• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (3), berbunyi sebagai berikut : Negara indonesia adalah negara hukum. Dalam negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (3), berbunyi sebagai berikut : Negara indonesia adalah negara hukum. Dalam negara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal I ayat (3), berbunyi sebagai berikut : “Negara indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelengaraan negara. Dalam paham negara hukum yang demikian, harus dibuat jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam undang-undang dasar. Perlu ditegaskan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang diberlakukan menurut undang-undang dasar (constitutional democracy).

Diimbangi dengan penegasan bahwa negara indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat).1 Membicarakan kekuasaan, tidak luput dari pembahasan konsep trias politica yang digagas oleh Montesquieu. Doktrin pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu yang berkembang dari jaman ke jaman memiliki tiga pilar penting yaitu pilar legislatif, eksekutif dan yudikatif. Perkembangan teori pemisahan kekuasaan berkembang melalui pemikiran Ackerman dalam tessis The New Separation Of Power bahwa pilar pemisahan kekuasaan tidak hanya tergantung pada tiga kekuasaan yang terdapat dalam pemisahan kekuasaan klasik yang dimiliki oleh Montesquieu. Namun terdapat pilar baru sebagai pilar keempat untuk mengimbangi proses checks and balances dalam pemisahan kekuasaan yang ada di dunia.

(2)

2

Jika dirincikan maka pandangan pemisahan kekuasaan Ackerman terbagi menjadi empat kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga independen. Pemisahan kekuasaan yang menghasilkan empat kekuasaan lembaga negara tersebut, kekuasaan yudikatif merupakan salah satu kekuasaan yang memiliki pengaruh besar dalam proses checks and balances. Hal tersebut dapat dilihat melalui eksistensi kekuasaan yudikatif diberbagai negara yang dapat mengontrol kekuasaan eksekutif, legislatif dalam penyelenggaraan negara. Pengawasan tersebut dilakukan melalui sebuah lembaga yudikatif yang disebut sebagai constitutional court. Pada umumnya lembaga ini memiliki tugas utama untuk melakukan pengujian terhadap produk legislatif yang dibentuk sendiri ataupun bersama-sama dengan eksekutif.

Lembaga yudikatif diisi oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Namun yang menjalankan kekuasaan secara utuh untuk melakukan pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk undang-undang dan presiden dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi melalui kewenangan yang diatribusikan secara langsung dalam ketentuan pasal 24 C UUD 1945 NRI Tahun 1945 kewenangan yang di miliki oleh Mahkamah Konstitusi.

“Mahkamah konstitusi berwenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terahir yang putusanya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangangnya di berikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus tentang

perselisihan hasil pemilihan umum”2.

2Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi Makna dan Aktualisasi, Raja Wali Press,Jakarta, 2014, hlm 12

(3)

3

Kekuasaan kehakiman yang merdeka dan independen, adalah salah satu atau pilar utama dari sebuah negara hukum dengan adanya eksistensi kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang bersifat mandiri dan independen atau merdeka dari intervensi cabang kekuasaan negara lainnya. Kemandirian kekuasaan kehakiman atau kebebasan hakim merupakan asas yang sifatnya universal. Asas ini berarti bahwa dalam melaksanakan peradilan hakim itu pada dasarnya bebas, yaitu bebas dalam memeriksa dan mengadili perkara dan bebas dari campur tangan atau turun tangan kekuasaan ekstra yudisial. Kemandirian kekuasaan kehakiman dapat diuji lewat dua hal, yaitu ketidak berpihakan (impartialitiy) dan ketentuan relasi para aktor politik ( political insularity).3

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Mahkamah Kontitusi di dalam konteks pengujian undang-undang, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar. Mahkamah Konstitusi memiliki hak uji formil dan materiil terhadap undang-undang.4 Salah satu asas penting

dalam proses pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi adalah asas nemo judex in causa sua karena tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri. Asas nemo judex in causa sua merupakan asas universal yang harus ditaati dalam peradilan. Tujuannya agar hukum bersifat imparsial dan independen, dari penjelasan di atas bila Mahkamah Konstitusi terpengaruhi oleh kepentingannya sendiri dikhawatirkan akan berimplikasi pada

3Dr.King Faisal Sulaiman, S.H.,LLM. 2017. Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman

Indonesia.Yogyakarta.UII Press.Hlm.25-27.

(4)

4

proses pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi yang objektif menjadi tidak objektif karena dipengaruhi kepentingan kelembagaan ataupun individu hakim konstitusi yang ada di dalamnya.

Implikasi ketika Mahkamah Konstitusi terpengaruhi oleh kepentinganya sehingga Mahkamah Konstitusi tidak lagi menjadi pilar pengawas kekuasaan dan menghilangkan ruh Mahkamah Konstitusi sebagai the protktor of human right dikarenakan kepentingan individu dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi sendiri. Sejak pendirian hingga saat ini, Mahkamah Konstitusi sudah beberapa kali memutus hal yang terkait dengan dirinya atau yang biasa dikenal dengan asas nemo judex in causa sua. Hanya saja dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji 3 (tiga) putusan saja, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006: uji materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang komisi Yudisial, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011: uji materiil Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1-2/PUU-XII/2014: uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Penulis tertarik untuk menganalisis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait asas nemo judex idoneus in propria causa yang selanjutnya disebut asas nemo judex in causa sua, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006: uji materiil Undang-Undang

(5)

5

Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011: uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1-2/PUU-XII/2014: uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dikarenakan 3 (tiga) putusan di atas telah menarik perhatian akademisi dan khalayak ramai melalui pemberitaan secara nasional.

Berikut kutipan berita yang menarik perhatian akademisi dan rakyat Indonesia: “Alasan yang selama ini kerap digunakan MK. Yakni menggunakan argumen dalam putusan No 005/PUU–IV/2006 bahwa berperkara di MK tidak sama dengan berperkara di pengadilan biasa, menurutnya, tidak bisa diterima. Sebagai pengadilan tata negara yang memiliki fungsi memeriksa, mengadili dan memutus perkara pada hakikatnya MK sama dengan fungsi pengadilan lain."Pandangan ini keliru dan tidak dapat dijadikan argumentasi untuk mengabaikan prinsip/asas nemo judex in causa sua. Argumentasi itu tidak beralasan atau bahkan grundloss (tanpa dasar) dan tidak didasarkan pada fondasi yang kokoh, yaitu tidak memiliki landasan filosofis yang memadai, ujar Suparman.”5

Mahkamah Konstitusi juga menggagalkan usaha pengawasan eksternal terhadap dirinya melalui putusannya sendiri yaitu Nomor 005/PUU-IV/2006 dan

5Ihsanuddin, 2014, KY: Uji Materi Perppu, MK Tak Bisa Jadi Hakim bagi Dirinya Sendiri, kompas, edisi 7 februari 2014, jakarta.

(6)

6

Nomor 49/PUU-IX/2011. Putusan Nomor 005/PUU-IV/2006 merupakan perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada 2006, MK menyatakan pengawasan KY terhadap hakim konstitusi bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sementara Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011 merupakan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MK menyatakan Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang pembentukan majelis kehormatan hakim dari berbagai unsur sebagai pengawas eksternal bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.6

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan MK menyambangi Dewan Etik Hakim Konstitusi. Mereka menyampaikan kekhawatirannya atas uji materi Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 tentang Perubahan terkait masa jabatan hakim konstitusi hingga usia pensiun atau seumur hidup. Koalisi menilai para hakim konstitusi terindikasi melanggar kode etik ketika mengadili pengujian per lima tahun selama dua periode dan masa jabatan pimpinan MK per tiga tahun. Sebab, permohonan ini syarat konflik kepentingan

(7)

7

yang potensial melanggar asas. “Permohonan ini syarat konflik kepentingan pribadi hakim konstitusi.

Karena yang diminta memperpanjang masa jabatan sampai usia pensiun (70 tahun), atau potensial bisa seumur hidup,” ujar salah satu perwakilan Koalisi dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO FH Unand) Feri Amsari usai beraudiensi dengan Ketua Dewan Etik dalam pertemuan tertutup di Gedung MK, Kamis (8/12). Koalisi ini terdiri dari PUSaKO, ICW, KoDe Inisiatif, Perludem. YLBHI.“Minimal mereka (para hakim konstitusi) diingatkan agar hati-hati memutuskan permohonan ini karena sangat syarat konflik kepentingan personal para hakim,” kata Dosen FH Unand ini mengingatkan.7Hukum yang diharapkan

menjadi panglima dalam tatanan kenegaraan justru terjatuh dalam titik kritis. Pasalnya, benteng keadilan penjaga konstitusi. Mahkamah Konstitusi, runtuh lantaran ketuanya AM tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi awal Oktober 2013.

AM diduga menerima suap atas sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dalam perkembangannya disinyalir juga pada Pilkada Kabupaten Lebak, serta beberapa daerah yang lain. Sebelum peristiwa itu terjadi citra MK sangat bersinar sebagai lembaga peradilan yang dapat dipercaya, adil, dan transparan. Penangkapan AM kemudian memudarkannya. Pengawasan yang coba dilakukan terhadap hakim MK selama

7Binsar M gultom. 2016. Diminta Hati-Hati, MK Berpotensi Langgar Asas Nemo Judex Ideoneus

(8)

8

ini sulit sekali terlaksana akibat citra bersih yang sudah terlanjur melekat itu.8 Komisi Yudisial (KY) mengkritik sikap Mahkamah Konstitusi (MK).

Sikap yang bersedia melakukan uji materi undang-undang (UU) yang mengatur mengenai lembaganya sendiri. Hal ini terkait kembali diajukannya uji materi UU Nomor 4 Tahun 2014. UU tersebut merupakan bentukan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK). Dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pasca-terungkapnya kasus dugaan suap yang menjerat Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan, apa yang dilakukan MK bertentangan dengan asas hukum yang berlaku.

Penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk menengok kembali asas hukum di dalam hukum acara, seseorang tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa)," kata Suparman, melalui pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (6/2/2014) malam. Ia mencontohkan salah satu perkara yang pernah terjadi di Eropa. Menurutnya, putusan pengadilan tingkat pertama di Eropa pernah dibatalkan karena dianggap memiliki konflik kepentingan terhadap hakim. "Sebagai yurisprudensi, Pengadilan Tingkat Banding HAM Eropa membatalkan putusan The Royal Court (Pengadilan Tingkat Pertama) dengan menyatakan hakim The Royal Court tidak imparsial. Karena memutus menolak perkara pemohon yang berakibat pelemahan kepentingan hakim," kata Suparman.

(9)

9

Pelanggaran terhadap asas nemo judex in causa sua yang dilakukan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi, juga mengakibatkan bahwa Hakim Mahkamah Konstitusi telah melanggar kode etik hakim yang terangkum dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Yaitu Hakim melanggar prinsip independensi, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, dan prinsip kesetaraan. Secara konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Lepas dari soal setuju atau tidak setuju, bahkan terlepas dari soal benar atau salah.

Apabila asas ini tidak dipenuhi oleh Hakim Mahkamah Konstitusi tentu akan menjadi sebuah polemik yang sangat krusial, sebab akan menghilangkan kepercayaan publik atau masyarakat akan keberadaan Mahkamah Konstitusi di sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan Latar belakang sebagaimana yang diungkapkan diataslah yang menjadi daya tarik bagi penulis untuk mengkaji masalah ini dengan lebih seksama. Maka dari itu penulis bermaksud untuk menyusun skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Terhadap Pertimbangan

Hukum Hakim Konstitusi Terkait Asas Nemo Judex In Causa Sua Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi ( Studi Putusan 2006-2014 )”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan asas nemo judex in causa sua dalam putusan Mahkamah Konstitusi ?

(10)

10

2. Bagaimana implikasi yuridis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait asas nemo judex in causa sua ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian hukum ini ialah:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji penerapan asas nemo judex in causa sua dalam putusan Mahkamah Konstitusi (studi putusan 2006-2014)? 2. Untuk mengetahui dan mengkaji implikasi yuridis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan mahkamah konstitusi terkait asas nemo judex in causa sua?

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis

Kegunaan penelitan ini bagi penulis adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar pendidikan kesarjanaan yaitu gelar sarjana hukum.

2. Bagi penegak hukum

a. Hakim

Kegunaan penelitian ini bagi hakim adalah untuk bisa dijadikan bahan acuan dalam memutus perkara.

(11)

11

Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk memperluas pengetahuan dalam bidang Hukum Tata Negara (Mahkamah Konstitusi) khususnya terkait penerapan asas nemo judex in causa sua dalam putusan MK dan implikasi yuridis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan MK terkait asas nemo judex in causa sua.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang dicapai dalam penulisan penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam segi keilmuan yang berkaitan dengan Ilmu Hukum, khususnya kajian Mahkamah Konstitusi di Indonesia. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah literatur

dan bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

(12)

12

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi terlebih mengenai penerapan asas nemo judex in causa sua dalam pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (2006-2014).

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi Hakim Mahkamah Konstitusi dan pihak-pihak terkait dalam menentukan putusan di masa yang akan datang.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya tulis bahwa salah satu faktor penting adalah terletak pada metode penelitian yang digunakan. Penggunaan metode penelitian hukum dalam penulisan suatu karya tulis ilmiah dapat digunakan dan berfungsi untuk menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh sehingga mendapat kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah dalam menjawab isu hukum yang dihadapi dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian hukum merupakan prosedur atau langkah-langkah yang dianggap efektif dan efesien. Metode penelitian yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis normatif (normatif legal research). Penelitian

(13)

13

yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penulisan, sehingga metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach) yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum serta membandingkan dengan masalah yang sedang diteliti dalam berbagai literatur yang dapat menunjang dalam penulisan ini.

2. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan hukum yang mempunyai hubungan dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Berikut bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dengan meneliti peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian, yang diantaranya:

(14)

14

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta perubahannya;

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial;

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari buku/tekstual, artikel ilmiah internet, jurnal-jurnal, doktrin, atau sumber-sumber lain baik cetak maupun online yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedia hukum dan lain-lain.

(15)

15

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan ialah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.

Dalam penelitian ini penulis mencari dan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan seperti Peraturan Perundang-undangan, buku, hasil-hasil penelitian hukum, skripsi, Tesis, makalah-makalah, surat kabar, artikel, majalah/jurnal-jurnal hukum maupun pendapat para sarjana yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian ini yang dapat menunjang penyelesaian penelitian ini.

4. Analisa Bahan Hukum

Data yang berhasil dikumpulkan, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier akan dianalisis menggunakan pendekatan perundang-undangan untuk memperoleh gambaran yang sistematis dan komperehensif dari seluruh bahan hukum yang diperoleh untuk menghasilkan argumentasi hukum yang baru.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penulisan hukum ini terbagi dalam dalam 4 bab dan masing-masing bab terdiri atas sub yang berguna untuk mempermudah pemahaman. Adapaun sistematika penulisannya sebagai berikut:

(16)

16 BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang tinjauan umum yang berkaitan dengan topik dari penelitian ini, yaitu teori asas nemo judex in causa sua, teori mengenai putusan, tinjauan umum tentang judicial review, tinjauan umum Mahkamah Konstitusi dan tinjauan umum asas-asas hukum acara MK.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang kajian yuridis pertimbangan hukum hakim konstitusi terkait asas nemo judex in causa sua dalam hal penerapan asas nemo judex in causa sua dan implikasi yuridis terkait asas nemo judex in causa sua dalam putusan Mahkamah Konstitusi.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kajian serta berisikan saran atau rekomendasi penulis sehingga diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini variabel yang diambil adalah rasio berat bahan baku dengan menggunakan bahan baku kulit pisang, batang jagung dan kertas koran bekas yang

Observations of electric power of the waves hitting beach Tegal is obtained by finding the value of the speed, frequency and height of the waves on the beach Tegal.. This data is

Dan yang membahas tentang pendidikan dari ajaran Samin Surosentiko sudah dilakukan oleh skripsi Afit Burhanudin, yaitu tentang Nilai Pendidikan Ajaran Samin

Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa warna dipengaruhi dari banyaknya massa sampel yang digunakan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2, pada

Tindak lanjut yang harus dipertimbangkan oleh UPI Kampus Tasikmalaya adalah : (1) membuat dan mendukung program pembinaan guru-guru sekolah dasar melalui kegiatan Lesson

Teori: need for Achievement (n-Ach). Kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n’ach yang

- Memiliki tugas yaitu survei lapangan atau penelitian ekonomi daerah yang berbasis kajian lapangan dan menggelar temu dengan responden survei dan kontak liaison yang

para mahasiswa pasca melalui pusat pelatihan doktoral; 4) Menenggarai akses umum untuk data penelitian lembaga, pusat data dan penyimpanan nasional atau keilmuan; dan