasi seperti ini mungkin juga terjadi pada RTRWP dan RPJMD Provinsi maupun RKPD.

 Pada salah satu contoh keintegrasian antara RTRWN dan RPJMN mengenai KSN, sebagian besar sudah ada yang serasi, namun masih ada juga ksn yang ada dalam RTRWN tetapi tidak ada di RPJMN. Setelah melalui pembahasan dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait penataan ruang, akhirnya ada beberapa KSN yang dapat diakomodasi di RPJMN. Upaya lain yang berusaha diintegrasikan adalah mengenai sistem perkotaan nasional (PKN), juga infrastruktur yang berdasar pada tujuan Nawacita.

(16)

 Indikasi program dalam RPJMN dan RPJMD harus serasi dengan RTRWN maupun RTRWP. Karena implementasi pembangunan keruangan akan percuma jika tidak tercantum dalam RPJM.

c) Pemaparan dari tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi RTR dan rencana pembangunan yang telah disusun. Hal-hal yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Berdasarkan hasil kunjungan lapangan di 3 provinsi (Provinsi Gorontalo, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jawa Timur), dapat disimpulkan bahwa daerah telah sedang mengupayakan integrasi antara RTRW dan RPJMD dengan berbagai inisiasi upaya yang dilakukan oleh tiap-tiap provinsi tsb. Upaya pengintegrasian di daerah tersebut memerlukan pedoman dalam rangka membantu menyeragamkan mekanisme integrasi.

 Draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang akan dibahas terdiri dari: integrasi proses/dokumen, integrasi legalitas hukukm RTRW terhadap RPJMD, sikronisasi periodesasi waktu, integrasi muatan, penyelarasan nomenklatur.

d) Sesi diskusi. Pada sesi diskusi ini, terdapat dua pertanyaan yang mengemuka, yaitu:

 Pertanyaan pertama oleh Bapak Suharyono – Bagian PSDA Bappeda Provinsi Jawa Timur: Terkait dengan UU SPPN dan UU Penataan Ruang, ada permasalahan terkait dengan prasarana Sumber Daya Air (SDA). Ada 3 masalah utama dalam proses pembangunan kita, yaitu: meningkatkan kebutuhan tanah terhadap pembangunan kita, alih fungsi lahan, dan konflik penetingan sektor/SKPD. Contoh kasus yaitu mengenai pembangunan beberapa waduk (Begong, Tungkul, dll.) bersifat kepentingan nasional yang masih terkendala karena adanya masalah penyediaan lahan/tanah. Terkait dengan kasus ini, bagaimana arahan dari Pusat untuk mengatasinya.

Tanggapan pertanyaan oleh:

- Tim Tenaga Ahli Kajian - Bappenas: terkait dengan permasalahan integrasi antar sektor, kita di Pusat telah melihat hal tersebut dan sedang mencoba menganalisis bagaimana penyelesaianya. Salah satu tahap selanjutnya yang dapat diambil yaitu dengan cara memetakan semua peraturan perundangan di sektor dan melihat bagaimana keterkaitannya antar sektor. Namun, memang dalam pelaksanaannya akan tidak mudah, karena jika sudah masuk di tingkat lokal, maka sudah ada keterkaitan dengan keputusan di tingkat lokal. Salah satu tindakan preventif penting yang bisa dilakukan saat ini jika mengalami kasus penataan ruang yang terkait koordinasi antar SKPD, adalah agar berusaha untuk tetap mengacu pada Matek RTRW yang ada.

(17)

- Kasubdit Tata Ruang – Bappenas: kami menyadari bahwa kedepan masalah integrasi adalah lebih kepada implementasi yang terkait dengan kesinkronan antar SKPD. Saat ini kami memang baru pada tahap integrasi dokumen. Kedepan semoga dapat sampai pada ranah kajian tsb. Sebagai masukan terhadap masalah koordinasi antar sektor, sebagai salah satu contoh yang sudah kami (Dit. TRP-Bappenas) lakukan, adalah dengan berupaya untuk melakukan kunjungan langsung ke sektor terkait dalam rangka mengkomunikasikan secara bersama, sehingga ditemukan titik terang.

- Pejabat Fungsional Dit. TRP - Bappenas: ketersediaan peta skala besar diharapkan bisa menjadi instrumen yang cukup konkrit dalam mengatasi perbedaan persepsi antar SKPD/koordinasi antar SKPD. Saat ini di Pusat sedang menyusun one map policy.

- Perwakilan Subdit Pertanahan Dit. TRP - Bappenas: terkait dengan tanah, ada UU No. 2 yang bisa dijadikan acuan. Di rencana kedepan RPJMN, ada konsep ‘Bank Tanah’ yang mempermudah prosedur jual-beli tanah. ‘Bank Tanah’ berupa lembaga mediator yang menjadi jembatan antara SKPD atau pihak swasta dalam memenuhi kepentingan pengadaan tanah/lahan.

 Pertanyaan kedua oleh Bapak Sunando – Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur: mohon klarifikasi, apabila dibandingkan dengan RTRWP Jawa Timur, memang ada KSN wilayah perbatasan yang masuk KSP-Kepentingan Hankam (seperti Pulau Baru dan Panengan). Terkait dengan hal tersebut, kenapa Gunung Rinjani ditolak dari Pusat masuk ke dalam kawasan strategis? Padahal bisa saja disiasati dengan penetapan sebagai bagian yang melekat dari kawasan strategis wilayah pulau terluar/perbatasan dan kawasan pertahanan. - Tanggapan pertanyaan oleh Kasubdit Tata Ruang – Bappenas: untuk Gunung Rinjani,

kodenya B, sedangkan yang diajukan Pemda adalah untuk kawasan metropolitan. Hal inilah yang membuat kami berfikir ulang untuk menetapkan Gunung Rinjani. Mengenai saran untuk menggabungkan dengan kawasan strategis pertahanan dan perbatasan, dapat kami pertimbangkan.

e) Sesi simulasi yang terdiri dari:

1) Simulasi sesi 1 mengenai penelaahan RTRW. Pada sesi ini, dibahas mengenai: penelaahan kebijakan dan strategi penataan ruang, penelaahan rencana struktur ruang, serta penelaahan rencana pola ruang.

2) Simulasi sesi 2 mengenai sikronisasi RTRW, RPJMD, serta RKPD. Pada sesi ini, dibahas mengenai: integrasi antara kebijakan/strategi penataan ruang dalam RTRW dengan strategi/arah kebijakan dalam RPJMD, integrasi antara indikasi program utama dalam RTRW

(18)

dengan program prioritas dalam RPJMD, pengecekan muatan program dalam RPJMD, serta sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD.

Dalam pelaksanaan sesi simulasi ini, peserta FGD yang merupakan perwakilan SKPD terkait, terbagi ke dalam 2 kelompok sesuai dengan fokus bidang kerja masing-masing SKPD, yaitu: (1) kelompok struktur ruang dan (2) kelompok pola ruang. Kegiatan utama dalam pelaksaan simulasi ini adalah pengsisin 8 Lembar Kerja (LK) bagi setiap peserta sesuai dengan pembagian kelompoknya masing-masing. Lembar Kerja 1 s.d 3 menitikberatkan pada penelaahan dokumen rencana tata ruang (RTRW), Lembar Kerja 4 membahas mengenai analisis sinkronisasi periodesasi waktu, dan Lembar Kerja 5 s.d 8 membahas mengenai sinkronisasi muatan antara dokumen rencana tata ruang dan rencana pembangunan (RTRW-RPJMD-RKPD). Dalam pelaksanaan pengisian Lembar Kerja, dilibatkan beberapa perwakilan Dit. TRP dan Biro Hukum Bappenas sebagai fasilitator (panitia pemandu) untuk setiap kelompok.

Peserta cukup menunjukkan antusiasme dalam pengisian Lembar Kerja 1 s.d 8, meski sebagian peserta masih sangat awam dalam membaca dokumen rencana tata ruang. Beberapa poin utama hasil simulasi pengisian Lembar Kerja yang dilakukan oleh kelompok struktur ruang dan kelompok pola ruang, yaitu:

1) Masih ada perwujudan program RTRW yang tidak konsisten dengan kebijakan dan strategi RTRW. Hal ini dikarenakan masih belum terjawabnya strategi penataan ruang dalam tabel indikasi program.

2) Program yang tertuang dalam RPJMD masih ada yang belum sinkron dengan program dalam RTRW, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda dalam menerjemahkannya.

3) Mengingat banyaknya jumlah program yang termuat dalam RTRW dan RPJMD, perlu ditelaah lebih lanjut bagaimana mengaplikasikan instrumen sinkronisasi (Lembar Kerja) untuk keseluruhan program tersebut.

4) Upaya pengintegrasian/sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan perlu dilakukan dengan hati-hati karena RPJPD dan RPJMD bersifat non-spasial, sedangkan RTRW bersifat spasial. Disamping itu, integrasi antara RPJPD-RPJMD-RTRWP-RKPD terkendala perihal periode dan masa berlaku yang berbeda. Diharapkan pedoman integrasi ini dapat menyelesaikan permasalahan-permasalah tersebut.

5) Perlu ada suatu upaya penyelarasan visi-misi calon kepala daerah dengan rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah yang ada.

(19)

Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:

 Penyelarasan nomenklatur antara RTRWP-RPJMD-RKPD merupakan hal yang krusial dalam upaya sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Namun, upaya penyelarasan nomenklatur yang berdasar pada Permendagri 13 Tahun 2006 sulit untuk dilakukan karena nomenklatur yang ditetapkan pada Permendagri tersebut masih bersifat umum. Salah satu upaya riil yang bisa dilakukan dalam rangka penyelarasan nomenklatur antara RTRW-RPJMD-RKPD adalah dengan melakukan pengkategorian nomenklatur dokumen yang bersifat lebih detail terhadap nomenklatur dokumen yang bersifat lebih umum. Kedepan, pendetailan sinkronisasi nomenklatur ini dapat dijadikan alat yang mempermudah proses pengukuran capaian input dan program pembangunan yang diterjemahkan dari rencana tata ruang ke dalam rencana pembangunan jangka menengah dan pendek.

 Upaya sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD dapat dilakukan sejak proses Pilkada, dimana para calon KDH harus sudah diperkenalkan dengan RTRW, sehingga mereka dapat menyelaraskan visi-misi mereka dengan RTRW yang telah ditetapkan. Namun, upaya ini perlu diperkuat dengan adanya ketetapan yang bersifat hukum.

 Perlunya merumuskan indikator kinerja untuk mengukur pencapaian pelaksanaan tata ruang.

 Penyerasian waktu PK RTRW dengan periodisasi RPJMD untuk memudahkan akomodasi insiatif kepala daerah di dalam RTRW

Hasil Kuesioner Evaluasi

Pengadaan kuesioner evaluasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan dari pelaksanaan kegiatan FGD Kajian Penyususan Matek Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Tujuan pengadaan kuesioner evaluasi adalah untuk menilai 2 (dua) hal utama, yaitu:

a) Kualitas draft pedoman matek sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan b) Kualitas teknis pelaksaan FGD beserta simulasi

Kuesioner terdiri dari 11 pertanyaan pilihan yang terukur dalam rentang kualitas, dan 2 pertanyaan terbuka mengenai saran dan masukan peserta pelaksana simulasi. Adapun rincian pertanyaan pada kuesioner bertujuan untuk mengukur kuailtas:

(20)

1. Pelaksanaan kegiatan lokakarya pelatihan/FGD secara keseluruhan

Kurang Sangat

baik baik

2. Kesesuaian materi lokakarya pelatihan/FGD dengan kebutuhan dan lingkup peserta

Kurang Sangat

sesuai sesuai

3. Metode lokakarya pelatihan/FGD

Kurang Sangat sesuai sesuai

4. Pelaksanaan diskusi/kerja kelompok

Kurang Sangat

baik baik

5. Penjelasan pelaksanaan diskusi/kerja kelompok

Kurang Sangat

baik baik

6. Waktu pelaksanaan diskusi/kerja kelompok

Kurang Terlalu

banyak banyak

7. Waktu presentasi setiap kelompok

Kurang Terlalu

banyak banyak

8. Lama pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD

Kurang Terlalu

lama lama

9. Kemampuan dan kapasitas fasilitator lokakarya pelatihan/FGD

Kurang Sangat

baik baik

10. Kejelasan dan kualitas Lembar Kerja (LK) untuk diskusi kelompok

Kurang Sangat baik baik 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

(21)

11. Fasilitas penunjang dan konsumsi selama lokakarya pelatihan/FGD (ruangan, logistik, dll.)

Kurang Sangat

baik baik

12. Komentar dan saran untuk keseluruha acara lokakarya pelatihan/FGD

13. Komentar, masukan, dan saran untuk draft Matek Pedoman yang telah dipresentasikan

Berikut merupakan hasil rekap kuesioner evaluasi dari hasil pelaksanaan FGD pada 3 provinsi.  Provinsi Gorontalo

Hasil rekap dari total 26 kuesioner evaluasi yang diisi oleh peserta FGD di Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut:

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

Pelaksanaan kegiatan lokakarya

pelatihan/FGD secara keselurhan 0 0 0 19 7

Kesesuaian materi lokakarya

pelatihan/FGD dengan kebutuhan dan lingkup peserta

0 0 0 19 7

Pelaksanaan metode lokakarya

pelatihan/FGD 0 1 4 15 6

Pelaksanaan diskusi/kerja kelompok 0 0 7 14 4

Penjelasan pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 0 0 5 13 7

Waktu pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 2 4 10 9 1

Waktu presentasi setiap kelompok 1 4 6 13 0

Lama pelaksanaan lokakarya

pelatihan/FGD 4 5 11 6 0

Kemampuan dan kapasitas fasilitator

lokakarya pelatihan/FGD 0 0 3 19 4

Kejelasan dan kualitas Lembar Kerja untuk

diskusi kelompok 0 0 4 14 8

Fasilitas penunjang dan konsumsi selama lokakarya pelatihan/FGD (ruangan, logistik, dll.)

0 0 0 14 12

Komentar dan saran untuk keseluruhan acara lokakarya pelatihan/FGD

- Secara keseluruhan, komentar dari peserta mengenai pelaksanaan kegiatan FGD ini adalah sudah cukup baik dan bermanfaat dalam upaya konsistensi antara perencanaan pembangunan dan tata ruang.

- Secara keseluruhan, sebagian besar saran ditujukan agar terdapat penambahan waktu kegiatan FGD, khususnya bagi pelaksanaan simulasi.

(22)

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

Komentar, masukan, dan saran untuk draft Matek Pedoman yang telah

dipresentasikan

Sebagian peserta berpendapat bahwa draft matek pedoman sudah cukup baik. Adapun salah satu saran utama mengenai draft matek pedoman adalah mengenai pembahasan tentang pemecahan masalah atau solusi untuk meminimalisir konflik kepentingan dalam penjabaran visi dan misi pembangunan daerah.

Berdasarkan penjabaran tabel hasil rekap kuesioner evaluasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta menilai bahwa teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD di Provinsi Gorontalo sudah baik. Adapun aspek teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD yang masih dinilai kurang adalah mengenai ketersediaan waktu pelaksanaan lokakarya pelatihan yang dianggap masih kurang, baik untuk pelaksanaan diskusi kelompok maupun waktu keseluruhan simulasi.

 Provinsi Sumatera Barat

Hasil rekap dari total 16 kuesioner evaluasi yang diisi oleh peserta FGD di Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

Pelaksanaan kegiatan lokakarya

pelatihan/FGD secara keselurhan 0 0 5 10 2

Kesesuaian materi lokakarya

pelatihan/FGD dengan kebutuhan dan lingkup peserta

0 0 4 10 4

Pelaksanaan metode lokakarya

pelatihan/FGD 0 1 2 13 1

Pelaksanaan diskusi/kerja kelompok 0 0 8 8 1

Penjelasan pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 0 1 6 8 2

Waktu pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 2 3 11 1 0

Waktu presentasi setiap kelompok 0 4 8 2 0

Lama pelaksanaan lokakarya

pelatihan/FGD 6 6 3 2 0

Kemampuan dan kapasitas fasilitator

lokakarya pelatihan/FGD 0 0 6 9 1

Kejelasan dan kualitas Lembar Kerja untuk

diskusi kelompok 0 1 5 9 1

(23)

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

lokakarya pelatihan/FGD (ruangan, logistik, dll.)

Komentar dan saran untuk keseluruhan acara lokakarya pelatihan/FGD

- Secara keseluruhan, komentar dari peserta mengenai pelaksanaan kegiatan FGD ini adalah sudah cukup baik dan bermanfaat dalam rangka meningkatkan pemahaman aparat mengenai sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan tata ruang.

- Secara keseluruhan, sebagian besar saran ditujukan agar terdapat penambahan waktu kegiatan FGD, khususnya bagi pelaksanaan simulasi. Disamping itu, disarankan juga agar peserta yang diundang merupakan aparat yang memang memiliki tupoksi di bidang program, sehingga lebih dapat memahami dan tepat sasaran.

Komentar, masukan, dan saran untuk draft Matek Pedoman yang telah

dipresentasikan

Sebagian peserta berpendapat bahwa draft matek pedoman sudah cukup baik dan jelas. Adapun salah satu saran utama mengenai draft matek pedoman adalah mengenai pembahasan tentang tingkat variasi contoh penerapan kasus yang ada, sehingga lebih dapat dipahami oleh peserta.

Berdasarkan penjabaran tabel hasil rekap kuesioner evaluasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta menilai bahwa teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD di Provinsi Sumatera Barat sudah baik, bahkan fasilitas penunjang dinilai sangat baik. Adapun aspek teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD yang masih dinilai kurang adalah mengenai ketersediaan waktu pelaksanaan lokakarya pelatihan yang dianggap masih kurang, baik untuk pelaksanaan diskusi kelompok, presentasi kelompok, maupun waktu keseluruhan simulasi.

 Provinsi Jawa Timur

Hasil rekap dari total 14 kuesioner evaluasi yang diisi oleh peserta FGD di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

Pelaksanaan kegiatan lokakarya

pelatihan/FGD secara keselurhan 0 0 4 9 1

Kesesuaian materi lokakarya

pelatihan/FGD dengan kebutuhan dan lingkup peserta

0 0 4 8 2

Pelaksanaan metode lokakarya

(24)

Kriteria Penilaian/Evaluasi Jumlah Pengisian Sesuai Rentang 1 s.d 5

1 2 3 4 5

Pelaksanaan diskusi/kerja kelompok 0 0 5 6 3

Penjelasan pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 0 0 5 8 1

Waktu pelaksanaan diskusi/kerja

kelompok 0 1 6 5 2

Waktu presentasi setiap kelompok 0 0 8 5 1

Lama pelaksanaan lokakarya

pelatihan/FGD 4 0 6 3 1

Kemampuan dan kapasitas fasilitator

lokakarya pelatihan/FGD 0 0 6 7 1

Kejelasan dan kualitas Lembar Kerja untuk

diskusi kelompok 0 0 5 9 0

Fasilitas penunjang dan konsumsi selama lokakarya pelatihan/FGD (ruangan, logistik, dll.)

0 0 4 5 5

Komentar dan saran untuk keseluruhan acara lokakarya pelatihan/FGD

- Secara keseluruhan, komentar dari peserta mengenai pelaksanaan kegiatan FGD ini adalah sudah baik dan bermanfaat dalam rangka meningkatkan pemahaman aparat mengenai sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan tata ruang.

- Secara keseluruhan, sebagian besar saran ditujukan agar terdapat penambahan waktu kegiatan FGD, khususnya bagi pelaksanaan simulasi. Disamping itu, disarankan juga agar sebaiknya pelaksanaan lokakarya pelatihan ini dilakukan pada saat proses penyusunan dokumen perencanaan.

Komentar, masukan, dan saran untuk draft Matek Pedoman yang telah

dipresentasikan

Sebagian peserta berpendapat bahwa draft matek pedoman sudah cukup baik dan jela. Adapun saran utama mengenai draft matek pedoman adalah mengenai penyederhanaan materi sehingga mudah dipahami oleh peserta, kesinkronan matek pedoman dengan Permen yang telah ada, penjelasan upaya sinkronisasi/integrasi pada pada level yang lebih rinci (RDTR) maupun upaya sinkronisasi terhadap dokumen tata ruang bidang kelautan (RZWP3K), dan perlu ada formulasi tabel yang baku untuk menunjukkan proses sinkronisasi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan.

Berdasarkan penjabaran tabel hasil rekap kuesioner evaluasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta menilai bahwa teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD di Provinsi Jawa Timur sudah baik, bahkan fasilitas penunjang dinilai sangat baik. Adapun aspek

(25)

teknis pelaksanaan lokakarya pelatihan/FGD yang masih dinilai kurang adalah mengenai ketersediaan waktu pelaksanaan lokakarya pelatihan yang dianggap masih kurang, baik untuk pelaksanaan diskusi kelompok, presentasi kelompok, maupun waktu keseluruhan simulasi.

Kesimpulan

Dari kegiatan FGD dalam rangka kajian penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan yang telah dilaksanakan, beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

 Disamping perlunya sinkronisasi muatan/substansi antara dokumen rencana tata ruang dan rencana pembangunan, upaya sinkronisasi nomenklatur serta periodesasi waktu antara rencana pembangunan dengan rencana tata ruang juga merupakan hal krusial.

 Salah satu kendala dalam upaya sinkronisasi muatan/substansi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan adalah masih adanya ketidakpahaman pejabat SKPD terhadap pentingnya dokumen rencana tata ruang sebagai salah satu acuan dalam menyusun rencana pembangunan daerah.

 Upaya penyelarasan nomenklatur yang berdasar pada Permendagri 13 Tahun 2006 sulit untuk dilakukan karena nomenklatur yang ditetapkan pada Permendagri tersebut masih bersifat umum. Salah satu upaya riil yang bisa dilakukan dalam rangka penyelarasan nomenklatur antara RTRW-RPJMD-RKPD adalah dengan melakukan pengkategorian nomenklatur dokumen yang bersifat lebih detail terhadap nomenklatur dokumen yang bersifat lebih umum.

 Kedepan, pendetailan sinkronisasi nomenklatur ini dapat dijadikan alat yang mempermudah proses pengukuran capaian input dan program pembangunan yang diterjemahkan dari rencana tata ruang ke dalam rencana pembangunan jangka menengah dan pendek.

 Adanya rencana kebijakan pelaksanaan Pilkada serentak dapat menjadi suatu momentum yang tepat dalam upaya sinkronisasi periodesasi waktu antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang.

 Upaya sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD dapat dilakukan sejak proses Pilkada, dimana para calon KDH harus sudah diperkenalkan dengan RTRW, sehingga mereka dapat menyelaraskan visi-misi mereka dengan RTRW yang telah ditetapkan. Namun, upaya ini perlu diperkuat dengan adanya ketetapan yang bersifat hukum.

(26)

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari hasil kegiatan FGD, dirumuskan beberapa rekomendasi untuk penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan sebagai berikut:

 Diperlukan penyusunan pedoman integrasi muatan/substansi, periodesasi waktu, dan nomenklatur dalam upaya sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (RTRW dan RPJPD maupun RPJMD).

 Dalam mendukung implementasi integrasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (RTRW dan RPJPD maupun RPJMD), perlu dilakukan upaya:

- Peningkatan kualitas SDM yang kompeten dalam menangani upaya sikronisasi antara RTRW dan RPJPD maupun RPJMD. Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan lanjutan dsb.

- Penguatan badan koordinasi pentaan ruang di daerah dalam upaya memfasilitasi kegiatan koordinasi antar SKPD terkait.

 Diperlukan penyelenggaraan forum diskusi kelompok kerja yang dokoordinasikan oleh Bappeda/BKPRD, dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD. Forum diskusi ini sebaiknya melibatkan pula perwakilan Kab./Kota. Forum ini dilakukan dalam rangka memudahkan proses sinkronisasi antara dokumen rencana pembangunan dengan dokumen rencana tata ruang (RTRW-RPJMD-RKPD).

 Terkait dengan draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, perlu ada penjelasan yang lebih kaya mengenai segala kemungkinan masalah sinkronisasi antara dokumen RTRW-RPJMD-RKPD.

(27)
(28)

Dokumentasi

(29)
(30)
(31)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa bivariat diperoleh bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang Basic Trauma Cardiac Life Support dengan penanganan Primary Survey

Laporan yang berjudul Otomasi Arsip Personalia Kepegawaian di Bagian Organisasi dan Kepegawaian Sekertariat Daerah Wonosobo ini dibagi dalam empat bab.. Pembagian ini

114 tegangan yang dipasang pada rangkaian photodioda. Karena tegangan yang dihasilkan pada keluaran sangat kecil maka diberikan rangkaian penguatan differensial dan penguatan non

- Hitunglah daya yang ditransmisikan oleh belt, jika puli yang berdiameter besar berputar dengan kecepatan 200 rpm dan tegangan maksimum yang diizinkan pada sabuk adalah 1

Justifikasi : ▪ Seluruh bahan baku kayu yang diterima dari setiap pemasok telah memilki/dilengkapi dokumen angkutan hasil hutan yang sesuai, lengkap dan sah dengan rincian

Dari semua variabel pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, panjang malai, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi per rumpun, berat gabah

Hasil analisis eksposisi terhadap konsep murtad menurut Ibrani 6:1-8 adalah sebagai berikut. Maksudnya tidak membahas lebih lanjut mengenai asas pengajaran itu bukan

Aturan yang dipakai adalah, bahwa suatu batuan akan tersingkap sebagai titik, dimana titik tersebut merupakan perpotongan antara ketinggian (dalam hal ini dapat