• Tidak ada hasil yang ditemukan

IX. PROGRAM STRATEGI DAN MAPPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IX. PROGRAM STRATEGI DAN MAPPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

IX. PROGRAM STRATEGI DAN MAPPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN

LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR

Penyusunan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor merupakan penjabaran strategi SWOT. Pada bab 3.4.2. Analisa Road Map telah diulas bagaimana mapping begitu bermanfaat sebagai upaya pembangunan model konseptual. Pembangunan model konsptual tersebut secara transparan menjelaskan posisi dan kebijakan strategis sehingga dapat ditempuh oleh semua stakeholder penanggulangan kemiskinan. Untuk mengetahui posisi dan kebijakan strategis yang dapat ditempuh oleh unit kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, maka perlu dirunut kedalam beberapa Sub Bab berikut ini.

9.1. Program Strategi Pemberdayaan Masyararakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar

Program secara umum diartikan sebagai sebuah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang pada pelaksanaannya mencerminkan peran dan fungsi unit-unit stakeholder untuk mencapai sasaran dan tujuan hingga terkoodinasi dengan matang.

Dunia yang senantiasa berubah mengakibatkan perubahan pada lingkungan organisasi. Perubahan lingkungan organisasi harus diantisipasi dengan memilih strategi dan aksi yang tepat yang akan diimplementasikan agar dapat survive. Peter Drucker dalam Yoshida (2006) mengatakan bahwa perubahan pada dasarnya terbagi 2 (dua) golongan besar. Pertama, perubahan yang dapat

(2)

diprediksi kemudian disebut peluang. Kedua, adalah perubahan yang sama sekali tidak dapat diprediksi kemudian disebut resiko (uncertainty). Resiko meliputi perubahan yang tidak diketahui dan bersifat tidak pasti (unknown uncertainty) serta perubahan yang tidak dapat diketahui (unknowable uncertainty).

Berdasarkan uraian paragraf diatas, kesepakatan dalam manajemen kelembagaan lokal memerlukan transformasi pemahaman kolektif para subjek program penanggulangan kemiskinan (termasuk keluarga miskin) yang berawal dari sikap dan keinginan konvensional atau status quo menjadi satu paham dalam menyusun visi dan misi penanggulangan kemiskinan. Transformasi perubahan yang harus dilalui untuk mewujudkan suksesi program (visi) salah satunya adalah perlu dilakukan review kondisi saat ini.

Analisa kondisi saat ini yang telah dilakukan melalui metode dan analisis sampling adalah review terhadap kondisi kemiskinan dan kelembagaan itu sendiri. Review terhadap kelembagaan meliputi review proses kelembagaan dan review proses manajerial yang menjadi lingkup 13 output SWOT. Review proses kelembagaan meliputi kebiasaan yang melembaga dan proses kelembagaannya itu sendiri (Lampiran 9, 10 dan 11).

Review proses manajerial meliputi upaya perbaikan mekanisme/kapasitas kelembagaan, upaya menciptakan kapasitas/aktivitas (Bab I, Hal. 5, Paragraf 1), upaya meningkatkan distribusi, partisipasi dan fasilitasi dengan menanfaatkan peluang troika (governance, private sector dan civil society), upaya pembinaan dengan cara mengarahkan dan memelihara serta terakhir adalah bentuk pemahaman/menerima keadaan. Berikut adalah tahapan perubahan yang harus dilalui kelembagaan local untuk mewujudkan/menyusun visi pemberdayaan

(3)

berbasis kelembagaan local, diantaranya 1) Review Proses Kelembagaan (meliputi kebiasaan yang melembaga dan proses pelembagaan). 2) Review Proses Manajerial (meliputi Perbaikan mekanisme/kapasitas, Menciptakan kapasitas/aktivitas, Meningkatkan distribusi, partisipasi, fasilitasi, Mengarahkan, memelihara dan Pemahaman leader unit-unit kelembagaan lokal).

Transformasi perubahan adalah merupakan proses awal yang perlu dilalui oleh kelembagaan lokal agar dapat memberi manfaat. Saefuddin (2005) mengatakan bahwa kelembagaan lokal atau stakeholder yang terlibat baik dalam arti organisasi, norma, tata aturan, hingga individu lokal akan memberikan manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah :

a. Consistency yakni peningkatan pemahaman terhadap dinamika aspek-aspek kultural, sosial, ekonomi dan politik yang berkaitan dengan aspek-aspek keterjaminan sosial itu sendiri.

b. Reality yakni menjamin strategi pengembangan yang dilakukan benar-benar merefleksikan kondisi nyata yang ada di masyarakat, realistis dan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

c. Sustainability yakni mendorong tumbuhnya rasa memiliki sehingga lahir tanggung jawab untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan sistem. d. Stimulations yakni membangun kapasitas sosial untuk mengembangkan

program yang mungkin pada awalnya dibangun atas bantuan dari luar.

Penyusunan program terlebih dahulu menetapkan lingkup program yang akan digunakan sebagai parameter. Aplikasi arsitektur strategik salah satunya dicontohkan oleh divisi aliran uang sebuah organisasi di Indonesia. lingkup program tersebut diantaranya penetapan tahapan pengembangan manajerial,

(4)

tahapan perubahan struktur organisasi, tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi dan tahapan membangun komitmen guna mencapai visi.

Program tahapan pengembangan manajerial kelembagaan Kelurahan Curug Mekar yang dibutuhkan pada saat kajian diantaranya mencakup kegiatan collecting atau mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal, recapitulation of activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja, activity management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata, contact person atau menentukan personil kontak untuk memulai fungsi koordinasi, coordination atau melaksanakan fungsi koordinasi dan terakhir hasil dari coordination adalah local institutional management atau manajemen kelembagaan lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan peran kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan.

Program tahapan perubahan struktur organisasi kelembagaan diantaranya mencakup kegiatan pembenahan hierarchy atau struktur hirarki/banyak jenjang, functional atau struktur fungsional/sedikit jenjang, banyak kelompok kerja serta upaya pembenahan perubahan kedua jenis struktur tersebut dalam matrix organization atau matriks organisasi.

Program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi sebagaimana Makmun (2003) meliputi hasil audit maupun evaluasi terhadap kelembagaan lokal yang dilakukan oleh pemerintah. Adopsi peran dan kompetensi tersebut diantaranya berjenjang mulai dari peran dan kompetensi sebagai creditor atau lembaga kredit, deliverator atau lembaga penyaluran, receiver atau lembaga

(5)

penerima, assistance atau pendampingan meliputi fasilitasi, mediasi, dan advokasi dan terakhir peran dan kompetensi sustainabilitor atau lembaga pelestarian.

Adopsi program tahapan membangun komitmen guna mencapai visi (dalam divisi aliran uang) diantaranya awareness atau pembangunan kesadaran, understanding atau pemahaman, engagement atau komitmen awal, positive perception atau membangun persepsi positif, testing atau melakukan penilaian, action atau mulai bersikap reaktif, dan terakhir adopsi komitmen atau commitment. Berikut adalah instrumen kebijakan 13 output strategi SWOT dalam adopsi bahasa program sebagaimana Gambar 17. matrik yang menyilang-hubungkan kedua konsep tersebut.

Menciptakan kapasitas kelembagaan dengan unit fungsi pengelolaan sumber daya mata air

Mengarahkan kapasitas kelembagaan dalam hal pengembangan fase pemberdayaan yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan

civil society.

Meningkatkan dengan cara memperluas keterlibatan peran serta/partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil

society.

Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia melalui fasiltasi input serta pembukaan akses kedalam

berbagai peluang.

Memperbaiki mekanisme perencanaan pembangunan yang difasilitasi oleh pemerintah.

Memperbaiki kapasitas potensi kelembagaan melalui pendampingan (fasilitasi, mediasi dan advokasi) yang difasilitasi oleh

pemerintah/pemeduli.

Menentukan contact person untuk memulai koordinasi unit pemerhati penanggulangan kemiskinan.

Menciptakan fungsi sektor non pertanian yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli.

Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia dengan melindungi dan mencegah dari persaingan yang tidak

sehat dan atau eksploitasi.

Memelihara dengan cara meningkatkan kesadaran sebagai manusia beragama (berpikir positif) melalui sikap teladan. Memberikan dukungan/ kepercayaan/ (menerima) suasana/iklim yang terjadi sebagai dampak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Memahami bahwa kemiskinan merupakan fenomena relatif yang dapat terjadi di segala wilayah maupun di setiap tingkatan

peradaban dunia.

Program tahapan pengembangan manajerial

Program tahapan perubahan struktur organisasi kelembagaan

Program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi

program tahapan membangun komitmen guna mencapai visi Perubahan yang harus dilalui

untuk mewujudkan visi

Yang harus di kembangkan untuk mencapai visi

(6)

Berdasarkan Tabel 20. Matriks SWOT atau 13 strategi diantaranya terdiri dari 5 strategi S – O, 4 strategi W – O, 2 Strategi S – T, dan 2 Strategi W – T, peran dan kompetensi kelembagaan dalam Lampiran 8. serta uraian adopsi parameter bahasa program pada Bab IX. dimuka, dapat diusulkan 4 program Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar yang diusulkan diantaranya :

a. Program Tahapan Pengembangan Manajerial

Program tahapan manajerial merupakan program bagi para pengambil keputusan suatu lembaga. Beberapa hasil obesrvasi di lapang menunjukan kebutuhan tahapan pengembangan manajerial kedalam beberapa aktivitas berikut :

1. Collecting atau mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal;

2. Recapitulation of Activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja;

3. Activity Management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata;

4. Contact Person atau menentukan personil kontak untuk memulai fungsi koordinasi;

5. Coordination atau melaksanakan fungsi koordinasi;

6. Local Institutional Management atau Manajemen Kelembagaan Lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan peran kelembagaan.

(7)

b. Program Tahapan Perubahan Struktur Organisasi Kelembagaan Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Hierarchy atau Struktur Hirarki/banyak jenjang;

2. Functional atau Struktur Fungsional/sedikit jenjang, banyak kelompok kerja;

3. Matrix Organization atau Matriks Organisasi.

c. Program Tahapan Perubahan Peran dan Kompetensi Organisasi Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Creditor atau lembaga kredit;

2. Deliverator atau lembaga penyaluran; 3. Receiver atau lembaga penerima;

4. Assistance atau pendampingan meliputi fasilitasi, mediasi, dan advokasi;

5. Sustainabilitor atau pelestarian.

d. Program Tahapan Membangun Komitmen Guna Mencapai Visi Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Awareness atau Pembangunan Kesadaran;

2. Understanding atau Pemahaman; 3. Engagement atau Komitmen Awal;

4. Positive Perception atau Membangun Persepsi Positif; 5. Testing atau Melakukan Penilaian;

6. Action atau Mulai Bersikap Reaktif; 7. Commitment atau Komitmen.

(8)

9.2. Mapping Pemberdayaan Masyararakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar

Mapping merupakan sebuah penjabaran kerangka kerja konseptual yang dijabarkan berdasarkan ilustrasi skema dan parameter (World Bank, 2001) maupun stage (Microsoft, 2007). Berdasarkan uraian 3.4.2. Analisa Road Map dan penelitian (studi kasus) di Kelurahan Curug Mekar maka melalui 13 output SWOT yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian penulis. Perhatian penulis cenderung pada pemetaan pendekatan kedua (Yoshida, 2006) yakni membagi kedalam periodisasi strategi dan menetapkan sasaran yang akan dicapai. Sasaran yang akan dicapai adalah agar kelembagaan dapat memberi manfaat dan sekaligus sebagai salah satu tahapan persiapan dalam menyusun visi misi penanggulangan kemiskinan. Informasi framework of time disajikan dalam bentuk gambar arsitektur strategik/mapping pada sumbu X dan hal-hal yang harus di kembangkan untuk mencapai visi pada sumbu Y.

Secara ringkas, tahapan tersebut dapat digambarkan pada sebuah alur/mapping fase pemahaman para subjek program (termasuk keluarga miskin) melalui pendekatan arsitektur strategik seperti tampak pada Gambar 18. Arsitektur Strategik Pemberdayaan Kelembagaan Lokal berikut ini.

(9)

Fase I Pemahaman Kolektif para Subjek/Stakeholder Program Penanggulangan Kemiskinan Fase II Penyusunan Visi Misi Monitoring dan Evaluasi

High/ Tinggi/ Kekuatan Low/ Rendah/ Kelemahan PE M BE R DAY AAN KE LE M B AG A AN L O KA L Tahapan Perubahan Peran dan Kompetensi Organisasi Tahapan Membangun Komitmen Guna Mencapai Visi (pa rt is ipa si , s ik ap te la da n, fa si lit as i, ni la ibuda ya /a ga m a) Tahapan Perubahan Struktur Organisasi Tahapan Pengembangan Manajerial

Time Frame : three Years Recapt activities Collecting Contact Person Coordination Activity Management Local Institutional Management Hierarchy Functional Matrix Organization creditor deliverator receiver sustainabilitor Persepsi Hibah Subject to object Subject to subject CHANGE MANAGEMENT PROCESS

awareness Understanding engagement Positive Perception Testing Action commitment Based on Capacity Building Fasilitator, mediator, advocator, Benefits of Local Institutional Management : 9Consistency 9Reality 9Sustainable 9Stimulations Status Quo

Review Proses Pemberdayaan

Review Proses Fungsi Manajerial

Kebiasaan yang Melembaga Proses Pelembagaan Perbaikan Mekanisme/Kapasitas Menciptakan Kapasitas Menciptakan Kapasitas/ Fungsi Peningkatan Distribusi, Partisipasi,Fasilitasi Mengarahkan, Memelihara Pemahaman Three years

(10)

Sumbu X (horisontal) merupakan rentang waktu yang dipersiapkan kelembagaan lokal (framework of time). Sumbu Y (vertikal) merupakan ukuran-ukrua yang harus dikembangkan untuk mencapai pemahaman kondisi yang diharapkan terjadi. Ukuran tersebut adalah partisipasi, sikap teladan, fasilitasi, nilai baik budaya maupun agama. Bagian yang ditandai dengan anak panah mengarah keatas secara diagonal merupakan perubahan pemahaman kolektif para subjek/stakeholder program penanggulangan kemiskinan yang harus dilalui kelembagaan lokal (termasuk troika pembangunan) guna memulai penyusunan visi. panah melengkung di bagian bawah tanda panah diagonal, terutama yang berada paling dekat dengan tanda panah, adalah program tahapan pengembangan manajerial. Panah melengkung lainnya di bagian bawah tanda panah diagonal, yang berada di bagian lebih luar, menandakan program tahapan perubahan struktur organisasi. Panah melengkung yang berada paling dekat dengan panah diagonal di bagian atas menunjukkan program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi. Sedang panah melengkung di bagian atasnya lagi yaitu tanda panah yang berada di bagian sebelah luar, menunjukkan program tahapan membangun komitmen guna mencapai kondisi yang diharapkan (visi).

Secara umum, mapping strategi pemberdayaan berbasis kelembagaan lokal memerlukan dua perubahan yang dilakukan. Perubahan tersebut terbagi dalam dua fase. Fase pertama yakni fase pemahaman kolektif para subjek/stakeholder program penanggulangan kemiskinan yang berdurasi tiga tahun. Angka tiga tahun di sarankan karena lembaga pemberdayaan dalam tubuh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Voting tiga tahun sekali atau masa bhakti selama tiga tahun. Pada

(11)

masa ini kelembagaan melakukan program secara bertahap hingga tiga tahun. Masa tiga tahun akan sangat membantu ketua lembaga dalam upaya melakukan konsolidasi tim. Fase kedua yakni fase perkembangan lanjutan yang dilaksanakan selama tiga tahun berikutnya, dimana dapat mulai dirumuskan visi misi hingga monitoring dan evaluasi. Bahkan program yang diusulkan akan menopang dirasakannya manfaat fungsi kelembagaan, yakni consistency, reality, sustainable dan stimulations.

Pada fase pertama kelembagaan lokal diusulkan untuk melakukan review terhadap kondisi kelembagaan saat ini atau konvensional atau status quo dimana setiap stakeholder terlanjur tenggelam pada individualisme peran masing-masing. Review ini diusulkan untuk mengkaji ulang proses pemberdayaan, meliputi kebiasaan yang melembaga, dan proses kelembagaan itu sendiri. Tingkatan perubahan selanjutnya adalah mengkaji ulang proses fungsi manajerial, meliputi lingkup pertama upaya perbaikan mekanisme perencanaan (dengan peluang fasilitasi troika), upaya memperbaiki kapasitas potensi kelembagaan (dengan peluang pendampingan troika). Lingkup kedua yakni menciptakan kapasitas fungsi (fungsi sektor non pertanian, fungsi pengelolaan sumber daya alam/mata air). Lingkup ketiga menciptakan kapasitas fungsi (fungsi kelembagaannya). Lingkup keempat yakni meningkatkan distribusi, partisipasi dan fasilitasi (dengan peluang troika). Lingkup kelima mengarahkan dan memelihara hingga lingkup keenam sampai pada pemahaman menuju penyusunan visi misi kelembagaan lokal.

Pembenahan yang diusulkan adalah pertama, collecting yakni aktivitas mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal.

(12)

Kedua, Recapitulation of Activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja. Ketiga, Activity Management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata. Keempat Contact Person atau menentukan personil kontak untuk memulai fungsi koordinasi. Kelima, Coordination atau melaksanakan fungsi koordinasi. Kelima Local Institutional Management atau Manajemen Kelembagaan Lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan membagi peran kelembagaan. Dengan demikian, pada tahap ini kelembagaan lokal terintegrasi dan terbagi dalam berbagai peran.

Usulan pembenahan lainnya adalah yang berkaitan dengan tahapan struktur organisasi kelembagaan lokal. Tahapan pertama yang diusulkan adalah struktur hierarki yang dibentuk oleh troika penanggulangan kemiskinan dirubah menjadi struktur fungsional. Kenyataan bahwa setiap muncul suatu program akan memunculkan satu bentuk struktur hirarki kegiatan. Faktanya, ’orang yang sama dengan baju yang berbeda-beda’. Pilihan migrasi dari struktur hirarki (banyak jenjang) menuju struktur organisasi matriks (sedikit jenjang, banyak kelompok kerja) didasari pada alasan bahwa struktur matriks akan membuat organisasi kelembagaan lokal menjadi lebih fleksibel. Fleksibilitas yang terjadi akan memudahkan aktivitas yang nantinya dilakukan.

Seiring dengan program tahapan pengembangan manajerial dan program tahapan perubahan struktur organisasi, diusulkan juga program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi. Sebagai catatan, peran dan kompetensi organisasi harus terefleksi jelas pada peran dan kompetensi individu dalam tubuh kelembagaan lokal.

(13)

Peran yang berjalan selama ini salah satu faktanya, menggambarkan bahwa lembaga pemberdayaan berporos pada lembaga kredit creditor. Peran dan kompetensinya berubah menjadi deliverator atau lembaga penyaluran yakni penyalur bantuan/agen pemerintah di kelurahan. Peran deliverator bertambah lagi dengan peran dan kompetensi receiver atau lembaga penerima. Peran receiver bertambah lagi dengan peran dan kompetensi assistance atau lembaga pendampingan yang meliputi kegiatan fasilitasi, mediasi, dan advokasi dan terakhir peran dan kompetensi assistance bertambah lagi dengan peran dan kompetensi sustainabilitor atau lembaga pelestarian.

Komitmen dalam menanggulangi kemiskinan juga membutuhkan perjalanan yang tidak pendek dan melelahkan. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran penuh untuk berubah. Maka program yang selanjutnya diusulkan adalah diperlukan pergerakan paradigma. Komitmen tersebut adalah pergerakan (continuum) menuju pembangunan kesadaran (awareness), pemahaman (understanding), dan komitmen awal (engagement). Hal tersebut dilanjutkan dengan membangun persepsi positif (positive perception), melakukan penilaian (testing), mulai bersikap reaktif (action). Inilah proses perubahan yang sebenarnya (change management process) menuju kelembagaan lokal yang secara mandiri dalam menanggulangi kemiskinan. Arti mandiri adalah merupakan bentuk sistem kerjasama yang bersifat interdependen, sinergis dan bersistem.

Existing conditions kemiskinan, telaahan teroritis melalui kata kunci, strategi output SWOT, program review, tahapan perubahan, tahapan pembangunan dan tahapan pengembangan kelembagaan lokal merupakan titik langkah awal di dalam menanggulangi kemiskinan.

Gambar

Gambar 17.  Matriks Instrumen Strategi terhadap Bahasa Program
Gambar 18.  Arsitektur Strategik Pemberdayaan Kelembagaan Lokal

Referensi

Dokumen terkait