II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Discovery Learning
Model discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam ben-tuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri dan
problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru (Tim Penyusun, 2013).
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses deduka-tif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery
learning merupakan suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan pola
menemukan konsep, menemukan informasi, menyelidiki sendiri dan dapat me-mecahkan masalah yang sedang dihadapi. Cara belajar yang seperti ini, dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan yaitu: dalam penemuan sis-wa berkesempatan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga sissis-wa bela-jar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak serta dapat meramal-kan informasi tambahan yang diberimeramal-kan, siswa dapat merumusmeramal-kan strategi tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat. Pembelajaran dengan pe-nemuan membantu siswa membentukkerjasama yang efektif, saling membagi in-formasi, mendengar danmenggunakan ide-ide orang lain. Keterampilan yang pelajari dalam pembelajaran lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan di-aplikasikan dalam situasi belajar yang baru (Bell, 1978)
Menurut Munandar (Fathur dkk, 2012) memberikan pendapatnya bahwa meng-ajar dengan discovery selain berkaitan dengan penemuan juga bisa meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Model pembelajaran discovery merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara siste-matis, kritis, logis, memberanalitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Adapun menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
1. Pemberian rangsangan
Langkah awal dari tahap stimulasi ini adalah siswa dihadapkan pada sesuatu yang dapat menimbulkan kebingungannya, setelah itu dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, hal ini dimaksudkan agar timbul keinginan siswa untuk menyelediki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan. Pada tahap ini siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dengan melakukan kegiatan mengamati data tentang fakta atau feno-mena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu. Dengan ada-nya kegiatan ini, peserta didik dapat melakukan pengamatan melalui kegiatan me-lihat, menyimak, mendengar, dan membaca hal yang penting dari suatu benda atau objek.
2. Pernyataan/ identifikasi masalah
Setelah melalui tahap pemberian rangsangan, tahap selanjutnya adalah guru mem-berikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang telah di-berikan oleh guru, kemudian siswa dapat merumuskan masalah serta hipotesisnya atas pertanyaan dari permasalahan yang diberikan (Syah, 2004). Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau per-masalahan tentang apa yang telah mereka amati pada kegiatan stimulasi. Melalui kegiatan mengidentifiksi masalah ini dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik dan keterbiasaan siswa untuk menemukan suatu masalah akan semakin terlatih. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
3. Pengumpulan data
Ketika proses pembelajaran berlangsung guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber yang relevan, agar dapat membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang mereka buat pada tahap identifikasi masalah (Syah, 2004). Tahapan ini salah satunya di-lakukan agar peserta didik dapat menggali dan mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat mem-baca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Melalui kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi yang menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu pengolahan data.
4. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu kegiatan mengolah data dan informasi yang telah didapatkan oleh siswa. Informasi yang siswa peroleh dapat dijadikan bahan dalam pengolahan data. Sumber informasi berupa hasil bacaan, wawancara, ob-servasi, eksperimen dan sebagainya. Setelah itu semua data diolah, diacak, di-tafsirkan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditaf-sirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2006). Dalam kegiatan ini, peserta didik melakukan pemrosesan data atau informasi untuk menemukan ke-terkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keter-kaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang di-temukan.
5. Pembuktian
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara teliti, pemeriksaan itu di-dapatkan dengan cara melakukan suatu percobaan atau eksperimen guna untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah dibuat pada tahap iden-tifikasi masalah. Kemudian temuan yang telah didapat pada saat melakukan per-cobaan dapat dihubungkan dengan hasil pengumpulan data dan pengolahan data (Syah, 2004).
6. Menarik Kesimpulan
Tahap akhir dari model discovery learning ini adalah menarik kesimpulan. Pada tahap ini siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari pengetahuan yang telah diperolehnya selama proses pembelajaran dan dapat dipertanggung jawabkan. Tahap menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan secara ke-seluruhan yang didapatkan dari tahap-tahap sebelumnya untuk kejadian atau ma-salah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004).
B. Keterampilan Berpikir Kreatif
Kreativitas berpikir ataupun berpikir kreatif adalah kreativitas sebagai proses dan berpikir dilakukan secara terarah. Dalam berpikir kreatif, kreativitas merupakan tindakan berpikir yang menghasilkan gagasan kreatif atau cara berpikir yang baru, asli, independen, dan imajinatif. Kreativitas juga dipandang sebuah proses men-tal. Daya kreativitas menunjuk pada kemampuan berpikir yang lebih orisinal di-bandingkan kebanyakan orang lain (Purwanto, 2005).
Menurut Munandar (1992), kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berpikir berdasarkan data atau informasi yang tersedia untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana pe-nekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin ba-nyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin
kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban tersebut harus sesuai dengan masa-lahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas atau mutu
jawabannya.
Menurut Killen (2009) perilaku siswa yang termasuk dalam keterampilan kognitif kreatif dapat dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Perilaku Siswa Dalam Keterampilan Kognitif Kreatif
Perilaku Arti
1. Berpikir lancar a. menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan b. arus pemikiran lancar
2. Berpikir luwes (fleksibel)
a. menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam b. mampu mengubah cara atau pendekatan; c. arah pemikiran yang berbeda;
3. Berpikir orisinil a. memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang; 4. Berpikir terperinci
(elaborasi)
a. mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan;
b. memperinci detail-detail; c. memperluas suatu gagasan
Sedangkan menurut Guilford (Herdian 2010) menyebutkan lima indikator-indikator berpikir kreatif, yaitu:
1. Kepekaan (problem sensitivity), adalah kemampuan mendeteksi, menge-nali dan memahami serta menanggapi suatu pernyataan, situasi atau masalah
2. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan 3. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan
ber-macam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah
4. Keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan orang
5. Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang di dalamnya terdapat berupa tabel, grafik, gambar model, dan kata-kata. Munandar (1992) memberikan uraian tentang ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai dasar untuk mengukur kreativitas siswa seperti terlihat dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Indikator kemampuan berpikir kreatif
Definisi Perilaku Siswa
Berpikir Lancar (Fluency)
1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
2. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban
a. Mengajukan banyak pertanyaan. b. Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan. c. Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah.
d. Lancar mengungkapkan gagasan- gagasannya.
e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari anak-anak lain. f. Dapat dengan cepat melihat
kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi.
Berpikir Luwes (Flexibility)
1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. 2. Dapat melihat suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda. 3. Mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda.
4. Mampu mengubah cara pende-katan atau pemikiran.
a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.
b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
c. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacam-macam cara untuk
menyelesaikannya.
Berpikir Orisinil (Originality)
1. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
2. Memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk mengungkapkan diri. 3. Mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
a. Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tidak terpikirkan orang lain.
b. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
c. Memilih cara berpikir lain dari pada yang lain.
Memperinci (Elaboration)
1. Mampu memperkaya dan me-ngembangkan suatu gagasan atau produk.
2. Menambah atau merinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan lang-kah-langkah yang terperinci. b. Mengembangkan atau
memperkaya gagasan orang lain. c. Mencoba atau menguji
detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh
d. Menambah garis-garis, warna-warna, dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambaranya sen-diri atau gambar orang lain.
Definisi Perilaku Siswa Menilai (Evaluation)
1. Menentukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu penyelesaian masalah.
2. Mampu mengambil keputusan terhadap situasi terbuka.
3. Tidak hanya mencetuskan gagas-an tetapi juga melaksgagas-anakgagas-annya.
a. Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandang sendiri.
b. Mencetuskan pandangan sendiri mengenai suatu hal.
c. Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. d. Menentukan pendapat dan
bertahan terhadapnya.
Menurut Munandar dalam Putri (2014) bahwa kemampuan berpikir kreatif di-perlukan siswa untuk memecahkan berbagai masalah yang akan mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir luwes yaitu kemampuan ber-pikir kreatif untuk memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, masalah, mencari berbagai alternatif atau arah yang berbeda. Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur kemampuan berpikir kreatif adalah keterampilan berpikir luwes.
C. Analisis Konsep Laju Reaksi
Herron dkk. (Fadiawati, 2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep seba-gai sesuatu yang sungguh-sungguh ada.
Lebih lanjut lagi, Herron dkk. (Fadiawati, 2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru da-lam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau
label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan noncontoh. Analisis konsep laju reaksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 . Analisis Konsep Laju Reaksi No Label
Konsep
Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Teori
tumbukan
Interaksi antara molekul-molekul pereaksi atau terjadi tumbukan antara molekul-molekul pereaksi Konsep abstrak Tumbukan antar molekul Tumbukan efektif Reaksi kimia Energy aktivasi
- Laju reaksi Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi Tumbukan efektif Tumbukan yang tidak efektif Minyak tanah yang tidak terbakar pada suhu kamar Banyaknya massa KNO3 yang terlarut dalam 200 mL larutan KNO30,3 M 2. Tumbukan antar molekul Menghasilkan sebuah reaksi dengan adanya tumbukan efektif Konsep abstrak Tumbukan efektif Reaksi kimia - Tumbukan efektif - Molekul unsur Molekul senyawa Tumbukan antara dua molekul etena CH2=CH2 dan hydrogen klor (HCl) menghasilkan kloroeten -
Tabel 3. (Lanjutan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 3. Tumbukan efektif Tumbukan yang mempunyai energy yang cukup untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia pada zat yang bereaksi dan menghasilkan energy Konsep abstrak Tumbukan Ikatan kimia Zat yang bereaksi Frekuensi tumbukan Energy partikel pereaksi Arah tumbukan Partikel-partikel pereaksi dalam suatu reaksi Tumbukan tidak efektif Tahap transisi Tumbukan antara molekul-molekul gas N2O dan NO menghasilkan gas N2 dan NO2 Semakin besar konsentrasi, semakin besar kemungkina n partikel saling bertumbukan
4. Reaksi kimia Hasil dari tumbukan
antar partikel yang bereaksi dapat menghasilkan senyawa baru Konsep abstrak Reaktan Produk Mol pereaksi - Persamaan reaksi - A2 (g) + B2(g) → 2AB(g) Molekul A2 dan B2 atau dianggap ikatan A-A dan B-B putus dan terbentuk ikatan A-B Katalis mempercepa t reaksi karena dapat menurunkan energy aktivasi .5. Energi Aktivasi Energi kinetik minimum yang harus
Konsep abstrak Pertikel perekasi Jumlah energy
Energi Energi ionisasi Energy
kinetic
Agar NO2 dan
N2O bereaksi
Peningkatan suhu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga mengahasilkan tumbukan efektif Tumbukan efektif Energy kinetik minimum yang tersedia dibutuhkan energy minimum sebanyak 209 kJ memperbesa r fraksi molekul yang mencapai energy aktivasi
6.. Laju reaksi Laju reaksi adalah
laju bertambahnya produk atau berkurangnya pereaksi per satuan waktu, dinyatakan dalam suatu
persamaan laju reaksi dan dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, luas bidang sentuh, suhu, serta katalis
Konsep abstrak Laju reaksi Perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu Dinyatakan dalam persamaan laju reaksi Konsentra si zat komponen reaksi Reaksi kimia Faktor-faktor yang mempengaruh i laju reaksi Konsentrasi Suhu Luas permukaan Katalis Reaksi yang berlangsung lambat seperti perkaratan besi, apel teroksidasi. Reaksi yang berlangsung cepat seperti pembakaran kertas, meledaknya bom. Kebakara n hutan Membusu knya nasi 7. Faktor-faktor yang mempengaru hi laju reaksi
Semua factor yang dapat mengendalikan laju reaksi baik melambatkan reaksi maupun
mempercepat laju reaksi yang terdiri atas luas permukaan, konsentrasi, suhu dan katalis Konsep abstrak Mengendalikan laju reaksi Mempercepat reaksi dan memperlambat reaksi Komposisi Pengaruh perubahan reaksi Kecepatan reaksi Waktu perubahan Luas permukaan Konsentrasi pereaksi Suhu Katalis Laju meluruhnya batu pualam dalam larutan HCl Bahan mkanan yang dipotong – potong lebih cepat matang 8. Luas permukaan
Semakin besar luas permukaan suatu zat, maka laju reaksinya
Konkrit Luas permukaan besar laju Besar kecilnya luas Faktor yang mempengaru hi laju reaksi Konsentrasi Suhu Katalis Laju berlangsun g cepat 0,3 g CaCO3 yang bentuknya Mengun yah makanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
semakin lambat dan sebaliknya, makin luas permukaan suatu zat lajunya semakin cepat reaksi lambat Luas permukaan kecil laju reaksi cepat permukaan Laju berlangsun g lambat serbuk ketika direaksikan dengan larutan HCl 0,1M lebih cepat habis bereaksi menghasilkan gas CO2 dibandingkan dengan 0,3 g CaCO3 kepingan ketika direaksikan dengan larutan HCl 0,1M Sayur yang dipotong kecil-kecil lebih cepat matang 9. Konsentrasi pereaksi Semakin besar konsentrasi pereaksi, maka laju reaksinya semakin cepat dan sebaliknya makin kecil konsentrasi pereaksi, lajunya semakin lambat Konkrit Konsentrasi makin besarlaju reaksi makin cepat Konsentrasi makin kecil laju reaksi semakin lambat Komposisi konsentrasi Faktor yang mempengaru hi laju reaksi Luas permukaan Suhu Katalis Laju berlangsu ng cepat Laju berlangsu ng lambat 0,06 g Mg dalam HCl 1M lebih cepat meluruh dibandingkan dengan 0,06 g Mg dalm 0,5 M larutan HCl Alkohol yang berkonsentr asi 25% lebih cepat memabukka n dibandingka n dengan yang konsentrasin ya 5%
10. Suhu Makin tinggi suhu
makin cepat laju reaksi, sebaliknya makin rendah suhu makin lambat laju
Konkrit Suhu tinggi,aju reaksi cepat Suhu rendah aju reaksi Perubahan suhu Faktor yang mempengaru hi laju reaksi Luas permukaan Konsentrasi Katalis Laju berlangsu ng cepat Laju berlangsu Reaksi antara Na2S2O3 dengan HCl akan lebih cepat Air yang direbus lebih cepat mendidih pada suhu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
reaksinya lambat ng lambat beraeaksi
menghasilkan endapan belerang pada suhu tinggi dibandingkan dengan pada suhu rendah tinggi dibandingka n dengan suhu rendah Makanan yang dimasak pada suhu tinggi akan lebih cepat matang dibandingka n dengan suhu rendah
11. Katalis Penambahan katalis
dapat mempercepat laju reaksi Konsep abstrak Katalis ditambahkan, laju reaksi makin cepat Zat yang ditambahk an dalam pereaksi Faktor yang mempengaru hi laju reaksi Luas permukaan Konsentrasi Suhu Laju berlangsu ng cepat Laju berlangsu ng lambat Reaksi H2O2 H2O + O2 berlangsung sangat lambat pada suhu kamar hingga sulit teramati sehingga dimbahkan FeCl3 sebagai katalis Untuk memanjat pagar yang tinggi harus menggunaka n tangga untuk mempercepa t memanjat, tangga disnggap sebagai katalis. 12. Persamaan laju reaksi
Persamaan laju reaksi menyatakan hasil kali suatu tetapan laju reaksi dengan konsentrasi reaktan dipangkatkan orde reaksi Konsep abstrak Persamaan laju reaksi Tetapan laju reaksi Orde reaksi Konsentras i zat komponen reaksi
Laju reaksi Tetapan laju
reaksi
Orde reaksi
- Amonia dapat
dibuat dari gas nitrogen dan gas hidrogen menurut persamaan berikut: N2(g) + Amonia dapat dibuat dari gas nitrogen dan gas hidrogen menurut persamaan berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 3H2(g) 2NH3(g) Persamaan laju nya adalah v = k [N2] x [H2] y N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) Persamaan laju nya adalah v = k [N2][H2]3 13. Tetapan laju reaksi
Tetapan laju reaksi adalah tetapan yang harganya bergantung pada jenis pereaksi, suhu dan katalis
Konsep abstrak Tetapan laju reaksi Dipengaruhi jenis pereaksi, suhu, dan katalis Jenis pereaksi Suhu Katalis Laju reaksi Orde reaksi Persamaan laju reaksi - Konstanta laju suatu reaksi ialah 3,46 x 10 -2 detik-1 pada 298 K. -
14. Orde reaksi Orde reaksi
menyatakan derajat pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi Konsep abstrak Derajat laju reaksi Konsentr asi reaktan Jenis pereaksi Laju reaksi Tetapan laju reaksi Persamaan laju reaksi - - -
D. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran menggunakan model discovery learning terutama dalam membela-jarkan materi laju reaksi merupakan pembelajaran yang dapat memberikan kondisi belajar aktif dan kreatif kepada siswa. Pembelajaran ini melibatkan siswa secara langsung untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap pembelajaran, sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan mela-tihkan keterampilan dalam memecahkan masalah berdasarkan pemikiran kreatif siswa. Model pembelajaran ini memiliki enam langkah sederhana meliputi pem-berian rangsangan, pernyataan/ identifikasi masalah, pengumpulan data, peng-olahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan/ generalisasi.
Pada tahap awal pembelajaran discovery learning pada materi laju reaksi adalah pemberian rangsangan kepada siswa berupa permasalahan atau fenomena yang telah disediakan dalam bentuk narasi, visualisasi gambar sub mikroskopis dan grafik yang dapat diamati menggunakan inderanya. Pada tahap ini sis-wa diminta mengamati dan mengidentifikasi suatu permasalahan dan fenomena teori tumbu-kan berdasartumbu-kan gambar sub mikroskopis dan fenomena laju reaksi seperti data hasil percobaan yang tertera pada tabel pengamatan, dan grafik laju reaksi. De-ngan hal itu diharapkan akan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan memotifasi siswa untuk menemukan masalah serta aktif berpikir dalam menyelesaikan masa-lah tersebut. Kemudian siswa diminta menuliskan hasil identifikasi tersebut da-lam LKS yang telah disediakan. Tahap ini bertujuan untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam menye-lesaikan masalah tersebut. Dengan demikian, keterampilan berfikir luwes siswa yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi serta dapat
melihat susuatu masalah dari sudut pandang yang berbeda pada tahap pemberian rangsangan.
Tahap kedua adalah identifikasi masalah. Pada tahap ini guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa kemudian siswa diminta un-tuk mengidentifikasi ma-salah tersebut, agar siswa terpacu berfikir kreatif untuk mengungkapkan gagasan gagasan tentang permasalahan yang sedang dihadapi, sehingga siswa akan ter-motivasi untuk mengidentifikasi masalah dalam bentuk pertanyaan. Selanjutnya guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan, kemudian siswa diminta untuk membuat hipotesis yang akan diuji kebe-narannya. Dengan demikian, diiharapkan keterampilan berfikir luwes dapat ber-kembang pada langkah identifikasi masalah tersebut.
Tahap ketiga adalah pengumpulan data. Pada tahap ini, siswa mengumpulkan data-data atau berbagai informasi tentang permasalahan atau feno-mena yang relevan guna menguji benar tidaknya hipotesis. Proses pengumpulan informasi yang dilakukan dalam pembelajaran ini adalah dengan cara mengidentifikasi gam-bar sub mikroskopis, merancang percobaan, mengidentifikasi data hasil percobaan laju reaksi, dan mengerjakan perhitungan berdasarkan data hasil percobaan. Me-lalui kegiatan-kegiatan tersebut, jika ditinjau dari segi pengeta-huan (siswa akan terpacu untuk berpikir dan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi), dan jika ditinjau dari segi sikap (siswa dapat memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah). Dengan demi-kian, diharapkan keterampilan berfikir luwes menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi.
Selanjutnya, tahap pengolahan data. Pada tahap ini, data yang telah diperoleh kemudian dioleh guna untuk menemukan informasi atau pengetahuan baru untuk mendapatkan pembuktian secara benar. Pada tahap ini, guru membimbing siswa dalam mengolah data yang telah didapatkan. Selanjutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS. Melalui diskusi ini, keterampilan berpikir kreatif khususnya pada indikator kete-rampilan berpikir luwes terlatih dengan diberikannya kebebasan siswa dalam menghasilkan gagasannya lebih bervariasi atau berbeda dari orang lain.
Tahap selanjutnya adalah tahap pembuktian. Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan dengan cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Dengan kebebasan dalam me-ngolah semua informasi yang mereka dapatkan dan mengaitkannya dengan penge-tahuan awal yang dimiliki siswa, sehingga proses ini membawa siswa mengem-bangkan keterampilan berpikirnya terutama keterampilan berpikir luwes siswa.
Tahap yang terakhir adalah tahap menarik kesimpulan. Tahap ini dilakukan se-telah hipotesis diuji kebenarannya. Siswa diminta untuk merumuskan kesimpulan dan dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan yang konkrit.
Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas dengan penggunaan model pem-belajaran discovery learning pada pempem-belajaran materi teori tumbukan dan laju reaksi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif terutama pada keteram-pilan berpikir luwes siswa.
E. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa-siswi kelas XI MIA semester ganjil SMA Negeri 5 Metro tahun pe-lajaran 2014/2015 yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.
2. Perbedaan n-Gain keterampilan berpikir kreatif siswa semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses belajar.
3. Faktor-faktor lain diluar perilaku pada kedua kelas diabaikan.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam pembelajaran materi laju reaksi menggunakan model pembela-jaran discovery learningefektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir luwes siswa.