INTEGRASI PADI – SAYURAN/JERUK - TERNAK DI LAHAN
PASANG SURUT SEBAGAI BASIS AGRIBISNIS PEDESAAN
DAN CIKAL BAKAL PERTANIAN BIOINDUSTRI
DI KALIMANTAN TENGAH
Susilawati dan Saleh Mokhtar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Kotak Pos 122 Palangkaraya, Kalimantan Tengah
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kalimantan Tengah memiliki sekitar 5,5 juta hektar lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berkurangnya lahan-lahan produktif di Jawa, dalam pencapaian katahanan pangan, sekaligus sebagai penyedia bahan baku bioindustri, yaitu sistem pertanian yang mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa dan/atau limbah organik pertanian, untuk kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Kajian usahatani terpadu padi-sayuran/jeruk-ternak yang telah dilakukan beberapa tahun di lahan pasang surut kecamatan Basarang dan Dadahup kabupaten Kapuas, merupakan cikal-bakal agribisnis pedesaan dan pertanian bioindustri yang telah dirintis di Kalimantan Tengah. Tulisan ini merupakan review dari kegiatan yang telah dilakukan di lahan pasang surut, dan yang telah mendapatkan model pengembangan usahatani terpadu dan nilai tambah dari setiap komoditas yang diusahakan. Melalui penataan lahan dengan sistem surjan lahan yang tergolong marginal, dapat diusahakan untuk beragam komoditas. Pemberian limbah ternak sapi yang diolah menjadi pupuk kandang ditambah bahan pembenah tanah, dapat memperbaiki kualitas lahan tabukan yang ditanami padi, sehingga secara bertahap produktivitas padi meningkat. Untuk sayuran yang ditanam di lahan guludan, pemberian limbah ternak menjadi kebutuhan utama sehingga sayuran dapat ditanam terus-menerus. Sebaliknya limbah-limbah dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain dalam bentuk segar dan fermentasi, hasil prosesing dari limbah padi yaitu dedak, digunakan juga sebagai pakan yang diberikan dengan menambahkan konsentrat bioplus, sehingga ternak yang diusahakan menjadi lebih gemuk. Hingga saat ini hasil kegiatan berdampak pada meningkatnya usaha ternak sapi, dan berkembangnya usahatani sayuran, sehingga kecamatan Basarang menjadi kawasan pengembangan sayuran dan ternak memalui kegiatan Agropolitan, dan menjadi pasar ternak mingguan dan pusat agribisinis ternak di Kalimantan Tengah. Demikian juga di kecamatan Dadahup yang saat ini menjadi daerah pengembangan padi dan ternak serta jeruk sebagai komoditas penunjang. Jumlah populasi ternak di Dadahup saat ini mencapai > 600 ekor dari populasi awal 20 ekor, dan usahatani padi – sayuran/jeruk dengan sistem surjan dan ternak di pekarangan menjadi model pengembangan lahan dan tanaman yang berkembang di kabupaten Kapuas, dengan nilai keuntungan atau B/C ratio > 3.
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 62
Pendahuluan
Hingga tahun 2014 salah satu fokus pembangunan pertanian masih kepada upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan serta upaya pencapaian target surplus beras sebesar 10 juta ton (www.deptan.go.id, 2011). Berbagai inovasi telah dihasilkan dan diaplikasikan, seperti aplikasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), penggunaan kalender tanam untuk mengantisipasi perubahan iklim, dll. Inovasi ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi nasional rata-rata 0,7 t/ha (Suswono, 2011 dalam www.deptan.go.id). Namun tidak sedikit lahan pertanian yang tidak mampu panen ketika terjadi banjir, kekeringan, dan serangan OPT, sehingga tidak ada pendapatan yang diterima petani. Kondisi ini terjadi akibat belum banyak rumah tangga petani padi yang berusahatani dengan beragam komoditas termasuk ternak. Usahatani yang beragam dan diperhitungkan secara ekonomi akan tetap memberikan pendapatan bahkan diperoleh nilai tambah dari produk tersebut, sehingga rumah tangga petani tetap memperoleh keuntungan walaupun terdapat komoditas yang diusahakan gagal panen.
Dalam konsep pertanian ke depan dan pertanian berkelanjutan yang memadukan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian, maka aktivitas usaha pertanian harus dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Dengan demikian segala komponen pencapaian ketahanan pangan yang sudah ada harus dilengkapi dengan komponen lainnya untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha pertanian secara luas, seperti pemanfaatan produk turunan dari hasil-hasil pertanian, dan mengintegrasikan berbagai cabang usaha pertanian yang telah ada, agar terjadi integrasi vertikal dan horisontal antar tanaman strrategis (padi) dan komoditas unggulan lain yang dikembangkan, serta tercipta pertanian bioindustri berkelanjutan.
Pemanfaatan lahan-lahan sub-optimal seperti lahan pasang surut di Kalimantan Tengah yang luasnya mencapai 5,5 juta hektar, untuk mengatasi berkurangnya lahan-lahan produktif di Jawa, dalam pencapaian katahanan pangan, sekaligus sebagai penyedia bahan baku bioindustri, sejalan dengan beberapa kegiatan yang telah dilakukan di lahan pasang surut Kalimantan Tengah. Kegiatan tersebut yaitu usahatani terpadu padi/kedelai - sayuran - ternak, di lahan pasang surut bongkor kecamatan Basarang, dan usahatani terpadu padi – jeruk/sayuran - ternak di Kecamatan Dadahup, yang dapat dijadikan sebagai cikal bakal pertanian bioindustri di Kalimantan Tengah.
Tulisan ini merupakan review dari hasil-hasil kegiatan usahatani terpadu yang telah dilakukan di lahan pasang surut, yang bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja usahatani terpadu di lahan pasang surut, baik yang terkait dengan penerapan inovasi teknologi, maupun perubahan yang terjadi terhadap inovasi teknologi, serta keuntungan yang diperoleh dari penerapan inovasi tersebut.
Metodologi
Tulisan ini merupakan review dari hasil pengkajian yang telah dilaksanakan di desa Bungai Jaya dan Tambun Raya, Kecamatan Basarang, dan desa Petak Batuah UPT Dadahup A-2 kecamatan Dadahup, kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Lokasi kegiatan dipilih secara sengaja (purposive sampling). Metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi langsung terhadap kinerja usahatani terpadu yang masih dilakukan petani sebagai wujud pengembangan atau adopsi berkelanjutan dari kajian yang dilakukan. Data utama yang dihimpun saat ini terdiri dari (a) jenis komoditas yang diusahakan secara terpadu, (b)
teknologi dan input teknologi yang diberikan pada usahatani yang dilakukan, dan (d) peningkatan nilai tambah produk dan dukungan keberlanjutan usahatani. Data diolah secara tabulasi, dan dianalisis dengan pogram excel.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Wilayah dan Petani
Desa Petak Batuah Dadahup A2 adalah desa di Kecamatan Dadahup (sebelumnya masuk Kecamatan Kapuas Murung), Kabupaten Kapuas. Luas wilayahnya 1.640 ha dengan potensi lahan pertanian 800 ha dan sekitar 450 ha telah diusahakan untuk tanaman padi pada lahan sawahnya, sedangkan pada lahan guludannya sebagian ditanami buah-buahan seperti jeruki Siam, pisang lokal, mangga lokal, rambutan, serta bermacam sayuran dan palawija. Lahan usahatani berkembang dari bahan endapan sungai yang diusahakan sebagai sawah pasang surut dengan tipe luapan air B. Berada pada ketinggian 0 - 6 meter dpl, topografi datar dengan jumlah curah hujan tahunan > 2.000 mm. Terletak pada perpotongan sungai Kapuas Murung dan sungai Barito. Pada bagian barat berbatasan dengan hutan rawa pasang surut, bagian timur dengan UPT Dadahup A-1, bagian selatan dengan UPT Dadahup A-4, dan bagian utara dengan Desa Dadahup. Jarak desa ibukota kecamatan sekitar 25 km dan ke kabupaten 50 km.
Penduduknya adalah transmigran dari Jawa Timur, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat serta penduduk lokal (Banjar dan Dayak) dengan perbandingan 40:60 persen. Latar belakang transmigran adalah petani di lahan sawah irigasi dan lahan kering. Pengalaman bertani pada agroekosistem pasang surut hanya diperoleh pada saat penempatan, namun umumnya sudah dapat beradaptasi dengan baik bahkan sudah memiliki kemampuan dalam pengelolaan lahan pasang surut. Jumlah penduduk di Desa Dadahup A-2 terdiri dari 317 kepala keluarga (KK) dengan 623 jiwa, terdiri dari 16 Rukun Tetangga (RT) dan setiap RT memiliki satu kelompok tani.
Berbeda dengan Dadahup, petani di kecamatan Basarang didominasi warga transmigrasi yang berasal dari Jawa dan Bali yang jumlahnya mencapai 88%. Mereka datang sejak tahun 1960. Saat ini jumlah penduduknya mencapai 17.890 jiwa atau dengan kepadatan 86,84 jiwa/km. Desa Bungai Jaya dan Tambun Raya merupakan desa di kecamatan Basarang yang paling padat penduduknya dibandingkan desa lainnya. Luas desa Bungai Jaya dan Tambun Raya hampir sama yaitu sekitar 555 ha dengan tata ruang dan peruntukan lahan untuk sawah sekitar 395 ha, perkebunan rakyat 90 ha, lain-lain 70 ha. Jumlah penduduk desa Bungai Jaya sebanyak sekitar 1.700 jiwa (BPS, 2012).
Kepemilikan lahan terdiri dari lahan usahatani seluas 2 ha, yang awalnya diusahakan untuk tanaman padi yang mampu berproduksi hingga 3,5 t/ha. Lahan pasang surut di Basarang memiliki tipe luapan C dan lebih tinggi dibandingkan Dadahup, sehingga tingkat kesuburan lahan berbeda dengan di Dadahup. Terlebih lahan ini pernah mengalami kemunduran kesuburan akibat adanya pengerukan saluran yang tidak dilengkapi pintu-pintu air, sehinga lahan ditinggalkan dan bongkor. Terdapat lahan pekarangan seluas 0,25 ha, yang diusahakan dengan berbagai komoditas buah-buahan seperti nenas, rambutan, salak dan cempedak yang menjadi andalan pendapatan rumah tangga petani.
Untuk mengetahui karakteristik petani yang telah mengadopsi atau melakukan pengembangan model usahatani terpadu hingga saat ini, dilakukan pengamatan langsung dan wawancara terhadap 40 petani di dua lokasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 64
secara umum karakteristik petani saat ini berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan rata-rata pendapatan per bulan, adalah sebagai berikut : petani umumnya berumur antara 40-50 tahun (48,6%), dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat (54,2%), dengan pengalaman berusaha antara 6-15 tahun (41,3%). Sebagian besar penduduk berasal dari suku Jawa (53,5%), (34,5%) suku Bali, sisanya adalah suku Dayak dan Banjar (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik petani berdasarkan umur, tingkat pendidikan dan pengalaman bekerja/ berusahatani.
No Karakteristik Petani Persen (%)
1 Kelompok Umur < 40 tahun 37,0 40 – 50 tahun 41,5 > 50 tahun 21,5 2 Tingkat pendidikan SD/Sederajat 17,2 SMP/Sederajat 25,0 SMA/Sederajat 50,2 Diploma 6,5 S1 1,1
3 Pengalaman Berusahatani Padi, Sayuran, Jerul, Ternak
< 5 th 29,4
6 – 15 tahun 41,3
> 15 tahun 29,3
4 Jumlah Tanggungan Keluarga
< 3 Orang 21,9
3 - 5 Orang 62,6
> 5 Orang 15,5
5 Rata-rata Pendapatan per Bulan
< Rp 500.000 14,5
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 25,0
> Rp 1.000.000 60,5
6 Suku
Lokal/Asli : Dayak/Banjar 37,0
Pendatang : Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, NTB. 63,0 Sumber : Hasil olah data primer
Usahatani Sayuran - Jeruk - Ternak Sebagai Basis Agribisnis Pedesaan
Hasil pengamatan dan pengumpulan data di lapangan menunjukkan bahwa pasca pengkajian, luas lahan usahatani yang diusahakan untuk berbagai komoditas lebih banyak dibandingkan saat pengkajian. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sejak pengkajian banyak petani yang melakukan usahataninya di lahan usaha. Kondisi lahan secara rutin diperbaiki dengan memberikan bahan organik berupa limbah ternak sapi yang dicampur kapur. Kotoran sapi yang dihasilkan di lokasi kegiatan rata-rata 10 kg/ekor/hari, hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pendapat Rahayu et al, 2009 yang menyatakan satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Bagi petani ketersediaan pupuk kandang bukan lagi masalah, karena hampir setiap rumah tangga petani memiliki ternak sapi. Demikian juga dengan teknik pembuatan kompos, hampir semua rumah tangga patani telah terbiasa membuat kompos dari limbah ternak sapi, bahkan di kecamatan Basarang terdapat industri pengolahan pupuk kandang yang dilakukan oleh kelompok tani. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, selain dapat menghasilkan beberapa unsur hara makro yaitu N, P dan K, juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman (Rahayu et al., 2009).
Pengamatan lapangan juga menunjukkan hampir setiap rumah tangga petani (± 200) rumah tangga telah memanfaatkan lahan guludannya (surjan) untuk berbagai komoditas, seperti sayuran dan palawija di Basarang dan jeruk dan sayuran di Dadahup. Dari data sebelumnya diketahui bahwa petani kooperator yang terlibat dan mengusahakan lahannya untuk usahatani terpadu pada saat kegiatan hanya sebanyak 40 orang. Ini membuktikan telah terjadi transfer inovasi teknologi yang berdampak pada meluasnya usahatani di lahan sub optimal dan meingkatnya luas lahan yang diusahakan. Sebagian besar lahan yang dimanfaatkan ditata dengan sistem surjan, namun terlihat banyak petani yang membuat surjan belum sesuai dengan anjuran. Anjuran pembuatan surjan yang tepat adalah lebar guludan 3-5 m, tinggi 0,5 m dan lebar tabukan 15 m, sehingga dalam setiap hektar lahan hanya terdapat 3 hingga 4 surjan saja (Suriadikarta et al., 1999). Adapun surjan yang dibuat petani umumnya lebih sempit yaitu 2-3 m, jarak antar guludan lebih rapat dan jumlahnya per hektar lebih banyak. Pada kondisi demikian, maka hanya lahan-lahan guludan (bagian atas) yang dominan diusahakan untuk sayuran, sedangkan lahan tabukan sebagian besar tidak dimanfaatkan. Hal ini diduga karena guludan yang dibuat berasal dari tanah bagian (tabukan), yang bagian atasnya diambil untuk dijadikan guludan, sehingga bagian tabukan tidak memiliki bagian yang subur lagi, atau yang tersisa hanya bagian tanah yang mengandung pirit. Sebaliknya pada lahan-lahan yang ditata dengan sistem surjan yang telah sesuai dengan anjuran, maka baik lahan tabukan maupun guludan dapat diusahakan dengan berbagai komoditas, sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara optimal (Gambar 1).
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 66
Gambar 1. Penataan lahan dengan system surjan, yang sesuai anjuran (kiri)
dan cara petani (kanan).
Usahatani di lahan guludan ini dapat dilakukan hampir sepanjang musim. Luas lahan yang diusahakan untuk sayuran umumnya berkisar 2-4 guludan/surjan per rumah tangga petani. Jenis sayuran dataran rendah yang diusahakan setiap rumah tangga petani beragam, seperti timun, kacang panjang, terong, buncis, sawi, bayam, paria, labu kuning, seledri dan kangkung cabut. Adapun lahan-lahan tabukan yang memiliki luas yang cukup umumnya diusahakan untuk palawija pada musim kemarau dan padi pada musim hujan. Paket teknologi yang umumnya diaplikasi petani dalam berusahatani sayuran merupakan anjuran teknologi yang diaplikasikan dalam usahatani sayuran saat pengkajian, atau petani tetap mengacu kepada rekomendasi yang pernah diberikan BPTP Kalimantan Tengah saat melakukan pengkajian, dengan deskripsi teknologi seperti dalam (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikehui bahwa terjadi peningkatan luas lahan yang ditata dengan sistem surjan dan dimanfaatkan untuk usahatani sayuran dan komoditas lainnya.
Pengamatan terhadap tanaman jeruk menunjukkan produksi buah per pohon sangat banyak, bahkan dalam satu tangkai dapat mencapai 20-40 buah. Hal ini disebabkan petani membiarkan jumlah buah yang terlalu banyak, atau tidak melakukan pembuangan terhadap buah yang terlalu banyak. Buah yang terlalu banyak akan menghasilkan ukuran yang lebih kecil, dan kualitas buah menjadi berkurang. Walaupun tidak ada perbedaan jumlah buah per tangkai dan berat per buah yang nyata antara jeruk yang berasal dari cangkok dan okulasi, namun kedua produksi yang dihasilkan berbeda sangat nyata. Jumlah buah yang diatur dalam setiap tangkai akan berkorelasi positif terhadap berat buah atau ukuran buah dan hasil yang diperoleh (Tabel 3). Produktivitas jeruk per pohon mencapai 200 kg/musim panen, dengan harga jual rata-rata Rp 6.000/kg.
Tabel 2. Deskripsi teknologi usahatani sayuran di lahan pasang surut Kab.Kapuas.
Paket Teknologi Musim Kemarau Musim Hujan
Jenis sayuran Jenis sayuran yang memer-lukan air lebih sedikit :
Sayuran yang berumur pendek dan tahan hujan :
Ketimun, kacang panjang, cabai, sawi, terong, oyong,
Sawi, bayam, kangkung, katuk, terong kecil.
Pupuk kandang 5-10 t/ha 5-10 t/ha
Kapur 1,0 t/ha 1,0 t/ha
Urea 100 kg/ha 100-150 kg/ha
SP-36 100 kg/ha 100 kg/ha
KCl 200 kg/ha 200 kg/ha
Aplikasi pestisida jika diperlukan jika diperlukan
Tabel 3. Pertumbuhan tanaman jeruk yang berasal dari Cangkok dan Okulasi.
Asal Tanaman Jumlah buah/tangkai (g) Berat buah
(g) Produksi (kg)
Cangkok 25.00 a 128.67 a 155.70 b
Okulasi 13.67 a 147.00 a 211.30 a
Terkait dengan usaha ternak yang dilakukan saat pengkajian beberapa tahun lalu, hasil pengamatan saat ini menunjukkan perbedaan yang sangat besar dalam hal jumlah populasi ternak yang berkembang. Jumlah ternak yang diintroduksikan saat pengkajian penggemukan sapi melalui perbaikan manajemen pakan dan kesehatan ternak dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, hanya 3 ekor. Saat ini jumlah populasi sapi yang dipelihara dengan pola penggemukan > 700 ekor. Ini membuktikan bahwa usaha penggemukan sapi sangat diminati petani.
Pengembangan jenis hijauan pakan ternak yang diaplikasikan adalah jenis legum (gliricideaae, gamal, turi) dan rumput unggul Brachiaria humidicola var Tully, Brachiaria sp molato, Taiwan gross, Glisirida, dan Setaria spacelata yang di tanam di tepi surjan, terpadu dengan system usahatani sayuran di lahan guludan. Hasil mengamatan membuktikan jenis hijauan yang ditanam petani cukup beragam, namun jenis setaria masih terlihat lebih banyak di sepanjang jalan dan gululan. Menurut petani, rumput setaria mudah ditanam dan dapat dipotong secara rutin tanpa harus menanamnya kembali. Saat ini usahatani sayuran dan ternak sapi telah berkembang luas di Basarang, dan menjadi pusat agribisnis pedesaan yang tumbuh pesat, baik yang dikelola dengan system penggemukan maupun untuk tujuan produksi (Gambar 2).
Kotoran sapi yang dihasilkan di lokasi kegiatan rata-rata 10 kg/ekor/hari, diolah sendiri oleh petani untuk dijadikan kompos. Saat ini para petani telah terampil membuat kompos dari limbah ternak sapi, bahkan di kecamatan Basarang terdapat industri pengolahan pupuk kandang yang dilakukan oleh kelompok tani. Pupuk organik yang
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 68
berasal dari kotoran ternak, selain dapat menghasilkan beberapa unsur hara makro yaitu N, P dan K, juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman (Rahayu et al., 2009).
Gambar 2. Hijauan pakan ternak jenis Setaria sp. yang ditanam di tepi guludan terpadu dengan usahatani sayuran, dan usaha ternak di pekarangan
Inovasi Penggunaan Varietas Unggul Padi dan Peningkatan Nilai Tambah
Hingga saat ini usahatani padi sawah masih menjadi komoditas unggulan yang ditanam di lahan pasang surut Dadahup A-2. Dari dua hektar luas lahan usahatani, yang dimiliki setiap petani, maka sekitar 1.82 ha adalah lahan tabukan dan sekitar 0.18 ha adalah lahan guludan. Sebelum adanya program SL - PTT dan PUAP, usahatani padi yang ditanam di tabukan, umumnya hanya ditanami secara penuh ketika jenis padi yang ditanam adalah padi lokal periode Oktober-Maret, sedangkan varietas unggul hanya ditanam pada luasan 1.0-1.25 ha. Ini terjadi karena padi lokal tidak memerlukan inprut produksi yang tinggi dibandingkan varietas unggul, dan petani tidak mampu menyediakan sarana poduksi dan biaya tenaga kerja untuk menggarap lahan yang lebih luas untuk menanam padi unggul. Setelah meluncurnya program SL - PTT dan PUAP usahatani padi dapat dilakukan dua kali, yaitu periode April-September, dengan menanam padi varietas unggul dan pada periode Oktober-Maret masih didominasi varietas lokal, walaupun banyak juga petani yang menanam padi varietas unggul. Jadi pola tanam di lahan pasang surut adalah padi unggul - padi lokal dan padi unggul - padi unggul. Hingga saat ini telah banyak varietas padi yang ditanam petani, namun beberapa tahun sekarang melalui program SL- PTT banyak varietas baru yang didiseminasikan, dan yang paling diminati di lokai Dadahup A-2 adalah varietas Inpara 3 dan Mekongga.
Inovasi teknologi PTT yang diimplementasikan melalui program SL- PTT, telah diterapkan petani, seperti persiapan bibit, pengolahan tanah, cara tanam jajar legowo, pemeliharaan dan panen. Pada pembibitan, penerapan teknologi seperti cara memilih benih, waktu persemaian dan pemeliharaan bibit, telah dikuasai petani (Gambar 3). Demikian juga dengan pengolahan tanah, semua petani mengolah tanah dengan traktor tangan. Terkait dengan aplikasi pemupukan, pengamatan dilakukan terhadap petani yang belum terlibat dalam program SL- PTT dan tidak mendapatkan bantuan saprodi. Dari dari 20 petani yang diwawancara, hanya tiga petani yang memberikan pupuk N saja, sebanyak sembilan petani
telah memberikan pupuk secara lengkap yang mengandung unsur N, P dan K. Terdapat masing-masing empat orang petani yang mengkombinasikan pupuk N dan P, atau N dan K. Dosis yang diberikan sudah berada dalam kisaran anjuran pemupukan. Pengamatan terhadap komponen hasil dari beberapa tingkat pemupukan berbeda yang dilakukan petani seperti dalam Gambar 4.
Gambar 3. Varietas Unggul Inpara 3 terintegrasi dengan tanaman jeruk di lahan pasang surut Dadahup A-2.
Gambar 4. Grafik rataan komponen hasil varietas Ciherang yang dipupuk dengan NPK Lengkap N dan P, N dan K atau N saja
Pemanfaatan limbah dari hasil panen padi termasuk biomassa tanaman belum banyak dilakukan, kecuali terhadap limbah hasil prosesing benih berupa sekam dan dedak padi.
20 40 60 80 100 120 140 160 TT JAP PM GT GI GH N,P, K N, P N,K N
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 70
Kedua limbah ini sudah sulit ditemukan di lapangan, karena dari tempat penggilingan padi, sekam langsung dimasukkan ke karung dan dijual Rp 5.000/karung. Dedak padi dijual dengan harga Rp 5.000-7.000/kg. Sekam sebagian besar dijual ke luar desa, sedangkan dedak sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti ayam, itik dan sapi. Pemberian pakan dedek pada sapi diberikan dengan cara mencampurnya dengan bioplus, yang bermanfaat untuk kesehatani ternak.
Dukungan Program Usahatani dan Ternak Pasca Pengkajian
Berkembangnya usahatani sayuran dan ternak di lahan pasang surut bongkor kecamatan Basarang mendapat respon postif baik dari petani pelaksana dan petani pengadopsi teknologi, maupun dari pemerintah yang berupaya menggali potensi dan mengembangkan lahan pasang surut untuk pembangunan pertanian. Secara fisik beberapa dukungan yang dilakukan terhadap upaya pengembangan usahatani sayuran-ternak ini antara lain dari Dinas Pertanian Tanaman pangan dan Hortikultura kabupaten Kapuas berupa bantuan kapur dolomit sebanyak 25 ton untuk menunjang perbaikan lahan usahatani, ditempatkannya program perluasan areal tanam padi dan hortikultura berturut-turut selama dua tahun dengan luas masing-masing 25 ha dan 100 ha. Dari Dinas Pekerjaan Umun dilakukan perbaikan dan pemeliharaan tata air di wilayah Basarang serta menyempurnaan pintu-pintu air. Melalui Dinas Peternakan kabupaten Kapuas dikucurkan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) disebarkan sebanyak 500 ekor ternak sapi. Berkembangnya usahaternak membawa Basarang sebagai wilayah pengembangan Agropolitan dengan sector utama adalah usaha ternak sapi.
Sistem pemasaran usahatani sayuran-ternak di lahan pasang surut basarang sangat spesifik, untuk ternak sapi saat ini telah dibangun pasar ternak di Basarang sebagai pasar ternak terbesar di Kalimantan Tengah yang beroperasi setiap minggu. Sedangkan usatani sayuran dipasarkan secara langsung oleh para wanita tani. Setiap pagi para wanita tani membawa hasil panen sayur ke pasar Kabupaten yang jaraknya sekitar 6 km, dengan mengendarai sepeda secara rombongan. Sepulang dari pasar, kerangjang sayur yang kosong mereka isi dengan rumput lapang untuk ternak sapi, yang diambil dari tepi jalan sepanjang perjalanan.
Analisis Usahatani Sayuran-Ternak Di Lahan Pasang Surut
Hasil analisis usahatani terhadap komoditas yang diusahakan memenunjukkan bahwa usahatani sayuran per musim sangat dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 30,997,500. Keuntungan ini diperoleh dengan memperhitungkan biaya pupuk, walaupun dipenuhi sendiri dari usahaternak petani itu sendiri (Tabel 4).
Tabel 4. Analisis Usahatani Sayuran di Desa Bungai Jaya Kecamatan Basarang.
Komponen Kebutuhan Harga Satuan (RP) Biaya (Rp) Benih (kg) Kacang Panjang 25 96,000 2,400,000 Timun 0,4 450,000 630,000 Terong 0,1 250,000 112,500 Urea (kg) Kacang Panjang 100 2,000 200,000 Timun 100 2,000 200,000 Terong 100 2,000 200,000 SP-36 (kg) Kacang Panjang 100 3,000 300,000 Timun 100 3,000 300,000 Terong 100 3,000 300,000 KCl (kg) Kacang Panjang 200 5,000 1,000,000 Timun 200 5,000 1,000,000 Terong 200 5,000 1,000,000 Pukan (kg) 5000 400 2,000,000 Kapur (kg) 1000 1,000 1,000,000
Biaya Tenaga Kerja (OH) 67 60,000 4,020,000
Total Biaya Produksi (Rp) 14,662,500
Penerimaan (Rp) 43,650,000
Keuntungan (Rp) 28.397.500
B/C Ratio 3.0
Kesimpulan dan Saran
1. Teknologi yang paling banyak diadopsi adalah model penataan lahan dengan system surjan, yang dimanfaatkan untuk beragam komoditas, yaitu jenis sayuran dan jeruk di guludan dan padi ditanam di tabukan, sesuai dengan rekomendari anjuran.
2. Usaha ternak di perkarangan berkembang sangat pesat, dengan fokus usaha penggemukan dan reproduksi ternak. Jumlah kepemilikan setiap rumah tangga petani 2-3 ekor. Selain diperoleh keuntungan dari usaha penggemukan dan reproduksi juga dihasilkan limbah ternak yang dapat dijadikan kompos, yang dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan jeruk serta perbaikan kualitas lahan.
Susilawati dan Saleh Mokhtar : Integrasi Padi-Sayuran/Jeruk-Ternak di lahan Pasang Surut| 72
3. Terjadi integrasi antar komoditas yang diusahakan, dimana limbah tanaman segar dari
sisa sayuran dan hasil fermentasi jerami padi serta hasil prosesing gabah yaitu dedak, dimanfaatkan untuk ternak sapi. Sebaliknya limbah ternak dimanfaatkan untuk memperbaiki lahan pasang surut dan dijadikan kompor untuk memupuk tanaman sayuran dan jeruk.
4. Tingkat produktivitas padi saat ini rata-rat 4,0 t/ha dengan keuntungan sekitar Rp. 15.000.000/musim, dari usahani sayuran sekitar Rp 28.397.500 dan dari limbah ternak yang diolah dijual dengan harga Rp. 20.000/sak atau sekitar 50 kg.
5. Dukungan berbagai pihak terhadap pengembangan usahatani terpadu mewujudkan usaha agribisnis pedesaan khususnya dalam penyediaan sayuran, daging dan pupuk kandang yang menguntungkan.
Daftar Pustaka
Anonim. 2004. Fertilizer Recommendation for Horticultural Crops.http://www.Hortnet. co.mz/~ublications/.~ uides/fertmanual/citrus.htm.
Bridgit T. K., N. N. Potty. 2002. Effect of cultural management on root characteristics and productivityof rice in laterite soil. Journal of Tropical Agriculture 40 (2002): 59-62 Hedley, M.J., J.J. Mortved, N.S. Bolan, dan J.K. Syers. 1995. Phosphorus fertility
management in agroecosystem. In : Tiessen, H. (ed.) Phosphorus in the Global Environment. Transfers, Cycles and Management. Wiley, Chichester, UK. pp. 59-92. Kasniari D.N., A.A.N. Supadma. 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk (N, P,
K ) dan Jenis Pupuk Alternatif terhadap Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Kadar N, P, K Inceptisol Selemadeg, Tabanan. Agritrop, 26 (4) : 168 - 176 (2007) Rahayu S., Dyah P dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai sumber
energi alternatif lingkungan beserta aspek sosio kulturalnya. J. Inotek, Vol 13 (2). p. 150-160
Susilawati,, M. Sabran, Rahmadi R, Deddy Dj, Rukayah, dan Koesrini. 2005. Pengkajian sistem usahatani terpadu padi-kedelai/ sayuran-ternak di lahan pasang surut. J. PPTP. Vol 8(2) p. 176-191
Susilawati, M. Sabran, R. Ramli, B.N. Utomo, A. Bhermana dan A. Krisrnawati. 2006. Penentuan komoditas unggulan nasional di Provinsi Kalimantan Tengah dengan metode location quotient. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 9, No. 1 Maret 2006: 1 – 9.
Sutopo, A. Supriyanto, Suhariyono, Setiono, dan A. Susanto. 2004. Pendugaan kebutuhan pupuk N, P, dan K berdasarkan pada panen buah pada jeruk keprok slam. Pros. Seminar Jeruk Siam Nasional. hlm. 280-287.
Widjaja-Adhi, I.P.G., Nugroho, D. Ardi, A.S. Karama. 1992. Sumber daya lahan pasang surut dan rawa dan pantai: potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Hal:19-23. Dalam: Partohardjono, S., M. Syam (eds). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa di Cisarua 3-4 Maret, Bogor. Hal 19-23.