• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA MELALUI GERAKAN LITERASI SASTRA K ERJA SAMA PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FKIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA MELALUI GERAKAN LITERASI SASTRA K ERJA SAMA PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FKIP"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

403

DAFTAR ISI

Peran Tokoh Utama dalam Pemertahanan Budaya pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

Aditiya Riska Nandasari ... 1-11 Ketegaran Tokoh Wanita dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer

Anista Emilia Widayanti ... 12-24 Literasi Sastra dalam Masyarakat Belajar (Learning Society)

Arif Budi Wurianto ... 25-30 Dampak Kolonialisasi pada Karakter Tokoh dalam Novel Cantik Itu

Luka Karya Eka Kurniawan

Azrul Iziani Majid ... 31-41 Sinergi Kebijakan Pengembangan Literasi Sastra dengan Gerakan Sosial

Azwar ... 42-52 Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Raja Erlanggga dalam Novel cerita Calon Arang

Karya Pramoedya Ananta Toer

Dewi Larasetiani ... 53-63 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan

Diana Putri ... 64-70 Kajian Kontekstual dan Nilai-Nilai Budaya Lagu Daerah Bengkulu

bagi Pembinaan Karakter Bangsa

Didi Yulistio... 71-84 Indonesia Menurut Siswa SMA dalam Puisi Karya Penyair Indonesia

Ekarini Saraswati ... 85-96 Literasi Sastra Cerita Rakyat Indonesia sebagai Gerakan Penanaman Karakter

yang Sesuai dengan Nilai-nilai Kebangsaan

Eka Nur’Aini ... 97-106 Transformasi Budaya Rimpu pada Masyarakat Suku Mbojo dalam Konteks Kekinian

Eka Yulianti ... 107-112 ii

(4)

404

Karakteristik Novel Senja di Jakarta Karya Mochtar Lubis sebagai Alasan Pengembangan Bahan Pembelajaran Sastra di Sekolah

Emy Rizta Kusuma ... 113-119

Sistem Kepercayaan Batak dalam Novel Perempuan Bernama Arjuna 4 (Sebuah Pendekatan Kritik Sosialkultural)

Erly Aji Purniawati ... 120-126 Kritik Sosial pada Masyarakat Menengah ke Bawah dalam Novel Semua Ikan di Langit Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Fauzia Rahma... 127-135 Ragam Puisi Pendek Bahasa Indonesia dalam Cyber Sastra

Gatot Sarmidi ... 136-147 Nilai-Nilai Religius Novel Kooong Karya Iwan Simatupang dan Implikasinya

dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra

Haryadi ... 148-156 Membangun Karakter Bangsa Melalui Literasi Karya Sastra

Hendra Sufyanto ... 157-163 Kidung Sewa Dharma Nyanyian Kegelisahan Batin Sang Kawiswara

Ida Bagus Jelantik Sutanegara Pidada ... 164-171 Membangun Nilai-nilai Multikulturalisme melalui Sastra Religius

Latifah ... 172-177 Menggali Nilai-nilai Lokal dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata

Martha Laurenzia Seco ... 178-187 Model Pembelajaran Jurnalis dalam Menulis Pantun Guna Membentuk Karakter Anak Maulina Hendrik ... 188-196 Kecemasan Realistis Tokoh Utama dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata

Moch Nasihudin Cahya Sinda ... 197-205 Penyimpangan Moral Tokoh dalam Novel Maya Karya Ayu Utami

(5)

405 (Tinjauan Kritik Sosiologi)

Mochamad Amsori... 206-215 Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Napas Mayat Karya Bagus Dwi Hananto

Moh. Fatih Irfan ... 216-225 Transfomasi Nilai Budaya pada Ungkapan Tradisional Masyarakat Kabupaten dompu dalam Konteks Kekinian (Tinjauan Folklore)

Moh. Imam HD ... 226-233 Kecerdasan Intelektual Tokoh Utama dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata

Muhammad Rizal ... 234-242

Nilai Cinta Kasih Pada Tokoh Utama dalam Novel di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Muslichatin Rismawati ... 243-250 Sastra Lama sebagai Wahana Pembelajaran Moral dan Karakter Bangsa

Nasrullah La Madi ... 251-256 Nilai Pendidikan Karakter pada Tokoh Rasus dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

Nella Narindah Ayu Artika Dewi ... 257-268 Kajian Nilai Religius pada Madihin Karya John Tralala

Noor Leha ... 269-279 Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Novel Sumur Minyak Air Mata

Karya Winendra G. (Sebuah Kajian Ekokritik)

Nur Kholis Ida Purwati ... 280-289 Pertimbangan Pemilihan Teks Bacaan dalam Pengajaran dan Pembelajaran Membaca

Nurul Shofiah ... 290-301 Menumbuhkan Nilai-Nilai Kebangsaan Sejak Dini Melalui Sastra Anak

Purbarani Jatining Panglipur dan Eka Listiyaningsih ... 302-308 Transformasi Nilai Religius Tokoh Utama dalam Novel Bait-bait Multazam

Karya Abidah El Khalieqy

Rani Rahmawati ... 309-318 iv

(6)

406 Pendekatan Moral dalam Hikayat Iskandar Zulkarnain

Reka Yuda Mahardika dan Indra Permana ... 319-330 Nilai-Nilai Karakter Tokoh Utama dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Ridho Covinda Wahyu Firmansyah ... 331-339 Pertentangan Kelas Sosial pada Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Riska Ida Febriyanti ... 340-348 Bentuk Mitos Jawa dalam Novel Simple Miracle: Doa dan Arwah Karya Ayu Utami sebagai Piranti Pendidikan Karakter (Kajian Antropologi Sastra)

Risnawati... 349-360 Penguatan Literasi Sastra sebagai Gerakan Penanaman Pendidikan Karakter di Sekolah Robby Cahyadi... 361-371

Adaptasi Kearifan Lokal Melayu Patani bagi Capaian Kompetensi Literasi Sastra

Ruslan Yusoh ... 372-378 Penguatan Karakter Religius dalam Pembelajaran Sastra Melalui Adaptasi Kearifan Lokal Saktya Khomsilawati ... 379-385 Penguatan Literasi Sastra dalam Membentuk Karakter Siswa

Setiya Hetty Wahyuningtiyas ... 386-391 Pergeseran Struktur dan Makna Teks Lakon Murwakala

Siti Masitoh ... 392-407 Ekologi Budaya dalam Sastra Sebagai Pembentuk Karakter Peserta Didik

Sugiarti ... 408-415 Kewirausahaan Tokoh terhadap Pengembangan Karakter dalam Novel Petir

Karya Dewi Lestari

Susi Purwaningsih ... 416-423 Strategi Pengembangan Budaya Literasi Sastra di Sekolah dan Masyarakat

Suwardi Endraswara ... 424-438

(7)

407

Potret Pemerintah Indonesia untuk Memperkokoh Nilai Karakter Bangsa dalam Cerpen Tangan-tangan Buntung Karya Budi Darma

Umi Nurfadila ... 439-447 Sastra Bermuatan Dakwah dan Perkembangannya di Indonesia

Yoga Yolanda ...448-455 Nilai Budi Pekerti dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer

Yuli Fitria Dewi ...456-465 Pembelajaran Wacana sebagai Landasan dalam Berliterasi Sastra untuk Meningkatkan Karakter Siswa

Yusep Ahmadi F ...466-473

(8)

408

EKOLOGI BUDAYA DALAM SASTRA

SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Sugiarti

Prodi Pendidikan Bahasa dab Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Malang atika_umm@yahoo.co.id

Abstrak

Sastra tidak dapat dilepaskan dengan ekologi budaya. Lingkungan budaya dalam sastra akan mampu memberikan sumbangan terhadap kepekaan dalam merespon budaya yang hidup di masyarakat karena menyampaikan pesan-pesan yang sarat dengan nilai. Dalam hal ini, sastra memiliki peran penting untuk menghaluskan budi manusia. Membaca karya sastra secara intensif pada hakikatnya secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian pembaca. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai karakter juga akan merangsang imajinasi pembaca dalam berpikir kritis melalui rasa ingin tahu terhadap jalan cerita. Ekologi budaya dalam dalam sastra secara komprehensif mengungkap peristiwa yang melibatkan lingkungan sekitar sebagai objek kajian. Latar sosial budaya akan mempengaruhi karakter tokoh, atau karakter tokoh itu dibentuk oleh kehidupan sosial masyarakat yang membesarkannya. Berkaitan dengan karakter bahwa ekologi budaya dalam sastra memiliki peran membentuk karakter peserta didik. Pembelajaran sastra sekarang harus diarahkan pada aspek literasi sehingga memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengapresiasi karya sastra secara baik. Dengan demikian peserta didik dapat meresapi secara mendalam terhadap berbagai peristiwa yang terdapat dalam karya sastra. Menelurusi kembali terhadap alam yang terkait dengan lingkungan budaya menjadi penting. Di sinilah akan diperoleh pesan-pesan nilai budaya yang dapat dihayati dan diterapkan dalam kehidupan. Hal yang tidak kalah penting bahwa sastra mampu menjadikan pembaca katharsis sehingga dapat menghayati apa yang dirasakan oleh orang lain. Pembelajaran sastra yang berbasis konteks memberikan peluang kepada peserta didik untuk menggali nilai-nilai yang tersirat dalam karya sastra.

(9)

409

PENDAHULUAN

Dewasa ini ekologi telah mengalami perkembangan pesat. Para ahli ekologi telah mempelajari habitat dengan pengamatan yang amat berbeda, misalnya, lingkungan perkotaan, batu karang, bahkan tabung-tabung kultur di dalam laboratorium yang berisi bermacam-macam media pertumbuhan (Mcnaught dan Wolf, 1998:2). Perkembangan ekologi juga tampak pada munculnya berbagai studi interdisiplin. Ekologi tidak lagi terbatas pada kajian ekosistem atau alam, tetapi juga dipakai untuk mengaji bidang-bidang lainnya termasuk dalam kajian sastra. Hal ini disadari bahwa dalam sastra secara komprehensif mengungkap suatu peristiwa yang melibatkan lingkungan sekitar sebagai objek kajian.

Pengarang melihat realitas sosial sebagai sumber inspirasi yang cukup penting. Kepekaan pengarang dalam melihat realitas kehidupan sebagai bahan inspirasi menjadikan karya tersebut hidup dan menyatu dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Meskipun disadari hasil imajinatif pengarang tentunya akan menunjukkan keunikan dan kekhasan sesuai dengan pemikiran pengarang.

Ekologi sastra memiliki bidang kajian yang cukup luas. Terkait dengan persoalan ini maka pembahasan diarahkan pada ekologi budaya dalam sastra dan pembentukan karakter peserta didik. Kedua hal ini menjadi penting karena sastra yang diajarkan di sekolah diharapkan mampu membentuk karakter peserta didik menjadi baik. Karya sastra memiliki nilai penting bagi kehidupan manusia karena ada dua nilai yang disampaikan, yaitu nilai etik dan nilai estetik. Ini jugalah yang menjadikan karya sastra sebagai sesuatu yang tidak tergantikan dengan yang lain. Dalam pandangan umum sebuah nilai terwadahi dalam kerangka kebudayaan masyarakat, karena kebudayaan merupakan salah satu sistem nilai. Di tataran filsafat dan kebudayaan, Sutan Takdir Alisyahbana dan Ki Hajar Dewantara mengenalkan rasa kebangsaan itu melalui proses kristalisasi konsep budaya bangsa. Dalam pengembangan budaya bangsa harus berlandaskan pada nilai-nilai sosial bangsa yang selama ini telah berperan besar dalam memajukan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terinternalisasi yaitu: rasa malu dan harga diri, kerja keras, rajin, hidup hemat, menghargai inovasi, menghargai prestasi, berpikir sistematik, empati tinggi, rasional/impersonal, sabar dan syukur, amanah, dan pentingnya visi jangka panjang (Pranaji, 2010). Penerapan nilai-nilai tersebut akan berkontribusi pada pembentukan karakter individu maupun masyarakat sehingga dapat meretas nilai-nilai inti luhur yang dapat digunakan sebagai pilot pembentukan budaya bangsa secara nasional (Sugiarti, 2014).

Sastra berfungsi sebagai pendukung nilai-nilai kultural yang bersifat efektif kumulatif. Artinya, sastra mempunyai kekuatan untuk mengungkapkan segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan manusia serta dinamikanya. Oleh karena itu, sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu mengenai lingkungan sosial dan lingkungan alam sertta zamannya. Stanton (2012:112-114) mengemukakan bahwa penciptaan karya sastra memiliki kaitan dengan pandangan dunia pengarang yang dibentuk oleh berbagai pengalaman hidupnya. Stanton membagi pengalaman tersebut ke dalam empat elemen pokok. Bagian pertama berasal dari kedalaman

(10)

410

individu sedangkan bagian yang lain bermula dari dunia eksternalnya. Individu terdiri atas dua elemen, yaitu emosi dan akal atau yang lazim disebut hati dan otak. Emosi adalah tempat individu hidup. Dunia eksternal dapat dipilah menjadi (1) fenomena fisis atau fakta yang dilihat, didengar, dan disentuh oleh individu, dan (2) makna, tidak terlihat dari fenomena tersebut, kekuatan dan hukum yang melingkupi baik yang bersifat ilmiah, ekonomis, politis, moral, maupun spiritual.

Pemikiran di atas memberikan pemahaman bahwa keterkaitan dunia internal individu dan eksternal selalu berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan. Keduanya saling terikat dalam konteks yang lebih luas di dalam tubuh sastra. Pemilihan karya sastra yang bermutu dalam pembelajaran di sekolah sangat bermanfaat bagi pendidikan karakter anak karena karya sastra pada hakikatnya adalah alat mengajarkan kehidupan, bahkan karya sastra dapat berfungsi sebagai cermin dan jendela pada masyarakat global. Jika peserta didik atau sudah mampu bersikap apresiatif terhadap karya sastra, mereka sekaligus juga mampu menangkap nilai-nilai dan amanat yang ada dalam karya tersebut. Pengajaran apresiasi sastra dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk selalu mengasah rasio, rasa, dan hati secara baik. Dengan demikian tujuan pembelajaran sastra untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra sehingga diperoleh fungsi dan hakikat sastra dulce et utile.

Ekologi Budaya dalam Sastra

Ekologi budaya secara etimologis berasal dari kata ekologi dan budaya. Kajian ekologi biasanya dikaitkan dengan sumber daya alam. Sementara istilah budaya pada konteks ini berarti sistem pengetahuan manusia sebagai mahkluk sosial. Ekologi budaya adalah sistem pengetahuan manusia sebagai mahkluk sosial dalam memahami dan menginterpretasi lingkungan budaya termasuk alam (Sudikan, 2016:167).

Karya sastra, selain diharapkan mampu menyampaikan ide, pesan, perasaan, dan amanat, juga diharapkan mampu memberi efek positif bagi masyarakat pembacanya. Sastra sebagai sebuah karya seni diharapkan mampu memberi efek yang mendasar agar tercipta tatanan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya karena sastra tercipta dari masyarakat untuk masyarakat. Karya sastra biasa disebut dengan cermin masyarakat dalam sebuah teks karena di dalam karya sastra menggambarkan aktivitas dan kebiasaan serta perkembangan yang ada dalam masyarakat tertentu Karya sastra sebagai karya seni selalu berhubungan dengan realitas kehidupan manusia dalam berbagai dimensinya termasuk budaya yang tumbuh masyarakat Sastra tidak berangkat dari kekosongan budaya. Teeuw (2013:253), mengemukakan bahwa sistem sastra tertentu tidak tumbuh dan berkembang dalam isolasi mutlak. Senada dengan pendapat Teeuw tersebut, Pujiharto (2010:65), mengemukakan bahwa kemunculan karakteristik tertentu pada karya fiksi bukanlah sesuatu yang khas secara inheren pada dirinya sendiri. Hal tersebut memiliki hubungan dengan aspek-aspek lain di luar dirinya: aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya, dan lain sebagainya. Pendapat-pendapat tersebut juga menegaskan bahwa dalam rangka pemahaman karya sastra, kajian ekologi budaya dalam sastra cukup penting.

(11)

411

Karya sastra mengemban peran bagi kehidupan manusia, khususnya dalam masyarakat. Wibowo (2013: 38-39) mengungkapkan bahwa misi sastra meliputi: (a) karya sastra sebagai alat untuk menggerakkan pemikiran pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan bila ia menghadapi masalah; (b) karya sastra menjadikan dirinya sebagai suatu tempat dimana nilai kemanusiaan mendapat tempat sewajarnya dan disebarluaskan, terutama dalam kehidupan modern dan berfungsi menjadi pengimbang sains dan teknologi; (c) karya sastra sebagai penerus tradisi suatu bangsa kepada masyarakat sejamannya. Ketiga misi sastra tersebut amat penting karena ungkapan jiwa, nuansa kehidupan, keindahan, semuanya tercipta dalam sastra.

Latar sosial budaya merupakan keterangan mengenai segala hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat dalam sebuah cerita fiksi. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar khususnya latar tempat, menjadi khas dan tipikal atu sebaliknya bersifat netral. Dengan kata lain untuk menjadi tipikal dan fungsional, deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar sosial, tingkah laku, kehidupan sosial masyarakat di tempat bersangkutan. Kondisi latar sosial budaya akan mempengaruhi karakter tokoh, atau karakter tokoh itu dibentuk oleh kehidupan sosial masyarakat yang membesarkannya (Nurgiyantoro, 2005:253-254). Latar sosial-budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian,dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya-karya sastra (Pradopo, 1984:254).

Selain itu masih banyak nilai lain yang berkenaan dengan keluhuran budi manusia yang dapat dipetik melalui karya sastra. Mengapa dikatakan demikian? Karena karya sastra memiliki kemungkinan yang luas untuk menjadikan dirinya sebagai tempat ”penyimpanan” nilai-nilai manusiawi, yakni nilai-nilai yang dalam realitas sering tersudutkan mengalami distorsi dan bahkan hilang. Di dalam karya sastra yang baik nilai-nilai kemanusiaan tersebut dipertahankan dan disebarluaskan (Sayuti dalam Sujarwanto, 2001: 514). Melalui karya sastra, pranata dan tradisi suatu masyarakat diteruskan kepada khalayak pembaca pada masanya, dan kepada masyarakat di masa mendatang baik yang menyangkut cara berpikir, perilaku religius, adat istiadat, sejarah, maupun nilai kultural lainnya. Keseluruhan ini menjadi sumber energi yang mampu menjadikan sastra memiliki kekuatan untuk mengenal lingkungan budaya secara baik.

Peran Ekologi Budaya sastra dalam Pembentukan Karakter

Lingkungan budaya dapat memberikan sumbangan yang signifikan kepada manusia yang berada dalam lingkungan tersebut. Dalam praktiknya manusia tidak dapat dilepaskan dengan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang diperoleh melalui belajar (Sugiarti, 2005:17). Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjukkan hasil fisik karya manusia, sekalipun hasil fisik karya manusia sebenarnya tidak lepas dari pengaruh pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku (tindakan) manusia. Semua tindakan manusia yang dilakukan

(12)

412

secara berulang-ulang menjadi sebuah renungan sehingga diperoleh sesuatu yang dianggap benar dan baik.

Ekologi budaya menganggap bidang budaya manusia tidak terpisah atau saling tergantung dan ditransfusikan dengan proses ekologi dan siklus energi alam. Pada saat yang sama ia mengakui kemerdekaan dan self refleksi dinamika relatif proses budaya. Bahkan budaya tergantung terhadap alam (Endraswara, 2016, hlm. 131)

Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan (KBBI, 1995:129). Kebiasaan hidup berkaitan dengan gaya hidup. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Kebiasaan hidup merupakan pola untuk suatu tradisi yang biasa dilakukan dalam kehidupan atau tindakan yang rutin dilakukan secara otomatis. Kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa kebiasan yang baik maupun kebiasaan yang buruk.

Karya-karya sastra yang memberikan nilai-nilai sebagaimana fungsi sastra utile memberikan kegunaan kepada pembaca. Karya sastra yang berkualitas adalah yang memenuhi empat kriteria yang relatif universal, yaitu adanya (1) kebenaran, (2) kejujuran, (3) keindahan, dan (4) keabadian (Alwasilah, 2006).

Sastra sebagai karya seni hasil pergulatan batin pengarang terhadap masalah-masalah kehidupan mengandung moral yang tinggi, karena itu ia dapat difungsikan secara efektif untuk membentuk watak dan moral manusia (Sujarwanto dalam Sujarwanto, Jabrohim, 2001:508). Hal ini sejalan dengan pemikiran Teuuw bahwa sastra lahir tidak hanya untuk dinikmati dan dihayati tetapi membentuk dan mempengaruhi pembacanya (Teuuw, 1983:7).

Keterkaitan Ekologi Budaya dalam Sastra dan Penanaman Karakter Peserta Didik

Karakter peserta didik akan tumbuh dengan baik ketika berada dalam bingkai ekologi budaya yang dapat diperoleh salah satunya dengan membaca karya sastra. Hal ini disadari bahwa sastra mampu menghaluskan budi pembaca. Lingkungan budaya dalam sastra banyak mengungkapkan berbagai peristiwa budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Berbagai peristiwa budaya tersebut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Grebstein (dalam Mahayana, 2007: 226) karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologis atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural. Dalam novel gambaran ketegangan antara individu dengan individu, lingkungan sosial, alam, dan Tuhan. Ketegangan-ketegangan itu, sering kali justru dipandang sebagai cermin kehidupan masyarakat, serta akar budaya dan semangat zamannya.

Di sisi lain, sastra mampu mengasah kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Dengan sastra keempat kecerdasan itu dapat terasah dengan baik apabila dilakukan secara terus menerus. Peran sastra dalam pendidikan karakter dapat direfleksikan melalui narasi cerita dan tokoh yang dihadirkan oleh pengarang melalui karya sastra. Melalui karya sastra, karakter pembaca akan terasah secara pelan karena ia harus mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain (tokoh) cerita. Di sinilah letak energi positif yang mampu ditransferkan sastra kepada pembaca

(13)

413

yang secara tidak langsung akan terjadi proses transformasi added value secara sosiologis maupun psikologis ( Sugiarti, 2014).

Dalam hal ini, karya sastra sebagai sebuah fakta kemanusiaan yang bersifat sosial sebagai hasil dari subjek kolektif pengarang terkait dengan struktur masyarakat. Pada dasarnya, ekologi budaya mampu membentuk kepribadian manusia dalam menghayati keseluruhan kehidupan. Manusia diharapkan mampu mengendalikan dirinya secara baik dengan melakukan kebaikan dalam hidup sesuai dengan pilihan-pilihan mereka tentang kebaikan.

Membaca karya sastra secara intensif pada hakikatnya secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian pembaca. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai karakter juga akan merangsang imajinasi pembaca dalam berpikir kritis melalui rasa ingin tahu terhadap jalan cerita. Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi merupakan salah satu contoh karya sastra yang menampilkan perilaku tokoh dengan karakter yang khas yakni kedekatan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan mensyukuri keindahan yang diciptakan oleh Tuhan (Sugiarti, 2014).

Sesuai dengan hakikat karya sastra, materi bersastra di dalam kurikulum, dan pembelajaran bersastra dapatlah dikemukakan beberapa kriteria pemilihan karya sastra yang mengarah pada pengembangan karakter bagi peserta didik berikut ini. Pertama, bahasanya indah, dengan ekspresi otentik, dan memperkenalkan estetika pada pembacanya sehingga membentuk kepekaan dalam dirinya, yang akan berkembang menjadi empati pada permasalahan kemanusiaan. Kedua, mengharukan pembacanya, dan menyebabkannya merenungkan makna karya tersebut, serta memperoleh kearifan dan pencerahan di dalam: identitas kebangsaan, kreativitas, keberanian berkompetisi, solidaritas kemanusiaan, serta keimanan dan ketaqwaan. Ketiga, membawakan nilai-nilai luhur kemanusiaan, yang akan mengembangkan empati di dalam diri pembaca terhadap permasalahan manusia. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain: akhlaq mulia, sikap lemah-lembut, suka memaafkan, anti kekerasan, disiplin diri, etos kerja, menghargai orangtua dan pendidik, serta mendengar pendapat orang lain. Keempat, mendorong pembacanya untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lainnya, di dalam berbagai kegiatan pribadi maupun kemasyarakatan (Suryaman dalam Sugiarti , 2016).

Di samping itu, ekologi budaya lebih menekankan bagaimana proses penanaman karakter berbasis budaya itu dapat dilakukan. Budaya-budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat sekitar banyak mengajarkan norma-norma yang mampu membentuk karakter. Di sekolah diajarkan bagaimana peserta didik harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan budaya. Misal di sekolah lingkungan budaya dapat dibentuk dengan adanya tata tertib sekolah, kebiasaan-kebiasaan baik yang harus dilakukan di sekolah. Hal ini akan berdampak pada pembiasaan yang bersifat positif bagi peserta didik.

Keterkaitan antara ekologi budaya dalam sastra dengan penanaman karakter peserta didik dapat ditelusuri melalui bagaimana beroperasinya ekologi dalam karya sastra yang menjadikan peserta didik mampu melakukan penghayatan yang intensif. Apresiasi sastra mampu menumbuhkan kecerdasan manusia secara operasional melalui tiga dimensi, yakni kognitif,

(14)

414

psikomotorik, dan afektif. Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan untuk menopang potensi peserta didik berkarakter ( Sugiarti , 2016). Selanjutnya, penghayatan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang tercermin bagaimana ia bersosialisasi dengan lingkungan sosial di sekolah maupun di masyarakat.

Kurikulum 2013 pembelajaran teks salah satunya mengikuti tahap membangun kontek yaitu melalui kegiatan mengamati teks dalam konteksnya dan menanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks peserta didik dapat didorong untuk memahami nilai spiritual, nilai budaya, tujuan yang melatari bangun teks. Dalam proses ini peserta didik mengeksplorasi kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya. Berkaitan dengan hal tersebut, contoh-contoh karya sastra yang mengungkap lingkungan budaya seperti karya-karya NH. Dini Padang Ilalang di Belakang Rumah, Sebuah Lorong di Kotaku, Langit dan Bumi Sahabat Kami, Kuncup Berseri. Karya-karya tersebut dapat dijadikan sebagai buku penunjang untuk bahan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah menengah ke atas. Meskipun dalam karya tersebut banyak menyoroti budaya Jawa tetapi ada pesan-pesan nilai yang dapat digunakan sebagai pembentukan karakter peserta didik.

Simpulan

1) Ekologi budaya dalam sastra memiliki peran penting karena penggalian nilai-nilai budaya dalam masyarakat dapat dijadikan sumber inspirasi penciptaan karya sastra.

2) Peran ekologi budaya sastra dalam pembentukan karakter nampak dengan pesan-pesan yang disampaikan melalui karya sastra membuat pembaca lebih peka serta penghayatan yang intens atas peristiwa dalam karya sastra.

3) Keterkaitan ekologi budaya dalam penanaman karakter peserta didik dipahami melalui kepekaan terhadap lingkungan budaya baik dalam arti fisik maupun psikhis yang bertumpu pada sastra maupun realitas kehidupan. Nilai-nilai positif yang diperoleh melalui membaca karya sastra serta pembiasaan di sekolah menjadi sumber penting dalam penanaman karakter peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah., A. Chaedar. 2006. Pengajaran Berbasis Sastra. Pikiran Rakyat, 27 Desember 2006. Pustaka Pelajar.

Endraswara, S. (2016). Ekokritik Sastra. Yogyakarta: Morfalingua.

Mahayana, M. S. (2007). Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PT Radja Grafindo Persada. McNaughton, S. J. dan Wolf, L. L. (1989). Ekologi Umum. New York: World Bank Education IX

Projec.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, Rachmat Djoko. 1984. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pujiharto. 2010. Perubahan Puitika dalam Fiksi Indonesia dari Modernisme ke Pascamodernisme.

(15)

415

Sudikan, S. Y. (2016). Ekologi Sastra. Lamongan: Pustaka Ilalang Group.

Sugiarti, Tri Sakti Handayani. 2005. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang;UMM Press.

Sugiarti. 2014. Sastra dan Pendidikan Karakter. Makalah disampaikan pada Seminar Berkala yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Mutu Pendidikan (PPMP) FKIP Universitas Muhammadiyah Malang, 3 Juli 2014.

Sugiarti, 2016. “Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”. Makalah disampaikan pada Seminar Regional Kerjasama Kemitraan Bidang Kebahasaan dan Kesastraan Balai Bahasa Jawa Timur dengan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNiversitas Muhammadiyah Malang, Malang 13 Agustus 2016.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Terjemahan Sugiastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Teeuw, A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Referensi

Dokumen terkait

Teori graf merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang himpunan titik dan himpunan sisi, dimana pertama kali diperkenalkan oleh Leonhard

Dari hasil olah data dan kesimpulan yang ada, maka implikasi yang dapat diambil, dari hasil penelitian terbukti bahwa faktor pribadi, faktor sosial, dan faktor budaya

Hasil penelitian tentang pengelolaan media pembelajaran di SD Muhammadiyah Pasir Kidul melalui tahap (1) Perencanaan media pembelajaran yang diawali dengan

Tinju terkepal Pekik menebal Terjang aral Lirik tersebut menggunakan rima akhir karena memiliki pengulangan bunyi pada kata atau suku kata yang terletak pada akhir

Diharapkan dari penelitian ini, pengajar dapat membuat produk secara mandiri dengan memanfaatkan aplikasi Coreldraw X7 yang produknya bisa menjadi media dalam

Setelah penelitian kemampuan menulis karangan deskripsi siswa kelas V, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas V yaitu sebanyak

Sesuai amanah dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12

Bukti dikumpulkan melalui wawancara, pemeriksaan dokumen, pengamatan aktivitas dan keadaan di lokasi. Hasil wawancara harus diuji dengan mencari informasi yang