• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII ISU-ISU STRATEGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII ISU-ISU STRATEGIS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 127 BAB VII

ISU-ISU STRATEGIS 7.1. Sumber Daya Manusia (SDM)

1. Bonus Demografi

Mulai tahun 2020 diperkirakan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) akan memiliki jumlah penduduk yang tergolong ke dalam kelompok usia produktif yang cukup banyak dibandingkan saat ini, berdasarkan kepada hasil perhitungan akan memiliki penduduk usia produktif berjumlah sekitar 53% dari total jumlah penduduk. Hal ini perlu diantisipasi dengan melimpahnya jumlah tenaga kerja produktif yang memerlukan penyiapan di dalam ketersediaan lapangan kerja dan usaha. Selain itu diharapkan jumlah penduduk usia produktif yang relatif besar dapat mendorong percepatan pembangunan melalui terbukanya lapangan kerja dan usaha. Oleh karena itu, penyiapan lokasi-lokasi atau pusat-pusat pelayanan diharapkan dapat menampung kelebihan dari tenaga kerja usia produktif ini.

2. Belum Meratanya Distribusi Penduduk

Distribusi penduduk yang belum merata, dimana masih terkonsentrasi di bagian timur wilayah provinsi ini, khususnya di Kota Tarakan, akan berdampak kepada terjadi ketimpangan wilayah dan distribusi sumber daya. Sementara di masa mendatang, kebutuhan akan pangan, air dan energi akan semakin meningkat dan akan menjadi persoalan baru jika tidak dipersiapkan sejak saat ini. Oleh karena itu pendistribusi penduduk yang merata merupakan salah satu jawaban dalam rangka pelaksanaan pemerataan pembangunan wilayah dan mempertahankan pertahanan keamanan NKRI, mengingat Provinsi Kaltara merupakan kawasan terdepan, terluar dan tertinggal.

3. Rendahnya Kualitas Pendidikan Penduduk yang Berakibat pada Rendahnya Daya Saing Sumber Daya Manusia

Rendahnya kualitas pendidikan penduduk ini akan menjadi salah satu penghambat bagi berkembangnya sebuah daerah, mengingat penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial sebagai pelaku aktif untuk menggerakkan pembangunan. Kualitas pendidikan penduduk yang rendah, tidak memungkinkan penduduk untuk dapat menangkap pengetahuan, informasi maupun teknologi baru. Tanpa diimbangi oleh kemampuan untuk menyerap informasi baru yang berkembang dengan cepat maka kemampuan untuk melakukan inovasi dalam memanfaatkan potensi yang tersedia di daerahnya akan menjadi

(2)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 128 lambat. Sementara untuk mengembangkan sebuah daerah diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk menggerakkan pembangunan dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik untuk dapat menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan. Perlu dicatat pula bahwa pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, dalam arti pendidikan yang sesuai dengan kondisi wilayah di provinsi ini.

Rendahnya daya saing sumber daya manusia terkait dengan rendahnya kualitas pendidikan dan kurang meratanya sarana dan prasarana pendidikan. Tahun 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai dilaksanakan dengan mendasarkan kepada kesepakatan yang telah disepakati oleh negara-negara anggota organisasi di Asia Tenggara. Oleh karena itu, dalam rangka mengantisipasi hal tersebut dimana arus lalu lintas tenaga kerja asing berikut barang dan jasa dari luar negeri semakin terbuka lebar, maka supaya penduduk asli tidak hanya sebagai penonton diperlukan langkah-langkah antisipastif dalam rangka menyambut hal tersebut. Penyiapan sumber daya manusia yang berdaya saing mutlak dilakukan dimana ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prasyarat guna mengantisipasi hal tersebut.

Selain itu dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dimana melaui skema KKNI kualifikasi setiap penduduk di Indonesia semakin jelas sehingga pengakuan terhadap kemampuan setiap warga negara merupakan dasar pertimbangan dari terserapnya penduduk ke dalam lapangan kerja. Melalui KKNI setiap warga negara diharapkan dapat memiliki kualifikasi yang semakin baik dengan peningkatan tingkat pendidikan. Diharapkan dengan KKNI, tingkat pendidikan yang rendah di provinsi ini akan meningkat seiring dengan pemberlakuan KKNI. 4. Kurang Meratanya Sarana dan Prasarana Pendidikan, Khususnya di Perbatasan

Kondisi topografis dan geografis wilayah perbatasan dan pedalaman yang sebagian besar berada di pegunungan dan hulu sungai menjadi salah satu penyebab kurang meratanya sarana dan prasarana pelayanan pendidikan khususnya semakin tinggi jenjang pendidikan. Sebagai akibat lanjut dari kondisi tersebut akan mengakibatkan rendahnya keinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, selain khususnya karena keterbatasan ekonomi keluarga. Bagi penduduk yang kurang mampu membiayai anaknya untuk bersekolah lebih tinggi akan menyebabkan rendahnya ketrampilan yang diperoleh dan

(3)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 129 selanjutnya akan menyebabkan rendahnya penghasilan yang diterima. Pada akhirnya penduduk yang kurang mampu ini akan kesulitan untuk meningkatkan taraf hidupnya karena keterbatasan penghasilan. Sementara itu jika ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi harus ke luar dari daerahnya, bahkan ada kemungkinan akan melanjutkan ke negara tetangga Malaysia, karena sarana dan prasarana pelayanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah Malaysia untuk masyarakatnya yang berada di wilayah perbatasan jauh lebih baik dan memadai, bahkan tanpa dipungut biaya. Selain itu terbatasnya fasilitas pelayanan pendidikan di daerah perbatasan dan pedalaman akan menciptakan rendahnya tingkat pendidikan penduduk yang berada di perbatasan dan pedalaman. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia penduduk di wilayah perbatasan dan pedalaman, sehingga tidak mampu bersaing dengan penduduk di wilayah lain yang memiliki fasilitas pendidikan yang lebih memadai. Ketidakmampuan bersaing tersebut akan berakibat pada terbatasnya peluang dan kesempatan kerja yang dapat dimasuki oleh penduduk dari wilayah perbatasan dan pedalaman. Kalaupun dapat memasuki peluang kerja yang tersedia tetapi karena tingkat pendidikan relatif rendah maka upah yang akan diterima juga rendah. Ini kemudian akan berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendapatan yang diterima oleh penduduk perbatasan dan pedalaman tersebut.

5. Relatif Tingginya Angka Kematian Ibu Akibat Terbatasnya Sarana Prasarana dan Tenaga Kesehatan

Terdapat beberapa permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan persalinan, kualitas tenaga kesehatan, tingginya dukun bayi yang tidak terlatih, serta distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata jika tidak segera diatasi dapat berdampak pada tingkat keselamatan khususnya ibu dan bayi ketika proses persalinan dan pasca persalinan. Perlu adanya suatu upaya peningkatan kualitas dan pengetahuan baik tenaga kesehatan maupun masyarakat pada umumnya. Tenaga kesehatan yang berkualitas yang ditunjang dengan sarana prasarana memadai akan berkorelasi positif terhadap peningkatan pelayanan prima di setiap sarana kesehatan yang ada. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap kesehatan akan membentuk sebuah kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Kunci keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan yaitu kesadaran masyarakat. Dengan begitu fungsi sarana kesehatan yang ada di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan sebagaimana

(4)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 130 mestinya. Sehingga pembangunan sumber daya manusia di sektor kesehatan menjadi salah satu kunci utama kemajuan kesejahteraan masyarakat.

Masalah infrastruktur masih menjadi salah satu masalah penting di bidang kesehatan yang harus segera ditangani untuk menunjang pelayanan kesehatan. Pemerataan sarana kesehatan ke semua wilayah di Provinsi Kaltara sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk mengurangi gap yang sangat tinggi dengan negara tetangga. Transportasi sungai dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang tidak dapat atau terlalu sulit dijangkau oleh transportasi darat. Untuk itu, peran transportasi sungai menjadi sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat di Provinsi Kaltara bahkan sangat menunjang sektor kesehatan. Pusling air yang seharusnya jadi solusi di provinsi ini dan sangat berpotensi menjangkau daerah terpencil, pada kenyataannya jumlahnya tidak terlalu banyak dan cenderung mengalami kerusakan. Jika tidak ada diantisipasi sejak saat ini, yang akan terjadi di kemudian hari adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga sarana-sarana kesehatan. Sehingga sangat mungkin jika di masa depan banyak warga yang lebih memanfaatkan dukun-dukun atau mantri kesehatan yang tinggal dekat dengan mereka. Data menunjukkan presentase dukun bayi tidak terlatih lebih besar daripada yang terlatih. Salah satu dampak dari banyaknya masyarakat yang mengakses dukun bayi tidak terlatih adalah meningkatnya risiko kematian ibu hamil, melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi. Sehingga, isu strategis mengenai perbaikan dan peningkatan sarana prasarana kesehatan penting dilakukan.

Kualitas air pun sangat mempengaruhi kesehatan karena air merupakan sumber kehidupan manusia yang setiap hari dikonsumsi dan digunakan. Sebagian wilayah Provinsi Kaltara merupakan daerah pertambangan sehingga sangat mungkin terjadi pencemaran air sungai akibat limbah pertambangan. Selain kandungan zat kimia berbahaya yang mungkin ada, beberapa cemaran biologis maupun mikrobiologi pun sangat mengancam kesehatan warga. Pada kenyataannya, persentase sumber air minum rumah tangga di provinsi ini sebagian besar masih berasal dari sumber air minum tidak terlindungi karena banyak desa maupun keluarga yang menggunakan air sungai, air danau, dan air hujan untuk sebagai sumber air minum mereka.

(5)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 131 7.2. Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH)

1. Sebagian Besar Wilayah Berada di Kemiringan Lereng di Atas 40%

Kondisi fisik wilayah Provinsi Kaltara yang sebagian besar berada di kemiringan 40% merupakan pembatas alamiah dalam pembangunan wilayah. Namun, apabila pertimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan yang dikedepankan sebagai pendekatan pembangunan maka wilayah ini wajib dilestarikan. Keberadaan kawasan dengan kemiringan di atas 40% utamanya didominasi oleh kawasan hutan lindung, apabila kawasan ini dibuka maka konsekuensinya adalah kejadian bencana alam dikarenakan adanya perubahan sistem ekologis. Pembukaan lahan akan berdampak kepada terganggunya sistem keseimbangan alam. Alam tidak akan mampu lagi menahan beban dikarenakan semakin banyak lahan yang dikonversi dari fungsi lindung menjadi fungsi budidaya. Oleh karena itu, pelestarian kawasan lindung dengan mempertahankan luasan dan fungsi wajib dilaksanakan. Sedangkan untuk fungsi budidaya hendaknya diterapkan di wilayah-wilayah yang sekarang ini difungsikan sebagai kawasan budidaya.

2. Belum Mantapnya Kawasan Hutan

Masih banyak terjadi tumpang tindih peruntukan di dalam pengelolaan kawasan hutan. Terdapat beberapa indikasi belum mantapnya kawasan hutan di Provinsi Kaltara, yaitu:

a. Tata ruang wilayah yang belum ditetapkan, khususnya menyangkut pelepasan beberapa kawasan hutan untuk mendukung sektor yang lain.

b. Masih terjadi perambahan kawasan ataupun konflik batas untuk berbagai kepentingan seperti kawasan pemukiman, kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan air payau.

3. Risiko Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan yang Tidak Ramah Lingkungan Kerusakan lingkungan di lokasi dan lingkungan sekitarnya disebabkan oleh usaha pertambangan terutama emas dan batubara yang tidak diikuti oleh praktek kelola lingkungan yang baik. Kegiatan pertambangan yang tidak dikelola dengan baik tersebut selain akan merusak lapisan atas tanah, juga dapat menyebabkan tercemarnya air permukaan dan air tanah karena meningkatnya pH air (air asam tambang). Nyamuk malaria atau demam berdarah akan berkembang biak dengan cepat di daerah genangan bekas penambangan. Risiko kerusakan lingkungan semakin meningkat, hal ini diisyaratkan dari data tentang masih

(6)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 132 adanya usaha penambangan tanpa ijin. Perkembangan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir bahwa penambangan tanpa ijin yang dapat ditertibkan menunjukkan kecenderungan menurun, dalam pengertian jumlah yang tidak dapat ditertibkan semakin naik. Hal ini terjadi di Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan.

4. Kebutuhan Energi dan Air yang Akan Semakin Meningkat

Diperkirakan jumlah penduduk di Provinsi Kaltara akan terus bertambah sementara itu luasan wilayah relatif tetap. Khususnya bagi Kota Tarakan, Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, tersedianya kebutuhan akan energi dan air di masa depan perlu mendapat perhatian utama yang segera diantisipasi, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat terciptanya kegiatan-kegiatan ekonomi. Kondisi demikian membawa konsekuensi terhadap kemampuan akses penduduk terhadap ketersediaan energi dan air. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan identifikasi lokasi-lokasi baru yang dapat digunakan sebagai daerah pemasok energi baru atau alternatif dan air sehingga dapat mendukung bertambahnya jumlah penduduk.

Potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal menjadi peluang untuk pemenuhan kebutuhan akan energi dan air di masa depan. Batu bara merupakan salah satu sumber daya alam yang jika dimanfaatkan secara optimal dapat memenuhi kebutuhan energi alternatif. Batubara dapat dimanfaatkan dalam bentuk energi listrik. Sebagai energi listrik, batubara merupakan sumber yang dapat diandalkan dan relatif terjangkau untuk membangkitkan tenaga listrik. Salah satu strategi untuk pengembangan kawasan perbatasan dalam RPJMN 2015-2019 adalah kedaulatan energi di perbatasan Kalimantan.

Demikian pula dengan kebutuhan air di masa depan dapat memanfaatkan sumber daya air berupa air permukaan, mengingat di provinsi terdapat sungai besar yang bersumber di hulu. Akan tetapi pemanfaatan sumber daya air berasal dari sungai hanya dapat terjamin keberlangsungannya jika wilayah hulu, sebagai daerah cadangan air, terjaga kelestarian lingkungannya. Dalam arti hutan di wilayah hulu masih tetap terjaga dan tidak terjadi penggundulan atau pengrusakan hutan yang mengakibatkan rusaknya cadangan air tanah di wilayah tersebut.

(7)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 133 7.3. Perekonomian

1. Pertumbuhan Ekonomi Bersumber pada Kegiatan Ekonomi yang Rentan Terhadap Keberlanjutan Ekonomi dan Lingkungan

Keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial merupakan hal yang sangat krusial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang dan bahkan dapat menjangkau antar generasi sebagai tujuan utama pembangunan. Keberlanjutan juga menjadi salah satu kata kunci dalam arahan kebijakan RPJPN yang tertuang pada tahapan ketiga yaitu RPJMN 2015-2019. Dari tujuh arahan kebijakan RPJMN 2015-2019 terdapat dua arahan kebijakan yang berkaitan dengan keberlanjutan yaitu (1) pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dan (2) meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam yang berkelanjutan.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka masalah pertumbuhan ekonomi bersumber pada kegiatan ekonomi yang rentan terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan merupakan isu strategis dalam perumusan RPJPD Provinsi Kaltara. Apabila masalah ini tidak segera diselesaikan akan berakibat pada rendahnya laju pertumbuhan ekonomi dan rusaknya kondisi lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan penduduk dalam jangka panjang.

2. Rentannya Ketahanan Ekonomi Sebagai Daerah Perbatasan dalam Menghadapi Persaingan Global

Sebagai daerah yang berbatasan langsung, baik darat maupun laut, dengan negara tetangga Malaysia, ketahanan ekonomi Provinsi Kaltara cukup rentan. Hal ini mengingat selama ini daerah perbatasan masih menjadi wilayah yang tertinggal, terbelakang khususnya secara ekonomi. Kemampuan daya saing sebagai daerah perbatasan sangat rendah, terlihat dari rendahnya kemampuan daerah untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya yang dimiliki baik sumber daya alam maupun sumbe rdaya manusia. Hal ini jika tidak diantisipasi sejak kini, khususnya dalam menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2015 tentu akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi provinsi ini sebagai daerah yang berhadapan langsung dengan negara tetangga.

(8)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 134 3. Rentannya Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan, khususnya beras, masih cukup rentan. Ketidakmampuan untuk berswasembada pangan akan mengakibatkan ketidakmampuan wilayah untuk memberikan penghidupan yang layak bagi penduduknya. Perlu diperhatikan bahwa pada provinsi memiliki wilayah berupa pulau kecil, yang cukup rentan terhadap ketahanan pangan wilayahnya, seperti Kota Tarakan, Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik. Kemampuan ketiga wilayah tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduknya cukup rentan. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan akan selalu muncul mengingat jumlah penduduk akan semakin meningkat, sementara pertambahan penduduk tidak diiringi peningkatan luas lahan pertainian, bahkan luas lahan pertanian cenderung berkurang karena perubahan alih fungsi lahan. Jika ketahanan pangan masih cukup rentan, akan memiliki dampak terhadap rentannya kedaulatan pangan.

Salah satu dari sembilan program utama yang akan dilaksanakan pemerintahan baru, yang termuat dalam Nawa Cita, adalah kedaulatan pangan. Dalam pelaksanaannya kedaulatan pangan merupakan upaya untuk menjaga agar hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal tetap terjaga di tengah semangat untuk mencapai tingkat ketahanan pangan yang tinggi. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Jadi pada tataran nasional digariskan tercukupinya pangan di satu sisi dan di sisi yang lain harus tidak mengurangi hak masyarakat dalam melaksanakan pertanian untuk penyediaan pangan dengan kearifan lokal.

Dari uraian tersebut jika dikaitkan dengan kekuatan dan kelemahan serta kesempatan yang bisa diraih oleh Provinsi Kaltara sebagai provinsi baru, peran untuk mendukung ketahanan pangan sangat terbuka. Hal ini masih dapat dilakukan dan masih mungkin disiapkan senyampang dengan belum semua wilayah dibudidayakan untuk pertanian tanaman pangan. Ketersediaan lahan yang luas dengan jumlah penduduk yang tipis masih membuka ruang yang cukup untuk mengembangkan pertanian dari sisi pemenuhan kebutuhan lahan pertanian. Namun beberapa hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah ketersediaan SDM yang

(9)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 135 cukup jumlah dan keandalannya dalam kegiatan pertanian, modal yang tersedia, kondisi alam (tingkat kesuburan untuk opertanian pangan). Disamping itu secara matra tata ruang, hal ini dapat dipadukan dengan pengembangan tata ruang perdesaan yang sering dikonsepkan sebagai kawasan agropolitan.

Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan pendekatan dalam pengembangan kawasan perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi. Upaya tersebut dilakukan melalui pengaturan lokasi permukiman penduduk, lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan, dan peletakan jaringan prasarana. Kawasan agropolitan merupakan embrio kawasan perkotaan yang berorientasi pada pengembangan kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan pengolahan produk pertanian.

Pengembangan agropolitan tentu akan membutuhkan waktu yang lama jika dikaitkan dengan kemampuan pendanaan yang dimilki pemerintah daerah. Jika akan segera diperankan sebagai pendukung ketahanan pangan nasional, maka dapat dilakukan pengembangan dengan pola food estate. Balitbang Kementerian Pertanian RI, mengunakan istilah populer food estate sebagai kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (lebih besar dari 25 hektar) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, modal serta organisasi dan manajemen modern. Beberapa telaah pakar menyiratkan perlu kecermatan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengendaliannya untuk melaksanakan food estate agar misi ketahanan pangan tetap mempunyai karakter berkedaulatan pangan.

Menyimak berbagai butir permasalahan dan kesempatan pengembangan yang ada di provinsi ini, maka peran untuk mendukung ketahanan pangan dan kedaulatan pangan nasional merupakan hal yang strategis. Permasalahan ini perlu diangkat sebagai isu strategis dalam pembangunan jangka panjang Provinsi Kaltara.

(10)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 136 4. Belum Optimalnya Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Pertanian

Wilayah Kaltara sangat potensial untuk pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, yang meliputi pengembangan tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman industri, peternakan dan perikanan. Kondisi lahan yang luas dan subur, sebaran curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun merupakan potensi dasar yang mendukung berkembangnya sektor pertanian. Lahan berupa dataran sebagian besar merupakan lahan kering, dengan didukung curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun melalui pembangunan pertanian lahan kering yang intensif dan beragam, akan mampu memberikan peran dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani lahan kering, secara langsung atau tidak langsung mendukung ketahanan pangan wilayah. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pertanian akan mengakibatkan rendahnya nilai tambah sektor pertanian dan ketahanan pangan wilayah.

Hingga saat ini potensi sumber daya pertanian tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pertanian dalam arti luas, baik untuk tanaman pangan, hortikultura, peternakan, maupun perkebunan. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pertanian ini secara aktual dikarenakan oleh beberapa indikasi, seperti: (1) Masih rendahnya produktivitas tanaman pangan (padi); (2) Masih adanya suplai produk-produk pertanian dari luar wilayah; (3) Belum berkembangnya industri-industri pengolahan berbasis produk pertanian. Kondisi ini diperburuk oleh keterbatasan kondisi infrastruktur (jalan) yang mempengaruhi kelancaran distribusi sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian (pupuk, obat-obatan dan peralatan) masih perlu mendatangkan dari luar. Kondisi sarana transportasi yang kurang memadai membuat distribusi sarana produksi pertanian menjadi mahal, di lain pihak biaya angkut hasil pertanian untuk pemasaran juga mahal. Bahkan terdapat beberapa area pertanian menjadi terisolir dikarenakan keterbatasan infrastruktur transportasi. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian harus ditopang oleh pengembangan infrastruktur pertanian yang pro pertanian.

Selain itu perlu dicatat bahwa sebagian besar penduduk provinsi ini memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Jika sumber daya lahan yang cukup potensial dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal, yang didukung oleh sumber daya manusia dan infrastruktur yang berkualitas dan memadai di sektor pertanian serta kebijakan sektor pertanian yang mendukung hal ini maka nilai tambah sektor pertanian akan semakin

(11)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 137 meningkat. Meningkatnya nilai tambah sektor pertanian akan memiliki keterkaitan secara langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuhnya lapangan kerja baru dan terbukanya kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan memberi dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5. Rendahnya Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Rendahnya pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya kelautan dan perikanan di provinsi ini memiliki potensi yang cukup besar mengingat sebagian besar wilayah berada di pesisir dengan garis panjang pantai 3.995 Km. Akan tetapi sumber daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akibat berbagai keterbatasan.

6. Rendahnya Kontribusi Kehutanan terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar Hutan

Fenomena ini dapat dilihat secara makro, yaitu melalui kontribusi nilai PDRB sektor kehutanan yang masih rendah ataupun kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan. Sumber daya hutan yang melimpah belum mampu menjadi penopang utama bagi perekonomian daerah dan masyarakat sekitar hutan. Program-program pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based forest management) belum terlihat wujud dan keberhasilannya. Di sisi lain pengelolaan hutan berbasis korporasi dan modal besar juga belum menunjukkan kinerja yang optimal dalam membangun perekonomian masyarakat. Pada sisi yang lain peran ekonomi sektor kehutanan masih mempunyai tantangan pada aspek legalitas terutama pada pengusahaan skala kecil, dan juga pemanfaatan hasil hutan non kayu.

7. Melemahnya Industri Kehutanan

Data perkembangan produksi kayu olahan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan angka yang terus menurun. Bahkan beberapa jenis produk kayu olahan dalam kurun 2 tahun terakhir mengalami penurunan drastis dan tidak ada produksi lagi. Hal ini berbanding terbalik dengan produksi bahan baku berupa kayu bulat yang menunjukkan perkembangan yang stabil dan justru beberapa kabupaten menunjukkan perkembangan yang posistif.

(12)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 138 8. Menurunnya Kontribusi Sektor Pertambangan Terhadap PDRB

Penurunan produksi batubara ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: (1) harga batubara yang menurun di pasaran, (2) kebijakan pemerintah terkait dengan mineral dan batubara agar dijadikan smelter atau bahan industri energi, (3) pajak yang tinggi bagi yang mengekspor mineral dan batubara dalam keadaan mentah. Oleh karena itu dalam 5 tahun ke depan (2013-2018) kontribusi sektor pertambangan batubara terhadap PDRB akan menurun.

Meskipun terjadi peningkatan produksi migas selama 5 tahun terakhir (2007-2012), namun pada tahun 2013 terjadi kecenderungan penurunan produksi migas. Kecenderungan penurunan produksi migas tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Penurunan kemampuan sumur produksi migas akibat cadangan menurun atau mengurangnya tekanan untuk mengangkat minyak dan gas bumi; (2) Tidak adanya penemuan sumur produksi baru; (3) Tidak adanya regulasi pemerintah di bidang perijinan lahan untuk kepentingan sumur produksi migas; (4) Daya tarik investor untuk menanamkan modal migas di Indonesia, akibat persaingan antara negara maupun pasar bebas ASEAN yang akan berlaku 2015.

Namun perlu dicatat bahwa pemanfaatan sumber daya alam yang berasal dari kegiatan pertambangan adalah kegiatan yang kurang memenuhi prinsip keberlanjutan secara ekologis maupun ekonomi. Di masa depan pemanfaatan sumber daya alam yang bersumber dari kegiatan pertambangan tidak dapat diandalkan untuk memberikan kontribusi yang tinggi bagi PDRB. Dengan demikian menurunnya kontribusi sektor pertambangan harus dialihkan pada sumber daya alam lain yang dapat menjadi tumpuan pembangunan dengan pemanfaatan secara berkelanjutan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

7.4. Infrastruktur

1. Belum Memadainya Penyediaan Sarana dan Prasarana Transportasi serta Rendahnya Aksesibilitas Pelayanan Transportasi

Jaringan transportasi yang meliputi jaringan jalan (infrastruktur transportasi) dan layanan transportasi memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Isu global terkait peran jaringan transportasi menurut World Bank (2008) adalah perlunya keterhubungan infrastruktur jalan dan layanan transportasi khususnya di

(13)

negara-LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 139 negara sedang berkembang. Dari hasil kajian World Bank tersebut mengindikasikan bahwa jaringan jalan berperan dalam memberikan 7% pertumbuhan seluruh penghasilan wilayah perdesaan di India. Sementara itu sebuah proyek jalan perdesaan di Morocco tidak hanya meningkatkan produksi pertanian namun juga menambah jumlah anak-anak perempuan yang masuk ke sekolah dasar sebanyak tiga kali lipat serta mendorong pemanfaatan fasilitas kesehatan hampir dua kali lipat. Ketersediaan jaringan jalan mampu membuka isolasi wilayah sehingga berbagai potensi yang ada di wilayah tersebut dapat di manfaatkan dan dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Namun demikian keberadaan jaringan jalan saja tidak akan mencukupi dalam mencapai tujuan pembangunan. Pengangkutan orang dan barang diperlukan agar pergerakan orang dan barang tersebut dapat cepat aman dan ekonomis. Oleh karena itu ketersediaan layanan transportasi menjadi penting untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, mendorong pergerakan orang dan barang, mendukung distribusi berbagai hasil pembangunan yang dapat diwujudkan. Layanan transportasi dapat membangkitkan peluang-peluang kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Kerjasama ekonomi sub regional Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines – East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) terbentuk untuk mengembangkan kerjasama di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI), khususnya Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara. Salah satu bidang kerjasama adalah sektor perhubungan dan komunikasi yang bertujuan untuk: (a) Mengembangkan fasilitas infrastruktur transportasi yang penting dan pelayanan logistik untuk memfasilitasi barang dan orang lintas negara, dari dan ke EAGA; (b) Memudahkan dan mendukung masyarakat, sektor persekutuan antar perorangan atau lembaga-perorangan yang memprakarsai pembuatan fasilitas transportasi udara, laut, dan darat dan menyediakan rute perhubungan di daerah-daerah; (c) Menyediakan lingkungan politik dan mendukung inisiatif untuk mendirikan susunan transportasi liberal di EAGA, termasuk hak kebebasan berlalu lintas diantara tujuan EAGA didasari oleh ASEAN plus; (d) Memajukan dan memudahkan masyarakat dan pribadi untuk bekerjasama memulai penyediaan efisiensi biaya berdasar fasilitas infrastruktur.

Realisasi dari kerjasama tersebut ditunjukkan dengan: (a) Pengembangan jalur layanan transportasi laut Pare-Pare (Indonesia) – Tarakan (Indonesia) – Nunukan (Indonesia) – Tawau (Malaysia) – Sandakan (Malaysia); (b) Mengatur mengenai perpindahan bus

(14)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 140 diantara negara anggota dan dapat melintas melewati wilayah negara anggota yang lain; (c) Dua proyek infrastruktur prioritas berupa jalan batas Tanjung Selor di Kalimantan Timur (Indonesia) dan Lahad Datu Palm Oil Integrated Cluster di Sabah (Malaysia). Jalan batas Tanjung Selor di koridor Borneo Timur.

Dari sisi kebijakan nasional, isu-isu terkait dengan jaringan transportasi ditegaskan dalam visi-misi transportasi Bappenas, yaitu terbatasnya jumlah dan buruknya kondisi sarana dan prasarana transportasi sehingga berdampak pada belum memadainya penyediaan sarana dan prasarana transportasi perkotaan serta aksesibilitas pelayanan transportasi bagi masyarakat di perdesaan yang masih rendah. Disamping itu, wilayah NKRI yang berbatasan langsung dengan negara lain merupakan pintu gerbang negara yang memberikan gambaran kondisi sosial-ekonomi-budaya bangsa Indonesia sehingga diperlukan aksesibilitas yang baik untuk menjamin keamanan, kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan tersebut

Dalam Rencana Jangka Panjang Departemen Perhubungan tahun 2005-2025, dinyatakan perlunya peningkatan aksesibilitas dan keselamatan menuju kawasan perbatasan antar negara dan kawasan tertinggal. Rencana tersebut sejalan dengan kondisi jaringan transportasi di wilayah Provinsi Kalimantan Utara saat ini yang masih menunjukkan rendahnya aksesibilitas ke wilayah terpencil maupun perbatasan dengan negara Malaysia. Kondisi tersebut dipicu oleh jaringan jalan yang belum merata ke seluruh wilayah pedalaman Provinsi Kalimantan Utara, kondisi perkerasan jalan yang belum mantap khususnya pada saat musim hujan serta kurang tersedianya layanan transportasi. Berbagai isu terkait dengan ketersediaan jaringan transportasi ini tentunya dapat mengakibatkan kesenjangan antar wilayah maupun kesenjangan sosial di Provinsi Kalimantan Utara. Dukungan jaringan transportasi berupa jalan, jembatan, terminal (terminal angkutan darat, stasiun, bandara dan pelabuhan) dan layanan transportasi akan memberikan kemudahan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat dan mendukung pergerakan barang.

2. Belum Tersedianya Jaringan Listrik Secara Memadai

Jaringan listrik yang handal mampu mendorong kegiatan bisnis maupun industri serta memberikan kenyamanan dan kemudahan masyarakat serta mendukung produktivitas berbagai industri, kegiatan ekonomi maupun layanan yang dibutuhkan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Maju atau tidaknya suatu wilayah, sejahtera atau tidaknya

(15)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 141 masyarakat dapat dilihat dari penggunaan listrik sehari-hari. Peran penting jaringan listrik ditunjukkan oleh World Bank (2008) dari adanya satu proyek elektrifikasi perdesaan di Costa Rica mampu meningkatkan jumlah kegiatan bisnis dari 15 menjadi 86. Elektrifikasi mampu meningkatkan jumlah kegiatan bisnis lebih dari lima kali lipat. Namun demikian, masih menurut World Bank, masih ada sekitar 2 milyar penduduk bumi yang belum mendapat akses listrik, jaringan listrik belum dapat dinikmati oleh hampir 29% penduduk dunia.

Kondisi perlistrikan nasional belum seluruhnya menunjukkan kinerja yang baik, jaringan listrik yang ada belum dapat dinikmati seluruh masyarakat, rasio elektrifikasi belum mencapai 100%. Menurut Kementrian ESDM, konsumsi listrik nasional tahun 2013 mencapai 188 TWh, terdiri atas rumah tangga 41%, industri 34%, komersial 19%, dan publik 6%. Konsumsi listrik akan terus meningkat rata 7,8-8% per tahun. Rasio elektrifikasi yang saat ini baru mencapai 80,54% ditargetkan pemerintah akan mencapai 100% pada tahun 2020. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik tahun 2013 sebesar 7,128 MW sedangkan realisasi pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 7,8%.

Permasalahan nasional di bidang kelistrikan juga terjadi di Provinsi Kalimantan Utara yang diindikasikan dengan persentase rumah tangga pengguna listrik baru mencapai sekitar 55%. Target rasio elektrifikasi secara nasional sebesar 100% masih jauh dari kondisi riil saat ini. Meskipun produksi listrik serta jumlah listrik yang terjual mengalami peningkatan, namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada.

3. Terbatasnya Ketersediaan Air Baku

Air bersih dan sanitasi sangat diperlukan dalam upaya mewujutkan kehidupan dan kesehatan yang baik. Namun demikian masih banyak masyarakat dunia yang menghadapi permasalahan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang memadai. Seperti yang dicatat oleh World Bank (2008), 1,1 milyar penduduk dunia (atau 1/6 bagian) tidak mendapat akses air bersih, sementara 2,4 milyar (40%) penduduk dunia kekurangan layanan sanitasi yang memadai. Situasi tersebut mengakibatkan 1,6 juta anak-anak meninggal karena penyakit diare yang ditimbulkan oleh keterbatasan air bersih dan sanitasi. Data UNICEF menunjukkan, secara global, 2,5 miliar orang (36 persen dari populasi global) tidak menggunakan fasilitas sanitasi yang baik (toilet bersih dan aman) dan 1 miliar orang masih buang air besar di tempat terbuka (15 persen dari populasi global) - mayoritas ini (934 juta) tinggal di daerah perdesaan. Dampak yang sama dari permasalahan tersebut adalah diare masih menjadi

(16)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 142 penyebab terbesar kedua kematian balita dan bertanggung jawab terhadap 9 persen dari semua kematian balita. Hampir 600.000 anak di bawah lima tahun meninggal setiap tahun -lebih dari 1.600 per hari- sebagai akibat diare. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak masyarakat dunia yang belum mendapatkan layanan air bersih dan sanitasi yang baik sehingga berdampak pada tingginya kematian balita.

Lemahnya pengelolaan lingkungan di Indonesia, memberikan dampak negatif terhadap sektor air bersih dan sanitasi. Terbatasnya ketersediaan air baku menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan layanan air bersih di Indonesia. Berdasarkan laporan MDGs 2010 yang diterbitkan oleh Bappenas, jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak 51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87% untuk air bersih dan 62,41% untuk sanitasi. Setiap tahun, Indonesia menderita kerugian sebesar USD 6,3 miliar dikarenakan oleh sanitasi buruk, termasuk biaya perawatan kesehatan, kerugian produktivitas, kematian prematur, kerugian sumber daya air dan perikanan, penurunan nilai tanah, dan kerugian pariwisata. Disamping itu, akses masyarakat Indonesia terhadap air perpipaan masih rendah, padahal air perpipaan dipandang sebagai air yang memiliki kualitas yang dapat diandalkan dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih tertinggal, kecuali jika dibandingkan dengan Kamboja atau Malaysia misalnya, akses masyarakat terhadap air bersih telah mencapai 100%, dimana 97% berasal dari air perpipaan. Demikian pula dengan Thailand yang akses air bersihnya telah mencapai 98%.

Dalam tataran regional, ketersediaan air bersih di Provinsi Kaltara masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat, baru sekitar 36% rumah tangga yang menggunakan air bersih, sedangkan rumah tangga yang bersanitasi baru mencapai 54%. Kedua kondisi tersebut masih di bawah SPM penduduk terlayani akses air bersih adalah 55-75%. Ditinjau dari ketersediaan air bersih di wilayah ini, air bersih tersedia cukup baik hanya di wilayah bagian barat saja, sementara wilayah lainnya belum tersedia air dengan kualitas yang baik. Dapat disimpulkan bahwa ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik masih rendah. Ketersediaan jaringan air bersih dan sanitasi yang baik akan mendorong dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kehidupan masyarakat serta lingkungan.

(17)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 143 Gambar 7.1

Ketersediaan dan Sebaran Air Baku di Provinsi Kaltara Sumber: RTRW Provinsi Kalimantan Timur

4. Terbatasnya Ketersediaan dan Aksesibilitas Layanan Komunikasi dan Informatika Jaringan komunikasi dan informatika di negara-negara berkembang menunjukkan pertumbuhan yang pesat namun tidak tersebar secara merata dalam hal akses dan penggunaannya (World Bank, 2011). Penggunaan telepon selular berkembang lebih dahulu digerakkan oleh sektor swasta serta didukung oleh reformasi yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga mampu menembus wilayah-wilayah perdesaan hingga pelosok terpencil. Namun demikian perkembangan telepon selular ini belum diikuti dengan perkembangan internet. Masih ada gap yang besar antara akses internet berkecepatan tinggi dengan konektivitas ‘broadband’ dan penyebaran dengan penggunaan di bidang bisnis, layanan dan pemerintahan yang dapat memberikan dampak pembangunan yang besar

Dari kajian Rencana Strategis Kementrian Komunikasi dan Informatika 2010-2014, mengindikasikan adanya permasalahan bidang komunikasi dan informatika di Indonesia yaitu terbatasnya ketersediaan dan aksesibilitas layanan pos dan telematika. Disamping itu, tingkat pemanfaatan informasi belum optimal yang diantaranya terlihat dari masih terbatasnya penggunaan TIK dalam kegiatan perekonomian masyarakat yang menghasilkan ‘real economic value’ dan meningkatnya penyalahgunaan pengguna TIK. Kondisi wilayah Indonesia yang berupa kepulauan dengan topografi sangat bervariasi berupa dataran tinggi

(18)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 144 dan rendah yang sangat banyak, memunculkan banyak daerah ‘blank spot’ terhadap komunikasi dan informatika. Bila area-area ‘blank spot’ ini tidak ditangani akan menimbulkan kesenjangan antara wilayah yang sulit dijangkau dengan wilayah yang sudah terlayani infrastruktur komunikasi dan informatika

Sebagai wilayah yang memiliki perbatasan dengan wilayah negara tetangga, komunikasi dan informasi menjadi sangat penting bagi masyarakat Provinsi Kaltara yang tinggal di perbatasan. Keterhubungan dengan sanak, saudara dan handai taulan di wilayah lain Indonesia di luar perbatasan akan mampu mengurangi perasaan terisolasi, meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa. Ketersediaan informasi akan memberikan kemudahan masyarakat mengembangkan potensi sosial dan ekonomi yang dimiliki serta meningkatkan kemampuan yang ada. Jangkauan jaringan komunikasi dan internet sebagai media komunikasi dan informasi yang ada di Provinsi Kaltara belum mampu menjangkau seluruh wilayah. Kondisi ini kurang mendukung berbagai upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah.

7.5. Tata Kelola Pemerintahan

Kondisi pemerintahan Provinsi Kaltara saat ini dihadapkan pada beragam tantangan global seperti MEA tahun 2015 (Masyarakat Ekonomi ASEAN), masalah pemanasan global, membangun tata kelola pemerintahan yang baik, dan AFTA (Asean Free Trade Area). Kondisi ini harus menjadi perhatian utama dan memerlukan kebijakan yang tepat agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Provinsi Kaltara memiliki tantangan dalam melaksanakan pembangunan mengingat kondisi saat ini masih jauh tertinggal dari daerah lain di Indonesia. Tantangan yang ada saat ini tidak hanya sebatas pembangunan fisik saja namun juga terkait beragam aspek baik dalam bidang pelayanan, pembangunan sumber daya manusia, kelembagaan, tata kelola pemerintahan dan administrasi pemerintahan. Sebagai daerah pemekaran baru pemerintah Provinsi Kaltara memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus segera dipersiapkan dengan baik untuk dapat mengejar ketertinggalan dengan daerah lainnya. Tugas dan tanggung jawab yang dimaksud adalah melalui pembangunan lingkup internal dan eksternal pemerintahan daerah dengan menyusun berbagai kebijakan pembangunan untuk menghadapi peluang dan tantangan yang ada.

(19)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 145 Permasalahan klasik yang menjadi tantangan Provinsi Kaltara dalam persoalan pembangunan daerah ada empat, yakni membangun sistem tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan kondisi wilayah provinsi ini, pengelolaan SDM baik di lingkungan pemerintahan maupun masyarakat, membangun konsistensi pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan mensinergikan semua aspek pembangunan terutama peran antar stakeholder. Permasalahan ini harus segera dipersiapkan sebagai prasyarat awal pembangunan daerah.

Sumber daya manusia yang berkualitas, mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan pembangunan. Pembangunan non fisik dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini dapat dilakukan agar sumber daya manusia provinsi ini akan siap untuk menjadi pelaku pembangunan yang lebih mandiri di masa depan. Selain itu perlu adanya pengembangan kerjasama antar stakeholder dan menyiapkan mekanisme pengelolaan kelembagaan yang mampu disesuaikan dengan kondisi provinsi ini.

Sebagai provinsi yang berada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, Provinsi Kalimantan Utara memiliki tantangan besar secara eksternal dalam melaksanakan pembangunan. Tantangan besar provinsi ini yakni langkah mengintegrasikan pembangunan wilayah sehingga mampu setara dengan pembangunan di daerah sekitarnya. Setara dengan pembangunan wilayah dengan provinsi lain di Indonesia dan setara dengan pembangunan wilayah dengan Negara Bagian Serawak-Malaysia. Kondisi ini harus dilakukan agar kesenjangan pembangunan wilayah terutama di kawasan perbatasan dapat segera teratasi. Hal ini dilandaskan pada konsep kesatuan wilayah dan negara sebagai penjamin tingkat kesejahteraan sosial masyarakat.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikaji, maka isu strategis dalam tata kelola pemerintahan yang menjadi prioritas pembangunan, yakni:

1. Belum Terbangunnya Tata Kelola Pemerintahan dan Administrasi Daerah

Membangun tata kelola pemerintahan daerah sangat penting dilakukan oleh pemerintahan baru seperti Provinsi Kaltara. Tata kelola pemerintahan daerah selain menjadi prasyarat berdirinya pemerintah yang berdaulat juga sebagai jaminan kualitas kemampuan pemerintah dalam membangun pemerintahannya. Rangkaian langkah pembangunan dapat dilakukan dengan menyediakan prasyarat awal melalui pembangunan sumber daya manusia pemerintah yang berkualitas, kelembagaan yang terintegrasi, dan kerjasama antar stakeholder

(20)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 146 yang mendukung colaborative governance. Sumber daya manusia berkualitas dimaksudkan memiliki kecakapan, kemampuan, dan semangat yang tinggi untuk membangun daerah. Orientasi pembangunan tidak hanya sekedar kekuasaan politik daerah namun lebih pada langkah pengelolaan untuk menjamin terlaksananya kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan sistem tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Kelembagaan terintegrasi dimaksudkan memiliki struktur yang memiliki pola dan kewenangan yang jelas dan memiliki kemampuan menyelesaikan secara mendasar permasalahan pembangunan daerah.

Pembangunan tata kelola pemerintahan harus dilakukan juga dengan membangun kerjasama antar stakeholder, yang tidak hanya terbatas di daerah saja melainkan juga pusat dan lintas negara hingga Malaysia. Kerjasama antar daerah sangat erat kaitannya dengan timbulnya permasalahan pembangunan yang melibatkan lintas sektor. Kerjasama antar daerah merupakan aspek penting dalam mensinergikan seluruh rangkaian perencanaan dan langkah awal membangun strategi pembangunan. Kerjasama antar daerah dapat dilakukan dengan mengedepankan aspek kelembagaan lintas sektoral melalui colaborative governance. Selama ini mekanisme ini belum mampu diterapkan maksimal di kabupaten/kota di Provinsi Kaltara.

Dalam melibatkan kerjasama antar stakeholder pembangunan tata kelola pemerintahan harus memperhatikan tingkat kepentingan pranata adat dan kelembagaan pada tingkat lokal yang sudah ada dan berkembang di wilayah Provinsi Kaltara. Pranata adat merupakan nilai yang selama ini melekat dengan kehidupan masyarakat. Pranata adat merupakan simbol kepatuhan, keyakinan, dan kepercayaan yang melekat dalam masyarakat. Pembangunan pranata adat harus mendapat perhatian terutama sebagai langkah pembangun kepercayaan publik pada pemerintah daerah. Kondisi masyarakat yang masih meyakini keberadaan tradisi dan budaya memberikan potensi besar bahwa fungsi dewan adat atau kelembagaan lokal masih berpengaruh dalam pembangunan kehidupan masyarakat. Aspek peran adat sangat besar termasuk dalam penanganan masalah yang terkait persoalan yang muncul di masyarakat yang tidak dapat terangkum sistem tata hukum pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut penting untuk memperjelas fungsi dan kewenangan dewan adat dalam sistem hukum pemerintahan. Adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memiliki pengaruh dalam menentukan arah pembangunan wilayah khususnya pada tingkat desa. Kondisi ini tidak hanya mampu mengatasi masalah yang berkembang namun

(21)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 147 juga dapat menjaga keselarasan dan kelestarian identitas kehidupan lokal masyarakat dan menjamin hak asal usul.

2. Rendahnya Kesejahteraan Masyarakat di Wilayah Perbatasan

Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Provinsi Kaltara memiliki posisi strategis sebagai beranda wilayah Indonesia, yang merupakan gerbang serta benteng pertahanan dan keamanan wilayah Indonesia. Seluruh wilayah perbatasan di provinsi ini harus dapat memberi gambaran yang baik bagi bangsa lain terkait kondisi sosial, ekonomi dan keamanan masyarakatnya. Masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan harus memiliki kesejahteraan yang baik, merepresentasikan kemakmuran bangsa Indonesia secara keseluruhan. Aksesibilitas ke berbagai fasilitas dan layanan umum murah dan mudah, sehingga memungkinkan untuk beraktivitas sosial-ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejehteraannya. Dari aspek pertahanan dan keamanan, wilayah perbatasan harus dapat memberikan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat setempat dari berbagai gangguan maupun tekanan dari pihak negara lain. Sebagai bagian wilayah NKRI, perbatasan merupakan wilayah yang harus mampu menunjukkan kedaulatan negara RI di mata negara lain, tidak mudah dilanggar dan diganggu oleh pihak negara lain yang akan menurunkan martabat maupun kedaulatan bangsa. Peran wilayah perbatasan menjadi sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut maupun bagi kehoratan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.

Permasalahan wilayah perbatasan dan kapasitas masyarakat penting untuk mendapatkan perhatian lebih. Kondisi di wilayah perbatasan cukup timpang jika dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi Kaltara. Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan sebagai kabupaten yang terletak di perbatasan negara memiliki tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, dilihat dari persentase penduduk di bawha garis kemiskinan, dibandingkan dengan tingkat kemiskinan rata-rata provinsi. Pada tahun 2007 penduduk di bawah garis kemiskinan rata-rata provinsi sebesar 17,06% sementara Kabupaten Malinau sebesar 23,60% dan Kabupaten Nunukan sebesar 20,02%. Pada tahun 2012 penduduk di bawah garis kemiskinan rata-rata provinsi sebesar 9,70%, sedangkan Kabupaten Malinau sebesar 11,68% dan Kabupaten Nunukan sebesar 9,60% sedikit di atas angka rata-rata nasional. Terbatasnya akses pelayanan karena belum ada sistem jaringan transportasi yang terkoneksi antar wilayah,

(22)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 148 sementara hal ini diperburuk oleh fasilitas pelayanan sosial dasar seperti pendidikan, kesehatan serta ekonomi yang relatif terbatas.

Saat ini, wilayah tersebut merupakan wilayah yang terisolir, dengan jaringan jalan yang terbatas. Jalan nasional yang menghubungkan empat kabupaten di wilayah daratan Provinsi Kaltara, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan hampir sebagian besar rusak. Hampir separuh jalan nasional sepanjang 396 km yang membentang dari Tanjung Selor, ibukota Provinsi Kaltara di Kabupaten Bulungan hingga perbatasan Indonesia-Malaysia di Kecamatan Simanggaris, Kabupaten Nunukan rusak berat (Kompas, 28 Desember 2014). Kerusakan jalan tersebut diduga sebagai akibat beban berlebih (overloading) truk-truk pengangkut kelapa sawit yang bergerak di jalan dengan konstruksi perkerasan jalan yang kurang kuat. Kendala tersebut diperparah dengan topografi jalur yang naik-turun dan berkelok-kelok serta rentan bahaya tanah longsor. Kondisi tersebut telah mempersulit pergerakan orang maupun barang.

Sulitnya distribusi barang di wilayah perbatasan tersebut berdampak pada mahalnya harga bahan kebutuhan pokok. Pasokan barang sering terhambat karena kerusakan jalan yang dialui. Bahkan bagi masyarakat Kecamatan Simanggaris, Kabupaten Nunukan, sebagian barang kebutuhan terpaksa didatangkan dari Tawau, Malaysia karena harga yang murah serta mudah diperoleh dibandingkan lewat Pulau Nunukan. Dikhawatirkan masyarakat Indonesia di perbatasan akan semakin tergantung kepada fasilitas dan layanan umum yang ada di Malaysia. Tanpa perhatian yang memadai dari pemerintah, masyarakat Indonesia akan semakin terpinggirkan secara fisik dan kejiwaan dari bumi pertiwi. Nasionalisme mereka akan tergerus dalam jangka panjang dan dikhawatirkan akan terjadi perpindahan kewarganegaraan mereka menjadi warga negara Malaysia. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan, pemerintah harus mencukupi semua kebutuhan masyarakat Indonesia di perbatasan dan menjaga kedaulatan negara sebagai negara besar yang bermartabat. Selain itu, kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) yang semakin meningkat di wilayah perairan Indonesia oleh kapal asing, termasuk di wilayah perairan provinsi ini yang sangat merugikan para nelayan lokal.

Kondisi ini mengakibatkan wilayah perbatasan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lain di provinsi ini, terlihat dari rendahnya kualitas sumber daya manusia, harga bahan kebutuhan pokok yang cukup mahal, dan terbatasnya peluang pasar bagi

(23)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 149 kegiatan produksi untuk memanfaatkan sumber daya alam. Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih agar ke depan persoalan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan segera teratasi. Kondisi kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan, ancaman potensi konflik karena masalah penguasaan sumber daya alam, serta tantangan ke depan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 merupakan permasalahan penting terkait dengan permasalahan di wilayah perbatasan. Langkah ini dilakukan sebagai wujud pemberian kepastian pemerintah daerah dalam menjamin nilai kemakmuran wilayah perbatasan juga dalam rangka menjaga nilai keutuhan NKRI sesuai dengan amanat Undang-Undang.

3. Belum Berkembangnya Sistem Jaminan Sosial Masyarakat

Sebagai provinsi baru, Kaltara dihadapkan pada tantangan dalam melaksanakan kebijakan yang mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di Provinsi Kaltara. Oleh karena tujuan utama dari pemekaran yakni agar aspek pelayanan dan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat lebih terjamin. Kebijakan daerah Provinsi Kaltara harus dapat menjadi pendorong bagi pengembangan sistem jaminan sosial masyarakat yang berkelanjutan, peningkatan mutu pelayanan sosial dari segi penanganan anak terlantar, anak asuh, penyandang cacat, komunitas adat terpencil, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial dilakukan dengan peningkatan profesionalisme pekerja sosial, membuka ruang kerjasama antar stakeholder, dan mekanisme pemberdayaan yang terintegrasi. Langkah tersebut dapat diaktualisasi dengan menyusun Grand Design Sistem Kesejahteran Sosial Masyarakat Kaltara.

4. Lemahnya Pengelolaan Aset Budaya Daerah

Berdasarkan pengalaman daerah lain di Indonesia terlihat bahwa kasus lemahnya pengamanan aset dan hak kekayaan intelektual dikarenakan masih sangat minim perhatian khususnya pada aspek perlindungan hukum. Provinsi Kaltara yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia merupakan wilayah rawan terutama terkait pengakuan sumber kekayaan intelektual dan hasil kebudayaan oleh negara lain. Berdasarkan sejarah masa lalu menyatakan suku bangsa yang mendiami Kaltara, Malaysia, dan Brunei Darussalam dikategorikan dalam satu rumpun. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada perkembangan budaya yang relatif sama. Hal ini menjadi potensi adanya pengakuan sumber daya aset daerah karena atas budaya asli hasil karya masyarakat Kaltara diklaim negara lain. Sebagai langkah pengamanan aset kebudayaan dan sumber kekayaan intelektual aspek

(24)

LP2KD Prov. Kaltara, 2014-2015 150 perlindungan hukum harus dilakukan. Langkah ini dilakukan untuk menjamin kekayaan sumber daya kebudayaan dan hasil kreativitas masyarakat Kaltara dapat dimanfaatkan demi perkembangan pembangunan masyarakat. Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual ini juga diharapkan sebagai tahapan dalam memperkuat dan menjaga identitas budaya masyarakat Kaltara.

Referensi

Dokumen terkait

Inspektorat merupakan unsur penunjang Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Inspektur yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah

2) Penyuluhan Bimbimbing Jabatan adalah kegiatan pemberian informasi tentang jabatan dan dunia kerja kepada pencari kerja dan/atau masyarakat serta proses membantu

Lebih lanjut Garofalo menilai beberapa kategori yang mereka konsepsikan lebih relevan dengan "khawatir tentang pencurian (worry about theft)" daripada "takut

Sedangkan untuk Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui karakteristik campuran beton aspal padat ditinjau dari metode pengujian Marshall yang menggunakan

profitabilitas dan likuiditas memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan rasio hutang (struktur modal) yang menegaskan bahwa perusahaan membiayai kegiatan

Sedangkan sampel yang diambil yaitu semua ibu yang mengalami kematian karena penyebab preeklampsia dan perdarahan di Provinsi Jawa Timur tahun 2013 sebanyak 373

Hipotesis kelima menyatakan bahwa desentralisasi, sikap kerja dan kebutuhan akan prestasu berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial aparat pemerintah daerah jika dimediasi

Dilengkapi dengan peta tata guna lahan yang menunjukkan nilai koefesien limpasan terhadap atap bangunan, jalan/perkerasan dan area hijau.